Share

13. Gagal

Author: Chida
last update Last Updated: 2022-04-20 22:48:30

"Gendis ... nama aku Gendis." Gendis menyambut uluran tangan Sakti.

Senyum itu terpancar dari wajah Sakti, hampir satu bulan dia menunggu momen ini.

"Mau pulang?" tanya Sakti menyamai langkah Gendis sambil membuka jaket kulitnya.

"Iya, Mas sendiri kenapa jadi ngikutin aku?"

"Mau antar pulang," jawab Sakti menyipitkan matanya karena kepanasan.

"Rumahku jauh, jalan kaki nanti capek," ujar Gendis sopan. "Mana panas lagi." 

"Kalo gitu, aku ambil motor gimana? Biar aku antar sekalian."

Gendis menghentikan langkahnya, bukan untuk mengiyakan ajakan Sakti, malah melipat tangannya di depan dada.

"Gini ya, Mas Sakti—"

"Sakti aja, nggak usah pake Mas ...." Sakti tersenyum. Pria dengan bulu-bulu halus yang memenuhi rahangnya hanya mampu tersenyum melihat gadis ini lebih, dan lebih dekat lagi.

"Ok, gini ya Sak ... sebelumya maaf banget kita baru aja kenal, itu pun masih dalam hitungan jari ketemunya, tiba-tiba k

Chida

Enjoy reading 😘

| 3
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (6)
goodnovel comment avatar
Puput Gendis
jngn mundur sat.. maju terusss
goodnovel comment avatar
Risma Magdalena
awal yg baik itu sak ditolak biar cepat gerakanmu ngejar gendis
goodnovel comment avatar
Fera Hikmaramayanti
sabar sak. .. pelan2 ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jerat Casanova Insaf   14. Gagal Lagi

    Gendis tergesa-gesa memasuki kelasnya pagi itu, hampir saja dia telat mengikuti mata kuliah dosen yang terkenal susah memberi nilai itu. Sejurus pandang, Gendis mendapati sosok Rika duduk di ujung ruangan. Gadis itu terlihat nampak kacau dan lusuh tidak seperti biasanya. "Hei, kemana aja?" "Dis," sapa Rika datar tidak seperti biasanya. Barusaja Gendis ingin menanyakan keadaan sahabatnya itu, namun kedatangan dosen ke ruangan itu mengurungkan niatnya. Sesekali Gendis menatap wajah Rika, alis gadis itu berkerut memperhatikan raut wajah yang biasanya ceria kini terlihat kusut dan pucat. "Kamu sakit, ya?" Isi pesan yang Gendis tuliskan di kertas lalu memberikan pada Rika. Rika menoleh sebentar, membaca pesan itu lalu menggeleng lesu. Dengan banyak pertanyaan terbesit di pikirannya dan hampir satu jam setengah dengan rasa penasaran, akhirnya mata kuliah itu pun berakhir. "Ka, kamu kenapa?" Gendis mendekati gadis itu. "Aku ngga

    Last Updated : 2022-04-20
  • Jerat Casanova Insaf   15. Pendekatan

    "Gendis," panggil Arya yang berhenti tepat di depan mereka dengan sepeda motornya. Sakti tersenyum samar, diamatinya lelaki berwajah campuran yang mengendarai motor matic itu secara seksama. "Tidak ada kelebihannya," ujar Sakti dalam hati. "Jauh banget ....." Lagi dia bergumam, sedikit sombong pastinya. "Mas Arya?" "What?! Mas? Gendis panggil dengan sebutan Mas?" Lagi Sakti mendengus kesal. "Kok sudah pulang?" tanya Gendis pada Arya yang tersenyum begitu manis padanya. "Iya, aku izin setengah hari, kuliah nanti jam tiga," jawab Arya, lalu melirik Sakti. "Ah ya, kenalin temen aku," ujar Gendis. Arya mengulurkan tangan pada lelaki bertubuh jangkung itu. "Arya," ucapnya. "Sakti." Sakti menerima uluran tangan dari lelaki yang mungkin seumuran dengannya. "Teman Gendis? baru liat," ujar Arya menatap mereka bergantian. "Iya, teman ... teman baru," kata Gendis melirik Sakti. "Gendis mau pulang? b

    Last Updated : 2022-04-21
  • Jerat Casanova Insaf   16. Rasa Nyaman

    Sakti menghenyakkan tubuhnya di sofa ruang kerjanya, meletakkan kasar berkas yang baru saja diberikan oleh Agus. Pusing rasanya kepala lelaki itu memeriksa laporan yang Agus berikan padanya. Penjelasan Agus tentang kerugian yang mereka alami sangatlah tidak masuk akal."Saya nggak mau tau, gimana caranya kamu cari dimana sebabnya atau ada faktor lain yang bisa mengakibatkan kerugian ini. Ini bukan jumlah kecil ya, Gus ... meski kita baru menapaki bisnis ini, tapi bukan berarti kita tutup mata," tegas Sakti."Baik, Pak ... saya usahakan segera mencari bukti," ujar Agus.Ketukan di pintu membuat dua orang di ruangan itu bersamaan menoleh. Lelaki pemilik mata sipit itu tersenyum pada mereka."Nggak lagi sibuk, kan?" tanya Teddy"Udah nggak," jawab Sakti lalu beralih lagi pada Agus. "Saya maunya laporan itu ada di meja saya besok, nggak mau tau caranya seperti apa, cari buktinya!" tegas Sakti."Kenapa?" tanya Teddy. "Masalah?""Biasalah,

    Last Updated : 2022-04-22
  • Jerat Casanova Insaf   17. Demam

    "Aku pulang ya," kata Sakti ketika mereka sudah berdiri di depan gerbang gedung berlantai delapan itu. "Hati-hati," ucap Gendis tersenyum, tersipu malu saat mengingat kejadian tadi di saat hujan masih deras. "Nggak usah di pikirin," goda Sakti, karena dia yakin Gendis masih memikirkan kejadian konyol tadi. "Apaan sih." Gendis lagi-lagi tertunduk malu. Jika saja ulat bulu itu tidak terjatuh di pundaknya mungkin bisa jadi Gendis akan berpikiran macam-macam dengan Sakti dan jari-jari tangannya yang mengkerut karena dingin sudah membekas di pipi lelaki itu. "Pulang, ya ... haachh—" Sakti tiba-tiba bersin. "Eh, kamu—" "Sana buruan masuk, nanti kamu malah demam," ujar Sakti menyalakan mesin motornya. Gendis setengah berlari masuk ke dalam meninggalkan Sakti yang masih di sana menunggu hingga punggung gadis itu menghilang, barulah dia melajukan kendaraannya. "Dari mana basah kuyup begitu?" tanya Wati saat membuka

    Last Updated : 2022-04-23
  • Jerat Casanova Insaf   18. Nasi Padang, Lagi?

    "Sak ...," ujar Gendis lirih ketika wajah itu tenggelam di pangkuannya. "Pusing banget, Gendis," ujar Sakti samar hampir tak terdengar. "Makanya kita makan dulu, terus minum obat. Obat-obatan kamu di taruh dimana?" tanya Gendis sambil menepuk pundak Sakti. "Nggak tau." "Ya ampun ... Sakti, udah ayo bangun ... kita makan, biar perut ke isi, nanti aku keluar beli obat." Gendis berusaha mengangkat pundak Sakti agar bergeser dari pangkuannya. Bukan malah bergeser, Sakti sengaja memberatkan tubuhnya hingga Gendis kesusahan. "Aku serius, ya. Kamu kalo nggak mau aku tinggal," ujar Gendis kesal lalu meletakkan kepala Sakti begitu saja. Baru saja hendak bangkit dari duduknya, tangan gadis itu Sakti raih hingga Gendis mendadak mendekat ke wajah Sakti. "Suapin," ujar Sakti manja. "Astaga ... mimpi apa aku temenan sama anak mami, umur udah tua kelakuan kayak bayi," ujar Gendis menepis tangan Sakti lalu beranjak dan melangka

    Last Updated : 2022-04-24
  • Jerat Casanova Insaf   19. Drama Percintaan

    Tepat pukul 10 malam Gendis keluar dari minimarket bersama Andi. Rencananya malam ini dia dan Andi menyempatkan diri untuk makan malam sebentar di dekat rumah, namun kenyataannya tidak sesuai dengan rencana mereka."Dis." Andi menyenggol lengan Gendis, menaik turunkan alisnya memberi kode pada gadis yang membantunya mendorong rolling door toko."Apa?""Tuh," tunjuk Andi dengan mulutnya.Gendis menoleh ke arah yang Andi tunjuk, mata gadis itu terbelalak melihat Sakti yang bersandar di badan mobilnya dan Arya yang duduk di atas motor maticnya."Bingung, kan lo?" Andi terkekeh, "tinggal pilih pulang sama siapa sekarang, asal jangan bokap bawa bemo jemput anak gadisnya ...." Andi tergelak tak lama lelaki itu mengaduh karena cubitan di lengan kanannya."Berisik," bisik Gendis, lalu melangkah ke arah dua lelaki yang sudah menunggunya di sana diikuti Andi di belakangnya."Dis," sapa Arya."Gendis," kata Sakti.Kedua lelak

    Last Updated : 2022-04-26
  • Jerat Casanova Insaf   20. Jadi Pacar Aku, Mau?

    Bel apartemen itu sudah berbunyi sebanyak empat kali, sang pemilik belum menampakkan dirinya sedangkan gadis yang datang itu masih berdiri berhadapan dengan pintu berwarna putih. Dan ini adalah bunyi bel ke lima, jika bunyi kelima ini belum juga menggugah tidur lelaki di dalam sana maka gadis itu akan memutar arah kembali lagi ke asalnya. Mata Sakti memicing saat membukakan pintu, sudah berdiri Gendis di sana. Gadis itu mengenakan hoodie berwarna kuning, dengan rambut yang tergulung ke atas serta celana jeans diatas mata kaki. "Baru bangun? Ini udah jam sembilan, kamu nggak kerja? di telpon nggak diangkat di chat nggak di bales," cicit Gendis masuk dengan santai ke dalam apartemen milik Sakti. "Gendis," kata Sakti pelan. "Ya? eh, ada tamu?" tanya Gendis melongokkan kepalanya ke arah kamar Sakti. "Sembarangan," ujar Sakti menepuk jidat Gendis. "Kamu ngapain kesini?" Sakti kembali merebahkan tubuhnya diatas sofa."Mau minta maaf," ujar Gendis masih berdi

    Last Updated : 2022-04-27
  • Jerat Casanova Insaf   21. Mau Makan Kamu

    "Makasih, ya," ujar Gendis turun dari motor Sakti, wajahnya masih menghangat mengingat kejadian sore tadi. "Besok kamu kerja?" tanya Sakti sambil membukakan helm yang terpasang di kepala Gendis. Gendis mengangguk, dia masih malu menatao mata Sakti. Rasanya seperti masih mempunyai utang yang harus segera di lunasi. "Masuk sana, udah malem ... ketemu lusa ya," ujar Sakti. "Lusa?" "Cie, yang mulai kangen," goda Sakti membuat Gendis semakin serba salah. "Besok aku ada beberapa meeting, takutnya janji ketemu malah nggak bisa. Kangennya di simpen dulu." Sakti berbisik di telinga Gendis. "Apaan coba, pulang sana ...." Memandangi kepergian Sakti, Gendis memutar tubuhnya melangkah menyusuri selasar rumah susun. Menapaki kakinya menaiki anak tangga, langkahnya terhenti ketika dia sadari sosok lelaki santun itu sudah berdiri di hadapannya. "Baru pulang, Dis." "Iya, Mas ...." "Tadi aku ke minimarket, Andi bilang kamu libur hari ini." "Iya Mas, ada bimbingan skripsi ... kebetulan jadwa

    Last Updated : 2022-04-28

Latest chapter

  • Jerat Casanova Insaf   Extra Part

    Taman samping rumah Sakti di sulap sedemikian rupa menjadi sebuah taman yang penuh dengan pernak pernik ulang tahun anak pertamanya yang sudah berusia lima tahun. Anak-anak kecil berlarian kesana kemari sebelum acara di mulai. Sakti sedang berbincang dengan Andi sambil menggendong anak ketiga mereka yang berusia enam bulan, tertidur di dalam pelukannya setelah menangis karena menginginkan ibunya yang sibuk mengurusi snack yang akan dibagikan setelah acara selesai. "Kalo menurut lo klien kemarin sudah oke sama pengajuan proposal lo, ya gue pasti tanda tangan, tapi sebelumnya lo tanya Gendis dulu, gue takutnya masalah keuangan klien kita itu memang sedang nggak baik-baik aja." "Iya, hal ini memang Gendis lebih peka." Andi menggerakkan dagunya menunjuk Gendis yang melangkah ke arah mereka. "Rara mana?" tanya Gendis pada Sakti. Anak keduanya itu memang lebih suka bersembunyi, jarang sekali menampakkan dirinya hingga sering sekali membuat Gendis panik. "Kamu jalannya pelan-pelan aja, S

  • Jerat Casanova Insaf   117. Anugerah Itu Datang Kembali (TAMAT)

    Baru saja Gendis ingin memejamkan matanya, Abi kembali merengek ingin di gendong. Padahal baru 15 menit yang lalu bayi itu dia letakkan tidur di sampingnya. Dengan mata yang setengah mengantuk, Gendis kembali mengangkat putranya. Tepat pukul setengah 11 malam, Sakti masuk ke kamar mereka. Lelaki itu baru saja pulang dari kantor, sore tadi dia dan Satyo menghadiri perjamuan acara makan malam perusahaan klien mereka. "Hei," ucap Sakti pelan sambil mengusap-usap lengan Gendis yang sedang menimang Abi. "Kok belum tidur," ujar Sakti lagi kali ini dia memberikan kecupan di pipi Gendis. "Aku udah ngantuk banget, Abi juga tadi sudah tidur. Tapi, waktu aku rebahkan dia di tempat tidur baru aja mau tidur, Abi bangun lagi." Wajah lelah Gendis begitu kentara. "Aku mandi dulu ya, biar nanti aku yang jagain Abi, kamu tidur nggak apa-apa." Sebelum melangkah ke kamar mandi, lelaki yang masih mengenakan setelan jas itu tersenyum pada bayi yang baru saja berusia satu bulan itu. "Papa mandi dulu, n

  • Jerat Casanova Insaf   116. Porsi Bahagia

    Ketukan di pintu pagi itu membuat Gendis dan Sakti menoleh ke arah suara. Sahabat yang hampir satu tahun ini tidak menampakkan dirinya itu kembali datang bersama istri yg sedang hamil dan juga seorang anak di dalam pelukannya. "Wuih, selamat Sak ... akhirnya beneran insaf," ujar Teddy melangkah masuk ke dalam kamar rawat inap Gendis. "Astaga, memang sahabat nggak ada akhlak lo, ya. Udah macem jelangkung aja tiba-tiba dateng tiba-tiba hilang." Sakti merangkul erat lelaki bermata sipit itu. Gimana kabar?" "Baik lah ...." Mata Teddy mendelik melirik istrinya yang sedang hamil 4 bulan. "Kemana aja lo?" tanya Sakti. "Gue mau kasih selamat dulu dong sama istri lo. Selamat ya, Dis ... maaf nggak dateng saat kalian nikah, biasalah panggilan kerja, orang lapangan harus standby." "Selamat ya Gendis," ucap Siti wanita yang semakin terlihat cantik dengan perut yang sedikit membuncit. "Makasih Mbak, enggak apa-apa Mas Teddy ... kita ngerti kok kalo Mas Teddy sibuk." "Ini buat baby boy," uja

  • Jerat Casanova Insaf   115. Mahendra Abimanyu

    Tangis bayi mungil itu pecah memenuhi seisi ruangan, tangisan kencang yang terdengar itu nyaris membuat Sakti tak sanggup berdiri lama. Mengingat perjuangan Gendis mempertaruhkan nyawanya demi seorang bayi mungil, buah cinta mereka. Sakti mengusap air matanya, tak henti-hentinya dia mengecupi kening Gendis yang bahkan masih penuh dengan peluh. Wajah wanita yang sekarang berubah menjadi seorang ibu itu pun terlihat lelah namun sudut bibirnya berusaha mengembang saat bayi mungil mereka di serahkan padanya. "Coba belajar biar dia mencari puting ibunya ya," ujar dokter anak yang menangani bayi Gendis. Lagi-lagi Sakti meneteskan air matanya, rasanya jika kembali lagi ke masa lalunya dia bersumpah tidak akan segampang itu mempermainkan wanita. Melihat perjuangan Gendis mengejan hingga bisa melahirkan bayi sehat, Sakti merasa sangat-sangat bersalah sudah menyia-nyiakan masa mudanya dengan hal yang tak berguna. "Dia pintar," lirih Gendis melihat bayi kecilnya mendapat puting susunya. "Kaya

  • Jerat Casanova Insaf   114. Semua Panik

    Pagi itu Gendis sudah menyiapkan sarapan pagi untuk suaminya, sore nanti rencananya mereka akan menjemput Wati dan Hendro dari Jogja. Perkiraan dokter dua minggu lagi Gendis sudah bisa melahirkan, oleh karena itu Wati memutuskan untuk menemani putrinya melewati hari yang di nantikan itu. "Bikin apa?" Sakti datang sambil memeluk istrinya dari belakang. "Nasi goreng buat kamu, kopi kamu udah di meja makan. Sebentar lagi nasi gorengnya selesai," ujar Gendis menoleh sedikit pada Sakti yang meletakkan dagunya di pundak sang istri. "Kita jemput bapak sama ibu jam berapa?" "Jam lima mereka sampai di stasiun, kita jangan terjebak macet ... kasian mereka kalo menunggu lama," ujar Gendis lalu memindahkan hasil masakannya ke sebuah mangkuk ukuran besar. "Ayo makan." Sakti membawakan masakan istrinya ke atas meja makan, Buk Sumi yang berada di sana menyelesaikan potongan buah lalu menyusul meletakkannya di meja makan. "Bik, ayo makan," ajak Gendis. Gendis tidak pernah membedakan wanita tua

  • Jerat Casanova Insaf   113. Kecemasan Sakti

    Wajah Sakti masih nampak cemas, dia dan Gendis baru saja keluar dari ruangan praktek dokter kandungan yang menangani Gendis selama hamil. "Aku minta maaf, ya." Lagi wajah Gendis mengiba, dia benar-benar merasa bersalah. Harusnya dia lebih berhati-hati lagi jika hendak melakukan sesuatu, apalagi ini pekerjaan di kantor. Sakti masih terdiam, ekspresi wajahnya begitu menyeramkan jika sedang marah. Tatapannya tajam ke depan sambil mendorong kursi roda yang membawa Gendis hingga ke lobby rumah sakit. "Sayang." Gendis menahan tangan Sakti. "Aku minta maaf," ujarnya sungguh-sungguh. "Aku nggak bakal ulangi lagi, aku pasti jaga anak kamu." "Taruh tangan kamu melingkar di sini." Sakti menepuk pundaknya memberi titah agar Gendis melingkarkan tangannya. Dengan satu kali gerakan, Sakti mengangkat Gendis dengan perut besarnya berjalan ke arah mobil yang sudah menunggu mereka. "Kita langsung pulang, Pak?" tanya Pak Supri. "Langsung pulang saja," jawab Sakti dingin. Benar-benar Sakti marah a

  • Jerat Casanova Insaf   112. Arya dan Ami

    Ami mematut dirinya di depan cermin, satu per satu dia lepaskan aksesoris rambut yang berada di pucuk kepalanya. Setelah selesai Ami mulai membersihkan wajahnya, menghabiskan banyak kapas untuk membersihkan ukiran-ukiran Paes di dahinya. Arya membuka pintu kamar perlahan saat Ami akan melepaskan lilitan kain di tubuhnya. "Perlu bantuan aku?" tanya Arya dari balik tubuh Ami. Hembusan hangat menerpa pundak polosnya, tubuh wanita itu menegang. Sentuhan tangan Arya di lengannya membuat desiran darah itu seakan mengalir lebih cepat dari biasanya, bahkan denyut jantung itu berdebar kencang. Bukan kali pertama dua sejoli ini berada di satu kamar, namun baru kali ini mereka berada di satu kamar tapi untuk bersiap melakukan sesuatu yang lebih intim lagi. "Kainnya melilit hingga berlapis, Mas," ujar Ami. "Kamu diam aja, biar aku yang memutar kainnya," kata Arya, sebelumnya Arya melepaskan aksesoris yang melekat di tubuhnya dan meletakkannya di atas nakas. Lelaki yang akhirnya melabuhkan cin

  • Jerat Casanova Insaf   111. Nengokin Anak

    Gendis melangkah memasuki ballroom hotel malam itu berjalan bersisian dengan Sakti. Dia mengenakan gaun panjang dengan belahan samping hingga ke paha. Model dress dengan lengan balon dan leher berbentuk V hingga belahan dada yang sedikit terbuka itu membuat Gendis terlihat cantik, seksi dan elegan. Wanita berbadan dua itu melingkarkan tangannya pada lengan sang suami, perutnya yang sudah terlihat buncit membuat auranya semakin berbeda. "Aku nggak salah pilih punya istri kamu," bisik Sakti. "Kenapa?""Semua mata menatap kamu, Sayang. Cantik, elegan dan ...." Mata Sakti mengarah pada dada Gendis. "Seksi ... rasa ingin aku bawa naik lagi ke lantai tujuh, diem di kamar aja nggak usah kemana-mana." Sakti tertawa kecil. "Kebiasaan." Gendis menempelkan bibirnya pada pundak Sakti, tubuh lelaki itu berbalut setelan jas berwarna hitam. Acara pernikahan Ami dan Arya kental dengan budaya Jawa. Kedua mempelai berdiri di pelaminan dengan baju adat bak Raja dan Ratu Keraton. Senyum mengembang di w

  • Jerat Casanova Insaf   110. Rujak Serut

    Usia kandungan Gendis berjalan empat bulan, selama empat bulan pula Gendis meminta Satyo menjemputnya bekerja yang herannya lelaki yang sebentar lagi menjadi kakek ini pun menyanggupinya. Entah, mungkin ini cara Satyo memperbaiki kesalahannya dulu pada Gendis dan Sakti. Belum lagi seringnya Satyo mengajak Hendro menikmati sore hari meski hanya sekedar menikmati secangkir kopi di teras depan rumah Sakti. "Papa sekarang banyak berubah," ujar Sakti pada Hanna sore itu kala Hanna dan Satyo berkunjung ke rumah mereka. "Biarkan saja, mungkin papa merasa bersalah dulu sudah menyakiti perasaan keluarga istri kamu," jawab Hanna memberikan potongan semangka pada Sakti. "Gendis dimana?" "Di kamar, Ma. Dari siang tadi lagi bad mood karena aku bilang dia semakin berisi." "Gendis itu semakin hari semakin ada aja tingkahnya, Mbak." Wati datang dari arah dapur membawa pisang goreng untuk para kakek di teras. "Mungkin bawaan bayi, Mbak. Selagi normal-normal aja, biarin lah ... saya dulu juga gitu

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status