“Sergio mengetahuinya pagi ini.”
“Tidak mungkin.” Agatha tak percaya, napasnya terasa sesak mendengar informasi yang tidak disangka-sangka olehnya.
‘Aku tidak bisa membiarkan Liam mengalami kerugian yang sangat besar ke depannya. Bagaimana pun, proyek itu bernilai ratusan juta dollar, terlalu berisiko untuk menghentikannya di tengah jalan.’ Batin Agatha.
Agatha memutar bola matanya ke mana saja, menggigiti kuku untuk menutupi kegugupannya. Dan setelah mendapatkan kembali ketenangannya. Agatha segera menghubungi Luca dan meninggalkan Candice di lounge VIP Juliette.
“Luca, kau di mana?”
‘Aku di ruang rapat. Ada apa nyonya?’
“Apa Liam sungguh menghentikan proyek Rosehill Garden di Monte Argentario?”
‘Kau—tahu dari mana?’
“Tidak penting aku tahu dari mana. Jawab saja.”
‘Ya. Tuan Stefano m
“Aku akan membayarmu secepatnya, beserta bunga yang sangat besar.” Napas Agatha seolah terhenti sejenak mendengar ucapan pria itu yang berusaha mengalihkan pembicaraan dan mengabaikan perasaannya.Dilihat dari ekspresi yang ditunjukkan Liam saat ini, kata-kata Agatha tadi tidak memberikan pengaruh berarti. Pria itu memperlakukannya selayaknya kreditur, atau investor yang memberikan dana untuk membangun bisnisnya. Bukan sebagai partner untuk berbagi suka dan duka.Agatha merasa sedih menghadapi kenyataan kalau cintanya benar-benar bertepuk sebelah tangan. Melihat bagaimana pria itu merespons pengakuannya, sudah jelas kalau Liam tidak memiliki perasaan serupa untuknya. Agatha tahu, Liam adalah jenis pria yang menghindari keterikatan dalam bentuk apa pun.Agatha seperti kembali diingatkan, kalau hubungan mereka selama ini hanyalah sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan hasrat masing-masing.“Apa aku meminta bayaran?” Tanya Agatha ketika b
Sebuah kebenaran mendadak timbul dalam benak Liam, dia mencintai Agatha. Dia tidak akan mencintai gadis lain. Tidak ada gadis selain Agatha yang bisa memengaruhinya.‘Apakah jika aku mengatakan bahwa aku memiliki perasaan yang sama padamu, segalanya akan berubah menjadi lebih baik?’***Liam mondar-mandir di ruang kerja di rumahnya yang terletak di sisi perkebunan mawar dan memiliki pemandangan Danau Como yang indah. Es batu di dalam gelas wiski yang terabaikan sudah mencair, dan cahaya lampu yang terpantul dari sudut ruangan tidak membantu menenangkan pikirannya yang kacau.Liam melemparkan diri ke kursi di depan perapian dan menatap api yang menyala, terpana dengan gerakan api yang menari di kayu bakar. Pengakuan cinta Agatha terus berputar di benaknya.Dia kemudian melihat ke sekeliling ruang kerja, tempat persembunyiannya saat dia sedang di rumah. Ada foto keluarga yang mulai usang di rak di atas perapian, dan di dinding di atasnya
Teriakan Candice menggema ke seluruh ruangan saat melihat darah segar mengalir di sepanjang kaki Agatha. Candice lalu berlari untuk menahan kepala Agatha agar tidak jatuh ke lantai.“Sakit sekali.” Agatha menahan diri agar tetap sadar.“Astaga, Nyonya Stefano. Apa yang terjadi?” Suara Bibi Emy menyahut saat mendengar teriakan Candice.“Sepertinya aku akan segera melahirkan. Apa semua wanita yang melahirkan akan mengalami pendarahan seperti ini?” Tanyanya dengan terbata-bata.“Seharusnya tidak, sepertinya ada yang salah, Agatha. Aku akan menelepon Tuan Stefano.” Bibi Emy hendak berdiri sebelum suara Candice menginterupsi.“Kau telepon ambulans saja, biar aku yang memberitahu Liam.” Ucapnya.“Baiklah, Nyonya.” Bibi Emy menurut dan bergegas menghubungi ambulans agar Agatha bisa segera dibawa ke rumah sakit.“Bersabarlah sedikit Agatha, tarik napas.”
“Tentang kecelakaan 14 tahun yang lalu, aku ingat semuanya.” Lanjutnya kemudian, membuat Liam semakin tercekat lalu berdiri mematung di depan pintu ruang operasi.“Apa? Bagaimana bisa?” Liam menggeleng tak percaya.Sementara Agatha memejamkan matanya untuk menajamkan ingatannya, berusaha untuk tidak melewatkan satu momen pun.Empat belas tahun yang lalu…“Beraninya kau mengkhianatiku dan berselingkuh dengan mantan istrimu!” Suara ibunya terdengar menggema di sebuah ruangan dengan nuansa putih.“Tidak. Ini tidak seperti yang kau lihat. Aku dijebak.” Ayah tirinya mencoba menjelaskan, namun ibunya menepis tangan pria itu dan menampar wajahnya dengan keras.“Ceraikan aku.” Ucap ibunya, menahan air mata di pelupuk matanya.“Tidak mau. Aku tidak akan menceraikan istri yang kucintai.”“Kau tidak akan berselingkuh kalau mencintai
Kening Oliver mengernyit kasar, bingung karena Agatha kecil menganggap kecelakaan itu sebagai sebuah mimpi buruk.“Nona. Sekarang ini, tuan besar, nyonya besar dan juga Tuan Muda Adrian sudah bahagia di surga. Mereka sudah tidak merasakan panas dan kesakitan lagi.” Ujar Oliver dengan hati-hati.“Apa maksudmu?” Mata bulat Agatha melotot marah pada Oliver.“Nona, aku akan segera menghubungi Tuan Muda Liam. Agar setidaknya ada seseorang yang akan menemamimu.” Oliver berdiri, meraih ponsel di saku celananya.“Untuk apa? Kak Liam sedang sekolah di Perancis, dia akan memarahimu kalau tiba-tiba menyuruhnya untuk pulang.” Sahut Agatha.“Tapi dia harus pulang, nona. Tuan Muda Liam harus berada di rumah duka untuk memimpin pemakaman.” Kata Oliver lagi dengan bibir yang semakin bergetar menahan tangis.“Kau ini bicara apa? Pemakaman siapa? Bukankah sudah kukatakan kalau itu adalah mimpi
Liam memejamkan mata, lalu menarik napas dalam. Kedua telapak tangannya mengepal kuat di sisi tubuhnya.“Kalau begitu—selamatkan ibunya.” Putusnya.“Baik, Pak Stefano. Kau bisa menandatangani surat persetujuannya lebih dulu.”Liam tidak mengatakan apa pun lagi, hatinya hancur, pikirannya kacau. Dunianya seakan runtuh dengan kejadian mengerikan yang terjadi hari ini. Liam tidak siap kehilangan anaknya, tapi dia lebih tidak siap kehilangan Agatha, istrinya.“Kau harus selamat, Agatha. Aku tidak bisa kehilanganmu.” Ucapnya pada diri sendiri.Pria itu kemudian merosot di balik tembok ruang operasi, kedua telapak tangannya menangkup di depan wajah sambil sesekali mengusapnya kasar.“Tuan Stefano, apa yang terjadi?” Liam menggeleng lesu mendengar pertanyaan Luca yang baru saja tiba di rumah sakit setelah menyelesaikan rapat penting menggantikan Liam.Luca menghela napas pelan sebelum ber
“Tapi kami membutuhkan setidaknya dua sampai tiga kantong.” Katanya ragu-ragu.“Ambil sebanyak yang kalian butuhkan asalkan istriku selamat.”“Baikalah, silakan ikut saya.” Liam menurut dan berjalan mengikuti perawat wanita itu.***Agatha masih berada di ruang operasi akibat kondisinya yang kritis sebelum melahirkan. Dirinya mengalami eklampsia yang dapat berakibat fatal untuknya dan juga bayinya.Dalam kondisi hidup dan mati ini, Agatha tiba-tiba memimpikan masa kecilnya. Termasuk pertemuan pertamanya dengan Liam yang tidak pernah dia ingat sebelumnya.Flashback 16 tahun yang lalu…Agatha Rawlins, gadis kecil berusia 8 tahun itu menangis seorang diri di bawah sebuah bangunan tinggi di dekat sekolahnya. Dia sengaja berteduh karena hari sedang hujan, Agatha sedang menunggu dijemput oleh ibunya, namun dirinya enggan menunggu di lobby sekolahnya. Agatha memilih menunggu di luar karena suasana hatinya sedang buruk.Agatha kecil menangis sesenggukan setelah teman-temannya mengatakan dirin
“Kau—tidak mengenaliku?”Kata-kata itu terus berputar di kepalanya. Agatha perlahan membuka matanya, melihat ke langit-langit lalu memincingkan mata akibat sinar lampu ruang operasi yang menyilaukan.‘Mungkinkah cinta pertama Liam itu adalah—aku?’“Agatha, kau mendengarku? Kedipkan matamu kalau kau mendengarku.” Tanya Dokter Santiago.Agatha berkedip sekali sebagai jawaban.“Syukurlah. Kami akan memindahkanmu ke ruang observasi lebih dulu.” Lanjutnya.***“Agatha, bangunlah. Kau harus lihat betapa tampannya anak kita.”Agatha yang sudah dipindahkan ke ruang rawat inap itu perlahan menggerakkan jari jemarinya, kelopak matanya bergerak-gerak sebelum matanya akhirnya terbuka.Hal pertama yang dia lihat adalah pemandangan Liam, suaminya yang tengah menggendong seorang bayi kecil di lengannya.“Bayiku. Bayiku selamat?” Tanya Ag
Agatha tidak pernah menyangka kebahagiaan yang sesunguhnya akan datang seperti ini. Hingga membuatnya berkali-kali meyakinkan diri kalau semua yang terjadi bukanlah mimpi. Rasanya masih seperti kemarin dia bertemu dengan Liam untuk pertama kalinya setelah perpisahan selama 14 tahun. Rasanya baru kemarin juga mereka menikah dan menghadapi berbagai cobaan dan segala kesalahpahaman.Dan rasanya, seperti baru kemarin juga mereka bertemu kembali setelah perpisahan kedua selama lima tahun. Setelah melewati semua perjalanan panjang itu, akhirnya dia bisa mendapatkan kebahagiaan yang sesungguhnya. Liam sudah berubah 180 derajat dari saat pertama kali mereka bertemu.Pria itu selalu memanjakan dan menunjukkan rasa cintanya setiap saat, setiap hari. Dia juga menepati janjinya untuk selalu memprioritaskan keluarganya, membahagiakan Agatha dan anak-anaknya. Liam bahkan dengan tulus memindahkan makam ibunya di samping makan ayah dan kakaknya di rumah lama mereka, tidak lagi memisah
“Kukira aku tidak akan pernah puas jika menyangkut dirimu. Bukankah aku sudah sering mengatakannya?” Liam memainkan jari jemarinya di bahu telanjang Agatha.“Kuharap Noah tidak akan pernah menemukan kita dalam keadaan seperti ini.”“Tidak akan. Aku sudah mewanti-wanti Bibi Emy untuk ‘menjaganya’ dengan baik. Kalau sampai bocah itu lolos, aku akan memecatnya.”“Kau ini, masih saja suka sembarangan memecat orang.” Agatha memutar bola matanya malas, menanggapi sikap Liam yang masih suka seenaknya sendiri.***Sudah berminggu-minggu berlalu. Noah sudah mulai bisa beradaptasi hidup di lingkungan Cedar Hills yang dipenuhi dengan vila-vila orang kaya dengan jarak yang sangat jauh antar satu vila dengan vila lainnya. Kehidupannya sama sekali berbeda dengan saat dirinya masih tinggal di Borghetto.Di tempat tingal lamanya, rumah tetangganya berjarak tidak begitu jauh. Namun di Cedar Hills, Noah harus menerima kenyataan kalau dirinya bahkan tidak memiliki tetangga. Setelah pindah ke Como, ayahn
“Tentu saja aku tahu. Aku juga tahu makanan kesukaan semua orang di rumah ini.”“Sungguh?”“Bibi Emy adalah koki terbaik di sini. Kalau kau ingin makan sesuatu, tinggal katakan saja padanya.” Sahut Liam.“Hebat. Ayah bahkan memiliki seorang koki pribadi!”“Baiklah, kau sudah mendapatkan kamarmu. Sekarang giliran ayah mengantar ibumu ke kamar.”“Hm, bersikap baiklah padanya.”“Bibi Emy, tolong jaga dia dengan baik. Pastikan dia tidak tiba-tiba muncul di kamarku.” Ucap Liam memperingati.“Baik, Tuan Stefano.” Bibi Emy mengangguk dan tersenyum, paham betul dengan maksud perkataan majikannya itu.***“Apa Noah menyukai kamar barunya?” Tanya Agatha tanpa memalingkan pandangannya dari kebun lily putih di hadapannya.“Dia sangat menyukainya. Sekarang dia sedang menikmati tortellini cokelat kesukaannya.” Jawab Liam, pria itu berjalan mendekati Agatha dan melingkarkan tangannya posesif di pinggang istrinya.“Baguslah.” Responsnya singkat.“Kau baru tiba beberapa menit di sini dan langsung meli
“Itu—sama sekali bukan urusanku.” Liam menyeringai, menikmati pemandangan menyedihkan dari orang-orang yang telah berlaku buruk pada anak dan istrinya selama lima tahun ini.“Bukankah kalian juga bersikap tidak adil pada Agatha dan Noah saat mereka tidak memiliki apa pun?”“Tuan Stefano, mohon maafkan kesalahan kami di masa lalu. Tidak bisakah kau melupakannya dan—”“Tidak. Sudah kukatakan aku bukan orang pemaaf, jadi jangan mengharapkan sesuatu yang tidak mungkin bisa kulakukan.” Liam menggamit lengan Agatha dan membawanya pergi dari sana, mengabaikan rintihan orang-orang yang memohon padanya.Liam tidak peduli, baginya orang-orang yang bersalah pantas untuk dihukum dan menerima karma mereka. Sama sekali tidak layak untuk dimaafkan. Orang-orang itu layak untuk menuai apa yang telah mereka tabor. Sekaligus sebagai peringatan bagi yang lainnya, kalau tidak boleh sembarangan memperlakukan orang lai
“Sejak awal aku sudah menyadari kemiripanku denganmu, hanya saja aku tidak ingin terlalu berharap. Aku takut kalau kenyataannya tidak sesuai dengan yang kuharapkan. Jadi aku memilih menunggu sampai kau memberitahuku lebih dulu.”Liam menjulurkan tangan untuk mengusap wajah Noah yang sudah basah oleh air mata.“Sekarang dengarkan baik-baik. Aku adalah ayahmu. Ayah yang mencintai dan sangat menginginkanmu. Kau akan selalu menjadi lebih penting daripada hidupku sendiri. Ingat itu baik-baik, oke?” Noah mengangguk mendengar penjelasan ayahnya.“Kalau begitu bersiaplah, aku akan mengantarmu ke sekolah.”“Tidak mau.” Liam mengerutkan keningnya mendengar penolakan Noah.“Aku tidak ingin berada di sekolah itu lagi. Ayah juga mengatakan kemarin kalau aku bisa mendapatkan sekolah yang lebih baik dari sekolahku yang di sini.”“Itu memang benar. Ayah akan mengantarmu ke sekolah bu
“Aku tidak mau.” Agatha menarik diri sepenuhnya dari berpelukan dengan Liam.“Kenapa?” Tanya pria itu bingung.“Usiaku sudah 29 tahun sekarang.”“Di mataku, kau terlihat jauh lebih muda dan cantik dari gadis muda mana pun.”“Aku hanya akan hamil satu kali lagi. Apa kau keberatan? Atau mau mencari wanita lain untuk memenuhi keinginanmu yang ingin memiliki banyak anak itu?”Liam menarik napas dalam sebelum menjawab, berusaha tidak ada kesalahan pengucapan dan membuat Agatha berubah pikiran.“Terserah kau saja. Berapa pun tidak masalah. Bagiku, asalkan bisa hidup dan menua bersamamu, itu saja sudah cukup. Keinginanku yang paling besar sekarang adalah menjalani hidup denganmu dan juga Noah. Dan berusaha memprioritaskan kebahagiaan kalian berdua.”“Kata-katamu terdengar manis, dari mana kau mempelajarinya?”“Aku mempelajarinya darimu.” Li
“Kau penyihir kecil menantang dengan segala kebaikannya. Dan juga istri yang kucintai. Sangat-sangat kucintai.” Jawabnya.“Kau sudah mengatakannya kemarin.”“Aku akan lebih sering lagi mengatakannya. Sesering mungkin.” Liam tak lagi menyangkal perasaannya, dan dia akan berusaha sejujur mungkin, terutama untuk membuat Agatha tetap di sisinya.Agatha merasa tubuhnya panas dan berkeringat, namun Liam dengan gerakan cepat bangkit dan meraup tubuhnya kembali dalam pelukan. Liam menciumnya, Agatha secara sadar dan sukarela membalas ciumannya.Saat tiba-tiba Liam menghentikan ciumanya, pria itu mendesah di atas bibir Agatha yang peka. Dia mengangkat kedua tangannya dan menangkup wajah Agatha, mata abu-abunya yang gelap penuh dengan hasrat yang menuntut tanggapan positif.“Aku tak akan pernah merasa puas akan dirimu, Tesoro—sayang. Kumohon, pulanglah bersamaku.”Dada Agatha serasa direma
“Anggap saja begitu. Agar rencana balas dendamku ini berjalan lancar, sebaiknya kau ikut pulang bersamaku. Dengan begitu aku bisa menghukummu—tidak—menghamilimu sebanyak yang bisa kau terima.”“Dasar kau mesum.”“Kau kira mudah menahan diri selama lima tahun?”“Siapa suruh kau tidak mencari pelampiasan lain. Dengan kualifikasimu, pasti banyak wanita yang tertarik.”“Kau pikir aku pria seperti apa? Aku adalah pria yang sudah menikah. Aku tidak ingin mengotori diriku dengan berselingkuh!”Sekarang Agatha yakin wajahnya pasti sudah sangat merah. Kenyataan bahwa suaminya tidak menginginkan wanita lain selain dirinya terdengar cukup melegakan.“Aku akan melihat Noah dulu.” Agatha berusaha menghindari Liam dengan menjadikan putranya sebagai alasan.Sejujurnya, dia merasa perlu membujuk anak itu agar tidak terlalu memusuhi Liam. Agatha paham dengan sikap Noah
Merasa malu karena terpergok oleh putranya sendiri tengah melakukan perbuatan tidak senonoh.“Oh, maafkan aku, Agatha. Apa kami datang di saat yang tidak tepat? Haruskah aku membawa Noah pergi lagi?” Tanya Frank dengan hati-hati, pria itu kesulitan berkata-kata melihat tatapan Liam yang setajam pisau.“Kukira paman orang yang baik, ternyata kau lebih mesum dari pria mana pun yang mencoba mendekati ibuku.” Noah segera berlari ke arah keduanya, lalu memberikan beberapa tinju pada Liam, membuat pria itu terhuyung ke belakang akibat serangan dadakan itu.“Apa yang kau lakukan?” Liam berusaha menghalau tangan Noah kecil yang bergerak sangat cepat ke arahnya.“Aku membencimu, karena sudah berani mencium ibuku. Aku akan memukulmu dan menendang pantatmu!” Teriaknya dengan amarah yang meluap-luap.“Agatha.” Liam menatap Agatha seolah meminta pertolongan.“Berhentilah kalian berdua.&rdq