Greta mendongak, langit tampak mendung tapi belum turun hujan. Ia menarik merapatkan mantelnya dan berjalan menyusuri trotoar dengan santai. Belakangan ini, ia lebih suka jalan kaki dari pada naik kendaraan. Dengan berjalan kaki lebih banyak hal yang bisa ia lihat dan itu bisa membuatnya merasa lebih tenang.Beberapa menit kemudian ketika dia baru berjalan beberapa meter jauhnya, hujan mulai turun dengan derasnya. Ia mendongak terkejut lalu bergegas ke halte bus terdekat dan berdiri agak ke belakang agar tidak terciprat air hujan. Normalnya ia akan merasa kesal, tapi ia tidak tahu mengapa ia merasakan kedamaian di hatinya saat melihat air hujan itu. Ia melangkah ke depan halte bus lalu mengulurkan tangannya untuk menyentuh air yang sejuk dengan jari-jarinya yang sedikit pucat karena dingin yang menerpa.Ada rasa sesak di dadanya, sesak yang muncul di saat-saat yang seringkali tak terduga. Entah kenapa, Greta selalu merasa kesepian, mungkin karena alam bawah sadarnya masih dilanda peng
"Kau sudah mendengar tentang Liam?" tanya Terry saat menemui Greta di depan ruang ganti. "Ya, seberapa buruk kondisinya?" tanya Greta, menghentikan langkahnya."Cukup buruk, pergelangan kaki kanannya patah, ia mungkin akan menganggur untuk sementara waktu, tapi aku yakin Ryan pasti sedang mencari penggantinya."Greta mengangguk, "Oke, aku ganti baju dulu," katanya lalu masuk ke ruang ganti. Ia menghela nafas panjang, ketidakhadiran Liam membuatnya harus bekerja sendiri sampai mereka mendapatkan Pastry Chef baru. Ia merasa ragu saat melangkah ke dapur, terlebih dengan kehadiran Ryan yang tiba-tiba berada di dekat section kerjanya."Selamat pagi, Chef," sapa Greta tanpa memandang mata Ryan.Ryan mendongak, "Selamat pagi, aku akan membantumu untuk melakukan persiapan, setelah itu kita akan menghabiskan dua jam sebelum makan siang dengan melakukan latihan untuk pengambilan gambar nanti," ucapnya dengan cepat seolah tidak ingin disela oleh Greta."Ya, Chef!" Jawab Greta, dengan cepat melih
"Um, tidak, terima kasih Chef, aku baik-baik saja," putus Greta akhirnya. Ryan mengangkat bahu lalu berbalik, meninggalkan Greta yang berdiri di depan jendela kaca besar dalam diam. "Aku telah membuat keputusan yang tepat! Yeah, aku bisa mengalahkan perasaanku sendiri, aku tidak akan jatuh cinta secepat itu lagi! Tidak akan pernah!" gumam Greta pada dirinya sendiri. Setelah mengatur napas sejenak, ia berjalan tergesa-gesa ke loker untuk berganti baju.Tapi Ryan benar, hujan tidak berhenti mengguyur bahkan setelah Greta sampai di lantai dasar. Ia membuka ponselnya, mencoba memesan beberapa taksi online tetapi tidak satupun yang menerima pesanannya. Saat hujan semakin deras dan angin bertiup semakin kencang, Greta menjadi sangat ketakutan. Ia melihat sekeliling lobby pintu masuk, tidak ada siapa-siapa karena mall sudah tutup sejak pukul 6.00 sore. Dari kejauhan ia bisa melihat beberapa penjaga keamanan di ruangan mereka, mungkin mereka sedang menyeruput kopi panas dengan asik dan tidak
Greta sedang melahap burgernya dengan lahap ketika tiba-tiba seseorang duduk di hadapannya. Dia mendongak dan menjadi terkejut seketika."Tidak ada meja kosong," gumam Ryan saat Greta menatapnya dengan alis berkerut. Dia melihat sekeliling ruangan dan apa yang dikatakan Ryan benar, semua meja sepertinya penuh dengan orang yang sedang menikmati makan siang mereka."Aku tidak tahu Chef Michelin Star akan makan burger seperti ini juga," gumam Greta setengah bercanda. Dia membuka mulutnya lebar-lebar, melahap burgernya dalam satu gigitan besar."Chef Michelin Star juga manusia," jawab Ryan dengan nada datar seperti biasa. Greta mencibir tapi dia setuju dengan kata-katanya. Ia menatap Ryan sambil mengunyah burgernya, bertanya tentang apa yang terjadi antara dia dan Kate di dalam kepalanya. Tapi tentunya ia akan terdengar seperti orang yang suka mencampuri urusan orang lain jika ia coba-coba menanyakan hal itu kepada Ryan."Permisi, apakah kau Chef Ryan Lewis?" tiba-tiba dua gadis muda mend
Tiba-tiba sebuah mobil menepi dan seseorang keluar dari sana, ia berlari dan menangkap Greta di pelukannya. "Hei, hai Greta! Ada apa?" tanya seseorang yang ternyata adalah Ryan. Dengan lega, Greta memeluknya erat-erat dan menangis di dadanya. Tubuh Ryan menegang, dia hanya menepuk punggung Greta dengan lembut beberapa kali untuk menenangkannya.Ketika ia merasa lebih baik Greta baru menyadari apa yang ia lakukan, ia buru-buru menarik diri dari pelukan Ryan."Maaf, aku sangat panik, seseorang tadi mengikutiku, tapi di mana dia?" Greta melihat sekeliling mencoba menemukan si penguntit tetapi ia tidak melihat siapapun di sana kecuali Ryan. Dengan penasaran Ryan berjalan mengitari lokasi itu, Greta hanya berdiri mengamati. Namun bahkan setelah ia berkeliling beberapa kali, ia tetap tidak menemukan apa-apa selain pisau swiss army yang masih hangat. Seseorang pasti melarikan diri dengan tergesa-gesa dan tanpa sengaja menjatuhkan pisau itu dari genggamannya. Ryan memasukkan pisau itu ke dal
"Bukan itu intinya, bisakah kau melakukan semuanya tanpa bertanya? Jika kau setuju, aku akan memastikan semua yang ada di restoran berjalan lancar untukmu," jawab Ryan setelah berpikir sejenak.Greta mengerutkan kening, "Bukankah itu agak tidak adil bagiku? Maksudku, bukankah seharusnya aku tahu segalanya sebelum setuju untuk bekerja sama denganmu?" katanya sedikit kesal karena Ryan memasang dinding tinggi di antara mereka.Ryan terdiam, ia mengambil salah satu ayam dan memasukkannya ke mulutnya. Ia mengunyah ayam dalam diam membuat Greta menatapnya tak sabar."Oke lupakan rencananya jika kau tidak mau mengatakan yang sebenarnya!" serunya, ia melipat tangannya di depan dada, kesal."Mengapa ini begitu penting bagimu?" tanya Ryan menatap Greta dengan rasa ingin tahu."Karena, karena aku perlu mengetahui kebenarannya sebelum aku memutuskan untuk membantumu atau tidak!""Aku tahu, tapi pertanyaannya kenapa?!"Greta kehilangan kata-kata, apa yang harus dia katakan? Dia tidak bisa begitu s
Setelah merenung beberapa menit, Greta akhirnya memberanikan diri untuk membunyikan bel rumah Ryan. Beberapa detik kemudian Ryan muncul hanya dengan handuk putih yang melilit dipinggangnya. Sepertinya dia baru saja selesai mandi. Greta langsung menundukan wajahnya, ia tak tahan melihat dada Ryan yang berotot."Apa?!" bentak Ryan dengan wajah galak.Greta berdeham pelan.“Um, aku meninggalkan tasku di dalam…” jawabnya masih menunduk ke lantai.Ryan mengerutkan kening, dia melihat ke kamarnya lalu matanya tertuju pada tas biru tua yang tergeletak di atas sofa. Dia mengambil tas itu dan mengulurkannya kepada Greta yang langsung menerimanya tanpa melihat ke arahnya.Ryan berbalik dan hendak menutup pintu tanpa berkata apa-apa, tapi suara Greta menghentikannya."Apa?!" tanya Ryan dengan wajah kesal."Um, aku tidak bisa membuka pintu kamarku..." kata Greta ragu-ragu."Jadi?""Bisakah kau membantuku untuk membukanya?" tanya Greta, kali ini dengan intonasi yang lebih tegas.Ryan terdiam sesaa
"Aku hanya..." Kate terdiam seketika saat ia merasa ada seseorang yang mengawasinya di ujung ruang tamu, ia menyipitkan mata dan sangat terkejut saat melihat Greta berdiri di sana dengan wajah yang sama terkejutnya dengan dirinya.Greta menggaruk bagian belakang lehernya dengan gugup, ia melambai ke arah Kate dan berkata 'Hai' pelan.Tiba-tiba sesuatu terlintas di benak Ryan, ia bisa menggunakan situasi itu untuk meyakinkan Kate tentang hubungannya dengan Greta."Apa yang kau lakukan di sini?" tanya Ryan sekali lagi."Aku membawakanmu sarapan..." jawab Kate dengan lembut ia masih berusaha keras untuk mencerna situasi yang terjadi saat itu. Ia benar-benar berpikir bahwa kemarin Ryan dan Greta hanyalah pasangan palsu tetapi melihat mereka di sana, bersama di pagi hari membuatnya menyadari bahwa mungkin ada hubungan nyata di antara mereka berdua."Sudah kubilang berhenti melakukan ini. Lagi pula, Greta sudah memasak sarapan untukku," dusta Ryan, mata Greta membelalak mendengarnya. Memasa
"Hai," sapa Amanda kaku saat melihat Summer dan Shawn. Summer tersenyum lebar, "Hai, apa kabar? Kalian datang bersama?" Archie mengangguk, "Ya," katanya sambil menoleh ke arah Amanda dan tersenyum. Summer dan Shawn saling memandang, sedikit bingung dengan keterkejutannya. Setelah itu, mereka semua duduk di kursi masing-masing, dan kebetulan, Summer mendapat tempat duduk tepat di seberang Amanda yang tetap memasang wajah cemberutnya meski Archie di sebelahnya berusaha menghiburnya. Gina dengan ringan memukul gelas anggurnya dua kali, menandakan bahwa dia ingin berbicara. Dia berdiri tepat di sebelah Shawn, terlihat cantik dan anggun dalam balutan gaun putihnya. "Selamat malam, terima kasih semua sudah datang, terutama Amanda yang datang jauh-jauh dari Melbourne dan Archie dari Adelaide. Um, untuk Tuan dan Nyonya Jefferson, saya ingin meminta maaf sebesar-besarnya karena mungkin telah mempermalukan Anda dengan apa yang terjadi di antara kita baru-baru ini. Hubungan yang sudah sepert
"Oh, dasar gadis bodoh," kata Gina, memalingkan wajahnya, tapi dia tidak mengatakan kata penolakan lagi.Shawn dan Summer saling menatap, diam-diam berusaha menahan senyum."Aku akan membawa kopermu ke kamar, kau ingin menunggu di sini?" Shawn bertanya, menunjuk ke kursi yang juga diduduki ibunya."Yeah, aku akan menunggu di sini!" serunya riang. Di tempatnya berdiri, Gina tidak bereaksi dan tetap sibuk dengan bunganya."Ini bunga untukmu, kudengar kau sangat suka bunga ini," kata Summer sambil meletakkan keranjang bunga di atas meja."Singkirkan bunga itu, sangat menyebalkan!" Bentak Gina.Summer menyeringai, meletakkan keranjang bunga di atas meja kayu lain tak jauh dari mereka."Kau benar-benar membenciku? Atau kau melakukannya karena menurutmu Shawn masih punya kesempatan dengan Amanda?" tanya Summer tanpa berani duduk di sebelah Gina."Apapun itu, aku hanya tidak suka kau disini, berusahalah sekuat tenaga karena aku tidak akan berubah," kata Gina datar.Summer menarik napas dalam
Malam itu semuanya berjalan sesuai rencana. Ibu Amanda menepati janjinya, dia mengatakan yang sebenarnya kepada Shawn, bahwa ibunya tidak benar-benar sakit dan hasil labnya palsu. Dan Shawn setuju untuk melakukan apa yang direncanakan ibu Amanda untuk menghentikan rencana gila Amanda yang mulai tidak masuk akal.Summer menunggu di sofa dengan gugup sambil terus menatap ponselnya. Beberapa menit kemudian ponselnya berdering. Summer dengan gugup menekan tombol hijau. Dari sofa di seberangnya, Archie melambaikan tangannya, memberi isyarat kepada Summer untuk bersikap santai karena tidak ada yang tahu mereka berada di Brisbane kecuali ibu Amanda dan Shawn."Halo?" kata Summer, berusaha keras untuk terdengar santai."Summer! Tolong telepon Shawn sekarang juga dan suruh dia berhenti!" teriak seseorang dari seberang.Summer menelan ludah, dengan gugup, "Siapa kau?""Ini Gina Miller! Aku ibu Shawn! Tidak, tidak, kau tidak perlu meneleponnya, bicara saja di sini, berteriaklah agar dia bisa men
"Dia sudah pergi..." kata Archie canggung. Summer segera melepaskan diri dari pelukan Archie. Dia menyeka air matanya dengan cepat, lalu menggigit bibirnya, seolah-olah untuk menahan diri."Kau baik baik saja?" Archie bertanya yang mana tentu saja hanya pertanyaan klise yang tidak perlu dijawab.Summer berdehem, menyeka hidungnya dengan ujung sweter wolnya."Aku butuh bir, kau mau ikut denganku?" tanya Summer tanpa memandang Archie."Apa? Bir? Bisakah kau minta yang lain? Um, levermu..." gumam Archie sambil menggaruk bagian belakang kepalanya.Summer melambaikan tangannya, "Lupakan saja, aku akan pergi sendiri," katanya sambil berbalik dan berjalan menjauh dari Archie."Tidak, tunggu! Baiklah! Aku akan ikut denganmu," teriak Archie pada akhirnya. Dia setengah berlari mengejar Summer lalu berjalan di sisinya."Ada bar beberapa blok dari sini, mau ke sana?" Archie berusaha memecahkan keheningan di antara mereka."Oke," jawab Summer singkat. Archie mengangguk, lalu terdiam lagi."Kau bis
Dua minggu kemudian."Summer! Bangun! Kamu harus melihat ini!"Dia membuka matanya dan terkejut menemukan Mrs. Jones sedang menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan wajah gembira.Dengan mata mengantuk, dia bangkit dan mengikuti Mrs. Jones, keluar dari kamarnya.Mereka berjalan melewati ruang tamu, lalu tiba-tiba Mrs. Jones berhenti di depan pintu penghubung antara ruang makan dan taman belakang."Lihat wanita itu!" teriak Mrs. Jones dengan bangga.Mata Summer tiba-tiba membelalak saat melihat nenek sedang berjalan menyirami tanaman dengan lambat.Rasa kantuknya hilang seketika, ia tersenyum lebar dan memeluk Mrs. Jones dengan hangat. "Terima kasih, Mrs Jones! Kau yang terbaik!"Sejak menjalani operasi cangkok hati, langkah Nenek selalu bergetar dan membuatnya harus selalu duduk di kursi roda. Melihat kemampuannya kembali ke aktivitas normalnya membuat Summer merasa sangat bahagia...Hari itu dia pergi ke Coffee Shop dengan lebih semangat. Dia berjanji akan melakukan apa saja untuk mendap
Summer sedang duduk di sofa, memperhatikan Archie diukur oleh staf penjahit.Kepalanya dipenuhi dengan bayangan Shawn, apakah dia bahagia tanpa dia ataukah dia menderita karena dipaksa melakukan apa yang diinginkan ibunya?Dia menarik napas dalam-dalam untuk kesekian kalinya, dadanya terasa sangat sesak seolah ada beban berat yang disandarkan disana. Sekali lagi air mata menggenang di matanya, dia buru-buru mengeluarkan tisu dari tasnya dan menyekanya sampai kering."Aku sudah selesai, apakah kau ingin mampir untuk minum? Kau terlihat sangat tertekan," gumam Archie sambil mengenakan kembali bombernya."Aku tidak minum alkohol lagi," kata Summer sambil berdiri.Archie terlihat sedikit terkejut, "Keren! Apakah kau hidup sehat atau apa?"Summer mendengus sambil tertawa, “Aku mendonorkan liverku beberapa waktu lalu, jadi aku harus merawat tubuhku lebih dari orang lain yang kondisinya normal,” ujarnya enteng."Oke, bagaimana dengan es krim? Kau harus mencoba gelato terbaik di kota!" Teriak
Hari itu adalah hari yang sangat menyenangkan untuk Summer, bukan hanya karena dia mendapat pekerjaan tetapi juga karena ternyata pemilik Airbnb tempat dia menginap adalah seorang fisioterapis. Saat dia sedang melatih nenek berjalan di taman belakang, pemilik rumah bernama Mrs. Jones berjalan ke arah mereka dan mengobrol sebentar dengan mereka. Nyonya Jones menawarkan diri untuk menjadi terapis nenek dengan bayaran yang sangat rendah karena dia sangat senang melakukannya. Dia pun menawarkan Summer dan neneknya untuk tinggal di sana dengan harga lebih murah selama sesi terapi, mungkin butuh waktu berbulan-bulan, tapi demi kesehatan neneknya tentu saja Summer tidak keberatan. "Kau yakin akan tinggal di sini?" tanya nenek ketika mereka berada di kamar tidur. Summer mengangguk, "Aku senang nenek punya teman untuk diajak ngobrol, bayangkan jika kita tinggal di apartemen, nenek akan kesepian setiap kali aku pergi bekerja, seperti hari-hari lainnya," katanya, tangannya sibuk memijat. kak
Summer mengesampingkan urusan asmaranya dan mencoba menghubungi Shawn karena dia tidak tahu harus berbicara dengan siapa tentang berita tragis itu, namun panggilannya tidak dijawab, bahkan beberapa saat kemudian ponselnya menjadi tidak aktif.Ketakutan mencengkeram jiwanya, dia takut dia telah terlibat dalam sesuatu yang dia tidak benar-benar tahu. Dia mondar-mandir di kamarnya dengan gelisah, lalu sebuah ide muncul di kepalanya. Jika dia sangat curiga pada Vivian, mengapa dia tidak langsung bertanya padanya? Alih-alih berasumsi di kepalanya. Kemudian dia mengambil ponselnya dan mulai meneleponnya. Tidak ada jawaban juga, bahkan setelah dia mencoba untuk kesekian kali, panggilannya masih diabaikan. Pasti ada sesuatu, dia bisa merasakannya, dia tahu itu, tapi apa?Dengan putus asa, dia mencoba menelepon Grace Park yang menerima teleponnya di dering pertama."Grace, apa yang terjadi?" tanyanya dengan suara gemetar."Aku tidak tahu, ini sangat kacau, kau dimana? Kita perlu bicara!""Byro
"Hei Janice, apa yang sedang kau masak?" tanya Summer saat memasuki dapur dan mendapati Janice sedang mengaduk panci."Sup ayam dan kacang polong, kau pasti lelah, mandi saja, aku sudah hampir selesai," kata Janice, dia tahu Summer akan membantunya menyiapkan makan malam.Summer menggelengkan kepalanya, "Aku masih punya cukup kekuatan untuk melakukan apapun!" katanya riang, tangannya sibuk mengupas kentang segar yang tergeletak di atas meja.Janice tersenyum, "Kau benar-benar gadis muda yang penuh semangat, aku senang mengetahui bahwa kita akan bekerja sama untuk mengembangkan rumah pertanian ini," katanya dengan sungguh-sungguh.Summer meringis, sepertinya semua orang kecuali dirinya tahu tentang rencana Vivian untuk memberikan rumah pertanian itu padanya."Apakah kau dan Mike punya anak?" Summer bertanya untuk mengganti topik pembicaraan karena dia belum siap membicarakan bisnis pertanian mereka.Janice menggelengkan kepalanya, "Tidak satu pun dari kami yang dapat memiliki anak, tet