"Tiap cerita ada awal, dan akhir. Tiap cerita memiliki sebuah kesimpulan. Tiap cerita memiliki sebuah kisah yang perlu diselesaikan."***"Apa? Dihentikan? Kenapa?"Pertanyaan itu membuat Althaf bingung. Biru yang tengah menerima telepon dari seseorang tampak tak percaya dengan apa yang didengarnya. Ia dengan sabar mendengarkan, tanpa pernah mencoba menginterupsi siapa pun di telepon. Namun ada sebuah ekspresi penasaran luar biasa terpancar dari wajah sang atasan.Biru sangat bingung, itu jelas. Seharusnya istrinya tak melakukan apa-apa. Seharusnya istri tetap menunggu, dan akhirnya mengetahui siapa itu Anthony R. Tapi, kenapa sekarang ia memilih berhenti secara tiba-tiba?"Maaf, ya. Kalau Ava bilang tidak, itu artinya gue enggak bisa memaksa dia untuk memberi tahu gue alasannya. Kalau Ava bilang tidak, kemungkinan besar ia sudah tahu siapa itu Anthony R sebenarnya. Lo mungkin bisa bertanya sama dia, Biru.""Baiklah. Gue yang minta maaf sama lo, karena istri gue tiba-tiba mengubah pi
"Ada begitu banyak hal yang Tuhan sembunyikan dari manusia. Karena apa yang sudah diatur, bisa berubah dengan kuasa Tuhan. Tergantung seberapa kuat, dan hebatnya manusia tersebut berdo'a, dan berusaha."***"Apa? Ayah kandung Ava? Kamu enggak lagi bercanda, kan?"Jelas Djati kaget. Hal tak terprediksi akhirnya muncul. Djati tak menyangka, tapi bila yang dikatakan Bernardio benar adanya, berarti inilah plot twist terhebat dalam hidupnya. Djati tak bisa membayangkan bagaimana reaksi Praba bila memang benar Ava adalah putri kandungnya.Pria kejam itu bahkan dengan tega ingin membunuh Ava. Ia ingin gadis itu lenyap, dan hilang dari muka bumi ini, padahal jelas-jelas Praba sempat mencari keberadaannya. Bila Ava waktu itu mati, mungkin kebenaran ini tak akan pernah terbongkar selamanya."Tentu saja, saya sedang tidak bercanda. Saya sendiri pun kaget. Namun saat mendengar penjelasan Nona Ava secara langsung, rasanya ia tidak mungkin mengada-ada.""Wow, sungguh tak terprediksi!" seru Djati ya
"Manusia sebagai makhluk sosial tentu butuh bantuan orang lain. Sekali seumur hidup, kita pasti butuh uluran tangan orang lain untuk sekadar meminta pertolongan."***"Setelah hasil otopsi selesai, orang ini yang akan kita panggil pertama kali."Althaf memperhatikan foto yang diberikan Biru dengan seksama. Matanya menelisik, memperhatikan dengan lebih detil foto pria tersebut. Ia merasa pernah melihat orang itu. Entah di mana, namun Althaf yakin sangat familiar dengan wajah pria itu.Althaf pun mengambil ponselnya, dan mencari sesuatu di sana. Satu persatu ia buka, ia telusuri di mana wajah sang pria pernah ia lihat. Biru sendiri hanya terdiam melihat tingkah Althaf. Biru berasumsi bahwa Althaf kemungkinan besar sedang mengingat di mana pernah bertemu Anthony R sebelumnya."Ini dia!" Althaf memberikan ponselnya pada Biru. Di sana terlihat kalau Anthony R sedang menemui Marco di Lapas. "Dia ternyata kakak tirinya Marco, Pak. Radjarta, namanya. Pantas kok, saya seperti pernah melihatnya
"Kejahatan yang bertumpuk pada akhirnya akan terkuak, dan menghancurkan. Siapa pun tahu itu. Maka berbuatlah sebaliknya. Bukannya menabung kejahatan, dan menyesal belakangan."***"Pak, bagaimana kabar Pak Hendro?"Irjen Kamaru Joshua tersenyum singkat, dan menggiring Biru ke satu ruangan lain di rumahnya. Ya, seperti dugaan Biru, Hendro disembunyikan, dan tempat paling aman adalah rumah sang atasan. Bila Biru jadi atasannya, ia tentu saja akan melakukan hal serupa. Seperti dahulu saat ia menyembunyikan Ava di rumahnya.Irjen Kamaru Joshua pun mempersilahkan Biru untuk duduk di sofa. Ruangan itu seperti kantor yang digunakan pria itu untuk bekerja. Biru pun duduk, menunggu atasannya untuk mengambilkannya minum. Tak lama, Joshua pun duduk dengan dua cangkir kopi di tangannya."Saya sangat suka kopi, jadi saya sengaja menyediakan mesin kopi sendiri di ruangan saya. Karena ini saya tidak perlu menyuruh orang lain untuk membuatkan kopi. Kalau kepengin, tinggal buat sendiri. Silahkan Biru,
"Dalam diri tiap manusia, pasti memiliki sebuah rahasia yang tak ingin diketahui banyak orang. Baik itu rahasia jahat, atau pun baik."***"Terima kasih atas kerja samanya, Pak Djati."Djati hanya dapat mengangguk. Pihak KPK benar-benar tak mendapatkan apa-apa. Praba benar-benar rapi dalam menyimpan rahasia di rumah itu. Dengan santai, Djati tersenyum, dan kemudian mempersilahkan orang-orang dari KPK itu untuk pergi.Setelah semuanya steril, Djati pun melihat ke arah CCTV. Ia tersenyum menyeringai, seakan sedang mentertawakan sikap Praba yang sangat payah. Djati tahu Praba pasti memantau CCTV di rumahnya, dan ia juga pasti sadar bahwa di sekitar rumah ini ada banyak intel tengah mengintai untuk menangkap Praba. Karena itu, ia meminta seluruh ajudan di rumah itu untuk mematikan semua CCTV di dalam rumah."Anda yakin, Bang?" tanya Bernardio yang langsung diangguki oleh Djati."Ya, tentu saja. Pihak dari KPK pasti akan tetap mengintai, mereka mungkin bisa menyadari suatu saat nanti bahwa
"Jangan pernah menggantungkan harapan pada manusia. Gantungkanlah mimpi pada Tuhan, berdo'a dengan sepenuh hati, dan bekerja keraslah sekuat tenaga." *** "Ava, aku benar-benar minta maaf padamu. Aku benar-benar tidak tahu kalau hal ini akan terjadi. Aku benar-benar tak memprediksi sebelumnya." Terdengar helaan napas yang begitu keras dari ujung telepon. Djati pun tak dapat berkata apa-apa lagi, keadaan yang membuatnya hanya bisa terdiam membisu. Ia sungguh ingin merealisasikan apa yang mereka telah rencanakan. Namun kenyataannya, Praba saat ini sedang dalam pelarian, jadi mana mungkin mereka menjalankan apa yang telah disusun sedemikian rupa. Walaupun begitu, Djati sudah merencanakan sebuah langkah cadangan untuk mengetahui hubungan antara Praba, dan Anggrek, Ibu Kandung Ava. Namun ia belum yakin, jadi ia pun tidak mengatakan apa-apa pada Ava. Ia ingin memastikan terlebih dahulu. Ia ingin mendapatkan sebuah hasil yang benar-benar membuatnya yakin, baru setelah itu ia akan memberi
"Kehidupan manusia tak berhenti di satu titik. Saling berhubungan. Bila hari ini ada kehidupan yang menyenangkan, maka esok belum tentu ada kehidupan yang sama menyenangkannya."***Malam itu hujan turun dengan sangat deras. Mestinya Djati menikmati tempat tidurnya yang nyaman. Namun pria itu justru bergumul di kamar tidur sang ayah angkat, dan mencari brankas tersembunyi yang dimilikinya. Brankas itu berada di kamar mandi, tersembunyi di balik cermin bulat yang tidak cukup besar.Djati mengangkat cermin itu, menaruhnya di bathup, dan matanya langsung melihat sebuah brankas tersembunyi di sana. Bentuknya kecil, tapi cukup untuk menyimpan segala arsip yang Praba bisa sembunyikan. Sekarang tinggal memecahkan masalah utamanya, yakni kata kunci yang dipakai Praba untuk membuka brankas. Djati yakin, Praba tak akan menggunakan tanggal ulang tahunnya sendiri, atau tanggal ulang tahun Djati."Kira-kira apa ya? Oke, kita coba saja dulu." Djati menekan nomor-nomor yang sesuai dengan hari lahir
"Ada dua sisi yang saling bertubrukan di dunia, yaitu kebenaran, dan kebohongan. Keduanya saling duduk berdampingan, seakan menjadi sebuah pilihan yang terasa membingungkan bagi manusia."***"Maaf ya, Djati. Saya terlambat datang, karena pagi tadi saya harus sarapan bersama Ibu Bhayangkari. Kebetulan memang agak lama, banyak program yang akan dibicarakan selama setahun ke depan. Oh, ya, ada apa? Kamu bilang ini sangatlah penting. Apa ada sesuatu yang kamu temukan? Kamu menanyakan tanggal ulang tahun ibuku, berarti kamu menemukan sesuatu, kan?"Cercaan Ava itu hanya mendapat anggukan dari Djati. Ava tersenyum sumringah, sungguh sejak menerima telepon dari Djati semalam, ia berharap pria itu memang mendapatkan beberapa informasi penting mengenai masa lalu Ibunya, dan Praba. Sungguh keyakinannya perlu dipenuhi, karena ia sendiri belum bisa menerima bahwa ayah kandungnya ternyata seseorang yang berpuluh-puluh tahun berjalan di jalan yang penuh dosa, dan darah. Ia memang tidak berharap ba
"Lepasin tangan gue! Lo tuh, sudah punya istri. Mau apa lagi sih?"Padma memaksa Travis untuk melepas tangannya. Tapi, pria itu seperti menolak permintaannya. Padahal Travis sudah menjadi suami Ayunda, tapi mengapa masih saja mengemis untuk menjelaskan hal yang sudah berlalu. Padma tak segila itu untuk mendengarkan, dan membuang waktunya hanya untuk pria itu.Travis masih kencang memeganginya, padahal tangan Padma sudah merah karena terus dipaksa. Padma ingin berteriak, tapi di tangga darurat itu tak ada siapa pun. Pria itu sengaja menariknya ke sini untuk menyudutkannya, dan melakukan apa pun yang pria itu ingin lakukan. Namun Padma jelas tak akan membiarkannya."Dia minta dilepasin, lo enggak dengar memangnya? Apa karena lo bule, makanya harus pakai bahasa Inggris? Cepat lepasin, sebelum gue terpaksa mematahkan tangan itu."Padma, dan Travis kaget. Ternyata ada orang lain di koridor tersebut. Ia sedang duduk tak jauh dari kami, dan sepertinya sudah memperhatikan kami sejak tadi. Tra
"Maaf, anda siapa ya?"Istri dari Radjarta bertanya, saat Bernardio berdiri di depan rumahnya. Ia sengaja langsung bertemu sang pemilik untuk memberikan aset yang sedianya dititipkan Praba padanya kepada keluarga Radjarta. Karena amanat, Bernardio pun langsung melakukannya, dan menjalankan tugasnya secepat ia bisa."Maaf, kalau saya mengganggu." Bernardio pun menyodorkan tangannya, dan istri Radjarta langsung menjabatnya. "Saya Bernardio. Saya tangan kanannya Pak Djati, anaknya Pak Praba. Saya ingin menyampaikan pesan dari Pak Praba untuk anda.""Oh, ya, silahkan masuk."Bernardio pun masuk, dan diminta duduk di salah satu kursi di ruang tamu tersebut. "Mohon maaf sebelumnya, Ibu. Karena saya tidak tahu nomor rekening Ibu, atau pun Pak Radja. Jadi, saya memberikannya dalam bentuk cek. Jadi, nanti anda bisa datang ke bank terdekat, dan meminta untuk mentransfernya ke rekening yang Ibu miliki.""Aduh, maaf Mas Bernard, tapi ini tuh, maksudnya apa ya? Bisa bicaranya pelan-pelan. Saya ini
"Anda tahu kan, kesempatan anda sempit untuk tidak mendapat hukuman seumur hidup. Meskipun kita ajukan banding sekali pun, pastinya akan sulit untuk menang. Kesalahan anda terlalu banyak, dan itu tidak bisa ditukar hanya dengan kerja sama dengan pihak kepolisian sekali pun."Praba mengangguk, ia mengerti segala konsekuensi yang ia harus hadapi kedepannya. Semenjak Djati dinyatakan meninggal, dan Ava sudah mau menemuinya, segala keputusan yang diberikan padanya akan diterimanya dengan ikhlas. Praba tak akan pernah menuntut apa-apa. Apa pun yang diterimanya adalah ganjaran dari seluruh perbuatannya di masa lalu."Saya sudah bilang tidak apa-apa kan, Jeremy? Jadi, jangan tanya lagi. Apa pun yang diputuskan oleh hakim, saya akan menerimanya.""Tidak ada akan menyesal?"Praba menggeleng. "Jika saya takut menyesal, maka saya tidak akan melakukan semua kejahatan di masa lalu, Jeremy. Apa pun yang terjadi ke depannya, saya akan terima. Kamu tidak perlu takut. Kamu juga patutnya berubah. Pilih
"Ada permulaan, dan ada akhir. Ada pertemuan, dan juga perpisahan. Jadi, jangan pernah sesali apapun."***"Mama bahagia deh! Ava mau melahirkan, dan Asla dinyatakan hamil. Nah sat set begini dong. Dalam waktu yang enggak lama keluarga kita akan ramai dengan tangisan bayi. Ya Tuhan, terima kasih!"Ava tertawa sambil merangkul bahu mertuanya yang terlihat sangat bahagia. Kini, meskipun tantangan di hadapannya akan lebih berat, namun Tarissa lebih bahagia. Tidak hanya sebagai nenek, Tarissa akan menyandang status baru, yakni menjadi ibu negara. Perhitungan cepat dilakukan, dan untuk sementara hasil akhir menentukan kalau ayah mertuanya, Berdaya Adinegara unggul dengan enam puluh satu persen. Jauh mengungguli pesaingnya.Walaupun demikian, Tarissa tak peduli. Kebahagiaan anak-anaknya sekarang adalah hal utama. Ia sangatlah senang melihat kalau kedua putranya tak lama lagi akan menjadi ayah. Menjalani pernikahan yang bahagia bersama istri-istri mereka. Masalah negara, itu urusan nanti."K
"Tak ada yang pasti dalam hidup ini. Termasuk manusia yang tiap hari, jam, menit, dan detik bisa berubah pikiran, serta sikap."***"Wah, sudah berapa bulan, Mbak kehamilannya?"Seorang ibu yang mengantar putrinya cek kandungan bertanya, dan Ava hanya menjawab sekadarnya sambil tersenyum. Ia lalu menceritakan kalau putrinya juga hamil tak jauh dari usia kandungan Ava. Sayangnya tak sebahagia Ava yang bisa diantar kemana-mana oleh sang suami. Ava sebenarnya enggan mendengarkan masalah rumah tangga orang lain, tapi karena Biru tak juga kembali dari toilet membuat Ava akhirnya terpekur mendengar kisah cinta orang lain.Baru setengah jalan Ibu itu bercerita, terdapat keributan di ujung lorong lantai rumah sakit tempat Ava duduk menunggu untuk diperiksa dokter kandungan. Ava, dan sang ibu menoleh. Mereka mendapati seorang perempuan tengah berteriak, dan membentak si laki-laki dengan caci maki yang begitu keras. Awalnya Ava tak peduli, ia melengos, dan kembali melemparkan pandangan ke korid
“Setiap hal di muka bumi ini akan ada timbal balik. Setiap kejahatan yang manusia tanam, akan mendapat imbas yang serupa. Setiap kebaikan yang manusia berikan, maka akan mendapat hadiah yang besar, bahkan berlipat ganda nikmatnya.” *** “Apa anda yakin akan membongkar semuanya?” Praba mengangguk dengan yakin. Tak pernah ada sedikit pun kegundahan di hatinya yang membuat Praba tidak yakin dengan pernyataannya. Ia ingin mengungkapkan segalanya, seperti permintaan Biru, dan juga Ava. Bila mereka ingin Praba menghabiskan waktu untuk selamanya di penjara, maka akan ia lakukan semua itu dengan sukarela, dan juga ikhlas. Ia tahu kesalahannya sangatlah banyak, dan juga tak terbendung. Ia bahkan rela menanggung kesalahan Djati untuk ia tanggung, karena memang semua yang terjadi pada Djati adalah salahnya. Ia yang menjerumuskan Djati ke dunia ini. Ia pula yang memaksa, dan mengancam Djati untuk tetap menjual narkoba, meskipun anak itu tak menginginkannya sama sekali. “Tolong catat semua ora
"Kata orang-orang, saat mencintai pria, standar pertama bagi seorang perempuan adalah ayahnya. Lalu bagaimana jika figur ayah tak pernah muncul dalam diri seorang perempuan?"***Ava meringis saat melihat ayah kandungnya sendiri. Lama tak melihat Praba, membuatnya lupa akan sosok itu. Sosok yang dahulu pernah sangat ia benci sedemikian rupa, sekarang terkurung menyedihkan di dalam jeruji besi yang dingin. Inilah yang Ava inginkan, meskipun kini rasa iba itu muncul, menyeruak memenuhi seluruh hatinya."Apakabar Pak Praba?" tanya Ava memulai pembicaraan. Ava menunggu, tapi Praba tak juga memulai pembicaraan, jadi ia mendahuluinya dengan suara bergetar. "Ini pertemuan pertama kita, setelah segala permasalahan dan plot twist yang tersaji di hidup kita."Praba diam, tapi ia tak mungkin duduk di situ, dan tak memulai apa pun. "Walau saya tak suka tempat ini, tapi saya baik-baik saja. Tempat ini tak seburuk pikiran saya. Kemungkinan saya mulai merasa nyaman di sini.""Ini serius, atau hanya
"Terkadang dalam hidup banyak hal yang tak terduga. Termasuk sebuah keinginan yang tak terwujud, tapi digantikan dengan hal lain yang lebih besar oleh Tuhan."***"Kalian bertengkar?"Biru melirik istrinya dari balik kertas-kertas berisi laporan keuangan perusahaannya. Biru benar-benar banyak sekali pekerjaan, selepas platform permainannya viral, dan brand pakaiannya mengalami peningkatan penjualan yang sangat drastis. Mengalahkan pekerjaannya sebagai seorang polisi, Biru hampir saja menghabiskan sisa dua puluh empat jam hanya untuk pekerjaan sampingannya. Belum lagi, kini ia harus membagi waktunya yang sudah sempit untuk istri, dan calon bayi mereka.Ava yang baru selesai mandi, dan tengah mengeringkan rambutnya tersebut juga hanya menghela napas. Ia tahu akan percuma membagi kisah ini pada suaminya, tapi selain Biru, Ava tak tahu lagi harus bercerita pada siapa. Jadi, meskipun Biru tak memahami alasannya marah pada Padma, ia tetap menjelaskan kronologi pertengkarannya dengan sahabat
"Tak ada yang sempurna dalam hidup, termasuk sebuah pernikahan. Pasti ada pasang surut yang membuat sebagian orang pasangan akhirnya berpisah, dan memilih jalan lain sendiri-sendiri."***"Selamat ya, Mas Samudera, dan Mbak Asla. Semoga kalian langgeng terus hingga maut memisahkan. Benar-benar deh, kalian berdua cocok banget!"Celetukan Irvin membuat beberapa keluarga tertawa saat mendengarnya. Namun apa yang dikatakan Irvin benar adanya. Samudera yang tampan sangat cocok bersanding dengan Asla yang sangat manis, dan cantik. Samudera yang hanya memakai kemeja putih, dan Asla yang memakai gaun putih selutut sangatlah padu bersama.Belum lagi dengan latar belakang pantai Anyer di Novus Jiva Villa, membuat suasana yang terasa begitu intim, serta indah. Dengan dihadiri oleh keluarga besar kedua mempelai, pernikahan Samudera, dan Asla terasa sangat berkesan. Keduanya seperti larut dalam bahagia bersama orang-orang yang mereka kenal dekat sejak kecil."Peenikahan yang indah, ya?" tanya Asta