Amanda masih saja tidak bisa melupakan ciumannya dengan Alvan tadi siang di kafe. Tidak. Bukan ciuman tapi Amanda yang menciumnya. Mengingat hal itu membuat Amanda tidak bisa tidur semalaman ini. Dia terus mengubah posisi tidurnya dengan segala macam posisi agar cepat terlelap, namun gagal. Bayang-bayang dirinya yang mencium Alvan masih terus terngiang di pikirannya. Amanda benar-benar kesal karena dia terus gagal untuk tidur padahal jam sudah menunjukkan pukul 23.00 WIB, kalau dia tidak segera tidur besok dia bisa terlambat ke sekolah dan masalah akan semakin bertambah untuknya. Karena kesal dengan dirinya sendiri, Amanda memutuskan untuk bangun saja. Dia memukul-mukul kepalanya dengan guling kesayangannya yang selalu menemani tidurnya tiap malam. Berusaha mengusir bayang-bayang Alvan dan ciuman itu dari kepalanya. Dia berharap akan amnesia sementara agar bisa melupakan kejadian itu, tapi siapa pun tahu hal itu tak mungkin terjadi. Untuk ke sekian kalinya, Amanda merasa menyes
Merasa tidak bisa terus-terusan merasa canggung dan tidak nyaman, Amanda berpikir harus segera berbicara serius dengan cowok itu. Meluruskan kesalahpahaman di antara mereka dan menghapus pikiran jelek Alvan tentang Amanda. Pada jam istirahat, Amanda mengajak Alvan ke balkon lantai dua tempat dulu mereka pernah mengobrol bersama. Tempat itu sering sepi saat jam istirahat seperti ini, karena sebagian besar penghuninya sedang menyerbu kantin-kantin yang berada di lantai dasar. Jadi pembicaraan mereka akan aman tanpa khawatir didengar orang lain. “Ada apa, sih?” tanya Alvan dengan sikap dinginnya. Amanda berdiri berhadapan dengan Alvan, dan sempat beberapa kali menghela napas dulu untuk memulai pembicaraan yang penting itu. Menghadapi Alvan memang membutuhkan ketenangan diri agar tidak sampai terbawa emosi kalau-kalau cowok itu tiba-tiba marah. Meskipun Amanda lebih sering terpancing emosi, tapi untuk kali ini Amanda tidak mau sampai hal itu terjadi. “Gue ngajak lo ke sini karen
“Tadi Kak Clara bilang sudah bertemu dia? Apa orang itu yang Kakak maksudkan?” Meskipun tadi sudah berhasil mendengar dan bisa mengambil kesimpulan sendiri, namun Amanda merasa masih harus memastikannya sendiri pada Clara. Dia abaikan seluruh tubuhnya yang mendadak merasa merinding saat tadi dia dengar ucapan Clara. Clara semakin gugup dan bingung. Kalau dia berkata bohong, dia tahu Amanda tidak akan mungkin bisa percaya karena dia yakin melihat ekspresi wajahnya ini sepertinya Amanda sudah mendengar semuanya. Dan hanya orang bodoh yang tidak mengerti apa yang tadi diucapkannya. Clara tahu Amanda sudah tahu semuanya dan mungkinkah inilah saatnya dia mengatakan yang sebenarnya? “Kak Clara kenapa diem aja, sih? Jawab pertanyaan aku, Kak! Kakak ketemu sama siapa?” tuntut Amanda. Clara masih terdiam, masih ragu apa dia harus menjawab pertanyaan itu apa tidak. Amanda menatap ke makam Aldy sebentar, lalu kembali menatap wajah bingung Clara. “Aku yakin tadi Kak Clara bilang kalo Kakak
Kebenaran yang Amanda dengar hari ini terus terbayang di kepalanya sampai malam harinya. Alvan yang memiliki jantung Aldy? Sekarang Amanda tahu kenapa jantungnya selalu berdebar-debar tidak karuan saat dia berada sangat dekat dengan cowok itu. Rupanya karena ini alasannya. Amanda merasakan jantung Aldy berada di tubuh Alvan. Jantung yang sudah lebih dulu dia kenal sebelum dia mengenal Alvan. Bagaimana mungkin Amanda tidak pernah menyadarinya selama ini? Mungkinkah karena Amanda sudah mulai bisa menerima kepergian Aldy? Tentu saja selama satu tahun dia selalu berusaha untuk menerima semuanya demi menepati janjinya pada Aldy untuk melanjutkan hidup dan berbahagia terus. Tapi tetap saja, bagaimana mungkin Amanda bisa bahagia sepenuhnya jika tanpa Aldy? Amanda rebahan di tempat tidurnya sambil memeluk gulingnya. Amanda teringat satu tahun yang lalu dia datang ke rumah sakit dengan masih mengenakan kostum teater. Dia tidak peduli dan tidak sempat mengganti baju. Begitu Raisa – sahab
Amanda benar-benar serius mau menghindari Alvan. Dia selalu melakukan segala cara agar tidak bertemu langsung dengan cowok itu. Saat dia berada di kantin, dia langsung pergi begitu saja meninggalkan Natasha dan Benny begitu melihat Alvan datang. Lalu juga saat di perpustakaan, Amanda tidak jadi masuk karena sudah melihat Alvan ada di sana lebih dulu. Saat pulang sekolah, Amanda selalu buru-buru keluar duluan sebelum teman-teman yang lain. Kemudian kalau waktu si kembar tidak bisa jemput, Amanda tidak akan nekat naik bus lagi karena pasti bertemu Alvan di sana. Amanda lebih memilih mencari tumpangan teman-temannya yang kebetulan bawa motor atau pun jalan kaki beratus-ratus meter untuk menemukan ojek atau taksi. Dan hal ini sudah berlangsung selama satu minggu. Satu minggu Amanda tidak pernah menatap wajah Alvan. Alvan pun juga kebingungan melihat sikap Amanda ini. Apalagi semua teman-teman sekelas dan Benny serta Natasha tentunya. Natasha sudah berkali-kali mencoba menanyai Am
Alvan pulang ke rumah dengan masih merasa kesal karena gagal mendapat jawaban yang masuk akal dari Amanda. Cewek itu sudah berhasil membuat Alvan gondok, dan untuk beberapa saat Alvan mulai merasakan apa yang selama ini dirasakan Amanda ketika dia selalu mengejeknya dengan kata-kata kasar. Tapi tetap saja tidak sama. Bersikap dingin dan menyebalkan memang sudah sifatnya dan semua itu tidak bisa dirubah. Beda dengan sikap Amanda yang mendadak berubah dan kelihatan sekali dia sedang berusaha menghindari Alvan karena sesuatu. Kesalahan yang mana yang membuat Amanda sampai mau menghindarinya dengan berbagai macam cara. Walaupun nantinya Alvan tidak mungkin akan minta maaf dengan mudah, tapi paling tidak dia tahu dulu cewek itu marah karena hal yang mana. Benar-benar membuat sakit kepala. Terdengar suara Andra saat Alvan memasuki ruang tengah rumahnya. Dia sengaja berhenti di balik tembok untuk menunggu papanya meninggalkan ruangan itu karena Alvan masih malas bertemu dengan papanya.
Alvan berhasil berdiri di depan Clara, orang yang bisa jadi selama ini dia cari. Dia sempat berpikir bagaimana caranya menemukan orang yang dia sama sekali tidak kenal dan tidak tahu seperti apa wajahnya. Tapi hari ini dia sudah berhasil menemukannya. Keluarga pendonor jantung yang sudah sejak lama ingin dia temui, akhirnya berhasil dia temukan karena papanya. Clara terlihat kaget dan juga gugup. Bahkan dia sampai berpegangan erat pada sisi meja untuk menjaga keseimbangannya. Bertemu dengan Alvan benar-benar bukan hal yang dia rencanakan sebelumnya. "A-Alvan?" ujar Clara dengan suara terbata. Mendengar Clara menyebut namanya dan langsung mengenalinya ketika bertemu sudah bukan hal yang membingungkan untuk Alvan. Karena kalau dia memang benar-benar keluarga si pendonor, pastinya dia pernah melihatnya di rumah sakit waktu itu dan juga tahu namanya. Dari sini membuat Alvan semakin yakin kalau dia sudah menemukan orang yang tepat. "Saya sudah lama mencari Kakak dan kelua
Alvan hampir meremas foto Aldy saat teringat percakapannya dengan Clara waktu itu. Tapi kesepuluh jari-jarinya mendadak tidak sanggup untuk melakukannya. Jangankan untuk membenci Aldy, merusak fotonya saja Alvan tidak sanggup. Bagaimana mungkin Alvan akan bisa membenci orang yang sudah memberinya kehidupan selama ini? Bagaimana bisa Alvan membenci orang yang sudah menjadi penyelamat hidupnya? Alvan tidak sanggup melakukannya hanya karena suatu kebetulan yang mempertemukan dia dengan Amanda. Dia tahu Amanda pasti sengaja menghindarinya karena Amanda tahu jantung Aldy ada di dalam tubuhnya sekarang. Apa mungkin Amanda merasa tersakiti dengan berada di dekatnya? Tapi bukankah semua itu egois dan tidak adil untuk Alvan? Sekarang pun Alvan tahu kenapa jantungnya selalu berdebar kencang saat berada di dekat Amanda, rupanya itu karena Aldy. Alvan meraba dadanya dan sekarang dia memiliki detak jantung dan cinta Aldy untuk Amanda. ((“Masa lo nggak kenal, sih? Coba deh, lo inget-inget l