“Hai Rat, tumben kamu pulang kemalaman nih? Habis jalan ya, pedekate dengan Freddy?” godaku, sembari mencubit pinggangnya, saat aku membukakan pintu kamar pemondokan untuknya.
“Ya, iyalah… Macam kamu tidak mengerti saja Na. Mumpung masih muda, sekali tiga pulau harus dapat kita lalui, ya-nggak Na? Jangan buku melulu, entar udah tua baru nyesal,” sahut Ratna, sembari bercanda. Lalu Ratna meletakkan buku-bukunya di atas meja belajarnya.
“Ya, iyalah… kamu yang bahagia. Tapi aku,” ucapku, sembari menutup daun pintu kamarku.
“Eh, emangnya ada apa denganmu Na?” selidik Ratna begitu dengar nada bicaraku agak menurun.
“Kamu tau nggak, aku tadi sebel banget dibuat oleh Amangboru.”
“Emangnya kenapa?”
“ Itu tadi siang, Amang boru kenalkan aku dengan cucunya itu, si Andrew.”
“Asyik dong, diperkenalkan dengan calon suami.”
“As
Sementara itu, Andrew sudah merasa besar kepala. Dengan sikap royal terhadap semua anak-anak kost, dia menganggap anak-anak kost telah dapat dipengaruhinya dan berpihak padanya. Begitu juga, sikap induk semangku yang sangat memanjakan dan selalu mendukung sikap dan keinginan cucunya itu membuat anak-anak kost rada segan juga padanya. Toh, mereka merasa Andrew itu tidak merugikan mereka, malah membuat mereka menjadi senang dengan kemurahannya itu. Sehingga mereka memberi dukungan pada Andrew untuk mendekatiku. Apalagi mereka tau Andrew telah menghujani diriku dengan berbagai macam hadiah.Ada beberapa anak kost yang suka mencari muka pada Andrew dan selalu menjadi spionnya. Mereka selalu mematai-matai setiap gerak-gerikku di kampus, sehingga tidak heran, kapan aku ke kamar kecilpun Si Andrew jadi mengetahuinya. Apalagi aku ketemu dengan laki-laki, habislah aku diinterogasi macam-macam oleh Si Andrew. Seolah-olah aku ini sudah jadi miliknya saja. Kini sifat asli Andrew ke
Begitu aku lihat pengirim SMS, langsung tersimpul senyum manisku. Ternyata dadaku yang berdebar-debar tidak karuan itu, sebagai perwujudan dari kontak batin dari orang yang sangat aku harap-harapkan menghubungiku. Gelombang resonansi yang dipancarkan dari lubuk hati cowok idamanku lebih dahulu sampai dan menggetarkan jiwaku. Aku langsung duduk bersilah di atas pembaringan. Tanganku sibuk memencet tombol Hpku membuka isi berita yang dikirim cowok yang membuat hatiku begitu kasmaran padanya.Bagaimana sudah bisa mengatasi kesulitan belajarnya, nggak-Ana?Kemudian akupun dengan sigap memencet tombol-tombol huruf Hpku guna membalas SMS itu.Alhamdulillah, sudah.Datang kembali SMS kedua.Berarti sudah dapat konsentrasi dan fokus dong, kini.Aku jawab kembali SMSnya, dengan bercanda.Justru kali ini, aku tidak bisa fokus karena terbayang-bayang kamu bertutur kata terus padaku.
Pagi itu jam baru menunjukkan jam 9 pagi, aku dengan penuh ceria mempersiapkan diri untuk berangkat ke kampus. Hari ini aku ingin sekali kelihatan feminim. Untuk itu, aku sengaja mengenakan pakaian pavoritku yang terbaru dan serasi dengan warna kulitku, yang kuning langsat. Aku kenakan gaun rok span warna merah jambu dan baju tangan panjang dengan ornamen bordiran di depan warna kuning serta rompi warna violet. Rambutku yang panjang sepunggung memang sudah aku kramas dan aku keringkan dengan hair draiyer. Wajahku yang biasanya polos tanpa bedak, maka kini aku rias, aku pupuri bedak dengan bedak sari ayu, alisku aku rapikan dan aku beri celak serta tak lupa aku oleskan lipstik warna merah muda di bibirku. Pokoknya aku ingin memperlihatkan penampilanku yang berbeda dari biasanya. Aku ingin memperlihatkan citra diriku yang sesungguhnya. Kekuatan karakter yang memancar muncul dari luar maupun dari dalam diriku.Rencananya sih aku dari kampus akan langsung pergi
Kehadiran kami bak Charlie Angels langsung menarik perhatian para mahasiswa yang lagi nongkrong di lorong koridor ruang kuliah. Mereka pada memperhatikan diriku, walaupun kami berjalan bertiga dengan Widya dan Cinthya. Rasanya ada yang aneh pada diriku di mata mereka. Mereka langsung membelalakkan matanya menelanjangiku dari ujung rambut sampai ujung kakiku. Decak kagumpun meluncur dari mulut yang pada menganga, takhjub. Mereka menjadi heran melihatku tidak seperti biasanya. Biasanya aku selalu mempergunakan jean dan kemeja serta tanpa make up. Kini malah aku pakai gaun dan make up yang mempesona mereka. Melihat berpuluh pasang mata terperangah begitu, terselit nuansa tersendiri dalam hatiku. Ada kebahagiaan mengalir berhembus dalam sanubariku. Sorotan mata kagum dari cowok-cowok itu, mengundang nada-nada ceria di hatiku. Aku pun langsung melontarkan senyum simpul menyapa mereka satu persatu. Seolah-olah diriku ini merupakan primadonanya jurusan Psikologi…Begitu juga
“Kalau kita lama-lama di sini, malah bisa-bisa orang menjadi curiga pada kita. Sebaiknya kita cari tempat yang tepat untuk memperhatikan dia,” Jonipun celingukan cari tempat yang cocok untuk mengamat-amati Aditya. Akhirnya matanya jatuh pada bangku panjang yang terdapat di depan Puskesmas Kampus tidak jauh dari Musholla. “Hei Raka, lihat di depan Puskesmas itu ada bangku dan cocok buat kita mengamat-amati Aditya dari sana.”“Betul juga kata kamu, Joni. Ayolah kita ke sana saja, tunggu apa lagi,” sambung Raka, ketika dilihatnya Joni menoleh memperhatikan satu persatu mahasiswa yang baru datang memasuki Musholla.“Gila juga itu Anak, banyak kawannya,” seru Joni, sembari berjalan menuju bangku di depan Puskesmas.“Itu sih belum apa-apa. Kalau mereka semua sudah kumpul bisa ratusan jumlahnya. Aku rada kecut juga, kalau terus memata-matanya. Kalau mereka tau apa yang sedang kita lakukan di sini bisa kita jad
Di ruangan Rektorat, Aditya dengan serius memperhatikan arahan dari Purek IV bidang kemahasiswaan, mengenai teknis penyambutan dan penyusunan materi acara yang tepat disajikan kepada tamu dari negeri jiran tersebut. Tidak terasa pertemuan dengan Purek IV tersebut memakan waktu sampai pukul 4 sore dan hanya jeda waktu makan siang saja. Begitu pertemuan dengan pihak Rektorat selesai, Aditya langsung melihat jam tangannya. Dia tidak lupa akan janjinya padaku, sehingga dia pun bergegas mohon diri dari Safira dan kawan-kawannya. Hanya Safira saja yang mengetahui tujuan Aditya sesungguhnya. Safira dapat memahami bagaimana gejolak yang membara di dalam hati Aditya, sehingga dia memakluminya dan dia mengiringi kepergian Aditya sampai tempat parkir kampus. Walau untuk itu, Safira harus menekan perasaannya. Safira rela memberi dukungan moril kepada Aditya untuk menemuiku dan dan dia melepas kepergian A
Begitu Widya dan Cinthya menampakkan diri di ujung escalator naik dan kebetulan pandangan Aditya tepat sedang menoleh ke arah kedatangan. Melihat kehadiran Widya dan Cinthya dada Aditya langsung bergemuruh, gembira. Ada suatu pengharapan muncul di dalam hatinya, bersamaan dengan munculnya Cinthya dan Widya. Ada keyakinan dirinya, bahwa diriku pasti datang bersama sobat karibku. Dia sangat berharap diriku cepat muncul di belakang Widya atau Cinthya. Tapi dilihatnya bayanganku tidak muncul-muncul juga, membuat perasaan cemas pun mulai mengglayuti hatinya kembali. Aditya menjadi gelisah. Widya dan Cinthya seolah-olah tidak mengetahui kehadiran Aditya, mereka berpura-pura bercanda, sembari berjalan menuju arah Aditya. Cinthya pura-pura tidak sengaja menoleh dan beradu pandangan dengan Aditya. “Hai Aditya, sedang ngapain kamu sendiri di sini?”
Entah kenapa saat aku sedang duduk berhadapan dengan Aditya, tiba-tiba terlintas wajah Andrew yang membuatku kesal tadi padi, sehingga menimbulkan pertanyaan dalam hatiku, jangan-jangan Aditya mengalami masalah yang serupa denganku. Apalagi kalau aku ingat dengan Dea, Anggi dan Donna. Alhasil, tak urung meluncur dari bibirku pertanyaan yang sempat mengganjal dalam hatiku tersebut. “Adit, dengan kehadiranmu di sini bersamaku apa tidak ada yang merasa kehilangan dirimu?” Aditya mengernyitkan keningnya, sembari memandangku. Lalu diapun tersenyum. “Tidak tu Ana. Aku tidak merasa ada orang yang kehilangan dengan hadirnya aku disini. Ketika aku menuju kemari, tidak ada masalah tuh.”
Jum’at pagi. Aku pun berkemas-kemas untuk persiapan mengikuti acara family gathering yang diadakan oleh perusahaan tempatku bekerja. Safira pun bantu aku menyiapkan kebutuhanku untuk mengikuti acara family gathering.“Fira, aku minta kamu ya yang mengurus segala kebutuhan Aditya,” godaku pada Safira, sambil melemparkan pantatku ke sisi tempat tidur. Aku pun memandang Safira yang sedang menata pakaianku ke dalam koper. “Selama aku pergi. Aku serahkan sepenuhnya hak atas Aditya padamu…”“Iya, iya…aku yang melayani Aditya. Semuanya ditanggung beres deh soal itu. Puas kamu?” balas Safira. Dia pun berkacak pinggang, sambil menatapku. Senyum simpul pun menghias wajahnya. Yeah, aku lihat sorot matanya, balas menggodaku. Aku tau apa yang ada di benak Safira. Apalagi kalau bukan keinginannya untuk main enjot-enjotan dengan Aditya.“Ih, itu maumu, bukan?” aku kembali menggodanya, sambil mencekal lengannya
“Ah, sial…!” umpatku dalam perjalanan pulang dari kantor. Pikiranku terus terganggu oleh penampakan batang tongkat Cano tadi. Pemandangan mesum tadi pagi terus menghiasi benak pikiranku. “Memang gila Cano itu, Ah!” gumamku kembali. Jantungku berdetak kencang, hingga arus sirkulasi darahku pun jadi tak terkendali. Kepalaku pun jadi pusing. Apalagi, munculnya kedutan di tengah selangkanganku. Yeah…! Aku tahu berahiku bangkit. Makanya aku ingin cepat sampai di rumah. Aku minta Aditya juga buru-buru pulang. Aku sudah tak tahan lagi. Aku ingin Aditya menetralisir darahku yang bergejolak deras dan sudah memenuhi batang otakku. Dalam perjalanan pun tanganku jadi nakal. Berulang kali, tanganku menyentuh area sensitifku. Aku ingin pelepasan. Untungnya ada suara klakson mobil menyadarkanku, akan bahaya di depanku telah mengintaiku. Aku berusaha menepis pikiran mesum dari benak pikiranku dan fokus menyetir mobil. Sebagai teman perjalanan, aku setel radio F
Wow, ada penampakan…! Bola mataku langsung terbelalak lebar, gitu lihat pemandangan yang luarbiasa ada di hadapanku. Aku pun segera menutup mulutku yang terbuka lebar. Mulutku pun jadi terkunci dan tak bisa berkata sepatah katapun. Malah hatiku tergelitik ingin tahu. Mataku terus ingin lihat pemandangan yang menggetarkan jiwaku itu. Aku lihat tubuh Annya begitu putih mulus dan sempurna bagi seorang cewek. Aku lihat juga Annya begitu menikmati goyangannya. Tangannya pun meremas-remas bukit kembarnya sendiri di antara desah dan deru nafasnya yang meluncur bebas dari bibirnya. Sementara, Cano terus menyemangati Annya untuk terus menggerakkan pinggulnya. Darahku berdesir. Aku pun jadi hanyut ingin menikmati pemandangan yang mengusik berahiku juga. Wajahku jadi merona merah lihat permainan Cano dan Annya. Tubuhku pun jadi panas-dingin. Selangkanganku terasa berdenyut juga. Apalagi aku lihat batang tongkat Cano yang panjang dan besar yang menantang itu. Aku lihat berbeda dengan mil
Cano sudah memperhitungkan salah satu cara untuk bisa dekat dengan Ana. Untuk itu dia bungkus dengan logika yang wajar. Sebagai pimpinan perusahaan yang baru tentu butuh chemistry dengan organisasi perusahaannya. Cano pun ingin menunjukkan bentuk apresiasi kebersamaan dalam perusahaan terhadap para karyawan dan keluarga, maka PT. Camerro Investment Solutions akan mengadakan family gathering. Gathering juga merupakan suatu cara untuk bersama-sama rileks sejenak dari kepadatan rutinitas kerja dan menjalin keakraban satu sama lain sehingga terbangun suasana yang kondusif untuk perusahaan.Untuk mewujudkan rencananya, Cano suruh Annya untuk buat proposal acara Family Gathering. Annya senang hatinya dengar Cano akan mengadakan acara family gathering keluarga besar perusahaan. Artinya, mereka akan bersenang-senang dan dia akan lebih dekat lagi dengan Cano. Annya pun dengan cekatan menyusun proposal yang diminta dengan petunjuk Cano itu sendiri. Tak butuh waktu lama, proposal itu te
Malam itu, Pak Leo Candra dinner di rumah. Dia di dampingi oleh anak dan isterinya untuk menyantap makan malamnya. Momen ini dimanfaatkan oleh Jesica untuk menyampaikan nota protesnya. Sementara, Robert memilih diam dan tidak ikut campur masalah perusahaan. Dia memang awam dengan urusan perusahaan. Bukan passion dia soal perusahaan investasi.“Ayah! Mengapa Mardiana itu ayah bagi saham segala? 7,5 persen itu gak sedikit, Ayah…” seru Jesica “Aku sebagai anak ayah sangat keberatan soal itu.”“Iya Ayah! Aku pun jadi bingung lihat cara ayah memberi apresiasi. Ada apa sebenarnya, Ayah?” celetuk isterinya Pak Leo Candra, sembari makan.“Kalian tau apa tentang perusahaan?!” tukas Pak Leo Candra dengan dingin. “Asal kalian tau, pencapaian perusahaan sampai saat ini. Itu semua atas dedikasi kerja dia yang all out.”“Tapi yang bekerja kan bukan dia saja, Ayah. Banyak yang memberi andil…
Yeah…! Siang itu, ada yang merasa bersalah, setelah mengayuh biduk kenikmatan. Aditya dan Safira sudah kembali ke rumah. Aku menyambut kedatangan mereka berdua. Aku langsung memeluk Safira, sambil mencubit pinggangnya. Aditya pun membiarkan aku dan Safira saling berpelukan.“Gimana, seru gak tadi malam?!” bisikku menggoda.Tentu Safira tahu, kalau aku menggodanya telah melewatkan malam pertamanya itu. Wajahnya merona merah. Safira pun melontarkan senyum bahagianya dan memelukku erat-erat. Dia ciuminya pipiku.“Dahsyat! Makasih ya Ana,” bisik balik Safira. “Kamu telah membuatnya serba indah. Aku suka itu.”Aditya tersenyum kecut, curi dengar gurauanku. Dia jengah juga dengan godaanku. Apalagi dia terbayang apa yang telah dia dan Safira lakukan untuk melewatkan malam pertamanya itu. Siapa gak jengah, kalau kedua isteri sendiri yang bahas soal kehebohan senggama dirinya.“Ehem…enak dikau, tegang
Bagi orang yang menikah, tentu yang dinanti-nantikan adalah soal malam pertama. Malam pertama itu begitu sakral. Gimana pengantin baru melewati malam pertamanya? Apakah biasa-biasa saja, atau ingin dapat moment indah yang dapat dikenang seumur hidup? Sudah tentu, aku tidak biarkan Aditya dan Safira melewatkan malam pertamanya dengan biasa-biasa saja dan berlalu tanpa kesan. Aku sudah siapkan tempat istimewa buat mereka. Untuk itu, aku telah booking kamar unique suite di Putri Duyung Resort. Aku minta pihak wedding organizer untuk mempersiapkan segalanya, termasuk dekorasi tata ruang interior dan eksterior cottage tempat menginap. Aku ingin buat suasana yang berkesan romantis buat Aditya dan Safira. Pilihanku tepat di Putri Duyung Resort. Land scape Putri Duyung Resort begitu mempesona dan menarik sekali. Apalagi posisi tepat antara pemandangan hutan tropis yang teduh dan nyaman di tepi pantai teluk Jakarta yang eksotis dan di pinggir danau Kawasan Taman Impian Jaya Ancol. So pasti,
Sabtu siang itu, aku cukup puas lihat aula kantor urusan agama ramai oleh pengunjung yang diundang khusus menghadari akad nikah Aditya dan Safira, termasuk para tetangga di komplek perumahan tempatku tinggal. Tidak sedikit di antaranya yang menggeleng-gelengkan kepala dan salut padaku. Mereka sangat memuji tindakan dan ketulusanku membiarkan suami nikah lagi untuk yang kedua kalinya atas prakarsaku. Mana ada cewek di dunia yang rela dan tulus berbagi ranjang dengan cewek lain. Apalagi calon mempelai wanitanya itu pilihan isteri pertama itu sendiri. Aku dan dibantu panitia yang telah dipersiapkan oleh WO yang aku sewa dengan gembira menyambut para undangan di depan pintu masuk aula.
Pagi itu, suasana kantor sungguh hening, lain dari biasanya. Biasanya suasana kantor penuh dengan keceriaan. Maklum perubahan pimpinan biasanya membawa suasana baru juga. Karyawan pada menahan diri, wait and see. Walau mereka sebenarnya tidak ingin mengubah suasana kekeluargaan yang sudah terbangun selama ini. Mereka sudah terbiasa dengan etos kerja kekeluargaan, di mana mereka sudah merasa perusahaan merupakan bagian kehidupannya. Rasa memiliki mereka begitu kuat, hingga perusahaan bisa besar seperti sekarang ini. Mereka tidak ingin suasana kantor jadi kaku dan membosankan. Mereka tidak ingin dijadikan seperti robot, diperah saat dibutuhkan dan dibuang setelah tak produktif lagi.Mereka sedikit kuatir, karena mereka tahu pimpinan baru merupakan jebolan Singapura. Mereka pun takut pola kerja yang dibawa, sama dengan pola kerja yang berkembang di Singapura. Pekerja dipandang seperti robot, hingga kehilangan a sense of humanity. Apakah Cano sebagai direktur