“Bi, kalau ada touring baksos lagi, aku ikut ya ... aku juga mau kaya Mbak Icha, Mbak Yuni sama Mbak Hanny ... aku mau menyumbangkan sesuatu,” celoteh Bee dengan suara kencang ketika mereka sudah dalam perjalan pulang.Sengaja Bee menaikan nada suara agar Akbi yang sedang mengemudikan motor bisa mendengar karena kepala lelaki tampan itu ditutupi helm.Akbi lalu membuka kaca helmnya. “Bee, enggak usah teriak-teriak ... helm gue udah canggih, bisa menangkap suara manusia yang gue bonceng jadi kalau lo teriak di deket telinga gue kaya gini, kenceng banget kedengerannya!” Akbi berseru memprotes.“Maaf,” balas Bee, menurunkan nada suara.“Memangnya lo mau nyumbang apa?” Akbi bertanya menyambung percakapan mereka tadi.“Baju,” jawab Bee mantap.“Aku mau buat baju rumahan untuk para ibu-ibu, tapi bukan daster ... jadi seperti stelan, atasannya bisa tangan panjang untuk yang berjilbab atau tangan pendek, lalu bawahan celana panjang dengan bahan kain yang dingin dan nyaman sehingga memungkinka
Suara isak tangis tertahan membuat Akbi membuka mata.Ia belum bisa terlelap meski sudah beberapa jam berbaring di atas ranjang.Seringkali ia mendengar Bee menangis bahkan hampir setiap malam.Kenyataan itu belum mampu menggerakkan hati Akbi untuk bertanya kepada Bee, apa sebenarnya yang membuatnya bersedih.Tetapi saat ini Akbi merasa sangat bersalah, ucapan Bee tadi sore di toilet restoran sungguh menyadarkannya namun Akbi terlalu egois untuk mengakui.Baru kali ini ia mendengar keluhan sang istri dan itu sungguh menohok hatinya. Akbi menyibak selimut kemudian menggantungkan kaki hendak turun namun keraguan membayanginya.Ia hanya duduk beberapa saat dengan kedua tangan di sisi kiri dan kanan menopang pada kasur kemudian menundukkan kepala.Apa ia harus meminta maaf kepada Bee?Akbi mengembuskan nafas kasar kemudian menyugar rambutnya kebelakang. Ia tidak mengerti mengapa perasaan bersalah ini begitu menyesakkan dadanya.Memutuskan turun, Akbi lalu melangkah ringan menuju walk in
“Hai, Bi!” Sapa seorang pria dari balik meja dengan banyak peralatan membuat kopi.Akbi mengangkat dagu sambil tersenyum membalas sapaan tersebut. “Ooohhh, ini istrinya ... selera lo tinggi juga ya sekarang,” sambung pria itu kemudian mengulurkan tangan ke arah Bee.Entah kenapa hampir semua orang yang ia kenal memuji Bee dan baru diketahuinya bila mereka tidak menyukai Anggit.Apa yang salah dengan Anggit?Kekasihnya sangat cantik, seorang model meski sedikit manja, lebih senang berfoya-foya, pamer di media sosial, tidak sabaran, sering membentaknya, tidak perhatian dan masih banyak lagi sikap buruk Anggit yang baru saja Akbi sadari.Pantas saja mereka menyukai Bee karena Bee kebalikan dari Anggit.“Panji, salah satu teman seperjuangan Akbi ...,” lelaki itu memperkenalkan diri.“Panggil aja Bee,” balas Bee sambil menjabat tangan Panji.“Mau sarapan apa?” tanya Panji kemudian.“Yang spesial buat dia ... gue kopi aja,” jawab Akbi cepat.“Oke, menu spesial untuk yang paling spesial di
Suasana dalam perjalanan pulang terasa sunyi.Bee tidak berucap sepatah kata pun semenjak memasuki mobil.Wajahnya nampak muram seolah banyak beban pikiran sedang menderanya.Bee sempat mengabarkan kepada Akbi melalui pesan singkat bila ia akan pulang terlebih dahulu namun Akbi bersikeras menjemput dan meminta istrinya menunggu sebentar.Akbi jadi bingung, apa Bee marah karena ia memintanya menunggu sebentar?Tapi Bee bukanlah perempuan seperti itu, ia tidak akan marah hanya karena masalah sepele.Jadi sepertinya memang ada yang sedang dipikirkan Bee saat ini.Melihat Bee yang dingin seperti itu, Akbi juga enggan memulai komunikasi terlebih dahulu maka ia pun diam saja, lebih memilih bettanya kepada hatinya dan menerka-nerka.Ketika mobil sudah terparkir di garasi, Bee yang masih tidak banyak bicara turun begitu saja masuk ke dalam rumah melewati halaman belakang.Akbi juga turun dari mobil sambil bergerak gusar, membantung pintu lantas melangkahkan kaki panjangnya menuju rumah.Lelak
Akbi tidak main-main ketika berjanji di dalam hati akan memajukan perusahaan yang sempat ia lalaikan.Dengan kemampuan yang dimilikinya ditambah ketekunan, Akbi yakin semua usaha dan kerja kerasnya akan terbayar.Ia sadar bila suatu hari nanti akan mewarisi seluruh perusahaan milik Marthadidjaya karena dirinya adalah pewaris tunggal.Yuda dan Inggrid tidak memiliki anak dan tentunya bukan hanya kekayaan yang akan ia dapatkan tapi juga beban berat mengurus perusahaan dengan ribuan karyawan.Bila ia tidak mampu menjalankan satu perusahaan yang diembankan kepadanya, bagaimana ia mau memimpin seluruh perusahaan milik Martadidjaya?Benar kata Papanya, ia harus mulai serius menjalankan perusahaan mengingat beberapa waktu lalu banyak tenaga dan materi yang terkuras hanya untuk mempertahankan satu perusahaan yang nyaris terpuruk. Maka dari itu setiap hari setelah makan malam, Akbi selalu berada di dalam perpustakaan melanjutkan pekerjaan yang ia bawa dari kantor.Waktu kerja delapan jam ter
Akbi mendorong pintu ruangan Bee padangan matanya langsung tertuju pada istrinya yang sedang duduk sambil menekuk kedua kaki di lantai dan menyandarkan punggung pada dinding.Sorot matanya kosong menghadap dinding di sebrang ruangan seolah jiwanya sedang terbang meninggalkan raga.Suara pintu yang terbuka dan langkah kaki Akbi yang mendekat pun masih belum mampu membawa Bee kembali dari lamunannya.Kecewa berujung amarah yang tadi Akbi rasakan kepada Bee karena perempuan itu mendiamkannya kini berganti penyesalan setelah melihat video kiriman Zidan.Tapi juga kesal karena Bee tidak langsung mengatakan pertemuan dengan Anggit kepadanya.Sudah bisa Akbi bayangkan kata-kata yang terlontar dari bibir kekasihnya karena berbicara dengannya saja, bibir Anggit selalu berucap pedas bila sedang kesal.Tapi apa yang dilakukan Anggit pun semata-mata karena kesalahannya yang sedikit demi sedikit memberi jarak dan memutuskan untuk tidak melakukan hubungan intim sementara waktu dengannya.Kembali l
“Mobil kamu hari ini datang, kamu bisa pergi kuliah sendiri nanti kalau Akbi lagi keluar kota dan enggak bisa anter jemput kamu seperti saat ini,” kata Beni memberitahu.Saat ini mereka sedang dalam perjalanan menuju kampus dalam mobil MPV mewah milik Beni.“Makasih ya Pa, padahal Papa enggak perlu repot-repot ...,” Bee berujar sambil menatap Beni penuh syukur meski terselip rasa tidak enak hati.“Enggak apa-apa Bee, hanya sebuah mobil,” balas Beni ringan seolah mobil tersebut adalah sebuah mainan dengan harga murah.“Dulu Ayah kamu banyak membantu Papa, seharusnya Johan bisa lulus lebih awal tapi ketika Ujian Akhir Semester, Papa kedapatan menyontek kepada Johan membuat kami berdua mendapat nilai E dan harus mengulang mata kuliah Akuntansi Biaya padahal mata kuliah itu begitu mudah bagi Johan,” tutur Beni kemudian tertawa.Bee tersenyum mengingat Akbi pernah mengajarinya mata kuliah tersebut.Kenapa dirinya tidak sepandai sang Ayah?Kemudian Bee teringat sesuatu, ia menarik nafas se
“Kereeeen, lain kali lawan sepertu itu lagi ya!” puji Aldo ketika mereka berjalan beriringan menuju pelataran parkir.Masalah tadi telah selesai dengan baik karena Bee bersikeras untuk tidak memperpanjang meski Tasya nampak terpaksa meminta maaf.Kali ini cctv menyelawatkan Bee dan juga terimakasih kepada Aldo yang sudah cepat tanggap dengan otak cerdasnya memiliki ide untuk melepaskan Bee dari masalah.“Tapi aku enggak bermaksud ngelawan,” Bee menyanggah mengungkapkan fakta.“Kalau gitu, kedepannya kamu harus lawan ... sekalipun mereka terluka, Pak Beni lebih berkuasa dan kamu akan selalu terbebas dari masalah!” “Wooow, Kak Aldo lagi ngajarin aku enggak bener?” tuduh Bee dengan mata memicing.Pria itu tertawa kemudian berkata, “Bee, enggak ada salahnya melawan kalau kamu benar ... ini dunia nyata bukan negri dongeng! Keberuntungan tidak selalu berpihak sama kamu, jadi sekali-sekali kamu harus melawan ... mempertahankan pendapat kamu apa lagi kalau kamu benar,” ujar Aldo kemudian men