“Sudah ku duga kau akan mengatakannya seperti itu. padahal aku baru saja berteman dekat denganmu. Payah.”
“Sudahlah. Bukankah itu keputusan yang tidak akan bisa di ganggu gugat?” ucap seorang pria yang berada di depan Alex yang sedang meminum beer.
“Maafkan aku semuanya. Ini memang keputusan yang mendadak. Jujur saja, aku juga senang bekerja bersama kalian semua di sini. Banyak hal yang ku pelajari.”
“Wah, kata-katamu itu sungguh membuatku sesak.”
“Iya. Kami juga merasakan hal yang sama sepertimu Alex. Kami menghargai keputusanmu itu.”
“Mau bagaimana lagi aku juga menghargainya.”
“Nah, sekarang lebih baik kita nikmati saja makanannya dan jangan memikirkan hal yang lain.”
“Oke.”
‘Terimakasih banyak semuanya,’ batin Alex
Mereka yang sedang mengadakan pesta itu kemudian berubah menjadi pesta perayaan perpisahan atas r
“Apa yang kau lakukan di situ?” tanya Michael kepadanya“Diam. Jangan berisik.”“Apa orang-orang itu mencarimu?”“Iya. Mencari siapa lagi memangnya. Pokoknya jangan berisik.”“Aku tahu. Oh iya, sebaiknya kau lewat sini,” ucap Michael yang kemudian menunjukan sebuah jalan yang aman untuk mereka lalui.“Apa keluargamu selalu seperti itu?” ucap Michael lagi kepadanya.“Ah, iya.”“Kau hanya diam saja. Apa ada sesuatu yang kau sembunyikan?”“Tidak ada. Aku hanya menghindari mereka saja. Akan merepotkan jika mereka berhasil menangkapku.”“Kau akan di pukuli?”“Lebih parah dari itu. mungkin saja aku bisa mati.”“Tunggu, memangnya kau ini kenapa?”“Apanya?”“Bagaimana bisa mereka memperlakukanmu seperti itu? apa setiap hari selalu seperti itu
Semua orang terdiam dan sekarang dia berjalan di sekitar koridor rumahnya dan kemudian dia melihat komputernya yang ada di kamarnya yang terbuka. Rupanya beberapa menit yang lalu mereka sudah menggeledah kamarnya dan memang tidak di temukan narkotika atau apa pun di sana. Melihat reaksi mereka yang sudah seperti berada di neraka membuatnya harus pergi dari sana dan menemui seseorang. Ketika Jay hendak pergi menuju ke rumahnya Michael dia tidak sengaja berpapasan dengan Alice yang terlihat baru saja pulang dari les. Reaksinys sangat terkejut melihat dirinya yang babak belur dan kemudian mengobatinya. Jay yang merasa canggung akan hal itu mencoba untuk tetap tenang seperti biasanya.“Apa kau berkelahi? Kenapa bisa sampai seperti ini?” tanya Alice sambil mengobati lukanya itu.“Ah, iya. Aku berkelahi dengan temanku.”“Kau sebaiknya mengehentikan itu. atau kau bisa saja mati.”“Iya. Kau benar.”“Tun
“Sudah ku duga, reaksinya akan seperti ini,” gumam JayNoel dan Pihip yang sekarang masih berada di markas itu mereka masih terdiam karena terkejut dengan apa yang sebelumnya di katakan oleh Jay. Saat ini mereka mulai bersiap untuk pulang karena hari sudah semakin larut malam. Seketika Noel mengatakan sesuatu kepada Philip yang saat ini sedang bersama dengannya itu.“Ini gila. Sepertinya aku akan merubah pandanganku terhadapnya,” ucap Noel“Ah, kurasa kita memang seharusnya seperti itu.”“Dia berbakat dan jenius jadi akan menguntungkan kita. Terlebih lagi dia memiliki koneksi dengan mereka.”“Tidak sia-sia aku menghubunginya. Meski awalnya hanya penasaran saja.”“Rupanya aku harus berterimakasih karena kau sudah mengundangnya.”“Jangan terlalu di pikirkan. Ini adalah awal.”“Ya, kau benar. ngomong-ngomong apa kau sekarang berkencan?”
Saat ini Alice di hadapkan akan kenyataan yang rumit. Semua yang terjadi seperti tidak pernah bisa di bayangkan sebelumnya dan itu membuatnya meraskaan kemarahan yang tiada hentinya. Liliy yang melihatnya seperti itu kemudian dia mencoba untuk menghiburnya dan mengajaknya ke beberapa tempat yang menarik di kota tersebut untuk menghilangkan rasa frustrasi yang ada di dalam dirinya itu. Alice yang terlihat terdiam namun suram itu kemudian melihat ke arah Lily dan kemudian dia mengatakan sesuatu kepadanya namu tertahan. Alice yang terlihat tidak baik-baik saja itu kemudian di bawa oleh Lily ke suatu tempat berharap agar moodnya kembali bagus. Ketika mereka sudah sampai suatu tempat, akhirnya mereka mengunjungi sebuah restoran daging dan mulai memakan makanan yang ada di sana. Tidak lama setelahnya, dia kemudian pergi ke rumahnya Lily dan sesampainya di sana dia melihat suasana rumah yang terlihat sepi dan berada di kaki bukit di daerah tersebut. Di saat yang bersamaan, rupanya hujan tu
“Kalau begitu apa sekarang yang kalian inginkan?” tanya Alice. Pertanyaannya itu langsung membuat Lily terdiam untuk sesaat. “Sebenarnya, tidak ada yang kami inginkan.” “Benarkah?” “Iya. Tentu saja. Tidak sepantasnya mengatakan keinginan kami kepadamu.” “Berhenti berbohong.” “Apa?” “Aku sudah tahu dari caramu mengatakan semuanya. Kau hanya mengatakan beberapa hal yang memang seharusnya ku ketahui bukan? Jadi apa tujuanmu ingin menemuiku selain omong kosong tadi?” “Ah, ternyata ketahuan ya. Padahal aku tidak ingin berdebat denganmu tapi apa boleh buat jika itu maumu.” “Ayolah. Kau tidak seperti biasanya Lily. Ucapanmu di telepon memang terlihat tulus. Tapi kenyataannya salah besar ya.” ‘Apa aku harus memberitahunya? Sial. Antoni seharusnya dia mengatakannya sendiri dan kenapa malah melibatkanku,’ batin Lily “Apa yang sebenarnya terjadi?” Pembicaraan yang semakin lama semakin membuatnya terasa begi
Beberapa saat yang lalu, Antoni mendapat sebuah pesan mengenai kompetisi yang akan di lakukan olehnya itu dan ternyata itu semua bukan main-main sehingga membuatnya harus berada di posisi yang menguntungkan baginya. Saat ini dia sedang serusaha keras dan tentunya memerlukan bantuan juga dari orang lain. salah satu orang yang bisa membantunya hanya orang yang ada di depannya ini. Meski kadang terlihat tidak meyakinkan. Namun, dia justru sangat ahli. Saat ini, Antoni yang sedang berada di rumah temannya itu kemudian dia melihat ponselnya yang berbunyi. Tidak lama setelahnya, dia mulai mengeceknya dan ternyata itu adalah panggilan dari Alex. Dengan cepat dia mengangkat panggilan tersebut dan kemudian berbicara dengannya melalui panggilan telepon.“Halo, kak. Ada apa?” ucap Antoni dengan sedikit keras kepadanya“Kau sekarang ada di mana?”“Ah, aku berada di rumah temanku. Memangnya ada apa?”“Sekarang aku sudah berada
Setelah melalui perjalanan menuju ke sana, akhirnya dia tiba di depan gedung sebuah rumah sakit yang berada di pusat kota ini. Alex begitu selesai memarkirkan mobilnya, dia langsung pergi ke sana dan menuju ke sebuah ruangan yang tidak lain adalah ruang fisioterapi milik tuan Cooper. Sesampainya dia di dalam ruangan tersebut dan kemudian bertemu dengannya. Mereka saling berhadapan satu sama lain dan Alex kemudian duduk di kursi yang ada di sana dan saat itu juga mereka mulai membicarakan suatu hal yang membuatnya datang ke tempat ini begitu sampai di kota ini. “Ada beberapa yang harus kau tahu. Pertama, beberapa kerabat saat ini sedang tidak di pihak kita dan mereka sesekali mencari celah untuk menyingkirkan posisi kita. Untungnya kau sudah kembali dan sekarang hal itu bukan masalah lagi. dan yang kedua, beberapa saat yang lalu keluarga ibumu yang baru menghubungiku dan mungkin mereka kini sedang mengganggu Antoni atau bahkan Alice. Jadi, dengan kata lain kau jangan pernah s
“Kau sungguh akan hidup seperti itu?” tanya Alice kepada Lily yang ada di hadapannya.“Aku hanya bisa menerima semua kenyataannya walau aku sama sekali tidak suka. Apa aku bisa menawar untuk tidak hidup seperti ini? Jawabannya tidak mungkin.”“Kau benar.”“Eh?”“Semua yang kau ucapkan itu benar.”“Apa kau sekarang merasa kasihan kepadaku?”“Sayangnya tidak begitu. Aku hanya mengatakan apa yang membuatku benar.”“Begitu rupanya.”“Oh iya, aku harus pulang. Sampai nanti.”“Tunggu dulu.”Pembicaraan mereka yang sebelumnya terjadi ketika Alice masih berada di sana dan sekarang dia sudah ada di depan stasiun dan akan pergi menuju ke halte bus. Alice yang merasa dirinya pergi ke masa lalu karena mereka semua yang melibatkannya dan itu jujur saja membuatnya merasa muak. Saat ini, dia berjalan menuju ke
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang