Ke esokan harinya, mereka langsung berkemas dan bersiap untuk pulang. Beberapa barang yang di beli sebagai hadiah rupanya langsung di masukan ke dalam koper dengan cepat. Alice yang sudah mulai merapikan barangnya itu dan sekarang mereka berdua sudah selesai berkemas. Setelah itu, mereka pergi menuju ke stasiun untuk berangkat. Di sana, ternyata kebetulan jadwalnya masih sempat sehingga mereka bisa langsung pulang saat itu juga. Perjalanan yang cukup panjang di mulai kembali. Alice mencoba untuk menenangkan dirinya dan begitu juga dengan Theresia yang terlihat sedang mulai tertidur karena dia memang seperti itu orangnya. Kali ini di kediaman Alice. Antoni yang sedang sibuk mengerjakan proyeknya itu membuat dirinya merasa stress dan kemudian mengumpat. Tidak lama setelahnya dia memutuskan untuk beristirahat terlebih dahulu dan pergi ke suatu tempat untuk menyegarkan pikirannya. Sesampainya dia di kedai kopi tempat temannya itu bekerja paruh waktu, dia kemudian bersantai utuk sejenak.
Setelah itu, mereka berdua pergi terlebih dahulu ke rumahnya dan tidak lama setelahnya mereka berdua sudah berada di depan pintu rumahnya Grace. Di sana, Alice menekan bell rumahnya dan ternyata tidak kunjung ada jawaban. Dia juga sudah menghubunginya tapi ponselnya mati. Mereka berdua merasa frustrasi di buatnya hingga akhirnya pergi dari sana dan menuju ke sebuah bar. Alice yang merasa ada sesuatu yang aneh dengan Grace dia kemudian mengatakannya kepada Theresia yang ada di depannya itu. Tapi, dia hanya mengatakan kata-kata positif dan itu seketika membuat Alice merasa lega dan sekarang dia sedang minum-minum di bar khusus perempuan. Hari pun mulai larut malam. Setelah mereka berdua selesai dari bar, rupanya Alice harus segera pulang. Dia sekarang sedang dalam perjalanan untuk pulang. Begitu juga dengan Theresia yang juga ikut pulang. Satu minggu kemudian. Rupanya di hari ini pun mereka tidak kunjung mendapatkan kabar dari Grace. Meski begitu, dia juga tidak bisa mencari k
“Memang benar. tapi mau bagaimana lagi.”“Apa yang di katakan dokter? Apa dia bisa sembuh?”“Dokter hanya mengatakan kondisinya saat ini masih belum baik jadi akan lebih bagus jika terus menjalani pengobatan.”“Berapa lama pengobatannya?”“Soal itu, dokter tidak mengataknnya. Yang jelas pasti sampai kondisinya membaik.”“Semoga saja dia cepat sembuh.”“Iya. Aku juga berpikir yang sama. Seandainya dia tidak seperti ini, tidak akan ada yang bersedih.”Grace yang tersenyum kepada Alice itu seketika dia langsung menutupkan matanya dan tertidur. Selama ini, Alice memang sudah mengetahui sebagian dari rahasianya. Dan lagi dia sebelumnya mengatakan akan bertahan hidup walau bagaimana pun juga dan ternyata maksud dari perkataannya adalah ini. Sekarang Alice duduk di samping Theresia dan mereka terlihat termenung begitu mengetahui keadaan temannya saat ini. Sel
Alice kemudian mematikan panggilannya itu dan sekarang dia kembali tidur. Beberapa jam kemudian, Theresia kini sudah berada di depan rumah sakit dan langkah kakinya perlahan memasuki tempat tersebut. Begitu dia memasuki rumah sakit dan menuju ke ruangan di mana Grace berada. Saat ini dia merasa harus bertemu dengannya dan itu ada di dalam pikirannya. Theresia membawa bucket bunga berwarna putih dan begitu dia hendak menaiki tangga, dia mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Dia melihat nomor ponsel yang tidak di kenal itu dan kemudian berusaha untuk menghubunginya. Hanya menunggu beberapa menit sampai di angkat oleh orang tersebut dan kemudian ai mengangkat panggilan dari Theresia itu. Dia dengan perlahan mengatakan sesuatu.“Apa ini kau Theresia?” tanya orang itu kepadanya“Ya. Ini dengan siapa?”“Lama sekali tidak menelpon. Apa kau sekarang ada waktu?”“Apa? memangnya siapa kau?”“Hah, kau m
Jay langsung meninggalkan Theresia yang ada di sana. Dia terlihat sedang kesal dan mencoba untuk tetap waras. Apa yang baru saja di katakannya itu memang membuatnya sangat frustrasi hingga membuatnya sekarang ini menghabiskan banyak sekali alkohol di sebuah bar. Bartender yang mencoba untuk menghentikannya ternyata tidak mempan. Theresia terus mabuk hingga kesadarannya nyaris hilang. Sementara itu, beberapa jam yang lalu tepatnya di markasnya Noel. Mereka bertiga sedang mendiskusikan mengenai hacking yang akan di targetkan untuk salah satu jaringan bandar narkotika tersebut. Mereka sudah mencari banyak informasi dan begitu mendapatkannya, rupanya Jay sangat terkejut karen orang yang menjadi bandarnya itu tidak lain adalah orang tuanya Theresia. Mereka berbisnis barang terlarang tersebut karena mendapatkan sebuah perintah dari seseorang yang tidak lain adalah keluarganya Jay. Dia yang mengetahui kenyatatan itu kemudian tidak berhenti mengumpat dan kemudian dia mengutuk semua itu. Noe
Mereka yang sudah berusaha dengan baik kemudian pergi keluar ruangan tersebut dan mereka merasa lega. Namun, tidak lama setelah tindakan yang terlihat seolah berhasil itu rupanya hanya sebuah kebetulan semata. Sekarang denyut jantung Grace yang sebelumnya sudah normal kembali perlahan mulai melemah dan akhirnya berhenti. Alex yang masih ada di depan pintu ruangan itu dan hendak keluar, dia kemudian terkejut karena hal tersebut dan langsung bergegas ke arah pasien kemudian melihat apa yang terjadi. Dirinya langsung terdiam dan suster yang ada di sana juga sangat terkejut. Grace yang merupakan pasien komplikasi syaraf ini dinyatakan meninggal dunia pada malam itu.“Mustahil,” gumam AlexMalam yang terasa sunyi ini membawa kabar duka yang mendalam. Tepat pada tengah malam, Grace dinyatakan meninggal dunia karena komplikasi penyakit yang di deritanya selama ini. Di balik kehidupan yang di jalaninya, dia menyimpan rasa sakit yang mendalam seorang diri hingga akh
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice yang melihat pemandangan itu semakin membuatnya teringat dengan masa-masa itu. namun dia mencoba untuk melupakannya dan sekarang ini adalah kehidupannya yang baru. Selama beberapa bulan lamanya dia tinggal di sini. Alice juga pindah sekolah dan sekarang dia berada di sekolah paling terkenal di kota ini. Dan yang paling parahnya lagi dia satu kelas dengan Benedict. Meski dia sangat baik, namun beberapa temannya terlihat memandang Alice dengan pandangan yang berbeda. Mereka seakan mendiskriminasi dirinya. Untungnya, salah satu orang yang merupakan ketua kelasnya itu berada di pihak Alice karena mereka sama-sama anak yang rajin dan pintar. Awal masuk memang terlihat mengerikan dan itulah yang di alaminya. Namun, seiring berjalannya waktu ternyata tidak seburuk yang di bayangkannya itu. Setelah dirinya melewati hari-hari baru dalam hidupnya sampailah di mana dia berada di titik mengerikan yang sebelumnya sempat di takutinya. Hari di mana dia mendengarkan secara tidak sengaja menge
“Dengar Alice, mungkin perkataanku ini memang keterlaluan. Tapi, bagaimana pun juga aku mengatakannya sesuatu dengan apa yang sudah ku jalani. Jika boleh jujur, aku juga memiliki masalah yang sama denganmu. Kedua orang tuaku bercerai bahkan mereka berpisaha sejak aku masih di taman kanak-kanak. Meski begitu aku yang tinggal bersama dengan nenek rasanya memang menyedihkan dan ingin sekali pergi dari dunia ini. Namun, nenekku menasihatiku agar tetap menerima takdir. Soal jalan hidup apakah akan bahagia atau tidak itu tergantung kepada diri sendiri.”“Marry.”“Iya?”“Maaf, aku tidak tahu soal itu. kupikir kau...”“Sudahlah, tidak perlu meminta maaf. Lagi pula aku memang tidak punya teman untuk bercerita. Karena itulah ku katakan semua ini kepadamu.”“Terimakasih karena sudah menyadarkanku. Aku sungguh berterimakasih.”“Sama-sama, terimakasih juga karena mau mendengark
Alice langsung pergi dan kemudian dia menghubungi Marry untuk makan bersamanya. Dengan cepat dia langsung menuju ke sana dan saat ini dirinya yang masih merasa kesal karena sikap mereka semua yang memuakan. Alice akhirnya sampai di sebuah restoran khusu makanan pedas dan dia langsung memasuki tempat tersebut. Dirinya menunggu Marry di dalam dan tidak lama setelahnya dia langsung datang. Mereka berdua berada di dalam dan mulai memilih menu yang akan mereka pesan. Kali ini Alice merasakan kemarahan yang luar biasa karena ulah dari kerabatnya itu sehingga membuatnya merasa muak apalagi melihat wajahnya. Selama beberapa pertemuan, mereka selalu menganggapnya remeh dan mempermalukannya. Saat ini, tepatnya di suatu tempat yang berbeda yang tidak lain adalah ruang pertemuan yang tadi. Di sana, Antoni sedang mengecek ponselnya dan ternyata ada banyak sekali panggilan tidak terjawab dari ibunya. Dia sengaja tidak mengangkatnya karena masih merasakan amarah yang terjadi di saat itu. Saat-saat
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang