Alice kemudian mematikan panggilannya itu dan sekarang dia kembali tidur. Beberapa jam kemudian, Theresia kini sudah berada di depan rumah sakit dan langkah kakinya perlahan memasuki tempat tersebut. Begitu dia memasuki rumah sakit dan menuju ke ruangan di mana Grace berada. Saat ini dia merasa harus bertemu dengannya dan itu ada di dalam pikirannya. Theresia membawa bucket bunga berwarna putih dan begitu dia hendak menaiki tangga, dia mendapatkan sebuah pesan dari seseorang. Dia melihat nomor ponsel yang tidak di kenal itu dan kemudian berusaha untuk menghubunginya. Hanya menunggu beberapa menit sampai di angkat oleh orang tersebut dan kemudian ai mengangkat panggilan dari Theresia itu. Dia dengan perlahan mengatakan sesuatu.
“Apa ini kau Theresia?” tanya orang itu kepadanya
“Ya. Ini dengan siapa?”
“Lama sekali tidak menelpon. Apa kau sekarang ada waktu?”
“Apa? memangnya siapa kau?”
“Hah, kau m
Jay langsung meninggalkan Theresia yang ada di sana. Dia terlihat sedang kesal dan mencoba untuk tetap waras. Apa yang baru saja di katakannya itu memang membuatnya sangat frustrasi hingga membuatnya sekarang ini menghabiskan banyak sekali alkohol di sebuah bar. Bartender yang mencoba untuk menghentikannya ternyata tidak mempan. Theresia terus mabuk hingga kesadarannya nyaris hilang. Sementara itu, beberapa jam yang lalu tepatnya di markasnya Noel. Mereka bertiga sedang mendiskusikan mengenai hacking yang akan di targetkan untuk salah satu jaringan bandar narkotika tersebut. Mereka sudah mencari banyak informasi dan begitu mendapatkannya, rupanya Jay sangat terkejut karen orang yang menjadi bandarnya itu tidak lain adalah orang tuanya Theresia. Mereka berbisnis barang terlarang tersebut karena mendapatkan sebuah perintah dari seseorang yang tidak lain adalah keluarganya Jay. Dia yang mengetahui kenyatatan itu kemudian tidak berhenti mengumpat dan kemudian dia mengutuk semua itu. Noe
Mereka yang sudah berusaha dengan baik kemudian pergi keluar ruangan tersebut dan mereka merasa lega. Namun, tidak lama setelah tindakan yang terlihat seolah berhasil itu rupanya hanya sebuah kebetulan semata. Sekarang denyut jantung Grace yang sebelumnya sudah normal kembali perlahan mulai melemah dan akhirnya berhenti. Alex yang masih ada di depan pintu ruangan itu dan hendak keluar, dia kemudian terkejut karena hal tersebut dan langsung bergegas ke arah pasien kemudian melihat apa yang terjadi. Dirinya langsung terdiam dan suster yang ada di sana juga sangat terkejut. Grace yang merupakan pasien komplikasi syaraf ini dinyatakan meninggal dunia pada malam itu.“Mustahil,” gumam AlexMalam yang terasa sunyi ini membawa kabar duka yang mendalam. Tepat pada tengah malam, Grace dinyatakan meninggal dunia karena komplikasi penyakit yang di deritanya selama ini. Di balik kehidupan yang di jalaninya, dia menyimpan rasa sakit yang mendalam seorang diri hingga akh
Philip yang masih terdiam dan tidak mempercayai kabar tersebut, dia langsung murung dan seketika keluar dari ruangan tersebut dan menuju ke suatu tempat. Mereka berdua yang melihatnya seperti itu tentu semakin aneh dan tidak lama setelahnya hanya membiarkannya saja. Sekarang ini, Philip termenung sendirian dengan wajah yang terlihat sedih. Sebelumnya dia meretas akun banknya dan setelah ini dia meninggalkan dunia ini secepat itu. Di dalam dirinya masih ada rasa bersalah dan itu memnbuatnya semakin merasakan sakit. Tidak hanya itu saja, dia juga mengingatnya bahwa sebelumnya mereka sempat berteman lama dan juga banyak lagi hal yang semakin menjadikannya seakan orang jahat di dunia ini. Sementara itu, Alice yang saat ini tengah berada di makam Grace dan masih melihatnya dengan tatapan penuh kesedihan. Kerabatnya itu kemudian mengatakan sesuatu kepadanya.“Terimakasih kalian sudah menjadi temannya selama sisa hidupnya,” ucap kerabatnya Grace“Tidak. Jang
Alice kemudian pergi dari sana dan keluar dari rumahnya. Mereka yang melihat itu kemudian merasa heran. Antoni berpura-pura untuk terlihat tenang dan rupanya dia juga sedang mengkhawatirkan sesuatu. Ketika perkumpulan mereka selesai, Antoni melihat ponselnya dan ternyata benar saja. Ibunya menghubunginya beberapa kali dan dia tidak mengangkatnya. Dia mulai kesal dan melemparkan ponselnya itu. Alice yang kini sedang berjalan-jalan sendirian itu kemudian dia teringat di hari itu dimana semuanya hancur termasuk dirinya. Saat itu, semuanya terlihat berbahagia dan di waktu yang sama ada seorang pria yang datang bersama dengan ibunya dan tiba-tiba saja memperkenalkan dirinya sebagai ayahnya. Alice yang sangat terkejut saat itu membuatnya menepis tangannya dan langsung pergi meninggalkan mereka berdua. Entah kenapa kedua orang itu terasa akrab melebihi apa pun di dunia ini. Semakin lama dia semakin terluka, dan benar saja sesuatu dengan dugaannya. Ketika Alice pulang dari tempat bermainnya
Sementara di kelasnya, mereka sedang heboh menanyakan apa yang terjadi kepada Alice dan mereka terlihat begitu penasaran. Marry yang membawanya ke ruang kesehatan itu, tiba-tiba menjadi kerumunan orang-orang yang ada di kelas dan bertanya kepadanya dengan wajah yang terlihat penasaran.“Marry, apa yang terjadi? Kenapa Alice bisa sampai seperti itu? kau tahu sesuatu kan? Ceritakan,” ucap salah satu teman sekelasnya.“Apa? aku taidak tahu hal seperti itu.”“Ayolah. Kami lihat kau tadi antusias membawanya. Apa lagi yang kau sembunyikan.”“Astaga kalian ini, bubar sana.”“Katakan dulu.”“Ah, sial. Pergi sana! Kalian pergilah menggangguku saja.”“Apa-apaan ini? Kenapa kalian mengerumuni mejaku?” ucap seseorang di pintu kelas dan ternyata dia Alice. Seketika mereka yang ada di sana langsung bubar dengan wajah yang tanpa dosa.“Alice,” ucap
Semakin lama semakin terasa menyakitkan. Apa yang terjadi di dalam rumahnya dan sekarang ini dia sedang berusaha untuk menyembuhkan dirinya. Perlahan-lahan, rasa sakit yang memenuhi dadanya itu semakin menumpuk hingga akhirnya dia tidak tahan lagi dan secara tidak sadar dia menangis di hadapan Marry. Dia yang melihat Alice seperti itu seketika mencoba untuk membuatnya tetap tenang. Beberapa orang mungkin melihat ke arah mereka, namun ini bukan saatnya untuk memperdulikan orang lain. Alice terus meneteskan air matanya dan Marry terus menepuk punggungnya. Rasanya semuanya mengalir bagitu saja dan tidak terasa sesak lagi.“Menangislah. keluarkan semuanya,” ucap Marry kepada dirinya“Maafkan aku, kau jadi melihatku seperti ini.”“Tidak, jangan minta maaf. Sudah sepantasnya aku mendengarkanmu. Bukankah kita teman?”“Iya.”“Sekarang kau hanya perlu menangis sekeras mungkin dan keluarkan isi hatimu. Ti
Sementara itu, di suatu tempat yang berbeda. Ibunya sedang menelpon seseorang dan ternyata dia terlihat senang sebelum akhirnya beranjak dari sofa dan mematikan lampunya. Ke esokan paginya, cahaya matahari memasuki kamar Alice dan sekarang dia sedang bangun dari tempat tidurnya. Setelah alarm membangunkan dirinya. Alice kemudian pergi untuk mulai bersiap mengawali paginya di musim ini. Setelah beberapa menit berlalu, dia sudah siap dan kemudian berangkat ke sekolah. Dalam perjalanannya ke sekolah, dia mulai memikirkan apa yang akan terjadi di hari ini. Pandangannya yang terlihat seakan dirinya sudah berada di ambang batas keputusasaan. Tidak lama kemudian, bus mulai datang dan mereka semua memasukinya. Anak-anak lain terlihat ceria dan bersemangat mengawali paginya. Sementara dirinya hanya termenung di bawah kelabu. Begitu dirinya duduk di kursi tengah dan memandangi jendela, dia melihat pemandangan kota yang cerah dan bersinar. Dirinya kemudian menghela nafas panjang sebelum akhirn
“Sampai kapan kalian akan membicarakannya?” ucap Marry kepada beberapa anak yang ada di sana sedang berkumpul sambil membicarakan Alice.“Oh, kenapa kau yang marah? Memangnya apa masalahmu?”“Dasar gila, hentikan omong kosong kalian. Jangan seenaknya membicarakan orang lain seperti itu!”“Dengar Marry, ini adalah hak kami mau membicarakan siapa pun. Kenapa kau yang marah dan mengatakan kami gila? Jangan bertingkah. Kau sama sekali tidak ada hubungannya kan? Lalu, apa yang kau khawatirkan? Dia akan depresi?”“Keparat ini.”“Sudah Marry, biarkan saja.”“Alice?”“Apa?” ucap temannya itu dan ternyata dia sangat terkejut.‘Gawat,’ batin merekaAlice menatap mereka dengan tatapan dingin dan kemudian duduk di kursinya. Mereka langsung memalingkan wajahnya yang terlihat memerah. Sementara anak lain yang melihatnya, hanya t