Aku kembali ke rumah, diantar dua orang polisi, anak anak syok, tetangga juga heboh, dan berita yang terdengar menyebar cepat. Bahwa aku nyaris dibunuh suami sendiri."Ya, Allah, Mbak yanti ..." Tetangga menatap iba, ada juga yang geleng-geleng kepala entah apa maksudnya, mungkin tidak habis pikir atau malah senang."Bunda, gimana keadaan Bunda?" Anak ana memeriksa, mereka nampak sedih dan hancur hatinya, terlebih ketika melihatku yang lebam dan terluka."Allahu Akbar, kenapa ayah begitu keji akhir akhir ini," gumam Erwin."Bersiaplah untuk kehidupan yang lebih sulit dari ini, mungkin kita akan terusir dari rumah ini Nak," ucapku."Apa? Kita akan diusir?""Ya, bisa jadi mengingat cara Ayah, kayaknya kita memang harus berakhir dengan pergi jauh dari sini.""Kalo memang harus begitu, ya sudah, mau bagaimana lagi," timpal Vito."Mulailah berkemas Nak," pintaku pelan."Iya, Bund."Kebetulan tetangga yang datang ke rumah untuk melihat keadaanku, mendengar itu, mereka hanya bisa mendecak
"Eh, Mbak, ... Saya dengar kabar Pak Imam dipecat dari kantornya," ucap Mbak Dita yang mendatangi ke rumah ketika aku sedang sibuk membuat cream kue."Oh ya, kok bisa, Mbak?""Mungkin perbuatan Suaminya Mbak sudah diketahui oleh bosnya.""Kalau benar maka mungkin dia akan semakin dendam kepada kami," balasku menggigit bibir."Bisa jadi juga, itu adalah titik balik pak imamnya mendapatkan hidayah untuk bertaubat," ucap tetangga dekat rumah itu."Tapi, Mbak, tahu dari mana?""Kan' suami saya pekerjaannya hampir sama dengan Pak Imam, cuma beda perusahaan aja, tapi mereka sering kok berasa di lokasi yang sama," ujar wanita itu."Iya, juga ya," gumamku pelan."Oh, ya, Mbak sudah punya rencana pindah?" tanyanya dengan mimik ingin tahu."Uhm, mungkin ... Tapi saya belum tau ke mana." Kulirik beberapa barang yang sudah masuk ke dalam kardus, sebagian sudah dikemas rapi dan sebagian lain belum dilakban."Sabar ya, Mbak. Saya sangat prihatin dan menyesalkan kejadian ini, mudah-mudahan Mbak bis
Karena tidak tahan lagi dengan semua gangguan dan bagaimana jahilnya Mereka mengganggu hidup kami, akhirnya kuputuskan untuk memgambil langkah bergerak dan bangkit dan memberi mereka pelajaran.Sepulangnya dari sekolah Vito, kuturunkan putraku sampai di depan rumah,emintanya masuk dan mengganti baju, sementara aku langsung memutuskan untuk pergi ke rumah Mas Imam.Sesampainya di depan rumah bercat putih itu, terlihat anak Mas Imam senang bermain dengan neneknya, sementara dia dan istrinya nampak belum kembali, karena mobilnya yang tidak berada di sana.Tanpa banyak bicara lagi aku langsung masuk ke halaman, melihatku datang wanita tua yang suka mengacaukan hidup kami, langsung berusaha menghalauku, dia berusaha mencegah, menghadang, dan mengusir. Namun aku tidak mengindahkan perbuatannya."Mau apa kamu ke sini?" tanyanya sambil berkacak pinggang.Aku tidak menjawab, melainkan langsung menyingkirkan wanita itu dari depanku dan masuk ke dalam rumah mereka.Ketika masuk ke ruang tamu,
Ketika aku bukakan pintu pria itu langsung masuk yang mencekik leherku, dengan beringasnya dia langsung marah dan berteriak di wajah ini."Beraninya kamu datang dan merusak rumahku!""Kenapa tidak, terlanjur kau juga sudah merusak hidup kami," balasku."Kau emang pantas dihajar dan dipukuli," ucapnya sambil menampar dan mendorong tubuhku hingga menabrak meja ruang tamu.Anak anak kaget, bangun dari posisi makan mereka, dan bersiap untuk menolongku namun aku juga mencegahnya."Jangan mendekat, biar ayah dan bunda menyelesaikan urusan kami," cegahku."Tapi ...."Belumlah selesai anak-anakku melanjutkan kata-katanya, Mas Imam sudah mendekat menarik bagian dada pakaianku dan mengangkatku dengan kasar. Dia mencoba mencekik kembali di diri ini."Ayah, tolong ...."Erwin dan vito mencoba menghalau tindakan ayahnya dengan menarik lengan pria itu, namun Mas Imam juga kuat dia mencekik dan menghempaskan tubuhku kembali ke lantai. Rasanya remuk tulang belulangku dan sakit sekali lengan ini terhe
Kudengar kabar dari orang yang kumintai tolong untuk menjadi kuasa hukum kami yang bernama Pak Rudi, bahwa polisi sudah mengirimkan surat pemanggilan pada Mas Imam.Menurutnya kali ini Mas Imam akan sulit melepaskan diri karena perbuatannya sudah begitu fatal. Beliau juga mengatakan paling lama jam delapan pagi Mas Imam sudah berada di kantor polisi.Baru saja kupikirkan dia tiba tiba orangnya sudah ada di belakangku.Aku terkejut bukan main, langsung menjaga jarak namun ia hanya terkekeh pelan dan menggeser kursi lalu duduk."Aku mau bicara," ucapnya dengan tegas."Apa?""Anak anak di mana?""Sekolah," jawabku waspada.Khawatir ia akan melakukan sesuatu. Melihat gelagat awas dariku, dia kembali tertawa."Jangan tuntut aku, akan kuberikan apa yang kau inginkan.""Hah?" Aku tertawa tak percaya."Bukankah kau menuntut agar mendapatkan tunjangan dan ganti rugi yang besar bukan?""Bukan, aku ingin kau dipenjara, aku ingin kau membayar atas luka yang kau torehkan padaku," jawabku."Tolo
"Apa-apaan ini!" Dia langsung menjerit dan keluar dari kamarnya, mencari Mas Imam dan istrinya, sementara aku asyik saja di kamar."Kenapa Bu?" tanya Sari nampak tak enak pada Ibunya."Kenapa mereka di kamarku?""Mereka pindah kemari selama masa tenggang hukumanku.""Apa?!" Wanita itu menjerit membuat Mas Imam terkesiap."Kenapa kaget, harusnya Anda senang, karena sekarang kita satu keluarga," ucapku sambil melipat tangan di dada."Apa? Satu keluarga, aku yakin kau punya niat jahat di sini," ucapnya menuduh."Sudahlah, aku lelah, mau tidur," kataku sambil masuk kembali ke dalam kamar."Ya ampun, wanita gila ini ...." Wanita itu geram sedang anaknya tidak bisa berbuat apa apa.**Makan malam, Mas Imam memanggil kami dan menyuruh kami untuk makan malam duluan. "Silakan makan, aku hanya membeli makanan jadi karena Sari sedang tak enak badan," ucapnya pelan dari ambang pintu kamar "Sedang tak enak badan, atau sedang ngambek karena kami bergabung dengan kalian?" ucapku tertawa datar.
Mendengar teriakan istrinya Mas Imam langsung tersentak kaget dan menyadari bahwa kami sedang berada di kamar Sari."Ah, maaf, Sayang, aku hanya ...." Masih nampak tidak menemukan kata-kata yang tepat untuk menenangkan istrinya."Apa yang kamu lakukan? teganya kamu padaku, Mas!" Wanita itu menjerit lalu menangis sejadi-jadinya sehingga ibu mertua Mas Imam datang dan bergabung di kamar itu"Apa yang terjadi?""Ibu, Mas imam, Bu, Mas Imam ...." Wanita itu mengadu ke pelukan, dasar cengeng."Ada apa dengan imam?""Dia tega bermesraan di kamar kami dengan Mbak Yanti, dia enggak mikirin perasaan sari, Bu!" isaknya dengan pilu."Astaga Imam, apa apaan kamu ini?" Ibu mertua Mas Imam mulai marah dan seperti biasa, matanya selalu melotot dengan besar."Lho kenapa kalian ini, bukannya aku istrinya juga?" tanyaku melipat tangan di dada dan tertawa." Ini gak pantas, Mbak, ini rumahku, kamarku.""Lho, apa bedanya? sekarang juga aku sudah menjadi penghuni rumah ini, di manapun kamj bebas memadu as
" Sayang, tolong buka pintunya karena aku ingin menjelaskan semuanya padamu," pinta Mas Imam dengan lembut."Enggak mau, aku enggak sudi buka pintu," teriak sari."Please Sayang, aku mohon, kemarahan kamu sama sekali tidak beralasan.""Nggak peralatan kata kamu Mas? Tega-teganya kamu makan malam dan bercanda dengan anak-anakmu sementara aku dan Angel kelaparan di dalam kamar.""Aku nawarin makan loh sayang, Aku juga mau minta kepada Bunda Erwin untuk menyisakan makanan untuk kamu dan ibu.""Hah, kamu menyebut Mbak Yanti dengan sebutan Bunda Erwin, alangkah mesranya, dan kamu sengaja kan Mas membuat aku terbakar cemburu?!" jeritnya meracau tak karuan."Enggak gitu Sayang, kok aku jadi serba salah sih, Sar, kemarin aku udah susah payah buat bujuk Yanti sekarang aku harus apa yang untuk bujuk kamu," keluh Mas Imam menempel di pintu kamar istrinya."Itu beda, Mas! Kamu tahu kan, kalau aku istri muda dan harusnya kamu lebih sayang sama aku, Aku adalah wanita yang baru kamu nikahi dalam kea
Mendengar ucapan Mas Hamdan yang sangat lugas tentu saja ibu mertua merasa tidak enak kepada calon menantunya yang kini menangis tersedu dan putus asa ibu mertua segera bangkit dan mencegah mas hamdan melanjutkan perkataannya sambil mendekati Haifa dan merangkul wanita itu."Cukup Hamdan, cukup!""Ibu, biarlah Haifa tahu kenyataan sebenarnya agar dia tersadarkan dan bisa membuka hatinya untuk cinta yang baru. Wanita itu adalah wanita yang cantik dan sukses, dia bisa dapatkan laki-laki manapun yang dia inginkan.""Sudah cukup Mas, Kamu sudah menikah jantungku dengan kalimat-kalimatmu ucap wanita itu sambil merangkum tangisannya yang melolong sedih kedua anak kami yang baru saja pulang sekolah juga kaget melihat drama yang terjadi di ruang tamu. Mereka memandang kami dengan kernyitan dahi yang begitu heran."Ada apa Bunda?""Pergilah ke dalam.""Gak bisa Bund, kami juga berhak tahu," jawab Erwin."Ini masalah kami berempat, pergilah ke dalam," tegasku.Setelah memastikan anak-anak be
“Mas, aku sungguh minta maaaf atas apa yang terjadi Mas, situasinya memanas, Yanti mulai melawan ibu dan menyerang mental beliau, Yanti mulai menunjukkan taring dan keberaniannya untuk mendominasi di dalam rumah ini. Aku sungguh tidak menyangkanya Mas," ujar Haifa yang segera saja ingin mendapatkan pembelaan, dengan panik dan memasang wajah polos dia berusaha untuk mendapatkan kepercayaan Mas Hamdan.Dia pikir suamiku akan percaya semudah itu padanya. "Aku dengar percakaan kalian dari luar.'“Tapi itu hanya sebagian kan Mas? kau pasti tidak dengar dengan detil dari awal?” ucap haifa yang terus be rusaha meracuni pikiran suamiku.Sekuat apapun dia berusaha untuk meyakinkan mas hamdan wanita itu tetap dijauhi, jangankan mau disentuh, dihampiri daja suamiku langsung menjauh menjaga jaraknya.“Mas kamu kok hindarin aku?”“Kita ini bukan mahram! jaga sikapmu, kau bersikap seperti anak kecil di hadapan ibu dan istriku, apa kautak sadar?”“Saya masih tunangannya Mas…" Ada bola bening yang t
"Apa?!"Kedua wanita itu kompak berteriak dengan mata terbelalak Haifa sendiri sampai berdiri dari tempat duduknya sambil menatapku dengan tatapan melotot.""Apa kau yang menghasut Hamdan untuk memutuskan semua ini, Yanti?""Sudah ku bilang aku tidak berminat ikut campur, tapi aku hanya akan berdiri sesuai dengan batasan dan tugasku. Aku mengikuti apa saja kehendak mertua dan suami .... tapi semenjak mengetahui bahwa suamiku sendiri tidak setuju dengan sandiwara yang kalian buat dan pernikahan settingan ini, aku jadi punya kekuatan untuk membela Mas Hamdan," jawabku."Kau pikir kau hebat? kau pikir pengaruhmu telah mengubah Hamdan sepenuhnya dan membuat dia tidak akan mendengarkan orang tuanya, hah?" Ibu berteriak, tapi setelahnya Dia terpaksa mendudukkan diri karena akhirnya wanita itu tersengal-sengal capek dengan emosinya sendiri.Sebenarnya aku sama sekali tidak mempengaruhi Mas Hamdan tapi prinsip dan kemampuan lelaki itulah yang membuat dia akhirnya mengambil keputusan untuk men
"Oh iya? sok jago sekali kamu ingin menunjukkan dominasi dan betapa hebatnya kau di rumah ini, padahal kamu hanya orang datangan yang tidak pernah tahu apa-apa," ucap Ibu Syaimah sambil mengacungkan jemarinya ke wajahku."Saya memang orang datang dengan ibu namun saya terikat secara emosional dan secara hukum dengan keluarga ibu. Hamdan adalah suamiku dan ibu adalah mertuaku di mana aku harus memperlakukannya dengan pantas sebagai orang tua. Jadi harusnya Ibu pun memperlakukan aku seperti anak.""Dirimu jadi anakku? Sejak kapan? Sejak kapan kau punya pemikiran seperti itu. Selama ini hanya aku yang bersikap baik padamu, sementara kau, acuh tak acuh saja, kadang aku melihat bahwa kau tidak pernah tulus dalam mengurusiku!"Astagfirullah, tega-teganya Ibu mengatakan hal demikian padahal aku selalu tulus mengurusnya, penuh cinta kasih menyiapkan makanannya dan selalu memberinya perhatian yang pantas ia dapatkan. Tega-teganya Ibu mengatakan itu di hadapan Haifa dan mempermalukanku."Jadi
"Saya pergi dulu, permisi ya Pak, Bu, saya minta maaf dan memohon perngertiannya."Klik.Akhirnya ponsel pun di matikan, dan aku tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya. Aku paham betul posisi mas Hamdan yang telah dengan sekuat tenaga mengumpulkan keberanian dan ketenangan dirinya untuk bicara pada keluarga yang emosional itu. Nampaknya mereka semua sangat tidak terima dengan keputusan Mas Hamdan dan merasa kecewa sekali serta tidak mampu menyembunyikan kemarahannya.Sekarang setelah suamiku mengumpulkan keberanian untuk menemui keluarga Haifa maka aku sendiri juga akan bertindak untuk menyelesaikan masalah yang ada di rumah ini. Masalah itu harus diperselesaikan bersama tidak boleh hanya di bebankan pada satu bahu saja.Segera kurapikan diriku dan jilbabku lalu turun ke ruang tamu di mana Ibu dan Haifa masih sibuk berbincang dan membicarakan masa depan mereka.Aku ketuk pintu sambil mengumpulkan nafas, aku tarik dalam-dalam nafas lalu membuangnya, kemudian mendorong pintu dan masuk
"Tapi Nak Hamdan, sudah terlanjur bahagia dengan pertunangan itu, semua keluarga juga sama, terutama Nenek Haifa yang kini sakit sakitan, kami khawatir mengetahuinya cucu dicampakkan Ibuku akan sangat syok dan kena serangan jantung.""Saya bisa memaklumi itu, tapi tidak bisa memaksakan keadaan, kalaupun saya tetap berpura-pura jadi tunangan Haifa maka itu akan melahirkan kebohongan demi kebohongan berikutnya. Saya bukan tipe orang yang suka berbohong dan bersandiwara."Tiba-tiba dari seberang sana aku bisa mendengar ibunda Haifa menangis terisak dengan kesedihannya. Di sisi lain di rumah ini Haikal dan ibu mertua sedang tertawa-tawa di ruang tamu khusus wanita. Mereka bersenda gurau layaknya ibu dan anak, sementara diri ini dan Mas Hamdan berada di tengah-tengah kegalauan dan kebingungan itu."Ibu tolong maafkan saya ya, saya mau pergi dulu," ucap Mas Hamdan."Baiklah, Nak Hamdan. Jika itu keputusanmu, maka kami akan pasrah, tapi tolong, jika ibumu mengharapkan Haifa jadi menantunya,
“Halo, Mas.”Tidak ada jawaban, tapi terdengar suara percakapan antara beberapa orang pria dan wanita. Sepertinya Mas Hamdan sengaja menghubungiku agar aku bisa mendengar percakapan mereka."Saya datang kemari untuk menjelaskan yang sebenarnya, bahwa saya dan Haifa tidak benar benar bertunangan,' ujar Mas hamdan memulai pembicaraaan. "Lho, kok bisa Nak Hamdan, tolong, kami tidak mengerti, bisa kamu jelaskan dari awal ?""Baiklah, awalnya, saya dan dia pergi untuk bertemu klien bisnis, usai deal kesepatakan, aku dan Haifa ngopi di sebuah cafe dan tiba tiba saya lupa segalanya. Aku sadar saat kutemukan diri ini di klinik. Tapi entah kenapa para perawat dan dokter yang ada di sana tidak memberi tahu apa yang terjadi. Pada akhirnya aku ingat semuanya, aku tidak meniduri Haifa, aku hanya kehilangan kesadaran dan tertidur. Belakangan aku tahu alamat klinik tempatku dirawat kemarin, dan setelah kutelusuri ternyata aku kelebihan obat tidur dan dosis obat perangsang.""Apa?""Ya, Haifa mela
'Gimana ini Mas, ibu bersikeras untuk menjadikan haifa menantunya, kita harus bagaimana?"Mas hamdan yang aku ajak bicara hanya terdim sambil menggengam erat kotak cincin yang ibu berikan. Kuguncang bahunya untuk menyadarkan dirinya, suamiku tersentak dan menatap diri ini dengan tatapan penuh makna, dia seakan memintaku untuk memberinya waktu.“Aku akan pergi sebentar,” ucapnya.“Kemana?”“Ke rumah keluarga Haifa, kau tunggu disini saja, aku akan membereskan kesalahpahaman ini, aku akan beritahu keluuarga Haifa bahwa pertunangan kami tempo hari hanya settingan, aku akan jelaskan semuanya bahwa haifa sudah menjebak diri ini agar mau menikah dengannya dengan cara apa saja,” balas Mas Hamdan sambil membuang napasnya.Kuantar suamiku ke depan pintu rumah, dia naik ke mobilnya sedang aku mengiringi kepergiannya dengan doa, berharap bahwa semua masalah ini akan selesai secepatnya. Kuharap suamiku bisa kembali ke pelukanku tanpa gangguan wanita lain.Aku kembali ke dalam rumah tepat saat s
"Hamdan, yang terjadi di belakang kami tidaklah penting karena yang diketahui orang lain adalah kalian sudah bertunangan dan sebentar lagi akan menikah. Yang diketahui orang adalah kau lelaki baik yang akan meminang Haifa sementara Haifa adalah wanita cantik berprestasi yang akan menjadi madu dari istrimu yang berhati mulia. Itu yang terlihat. Aku tidak mau citra yang kita bangun hancur dan mempermalukan semua orang, karena itu, aku ingin kalian melanjutkan pertunangan."Mendengar ucapan ibu tentu saja Mas Hamdan langsung berdiri dari tempat duduknya memandang dengan satu tarikan nafas dalam di dadanya. "Ibu, Kenapa Ibu tega mengambil keputusan sepihak seperti ini?""Membatalkan pertunangan tanpa persetujuan kedua belah pihak adalah perbuatan yang zalim Hamdan, lagi pula apakah kau tidak menimbang perasaan haifa yang kemudian akan mendapatkan penghakiman jika orang-orang tahu bahwa kau dan dia hanya bertunangan dengan palsu?!""Tapi apakah ibu tahu apa masalahnya, hingga aku memutus