Share

7. Kunci Dua Pintu

Penulis: Kimrana
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Ada dua hal saat ini yang Arika takutkan dan cemaskan. Nasibnya malam ini harus melayani nafsu Dokter Rein dan juga kemungkinan manusia di dalam ruang bawah tanah itu.

Sepanjang hari dia menuruti perintah Dokter Rein untuk tidak melakukan pekerjaan berat. Namun bukan karena dia ingin badannya fit, namun karena perasaannya yang terlalu resah memikirkan semua hal menakutkan itu.

Sampai malam hari tiba, Dokter Rein pun kembali dari kliniknya. Arika menatap dari jendela ruang tamu ke arah luar saat mobil Rein berhenti dan terparkir di depan rumahnya.

Jantungnya mulai bergemuruh. Sebisa mungkin Arika bersikap biasa untuk dapat menyambut Dokter Rein.

Dokter Rein membuka pintu rumahnya. Arika memasang senyumnya. Terlalu berat untuk dilakukan bibirnya yang gemetar takut. Namun dia menyadari sesuatu, bila dia begini Dokter Rein bisa curiga. Dia mulai melupakan semua ketakutannya.

"Kamu pasti lelah," kata Arika mengambil tas kerja Dokter Rein.

"Yah. Harusnya aku bisa pulang lebih cepat dari ini. Tetapi ada keadaan darurat, jadi aku harus tangani dulu," jawab Dokter Rein merangkul pundak Arika sambil berjalan ke kamarnya.

"Apa yang aku dengar benar. Anda Dokter yang baik. Bahkan saat ada yang membutuhkan, anda rela pulang terlambat demi pasien darurat," sahut Arika.

"Hahaha," Dokter Rein tertawa.

"Semua dokter akan melakukan hal yang sama Arika. Karena itu sudah menjadi bagian dari tugas kami," jawab Dokter Rein.

"Hm..., begitu ya." jawab Arika.

"Anda mau saya siapkan air hangat di bathtub atau mandi shower?" tanya Arika.

Dokter Rein menaruh lengannya di pinggang Arika dan memutar tubuh depan Arika hingga menempel kepadanya.

"Sepertinya berendam akan lebih mengasyikan bukan?"bisiknya menyatukan kedua dahi mereka.

Arika melihat bibir Dokter Rein saat berbicara. Tanpa dia sadari dia menggigit bibir bawahnya sendiri. Bersikap sensual yang membuat Dokter itu malah terlihat semakin bergairah.

Arika menelan salivanya, "baiklah. Akan aku siapkan," kata Arika bergegas ke kamar mandi setelah menaruh tas kerja Dokter Rein di single sofa yang bersandar dekat pintu kamarnya.

"Bagus, gadis penurut!" gumamnya menatap Arika dari belakang.

Dia mulai membuka jam tangan yang dia kenakan.

"Biar aku bantu," kata Arika membantu Dokter Rein melepas kancing kemejanya satu persatu.

Dokter Rein menatap Arika lembut sambil tersenyum. Arika mendongak dan ikut tersenyum.

"Ini bahkan sudah sangat menggairahkan untukku," bisiknya mencium bibir Arika.

Bathtub siap dengan air hangat di dalamnya, mereka pun berendam bersama di sana.

"Aku ingin membuat kamu selalu merasa nyaman sebelum kita melakukannya. Karena aku tidak ingin membuatmu tertekan. Aku ingin kamu menikmati semua itu," ungkap Dokter Rein berbisik di telinga Arika yang kini bersandar di dadanya.

"Dokter Rein benar-benar begitu baik, dia bahkan memikirkan sampai sedetail itu. Apa mungkin dia bisa bersikap kejam? Aku rasa nggak." pikir Arika meruntuhkan keraguannya akan sifat tersembunyi Dokter Rein.

"Apa yang dikatakan orang-orang benar. Mungkin dia nggak sempurna dan memiliki kekurangan tetapi dia bukan orang yang jahat," sambung pikiran Arika.

"Meski demikian, lalu apa yang ada di ruang bawah tanah sana?" pikirnya lagi.

"Apa ada yang kamu pikirkan Arika?" tanyanya mengusap lengan Arika dengan ujung jari telunjuknya.

Arika menggeleng.

"Nggak ada Dokter Rein." jawab Arika.

"Ahhh Dokter," Arika mendesa saat Dokter Rein mulai melancarkan aksi pemanasannya sebelum berlanjut ke inti.

Malam berlalu begitu lama bagi Arika dalam cengkraman Dokter Rein. Malam penyiksaan namun juga terasa nikmat baginya.

Pagi datang, entah apakah Arika pingsan atau dia hanya tertidur kelelahan. Sampai Dokter Rein telah siap dengan pakaian kerjanya Arika masih terpejam di atas tempat tidurnya.

Dokter Rein tersenyum melihat Arika. Dengan lembut dia mengecup pipi Arika.

Arika terperanjat kaget, terduduk langsung dari tidurnya. Jemarinya mencengkram kuat selimut yang menutupi dadanya yang terbuka.

"Ampuni aku Dokter Rein, maaf...," racau Arika dengan napas tersengal-sengal.

"Arika!" Dokter Rein duduk disebelah Arika dan memeluknya.

"Kamu baik-baik saja?"

"Ah..., iya Dokter. Maafkan aku. Aku terlambat bangun."

"Nggak apa-apa. Aku yang harusnya minta maaf telah membangunkan kamu. Kamu pasti sangat lelah kan?" tanya dengan lembut.

"Tidurlah lagi. Aku sudah menyiapkan sarapan dan makan siang untukmu di dapur. Hangatkan lagi saja kalau kamu mau makan. Aku harus ke klinik sekarang." pesannya.

"Baik," Arika mencoba turun dari tempat tidur namun sesuatu di bawah perutnya terasa perih dan nyeri.

"Ah...," Rintihnya.

"Kamu jangan bangun." katanya merangkul Arika dari depan.

"Makanannya aku bawa ke sini saja ya. Agar kamu tidak perlu turun,"

"Nggak Dokter, jangan! Biar aku ke dapur nanti," jawab Arika memegang lengan Dokter Rein.

"Baiklah kalau itu mau mu. Aku harus berangkat. Berbaringlah!" Dokter Rein membantu Arika berbaring di atas tempatnya. Wajah Arika meringis kesakitan saat itu.

"Sampai nanti Arika!" Dokter Rein mengecup kening Arika dan berbalik menuju pintu. Tanpa Arika sadari Dokter Rein yang membelakanginya tersenyum licik sambil keluar dari kamar.

"Bagaimana aku bisa mencari tahu kalau begini keadaannya?" pikir Arika memegangi antara pahanya.

"Ah...putikku rasanya mau copot. Aku ingin pergi saja dari sini. Dia begitu baik namun di sisi lain dia pun menyiksaku," tambah pikirannya.

"Tetapi aku juga masih membutuhkannya untuk melanjutkan hidupku. Inikah yang disebut hidup bagaikan dua sisi mata uang?"

Arika terpejam dengan sendirinya setelah lelah menangis. Ketika dia bangun hari sudah menjelang sore.

"Tidurku lama sekali," gumamnya seraya menurunkan kedua kakinya secara perlahan dari atas tempat tidur.

"Berendam air hangat pasti bisa meredakan nyeri selangkanganku,"

Ketika tengah berendam, Arika mulai berpikir, mencari cara agar bisa masuk ke dalam ruangan bawah tanah itu.

"Untuk membuktikan dugaanku salah tentang Dokter Rein aku harus bisa mengetahui isi ruang bawah tanah itu,"

"Dan hanya ada satu cara agar bisa masuk yaitu menemukan kunci dua pintu itu."

Selesai mandi dia mengambil kumpulan kunci rumah yang terikat menyatu di dalam laci nakasnya. Itu adalah kunci yang dipegang Arika. Oleh Dokter Rein dia diserahi duplikat kunci rumah ini. Sementara kunci asli dipagang oleh Dokter Rein.

"Apa mungkin salah satu kunci ini ada kunci ruang bawah tanah?" tanpa menunggu lama dengan langkah perlahan Arika turun kelantai dasar.

Dia menuju ke ruang bawah tanah dan mencoba satu persatu kunci yang diserahkan kepadanya. Namun sayangnya tidak ada satupun kunci yang cocok dan bisa membuka pintu ruangan tersebut. Itu menandakan kunci itu tidak ada di antara kunci yang dia pegang.

"Sial..., nggak ada kuncinya di sini!" geram Arika dengan kesal.

"Lalu di mana kunci ruangan ini disembunyikan Dokter Rein?" tanyanya seraya menaiki anak tangga ruang bawah tanah.

"Apa itu ada di kunci yang dipegang Dokter Rein. Mungkin saja. Aku harus bisa mendapatkan kunci itu tanpa ketahuan olehnya." rencananya.

Bab terkait

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   8. Terungkapnya Kebenaran

    Malam pun datang, Arika duduk bersandar di headboard memperhatikan Dokter Rein yang sibuk di atas sofa dengan berkas-berkas yang dia keluarkan dari dalam tas.Krincing....Kumpulan kunci terjatuh saat Dokter menarik sebuah berkas lainnya."Itu kunci aslinya. Dia menaruhnya di tas." inner Arika."Itu berkas-berkas apa Dokter?" tanya Arika."Oh ini, ini dokumen untuk perpanjangan kontrak sewa gedung klinik dan izin prakteknya." jawab Dokter Rein membuka kacamata bacanya."Apa kamu masih sakit?" tanya Dokter Rein."Sedikit nyeri. Tapi aku sudah bisa beraktivitas. Jangan khawatir," jawab Arika menyunggingkan senyumannya."Jangan menungguku, masih ada yang harus aku kerjakan. Pergilah tidur duluan," kata Dokter Rein memasukkan kembali berkas-berkasnya."Baiklah, anda nggak keberatan aku tidur duluan?" tanya Arika."Nggak. Tidurlah dulu. Kamu pasti lelah kan setelah semalam," jawabnya menunjuk dari jauh area sensitif Arika dengan pandangannya. Wajah Arika bersemu merah.Dengan perlahan dia

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   9. Malam Penyiksaan

    Krinciiing....Krinciiing....Suara gemerincing dua buah kunci beradu terdengar dari ambang pintu. Mereka berdua terkejut. Mata mereka terbelalak, menoleh ke arah yang sama, ke pintu masuk ruang bawah tanah.Sebuah tangan panjang berbalut lengan kemeja, terjulur di mulut pintu memegang dua buah kunci di jemarinya. Dokter Rein menampakan dirinya. Tersenyum lebar dan mengerikan."Ck...," decak Dokter Rein memasang wajah kecewa memasuki ruangan.Jantung Arika berdegup kencang. Tubuhnya gemetar diliputi ketakutan. Begitupun wanita di kursi itu. Mata suram mereka berdua bertemu, memperlihatkan ketakutan yang sama."Kamu pikir aku tidak ingat untuk membawa kunci itu? Kamu salah, aku sengaja membiarkanmu membawanya." kata Dokter Rein tersenyum sinis sambil mencengkram dagu Arika."Kenapa ini harus ketahuan secepat ini?" tanya Dokter Rein kecewa."Aku masih ingin bermain dengan kalian," tambahnya beralih memandang wanita di atas kursi pasien.Merasa dalam bahaya, Arika mencoba lari kabur dari r

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   10. Shower

    Tak pernah terbayangkan sebelumnya, itu menjadi malam panjang dan mengerikan bagi Arika. Untuk pertama kali dalam hidupnya dia menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri bagaimana seseorang mati dengan cara mengenaskan.Dengan tangan kaki terikat di kursi, dia tidak dapat melawan dan menolong ketika perlahan Dokter itu mencabut nyawa wanita di kursi pasien dengan kejam.Rintihan dan ratapan wanita itu terdengar memilukan di hatinya. Sesekali matanya terpejam tatkala Dokter Rein melakukan hal kejam kepada wanita itu. Namun dengan terpaksa dia harus membuka matanya atas ancaman Dokter Rein sebelumnya.Setelah meregang nyawa, Dokter Rein memasukan potongan tubuh wanita itu kedalam plastik sampah. Di dalam garasinya, dia memasukan kantung sampah itu ke dalam bagasi mobilnya. Lewat tengah malam dan keadaan sepi dia membawa mobilnya ke bukit jauh dari sana. Di sana dia mengubur begitu dalam mayat tersebut dalam tanah.Sementara masih di dalam ruangan bawah tanah. Menanti Dokter Rein datang,

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   11. Dua Mata Pisau

    Arika berjalan dari berbelanja. Mengenakan sweater rajut berwarna putih dengan kerah turtleneck untuk menutupi kiss mark nya. Arika berjalan dengan senyum di wajahnya."Seenggaknya saat aku keluar dan berbincang dengan para penjual yang begitu ramah bisa membuatku terhibur dari sesaknya hidupku bersama Dokter Rein. Karena kebaikan Dokter Rein pula, mereka bisa memperlakukan aku dengan begitu hormat dan baik." pikir Arika yang sambil menjinjing kantung belanjaannya.Dari kejauhan matanya yang berbinar melihat wanita yang waktu itu dia lihat, tengah berdiri di tempat yang sama memandangi ke arah rumah Dokter Rein."Wanita itu lagi? Siapa sebenarnya dia?" tanya hati Arika begitu penasaran."Nggak...nggak..., terakhir kali rasa penasaran ku membawa diriku kepada mimpi buruk. Sebaiknya aku nggak ikut campur lagi." pikirnya lagi.Wanita itu berbalik sedih dan pergi meninggalkan rumah Dokter Rein. Arika memandanginya yang perlahan menghilang dari pandangannya. Dia pun masuk ke dalam rumah Do

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   12. Dokter Gigi

    "Kamu telah berjanji bukan, tidak akan menyakiti putriku selama aku menurut kepadamu?" teriak Arika."Hasratku hanya ingin membunuh. Aku tidak pernah ingin menepati janjiku. Hahhaa...!""ARMELIAAA!!!!" jerit Arika terperanjat dari tidurnya. Matanya terbelalak, nafasnya terengah-engah, dan keringat bercucuran membasahi tubuhnya. Tanpa dikomandoi air mata terjun bebas dari kedua matanya.Lampu tidur di atas nakas menyala. Pria yang tidur disebelahnya terbangun dan segera duduk merangkul Arika."Ada apa Arika?" tanya Dokter Rein."Aku...aku...nggak apa-apa." jawab Arika mengusap air mata di pipinya."Kamu pasti bermimpi buruk. Sudah nggak apa-apa. Itu hanya mimpi. Kembalilah tidur." kata Dokter Rein merebahkan tubuh Arika dalam pelukannya."Apapun mimpi burukmu, itu bukan saja akan menjadi mimpi, cepat atau lambat mimpi itu akan menjadi kenyataan." seringai Dokter Rein seraya mengusap rambut halus Arika."Selama bersamamu mimpi buruk itu bisa saja menjadi kenyataan." pikir Arika.********

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   13. Gadis yang Hilang

    "Aku tahu, aku hanya tidak bisa tidur. Dari pada bingung, akhirnya aku membersih rumah." jawab Dokter Rein."Aku memiliki kejutan untukmu." kata Dokter Rein tersenyum misterius."Kejutan? Kejutan apa?" tanya Arika bingung."Ikut aku!" jemari panjang Dokter Rein merangkul pergelangan tangan Arika lalu menuntun Arika untuk berjalan mengikutinya.Senyum bahagia tidak terlepas dari wajah tampannya. Perasaan Arika mulai tidak enak. Jantungnya mulai berdentum kencang. Kupu-kupu memenuhi perutnya menimbulkan sensasi aneh di tubuhnya.Dokter Rein membawanya ke dapur dan melewatinya. Saat dia membuka pintu dapur, Arika sudah bisa menebak kemana dia akan membawanya. Ruang bawah tanah. Tetapi ada apa? Kejutan apa yang akan Dokter Rein berikan kepadanya. Pertanyaan demi pertanyaan memenuhi otaknya. Di dalam hati dia komat kamit berdoa agar kejutan itu bukan seperti mimpinya waktu itu. Semoga kejutan itu bukan tentang Armelia ataupun keselamatan dirinya dan Armelia.Dugaan Arika mendekati kebenar

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   14. Mata dibalas Mata

    "Mohon maaf, tetapi saya tidak tahu. Dari dia keluar ruangan saya waktu itu saya belum bertemu dia lagi. Seharusnya jadwal dia periksa ulang masih minggu depan.""Begitu ya.""Tetapi saat sedang pengobatan, Kikiko sempat bercerita kalau dia sering bertengkar dengan kekasihnya. Untuk mengkonfirmasi bisa tanyakan kepada suster saya, dia juga mendengarkan cerita Nona Kikiko. Mungkin ini bisa menjadi petunjuk.""Oh baiklah kalau begitu. Kami mohon maaf telah mengganggu waktunya Dokter Rein." pamit Detektif itu."Tidak masalah."Di pasar...."Apa anda pernah melihat gadis ini?" beberapa polisi tengah menanyakan keberadaan gadis yang di culik Dokter Rein."Apa anda pernah melihat gadis ini?" tanya seorang polisi menyodorkan foto gadis di hadapan bibi Ivi."Nggak, saya nggak pernah melihatnya." jawab Bibi Ivi."Apa anda pernah melihatnya?" giliran Arika yang ditanya. Dengan tenang, Arika bisa menutupi kenyataan dia tahu dimana gadis itu berada sekarang."Nggak. Saya nggak pernah melihatnya."

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   15. Hasrat Memanggil

    "Aku tidak tahu, tetapi aku merasa beruntung walau memasuki kehidupan Dokter gila itu, aku menjadi orang yang dia percaya bukan menjadi korban seperti yang lain. Tetapi sampai kapan aku bisa bertahan di sisinya? Bagaimana kalau dia bosan dan menghabisi aku seperti yang lainnya?" pikir Arika tiba-tiba merasa sesak."Aku akan bersikap sebaik mungkin kepada Dokter itu. Dan memuaskan hasrat seksual nya. Ya, aku rasa itu kuncinya aku bisa terus bertahan." sambung pikirannya.Malam ini meski Arika merasa sudah sangat lelah namun Arika tidak dapat tidur. Arika terduduk dengan resah di kursi meja makan. Dia menyeruput kopi instan yang dia seduh beberapa saat yang lalu."Hufh...!" Dokter tampan itu memasuki dapur dengan kemeja dengan noda tanah. Rambut sisi depan yang panjang sedikit menjuntai menutupi matanya sebelum dia sibakkan kebelakang.Arika terkesiap, dia berdiri dengan tiba-tiba."Do-dok-ter telah kembali?" ucapnya terbata karena gugup."Yah...," jawabnya singkat seraya mengangkat cang

Bab terbaru

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   23. Lama Terpendam

    "Arika...Arika...Aku tidak suka kehidupan yang lurus-lurus saja. Begitu juga dirimu. Jadi lupakan ide konyol mu itu." Dokter tersenyum penuh makna tersembunyi.Sejak saat itu, kata-kata Dokter Rein bahwa dirinya adalah seorang psikopat terus terngiang dalam benak Arika. Beberapa kali dia menampik itu sendiri. Perang batin pun dia alami. Membuat pikirannya terasa kacau dalam kebimbangan."Kenapa aku harus termakan ucapan psikopat itu? Aku masih punya perasaan. Aku menyayangi putriku, aku pernah jatuh cinta kepada Jay. Nggak ada yang salah dalam diriku. Iya itu benar. Aku normal." batin Arika."Tetapi lama-lama seperti ini bisa membuatku gila. Aku harus melakukan sesuatu. Tetapi apa?" pikir Arika mundar mandir di dalam kamar."Bila aku mencoba kabur sudah pasti aku dan putriku tidak akan selamat. Meminta bantuan Jay? Itu akan sia-sia, dia pasti akan tahu kalau aku menemui atau menghubungi Jay. Arrrgghhhh!!!!" Arika menarik rambutnya kebelakang dengan frustasi.****************"Aaahhhhh

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   22. After Missing

    Perasaan senang merasakan tangannya menancapkan pisau di tubuh Yuna menguasai dirinya. Matanya terpejam, sudut bibirnya terangkat bersamaan. Senyum kepuasaan yang begitu keji terlukis nyata diwajahnya yang riang.Bayangan masa lalu terputar dalam ingatannya."Dia itu hanya anak adopsi!" ejek seorang anak perempuan kepada Arika.Dia adalah Tiara, gadis famous di sekolah menengah pertama tempat Arika sekolah. Orang tuanya adalah orang kaya yang terpandang di kota itu. Dia pun pandai menyanyi dengan suaranya yang sangat bagus. Semua ketenaran melekat kepadanya.Namun sayangnya dia termasuk anak yang sombong. Dia dan genk nya suka menganggap rendah orang lain dan membully siswa siswi yang tidak mereka sukai. Akan tetapi tidak ada seorangpun yang berani melawan mereka."Bukankah begitu Arika?" tanyanya dengan sengaja.Arika hanya terdiam tak menjawab. Tetap fokus dengan makan siangnya.Pluuk...BruuugggMakanan di kotak bekalnya berhamburan, menyiprat ke wajahnya. Dengan sengaja mereka melem

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   21. Mengungkap Rahasia

    "Kamu menikmatinya, bukan?" lontar Dokter Rein. Mengejutkan Arika.Dengan gerakan perlahan, Arika menatap Dokter Rein yang tengah menatapnya riang.Arika menggeleng cepat. "Perasaan gembira saat kamu menusuknya. Lagi dan lagi." bisik Dokter Rein tersenyum licik.Arika menutup telinganya. "Aku nggak seperti itu!" elak Arika."Ya kamu seperti itu Arika. Aku berhasil membangunkan monster di dalam dirimu." kekeh Dokter Rein terlihat sangat puas."Aku bukan monster seperti mu!" tampik Arika menjaga jarak dengan Dokter Rein."Tetapi kamu memang memiliki monster dalam dirimu." Dokter Rein mengangkat kedua alisnya, menatap Arika untuk meyakinkan nya."Nggak..." Arika menangis tersedu-sedu. Dokter Rein memeluknya erat."Nggak apa-apa Arika. Akui saja perasaan itu. Aku bahkan sudah melihatnya sejak kamu masih kecil dulu." ungkap Dokter Rein sangat mengejutkan Arika.Jantung Arika berdegup kencang. "Apa maksud anda sejak aku masih kecil?" tanya Arika yang penasaran.Senyum misterius terbentuk di

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   20. Psycho Inside Me

    Siapa yang mau mengikuti Dokter Rein mengubur jasad hasil korban pembunuhan nya? Tentu bukan Arika. Arika lebih memilih untuk di rumah dan mengistirahatkan tubuh dan batinnya setelah melihat adegan nyata kasus pembunuhan di depan matanya sendiri.Apalagi pembunuhan itu menimpa orang yang sangat dia kenal. Bibinya. Walau mereka bukan keluarga dekat, tetapi kehadiran bibi yang selama ini menemani nya. Mengingat bibi bukan saja hal baik tentangnya, tetapi juga kemarahan nya yang bangkit saat mengingat bibinya yang membuat dirinya sekarang berada di sini. Dalam penyiksaan Dokter Rein.Dalam perjalanan Dokter Rein menuju gunung. Dia berpapasan dengan Polisi Yuna yang sedang melakukan pemeriksaan kepada pengguna jalan."Malam Dokter Rein!" sapa Polisi Yuna dari kaca jendela yang terbuka."Malam.""Kami akan melakukan sedikit pemeriksaan sebelum anda lewat. Bolehkah saya memeriksa mobil anda Dokter?" tanya Polisi Yuna dengan sopan."Tentu." jawab Dokter Rein dengan sikapnya yang tenang sepert

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   19. Say Goodbye

    "Kamu mau membantahku Arika?" tanya Dokter Rein. Tatapannya mengancam."Kenapa aku merasa kalau ini bukan Dokter Rein. Dia bukan Dokter Rein yang biasa? Apa ini adalah sifat aslinya? Sebelumnya dia hanya berpura-pura?" pikir Arika penuh tanda tanya seraya memandang takut ke arah Dokter Rein.Arika melihat dari jendela ruang tamu. Istri tukang ledeng yang telah datang dan menatap rumah Dokter Rein dengan sedih."Apa dia mengganggumu? Apa aku perlu menyingkirkan nya juga?" tanya Dokter Rein ketus."Jangan! Jangan seperti itu. Biarkan dia. Dia kan tidak menggangu kita." Arika menyergahnya langsung. Tidak ingin melihat ada korban lagi."Dia jelas mengganggu dengan kehadirannya di sini." Mata Dokter Rein menatap ke arah wanita itu dengan tatapan bengis, seolah siap membunuhnya kapanpun. Arika gemetar saat salivanya terlalu sulit ditelan kerongkongannya."Aku harus pergi ke klinik. Ingat jangan macam-macam!" Dokter itu memperingatkan Arika dengan suaranya yang tegas."I-iya." Arika tergagap

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   18. Cambuk Gairah

    Arika memandang nanar, "Kamu sengaja membuatku menikah dengan Dokter itu. Dan menerima uang yang banyak dari hasil menjebakku." ujar Arika."Semua orang tahu kalau Dokter itu orang yang baik. Jadi aku berpikir, memaksamu dan menghasutmu agar mau menerima pernikahan itu, apa salahnya? Toh kamu yang akan lebih untung." Bibi Delvi mencoba membela diri, membenarkan keputusannya saat memaksa Arika untuk menikah."Lalu kenapa kamu tidak memberitahuku tentang isi perjanjian yang membahas BDSM dalam pernikahan itu?" sungut Arika menaikan nada bicaranya. Bukan hanya nada suara, perkataan Arika lebih mengejutkan bagi Bibi Delvi.Dia yang tidak tahu dan tidak pernah menyangka ada pembahasan itu menjadi bingung sekaligus merasa bersalah.Ekspresi Bibi Delvi kelu, "Apa? Apakah itu dibahas disana?" "Ya. Itu tertera dengan jelas dan gamblang di sana. Apa kamu nggak tahu? Atau hanya pura-pura nggak tahu? Karena yang terpenting bagimu aku menikah dengannya dan kamu mendapatkan uangmu, iya kan?" Kata A

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   17. Bukan Kebetulan

    "Aku akan mengambilkan uangnya. Tunggu saja dulu." Dokter Rein berdiri dari duduknya.Arika pun datang membawa nampan berisi minuman yang telah dia buat dan cemilan. Senyum manis tergurat di wajahnya saat menaruh cangkir teh di atas meja.Bibi Delvi menggenggam tangan Arika, "Aku senang melihat kamu bahagia dengan pernikahan mu, Arika." ujarnya tanpa melepaskan senyumannya."Iya, bi." Arika menjawab dengan singkat dan mengambil duduk di sofa lain.Mereka saling berbincang sambil menunggu Dokter Rein datang. "Ada perlu apa bibi ke sini?" tanya Arika."Aku hanya ingin menengok kamu, Arika." dusta Bibi Delvi tanpa tahu kalau Arika sesungguhnya telah mendengarkan pembicaraan nya sebelumnya bersama Dokter Rein.Tak lama Dokter ganteng berkulit putih pucat itu datang dengan empat gepokan uang di tangannya. Melihat uang yang tak sedikit itu, mata Bibi membulat sempurna dengan binar-binar berpendar dari sana.Arika menatap bibi dengan dongkol yang tertutupi dan melihat kepada Dokter Rein. Mesk

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   16. Rantai Besi

    "Semakin sedikit yang kamu tahu, semakin baik Arika." seringai Dokter Rein di hatinya."Aku akan membuat posisiku aman dengan melayanimu. Semoga ini berhasil," harap Arika berdoa di dalam hatinya.Tangannya mengalungi leher panjang Dokter Rein, wajah mereka begitu dekat. Dokter Rein mencium bibir Arika dengan tegas dan menuntut."Bibir mu selalu terasa begitu manis," bisik Dokter Rein ditengah percumbuan mereka."Aku ingin melakukan sesuatu kepadamu." kata-kata itu dan Dokter Rein yang mengucapkannya selalu berhasil membuat Arika bergidik ngeri. Apa lagi yang akan dia lakukan kepadaku? Dan seketika pertanyaan itu yang menggantung dalam pikirannya."Tetapi ini nggak akan berdarah seperti pisau waktu itu." ucapnya lagi."Walau aku tidak bisa berjanji." batin Dokter Rein tersenyum puas.Dia mendudukan Arika di atas tempat tidur. Dokter Rein menarik sebuah tali yang menjuntai di dekat lampu hias. Dari langit-langit kamar sebuah pintu kecil terbuat dari triplek terbuka. Dua buah rantai besi

  • Janda Tawanan Dokter Reinhard   15. Hasrat Memanggil

    "Aku tidak tahu, tetapi aku merasa beruntung walau memasuki kehidupan Dokter gila itu, aku menjadi orang yang dia percaya bukan menjadi korban seperti yang lain. Tetapi sampai kapan aku bisa bertahan di sisinya? Bagaimana kalau dia bosan dan menghabisi aku seperti yang lainnya?" pikir Arika tiba-tiba merasa sesak."Aku akan bersikap sebaik mungkin kepada Dokter itu. Dan memuaskan hasrat seksual nya. Ya, aku rasa itu kuncinya aku bisa terus bertahan." sambung pikirannya.Malam ini meski Arika merasa sudah sangat lelah namun Arika tidak dapat tidur. Arika terduduk dengan resah di kursi meja makan. Dia menyeruput kopi instan yang dia seduh beberapa saat yang lalu."Hufh...!" Dokter tampan itu memasuki dapur dengan kemeja dengan noda tanah. Rambut sisi depan yang panjang sedikit menjuntai menutupi matanya sebelum dia sibakkan kebelakang.Arika terkesiap, dia berdiri dengan tiba-tiba."Do-dok-ter telah kembali?" ucapnya terbata karena gugup."Yah...," jawabnya singkat seraya mengangkat cang

DMCA.com Protection Status