'Di mana aku? Rasanya tubuhku sulit sekali digerakkan.'
Kenanga mengerjapkan mata dan meringis kesakitan saat sedang berusaha menggerakkan tubuhnya. Dengan cepat ia melepaskan alat bantu pernapasan yang ada di mulutnya. Begitupun jarum infus yang menempel di tangannya. "Ibu ...," gumam Kenanga dengan mata berkaca-kaca karena tidak mendapati siapapun di orang itu. "ibu ...." Kenanga bergumam lagi kemudian berusaha turun dari tempat tidur dengan tertatih. Mula-mula Kenanga terjatuh karena kakinya seperti kesemutan setelah sekian lama tidak dipakai untuk berjalan. Namun, perlahan dia mulai terbiasa dan berjalan meninggalkan kamar. Kenanga celingukan di lorong rumah sakit. Yang dia ingat, terakhir kali dia sedang bermain dengan teman-temannya di pinggir kali. Tapi ini? Kenapa aku di rumah sakit?Kenanga menghampiri suster yang kebetulan sedang berjalan ke arahnya."Suster ... suster tahu di mana ibuku?"
"Ya T
"Bagaimana, Bi?" tanya Saga cemas begitu Abi, dokter sekaligus teman Saga selesai melakukan serangkaian pemeriksaan terhadap Kenanga."Semuanya baik-baik saja. Kecuali ....""Kecuali?" Saga mengerutkan keningnya. Dia tahu bahwa sikap Kenanga menjadi aneh saat dia sudah sadar. Cara bicara dan tingkah lakunya sama seperti anak umur enam tahun."Seperti yang kamu lihat. Test psikologinya menunjukkan bahwa kecerdasan dan cara berpikirnya seperti anak enam tahun. Dan ingatannya adalah orang-orang yang dikenalnya saat dia umur enam tahun. Dia bahkan tidak bisa mengingatmu.""Bagaimana dengan Arga?"Abi menggeleng pelan. "Kami memberikan foto Arga, dan Kenanga sama sekali tidak mengingatnya."Saga mendesah pelan. Di sisi lain, dia senang ketika Kenanga tidak mengingat apapun tentang kematian Maga. Di sisi lain, dia juga sedih karena Kenanga sama sekali tidak mengingat Arga."Kau sedih karena dia tidak menging
Saga benar-benar malu ketika Kenanga menarik tangan Pak Man agar melihat keadaanya. Dia tidak tahu bagaimana cara menjelaskan pada Kenanga apa yang terjadi pada bagian tubuhnya. Dia bengkak bukanlah karena sakit seperti yang Kenanga kira. Tapi, karena gesekan antara tubuh Saga dan Kenanga menimbulkan sesuatu yang lain pada diri lelaki itu."Perlu saya panggilkan dokter?" tanya Pak Man yang berdiri tegak di samping tempat tidur. Dia baru saja akan tidur ketika Kenanga mengetuk pintu kamar Pak Man dengan kasar dan tidak sabar."Tidak perlu, Pak Man. Ini hanya salah paham.""Kata Ny. Nanga, tubuh Anda bengkak. Biarkan saya menelepon dokter untuk memeriksa."Bener, Om!" timpal Kenanga yang langsung meloncat ke atas tempat tidur. Dan tanpa menunggu lama ia menarik selimut yang menutupi tubuh Saga."Tuh, Pak. Bengkak! Lihat sini, deh!" tunjuk Kenanga tepat di atas seonggok daging yang sejak tadi meronta-ronta untuk dit
"Karena Nanga akan melahirkan anak Om," balas Saga sekali lagi menjelajahi bibir Kenanga dan tangan kanannya menyusuri setiap lekukan tubuh Kenanga yang halus. Sesaat, titik air mata Saga sempat terjatuh ketika melihat reaksi Nang yang polos, wajahnya yng cantik dan kemerahan ketika temaram lampu menerpanya.'Terima kasih, Nanga. Telah hadir kembali dalam kehidupanku.'"Ooom ...." Nanga melenguh panjang "Nanga ngantuk."Mendengar ucapan Kenanga, Saga langsung menghentikan tangannya dan menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya."Nanga tidur dulu, ya.""Om gak akan ninggalin Nanga, kan? Gak akan membuang Nanga dan pergi sama gadis lain kan, Om?" tanya Kenanga tiba-tiba dengan mata yang berkaca. Entah dari mana perasaan itu datang yang jelas Kenanga merasa takut dan nyeri di ulu hatinya.Saga memeluk tubuh istrinya dengan Sigap. Mengusap punggungnya dan menciumi rambut Kenanga. Kalaupun
"Bagaimana saya bisa melunasi semua ini dalam waktu enam bulan?" pekik Bram ketika melihat surat perjanjian yang diberikan oleh Juned. "Uang 100 M tidak sedikit! Bagaimana saya mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat?""Itu pilihan Anda Pak Bram. Anda boleh saya menolak dan meminjam kepada perusahaan lain. Tapi saya yakin tidak akan ada yang mau melakukannya," cibir Juned dengan tatapan jengah. Dia tak sabar lagi menghadapi lelaki tak tahu malu di hadapannya itu."Bagaimana jika dalam enam bulan saya tidak bisa melunasi hutang?"Juned tersenyum sinis dan menunjuk kalimat di bagian bawah dokumen. "Jika Anda tidak bisa melunasi dalam waktu yang ditentukan, perusahaan dan semua aset Anda akan disita."Sialan Saga! Cerca Bram dalam hatinya."Biarkan saya berpikir dulu.""Pak Saga memberikan waktu Anda untuk berpikir selama lima detik. Jika tidak, Pak Saga akan menarik ucapannya untuk membantu perusahaan An
"Ummm ....""Kau terlihat sangat menikmatinya, Beb.""Yeah ... Lebih keras lagi, Beb. Aku sudah lama tidak merasakan kepuasan," balas Angel terengah-engah. Dia sedang bercinta di salah satu kamar hotel bintang lima yang terletak di pusat ibukota. Belum genap dua bulan setelah Angel keguguran, dia tak sabar lagi ingin menenggak nikmatnya dunia. Tapi sayangnya, Bram terlalu sibuk. Terlalu kaku dan sekarang tugasnya hanya marah-marah terus karena perusahaan yang tidak stabil. Baram juga kerap menyalahkan Angel lantaran tidak bisa menjaga anak mereka dengan baik. Hilang sudah harapan Bram untuk memiliki anak lagi sebagai pengganti Maga."Ini semua salahmu! Sudah tahu hamil masing menggunakan sepetu hak tinggi saat pergi!" geram Bram tempo hari saat mendapati istrinya terbaring di tempat tidur rumah sakit.Angel kesal bukan main. Bukannya menenangkan istri tapi justru mengomelinya. "Beib! Aku masih lemah! Seharusnya ka
"Kenanga?" gumam Angel dan Bram bersamaan dengan mata yang membelalak. Berbulan-bulan mereka tak bertemu, sepasang suami istri itu tak menyangka akan bertemu lagi dengan Kenanga. Sedangkan Bram sendiri, tak pernah berusaha menemui Arga karena Angel melarangnya. Bahkan, semua foto-foto Arga dan Maga dibuang Angel ke tempat sampah."Jangan beraninya hanya dengan anak kecil, ya!" ucap Kenanga gemas. Giginya menggertak dan rasanya ingin sekali mencakar wajah wanita itu. Kenanga tak ingat dia pernah mengenal Angel tapi rasa sakit di hatinya, kebencian yang memuncak, tak bisa ditampik."Oh, jadi kamu belum kembali ke kampung?" ejek Angel dengan senyum pongah."So?""Aku kira kamu sudah gila karena kehilangan anakmu? Kamu belum lupa kan kalau anakmu mati tertabrak truk?""Angel!" sentak Bram menarik tangan istrinya."Anak?" gumam Kenanga yang perlahan melepaskan tangannya. Kepalanya mendadak nyeri dan sakitnya da
Mobil yang dikendarai Saga dan Kenanga berhenti di pemakaman umum yang hanya diterangi lampu jalanan. Semantara di dalam pemakaman, hanya ada gelap dan rasa dingin yang menyambut. "Biarkan aku menggendongmu," ucap Saga begitu Kenanga hendak membuka pintu mobil."Aku bisa jalan sendiri.""Kalau tidak mau menurut, aku akan melajukan mobil ini lagi," ancam Saga kembali menghidupkan mesin."Oke! Lakukan sesukamu!" balas Kenanga jengkel dan memalingkan muka. Bergegas Saga keluar dari mobil dan menggendong tubuh Kenanga."Lingkarkan tanganmu di leherku," perintah Saga dengan nada memaksa."Bossy!" gumam Kenanga yang mau tak mau melingkarkan tangannya di leher Saga. Sementara pria itu terus berjalan dengan ponsel sebagai penerangannya. Sementara Kenanga, bertengger manis di punggung Saga yang kuat dan Kenanga layaknya anak kanguru yang terus menempel pada induknya. Dia tak menyangka bahwa kini pria yang paling dih
"Aku bisa membukanya sendiri!" cegah Kenanga yang duduk di pinggir ranjang tempat tidur ketika Saga menawarkan diri untuk membuka celana Kenanga yang robek di bagian lutut."Oke. Aku akan mengambil kotak obat untukmu," balas Saga yang segera mengambil kotak obat dengan canggung. Ini pertama kalinya dia harus tidur sekamar dengan Kenanga sejak ingatannya sudah kembali. Dia tidak tahu bagaimana harus bersikap pada istrinya. Di sisi lain Saga sadar bahwa dirinya juga tak bisa memaksa Kenanga untuk menerima dirinya.Saat Saga kembali dari mengambil kotak obat, Kenanga telah menutupi tubuh bagian bawahnya dengan selimut dan perlahan Saga berjongkok di hadapannya dan mulai membersihkan luka Kenanga dengan sangat hati-hati."Kalau kau lapar aku akan memasak untukmu," ucap Saga sembari meniup obat merah agar cepat kering."Tidak. Terima kasih. Aku hanya ingin berganti baju dan langsung tidur," balas Kenanga canggung. Ia memperhat
"Bagaimana tidurmu, Dew? Aku harap kamu bisa tidur dengan nyenyak," ucap Kenanga yang sedang mengoleskan selai pada roti untuk sarapan ketika Dewi baru saja bergabung dengan mereka di meja makan untuk sarapan. Gadis itu langsung duduk tanpa rasa rikuh sedikit pun. Apalagi di meja makan tersaji berbagai menu sarapan yang menggiurkan. Dengan gajinya yang pas-pasan, Dewi tak bisa membeli makanan yang terlalu mahal. Dia harus puas hanya dengan sarapan bubur ayam yang sering nongkrong di depan kosnya. "Nyenyak kok, Mbak," katanya berdusta. Padahal, bagaimana dia bisa tidur jika semalaman kamar di sebelahnya begitu berisik. Dia heran bagaimana rumah sebesar ini tidak kedap suara. Ah, hampir semalam suntuk Dewi menelan kejengkelannya ketika mendengar suara berisik dari kamar Saga dan Kenanga. Dia tak tahu kalau Kenanga yang sedang hamil ternyata memiliki nafsu yang begitu besar. Ah, pantas saja Sagara tak tergoda olehnya. Padahal, apa yang kurang dari Dewi? Biar pun ekonominya pas-pasan, t
Sagara menyunggingkan senyum lalu berdiri berhadapan dengan Dewi. Lelaki itu memandang gadis itu hingga membuat jantung Dewi berdegup kencang dan pipinya memerah karena malu sekaligus terbakar gairah. Apakah Pak Saga mulai tertarik padaku? Tanya gadis itu pada dirinya sendiri. Dia tak menyangka bahwa merayu bosnya yang kaya akan semudah ini. Oh, ternyata laki-laki di mana pun sama saja. Tak tahan melihat wajah cantik dan paha mulus, langsung tergoda dan seolah lupa jika mereka sudah memiliki anak-istri. Tak mau menyia-nyiakan kesempatan, Dewi langsung merangkulkan kedua tangannya di leher Sagara, tetapi sayang halusinasi Dewi harus berhenti cukup sampai di situ."Singkirkan tanganmu dari tubuhku atau aku akan mematahkannya?" kata pria itu dengan nada yang datar serta terdengar dingin. Dewi lantas menarik tangannya dan menggigit bibir hingga sedikit berdarah. "Dengarkan aku ...." Sagara mulai berbisik di telinga gadis yang dinilainya tak memiliki harga diri dan picik."Kau bisa menipu
Setelah mengelilingi rumah Saga, Dewi semakin ingin merealisasikan niatnya merebut Sagara dari tangan Kenanga, wanita yang dinilainya bodoh dan mudah untuk ditipu. Sekali lagi Dewi melihat ke sekeliling ruangan, memastikan bahwa tidak ada cctv di rumah itu. Dan yang benar aja, memang tak nampak kamera pengawas yang akan mengintai gerak-geriknya di rumah ini. Jalan untuk menjalankan niat busuknya jadi makin mudah. "Mbak, kamar ini kosong, kan?" Dewi menunjuk kamar yang ada di sebelah kamar Kenanga dan Saga."Iya. Kamu mau tidur di sini?" tanya Kenanga tanpa rasa curiga sedikit pun."Boleh, Mbak?""Boleh dong, Wi. Kamar di sini sangat banyak, kamu bebas memilih yang mana pun yang kamu mau.""Terima kasih, Mbak. Mbak baik banget, deh!" Dewi mengecup pipi Kenanga yang membuat wanita itu merasa bahwa Dewi seperti adiknya sendiri. Kenanga berpikir bahwa seandainya dia memiliki adik perempuan, barangkali beginilah rasanya. Menurutnya Dewi begitu manja, lemah, dan butuh perlindungan. Dielusn
"Saga, bagaimana kalau kita antar Dewi pulang? Bagaimanapun juga dia bekerja untuk perusahaanmu," tanya Kenanga penuh harap. Dia memandangi suaminya yang tepat berdiri di sebelahnya sambil menenteng tas kresek warna merah.Belum juga Sagara menjawab, Dewi membuka mulut. "Dewi gak mau pulang, Mbak! Dia pasti sudah menunggu Dewi. Dewi takut sekali, Mbak. Dewi sebatang kara di Jakarta, tidak punya siapa-siapa. Tolong Dewi, Mbak ...." Dewi merengek meminta belas kasihan. Wajahnya benar-benar dibuat memelas sehingga Kenanga dibuat tak tega melihatnya. "Kamu tenang saja, ya. Aku pasti bakalan bantu kamu," balas Kenanga sambil memeluk Dewi lalu mengajaknya masuk ke dalam mobil. Saga tidak bisa menolak permintaan istrinya. Dia hanya mendesah melihat tubuh Kenanga yang menghilang di dalam mobil sambil membatin. Oh, istriku. Kau ini baik atau bodoh?***Pintu gerbang terbuka secara otomatis begitu mobil Saga berada di depan rumah. Dewi yang melihatnya tak berhenti berdecak kagum ketika melihat
"Ga, bisakah nanti berhenti di depan gedung?" tanya Kenanga ketika mereka berdua di dalam lift menuju tempat parkir.Sagara mendekap istrinya ke dalam pelukannya dan mencium keningnya. "Tentu saja. Ingin makan sesuatu?""Ya. Aku kemarin aku lihat ada banyak yang jualan di sana.""Apa perlu aku meminta mereka untuk jualan di depan rumah kita?"Kenanga tertawa dan mencubit perut suaminya yang liat. Tak percuma laki-laki itu rajin berolahraga di gym pribadi miliknya. "Siapa yang akan beli? Kamu bahkan tak punya tetangga."Minta pak Man dan yang lain untuk ngabisin.""Saga?""Hmmm?""Sudah menyiapkan nama untuk anak kita?"Sagara pura-pura berpikir dan menuntun Kenanga keluar dari lift. "Bagaimana kalau Magani dan Rinjani?""Sungguh?"Saga membukakan pintu mobil untuk Kenanga dan memasangkan sabuk pengaman dengan hati-hati. "Tentu, Sayang. Aku tak sabar lagi menunggu kelahiran mereka. Magani nama yang b
"Apa aku sudah boleh keluar?" tanya Kenanga polos ketika suaminya memasuki ruangan ganti. Dia tidak tahu apa yang sebenarnya telah dilakukan oleh Sagara.Saga mendengus pelan kemudian mendekati Kenanga yang duduk di sofa dan mengamatinya dengan wajah penih tanya."Bagaimana menurutmu baju ini?"Kenanga melihat ke bawah dan menyentuh kain satin yang melekat di tubuhnya. "Aku merasa baju ini terlalu seksi untuk baju hamil. Dan ini lebih mirip baju tidur untuk penganti baru. Terlalu terbuka dan terlalu merangsang. Apa kamu yakin akan menjual ini untuk ibu hamil?""Kenapa tidak? Nanga, kau tahu?" Saga membelai pipi istri dengan lembut lalu mengecupnya dengan mesra. "Wanita yang sedang hamil adalah wanita tercantik sedunia. Selain itu ....""Apa?""Aku ingin agar perempuan hamil di sana bisa secantik dirimu.""Kamu memang pandai merayu! Apakah aku sudah boleh keluar? Kru pasti sedang menungguku." Kenanga bertanya sekali lagi."Pemotretannya ditunda
"Pelan-pelan, Sayang," ucap Sagara mengulurkan tangannya begitu pintu mobilnya terbuka. Mereka telah sampai di sebuah gedung pencakar langit yang asing bagi Kenanga. Wanita itu turun perlahan sambil memegangi perutnya. Digenggamnya erat tangan Sagara dan mereka berjalan menuju lift yang ada di sudut parkiran basedment. "Mau ketemu klien?" "Kau akan segera tahu, Istriku," balas Saga melingkarkan tangannya di pinggul Kenanga yang terasa padat. Beitu angka menunjukkan lantai sepuluh, lift berhenti dan Sagara menuntun istrinya keluar dari lift. "Apa kamu sering kemari?""Ya, akhir-akhir ini." Sagara membukakan pintu yang terletak tepat di ujung koridor. Dari luar kelihatan tak perpenghuni tapi di dalam suasana begitu riuh. Begitu hidup. Dan hanya sekalimoihat saja Kenanga bis tahu bahwa ruangan itu adalah studio foto. Banyak pencahayaan dan model-model yang sedang bergaya di depan kamera. "Boooos!" sapa seorang pria dengan suara kemayu padahal da
"Sudah puas?" tanya Sagara mencubit hidung istrinya begitu Berlian sudah keluar dari ruangan. Dengan perasaan senang, Kenanga tertawa dan memegangi tangan suaminya."Salah sendiri! Jadi perempuan kok genit dan suka menggoda suami orang!""Cemburu?" Saga tersenyum menggoda. Dia senang melihat istrinya yang protektif. Biasanya, laki-laki tak suka dicemburui. Tapi bagi Sagara, cemburu adalah micin bagi rumah tangganya biar makin sedap dan nikmat. Lagipula, sejak awal dia tahu kalau istrinya hanya pura-pura bermanja-manja untuk membuat Berlian kesal."Hummph! Siapa yang cemburu?"Sagara mengangkat tubuh istrinya dengan cepat dan diletakkan di atas pangkuannya. Makin hari Kenanga makin manja, menggemaskan, dan makin cantik. Semua tingkah lakunya terasa menyenangkan apalagi kalau sedang berada di depan cermin sambil melihat perutnya yang semakin buncit. Sagara tak pernah jemu melihat semua itu. Tak pernah marah jika di tengah malam ia terbangun karena Kenanga harus bua
Saga langsung menepis tubuh Berlian, teman kuliahnya yang sekarang menjadi model ternama. Dan kebetulan, perempuan yang bisa dibilang usianya matang itu akan bekerjasama dengan perusahaan Sagara sebagai model. "Jaga sikapmu, Ber. Ada istriku di sini."Berlian merengut. Dia memang mendengar bahwa Saga telah menikah. Taoi, dia tak menyangka istri Saga terlihat biasa-biasa saja. Pakaian tidak modis, rambut tanpa stylish dan wajah polos dengan riasan alakadarnya."Oh ... hai. Aku Berlian. Mantan pacar Gara!" Berlian mengulurkan tangannya dan Kenanga hanya tersenyum.Hmmpphh! Baru juga mantan pacar. Sudah bangga dan sombong!"Kenanga. Kenanga Ramdani. Istri dan juga ibu dari anak-anak Sagara Ramdani!" balas Kenanga menjabat erat tangan Berlian dan mereka pun saling bertatapan.Dasar wanita udik! Baru juga istri. Kapan pun bisa cerai!"Saya harap Anda bukanlah wanita murahan yang suka menggoda suami wanita lain," lanjut Kenanga lagi dengan s