Home / CEO / Jadul Tapi Mantul / Tak Dapat Anaknya, Ayahnya pun Jadi "

Share

Tak Dapat Anaknya, Ayahnya pun Jadi "

Author: Bintang Kejora
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

"Terobsesi?" kataku dengan kening berkerut.

"Iya, Mak, waktu aku di Jakarta, tiap hari dia datang," kata Butet lagi.

Apa iya gadis itu terobsesi pada Ucok? Apa iya ada gadis cantik, kaya dan dan berpendidikan masih terobsesi? Rasanya tidak mungkin.

"Kan Ucok di Jakarta, Tet, sedangkan dia mau datang ke mari," kata Bang Parlin.

"Siapa tahu terobsesi sama ayah, gak dapat anaknya ayahnya pun jadi," kata Butet lagi.

"Huhss, sembarangan ngomong kau, Tet," kata Bang Parlin yang dibalas Butet dengan tawa.

Butet tetap kuliah di ibukota kabupaten. Karena jarak yang jauh dari desa, dia kos, sekali seminggu baru pulang ke desa. Dua anakku tinggal terpisah dengan kami, kami jadi seperti orang baru menikah saja, punya anak yang masih kecil. Rasanya seperti kembali ke jaman dulu. Jadi ibu rumah tangga biasa.

Setelah mundur dari jabatan wakil bupati, aku punya banyak waktu luang, setiap hati teleponan sama Ucok dan Butet, menanyakan tentang kuliah mereka, kegiatan mereka, bahkan makam mereka, aku
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP
Comments (17)
goodnovel comment avatar
carsun18106
bener ni pak ali akhir kykny memang kurang bisa menilai orang, juga semena2 ngatur2 anak2, mentang2 anak angkat, anak asuh, dititipin
goodnovel comment avatar
carsun18106
semoga aja ngga jadi lah umar sama salsa, moga2 umar bisa dapatkan calon istri sendiri, yg bnr2 baik dan sholehah
goodnovel comment avatar
sekai
semoga ada kesempatan buat c butet bicara sama pak ali akhir. at pak ali akhir ngobrol sama bang parlin biar c umar g jd d jodohin k c salsa. duhh g rela. sayang aja polisi baik mesti punya istri yg kemungkinan g lg suci. lagian kalo mo jd istri aparat, ada tes nya. kasian c umar.
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Jadul Tapi Mantul    Sains Dan Agama

    PoV ButetMamak akhirnya mundur dari jabatannya. Kami terpaksa pindah ke desa lagi, jadilah aku harus tinggal di kos, karena jarak dari desa ke ibukota kabupaten sangat jauh. Aku makin repot, akan tetapi aku tetap mendukung mamak mundur, karena memang terlalu banyak tantangannya. Mamak terlalu jujur jadi pejabat, sehingga banyak musuhnya.Sabtu siang, aku pulang ke desa, begitu aku aku sampai Bang Sandy sudah datang dengan informasi barunya, ada menteri dan beberapa anggota dewan ditangkap karena korupsi. Kemudian datang lagi Bang Umar, informasi dari polisi ini lebih mengejutkan, dia mau nikah dengan Salsabila.Sungguh aku tidak rela, jika polisi sebaik Bang Umar harus nikah dengan Salsa aku kenal betul Salsa. Akan tetapi Bang Umar lagi-lagi mengatakan tujuannya hendak melamarku. Ayah langsung menggunakan hak veto -nya, tanpa bertanya padaku dan pada mamak, ayah langsung menolak.Sampai akhirnya polisi itu pamit dan akan berangkat ke Jakarta memenuhi panggilan orang tua angkatnya."B

  • Jadul Tapi Mantul    Peduli Tandanya Cinta?

    PoV UcokMamak mundur dari jabatannya, aku sebenarnya sedikit kecewa, karena pejabat jujur berkurang satu. Mamak jadi ikut mengantarku ke Jakarta. Aku juga berjanji pada mamak akan jadi anak yang baik. Aku bertemu Salsabila lagi, kini dia diangkat Pak Ali Akhir jadi anak. Dia kini sudah berubah, jadi anak baik yang mau belajar agama. Dipikir-pikir kasihan juga Salsabila, di usia segitu dia sudah mengalami banyak hal. Mulai dari diajak bunuh diri oleh ibunya sendiri, terjebak dunia kelam, sampai salah pilih pesantren. Semoga setelah diangkat Pak Ali Akhir jadi anak, hidupnya lebih baik.Hari itu aku berkunjung ke rumah Pak Ali Akhir, menjenguk nenek/ ibunya Pak Ali Akhir yang katanya sakit. Saat aku sampai di rumah itu, Pak Ali Akhir tidak ada di rumah, yang ada ibunya dan Salsabila. Aku langsung saja masuk ke kamar nenek."Ucok, sini dulu, Cok," kata nenek tersebut."Iya, Nek," jawabku seraya duduk di dekatnya."Nenek sudah tua, pengen lihat cucu nikah," kata nenek lagi."Oh, iya, Ne

  • Jadul Tapi Mantul    Gagal Lamar, Gagal Pamer

    Spontan kudorong Salsa, tak ingin membuat Umar cemburu, Salsabila terpental, Dia lalu menangis."Maafkan aku, seumur hidup baru kali ini kudengar namaku disebut dalam doa, aku terharu , maafkan sikapku yang berlebihan," kata Salsabila seraya merapatkan dua tangan di depan dada.Kulihat Pak Ali Akhir sepertinya sudah malu, sedangkan Umar sepertinya marah, laki-laki itu sudah berdiri. Dia lalu mendekat ke Pak Ali Akhir."Maafkan aku, Pak, aku tak bisa meneruskan ini, tolong batal saja," kata Umar.Pak Ali Akhir tak bicara, lalu Salsabila mendekati, dia bersimpuh di depan Pak Ali Akhir."Maafkan aku juga, Pak, bukan tak menghargai niat baik bapak, tapi kurasa memang tidak bisa," kata Salsabila."Alhamdulillah, berarti Salsabila juga tidak setuju, aku juga tidak setuju," kata Umar."Baiklah, batal, batal saja, aku gagal, gagal, bubar semua," kata Pak Ali Akhir.Satu per satu orang pun membubarkan diri, tinggal aku, Salsa, Umar dan istrinya Pak Ali Akhir di ruangan tersebut."Sekali lagi

  • Jadul Tapi Mantul    Dayyuts

    Umar ini malah naksir sama Karen, aku jadi merasa dunia ini makin sempit, dari milliaran wanita di dunia ini kenapa dia harus naksir yang dekat denganku, Salsa, Butet, kini Karen?"Maaf Bang Umar sudah umur berapa, Karen sudah dua tiga lo," kataku kemudian."Aku sudah dua puluh lima, Cok, sudah lima tahun lebih bertugas," jawab Umar."Oh, maaf ya, Bang Umar, kan polisi selalu jadi rebutan cewek, kok musti dicocokkan," kataku lagi."Iya, kamu benar, Cok, tapi yang merebut itu aku gak suka," katanya lagi."Kenapa?""Mereka mau karena aku polisi,""Oh, gitu,""Iya, Cok, bagaimana si Karen itu, dia cantiknya sekali, dari gayanya pasti orang berada," "Iya memang, orang tuanya kadis," "Wah, pasti seru ini, jika anaknya Kapolres sama anak kadis berjodoh," kata Umar lagi.Polisi ini sepertinya sudah jatuh cinta pada pandangan pertama, dia terus mendesakku, minta nomor Karen, akan tetapi tak kuberikan. Entah bagaimana rasaku, ada rasa cemburu, rasa kesal pada Umar, kenapa harus Karen, Sal

  • Jadul Tapi Mantul    Jadi Pahlawan Tanpa Mengotori Tangan

    Ternyata Karen senekat itu, dia tidak pernah memberi tahu jika akan pergi ke desa kami. Kalau tidak Butet yang cerita aku tidak akan tahu. Entah skripsi apa yang mau dibuat Karen, sampai ayah pun jadi objek penelitian. "Lama Karen di desa, Tet?" tanyaku lagi, masih lewat pesan aplikasi w*."Gak lama, kami usir, masa dia minta mau bicara empat mata sama ayah?" balas Butet."Apa kata ayah?""Ayah tidak mau juga, mamak marah-marah," "Ya udahlah," pesanku kemudian. Karena tak bisa tidur juga, aku ambil wudhu dan salat sunah dua rakaat. Terus berzikir beberapa menit, baru aku bisa tidur.Aku terbangun karena ada yang gedor-gedor pintu, kulihat jam masih jam tiga dini hari, berarti aku baru tertidur satu setengah jam. Aku coba mengintip dari celah kunci ternyata Umar yang datang. Segera kubuka pintu."Mana Karen?" tanyaku kemudian."Kutinggalkan, dia mabuk," jawab Umar seraya membuka sepatunya."Mabuk?""Iya, kalau kau memang peduli, sana jemput," kata Umar lagi seraya menyebutkan tempa

  • Jadul Tapi Mantul    Ayah Pejabat Anak Bejat

    Aku mengangguk seraya menundukkan pandangan. Tak berani menatap wajahnya, aku segera berjalan ke tempat wudhu laki-laki."Ucok, ingat gak tanggal berapa ini?" tanya Karen. Seraya mengikutiku dari belakang. Aku jadi risih, untung saja belum ada orang lain."Emangnya kenapa?" tanyaku seraya mengingat tanggal."Hari ini, subuh ini, setahun yang lalu," kata Karen lagi.Aku mengerjitkan kening, masih belum paham apa maksud perkataan Karen."Hari ini tepat setahun yang lalu kita bertemu di sini, Cok, awal dari perubahan hidupku, semuanya kucatat," kata Karen."Oh, iya, sebaiknya pergilah tidur lagi atau mandi, biar ikut Salat subuh, jangan begini, nanti timbul fitnah," kataku kemudian."Aku ingin salat subuh kau imami, Cok, sebagai peringatan hari ulang tahun pertemuan kita,""Ya, udah, sana mandi cepat," kataku lagi."Aku sendiri makmumnya, Cok, di rumahku," katanya lagi."Udah gila kau," "Benar, Cok, aku memang sudah gila,""Astaghfirullah, cepat sana pulang," kataku seraya menutup pintu

  • Jadul Tapi Mantul    Obsesi Karena Tiga Baris

    Ideku memang beresiko, bisa membuat orang malu, membuka aib orang, bisa pula membuat Sandy tersangkut masalah hukum. Akan tetapi aku tak punya cara lagi. "Bang Ucok?" Pesan dari Butet.Siang itu aku lagi di kampus, tumben Butet kirim pesan siang begini."Apa, Tet?""Kudengar Abang mau masuk got lagi," pesan Butet."Masuk got bagaimana?""Kali ini lebih beresiko, bisa kena UU ITE," pesan Butet lagi.Oh, pasti si Sandy sudah cerita, aku malas mengetik untuk menerangkan, kualihkan ke panggilan video. Aku lalu menceritakan semua pada Butet, mulai dari awal hinggap akhir."Abang harus bagaimana lagi, Tet?" kataku kemudian."Abang tanya lagi harus bagaimana?""Ya, iyalah, Tet,""Kan sudah kubilang, Bang, hati-hati dengan Karen tapi dasar memang Abang bandel, sudah begini jadi bingung,""Udahlah, Tet, gak usah ceramah lagi, aku harus bagaimana, langkah' apa yang harus kulakukan? Itu yang penting," kataku lagi."Satu saja, Bang, masa bodo," "Gitulah kau, Tet, capek Abang cerita, kamu malah

  • Jadul Tapi Mantul    Terlanjur Basah

    PoV KarenSemua video itu kukirim ke hp-ku sendiri, baru kuhapus bukti terkirim. Hp itu kembali kumasukkan ke kantong celana Ayah. Terus kubangunkan ayah karena sudah ada panggilan untuk menaiki pesawat.Singkat cerita kami sampai di rumah, begitu sampai aku langsung dapat omelan dari ibu. Kemudian aku dimasukkan ke dalam kamar, lalu kamar dikunci dari luar, wah, aku disekap orang tua sendiri.Kenapa begitu sulit untuk melupakan Ucok dan ayahnya? Saat aku tertidur, aku justru bermimpi, mimpi yang kotor sekali, Dalam mimpiku aku bercinta bertiga dengan Ucok dan ayahnya. Mimpi yang menggelikan sekali. Pintu kamar terbuka, lalu muncul ayah di pintu, di tangannya ada laptop dan hp."Ini peralatanmu, selesaikan skripsimu," kata Ayah."Aku sudah tak semangat, Pa," jawabku "Harus, selesaikan itu, jangan buat malu orang tua lagi," kata Ayah seraya menutup pintu kamar dengan keras.Aku tak dapat menyeselaikan skripsi itu, yang selalu terbayang justru Ucok dan Ayahnya, dua laki-laki yang s

Latest chapter

  • Jadul Tapi Mantul    The End

    PoV Nia Sangat sedih melepas Butet untuk mengarungi rumah tangga barunya. Rasanya baru kemarin dia kugendong. Dia teman diskusi yang sangat asyik. Selama ini dia memang sudah tinggal jauh dari kami, akan tetapi tetap berat juga untuk melepasnya. Bang Parlin juga terlihat sangat sedih, pesta ini justru jadi ajang tangis bagi suamiku. Dia justru sering menangis. Tamu yang datang sangat beragam, mulai dari pekerja kami, sampai toke sawit, sampai bupati pun datang. Akan tetapi aku sedikit kecewa, menantuku tidak datang dengan alasan tak bisa meninggalkan warungnya. Karena Menantu tidak datang, otomatis cucu kamI juga tidak datang. Padahal ini hari bersejarah. Aku ingin berfoto seluruh keluarga. Akan tetapi menantu dan satu-satunya cucu tidak datang. Aku sudah coba hubungi menantu, akan tetapi jawaban dia adalah tidak bisa meninggalkan warungnya. Katanya jika ditinggalkan, terpaksa ditutup dan pelanggan akan lari. Sementara warung itu belum bisa diserahkan kepada karyawan. Resep

  • Jadul Tapi Mantul    Selamat Menempuh Hidup Baru, Butet

    Aku bangun pagi seiring azan subuh berkumandang dari mesjid desa. Lalu mandi dan pergi ke mesjid untuk salat subuh berjamaah, kami sekeluarga pergi ke mesjid. Cantik juga ikut, kami mau sekalian membicarakan proses akad nikah di masjid tersebut. Penghulunya juga masih Abang angkatku, yang dulu pernah jadi guru mengaji di rumah kami. Setelah membicarakan semua, kami pulang ke rumah. Mulai ada kesibukan di rumah. Para Bapak-bapak memasak rendang, para ibu-ibu memasak nasi. Jam delapan pagi sudah bisa makan. Satu kampung makan di rumah kami. Kebanyakan bawa baskom masing-masing. Ibunya Bang Sandi datang, begitu datang dia langsung salaman. "Kok lama kali datangnya?" tanya mamak."Itu tadi, Bu, ngantar Sandy mau pulang," jawab Ibu tersebut."Kok cepat kali dia pulang?" tanya mamak lagi."Katanya mau tugas,"Ternyata Bang Sandy memang di sini, ingin aku bertanya pada ibunya, akan tetapi aku tahan, tak ingin merusak suasana hati yang beberapa jam lagi akan menikah. Bang Sandy bohong soal

  • Jadul Tapi Mantul    Sedihnya Melepas Butet

    Pertanyaan Bang Sandy ini sepertinya tidak masuk akal, mengajak tinggal di Brunei, pekerjaan membobol bank. "Bagaimana, Tet, kita akan bahagia bersama," kaya Bang Sandy lagi."Hei, Bang Sandy, kamu masih waras gak? masa ajak aku jadi penjahat, kerja membobol bank, emangnya kamu pikir aku penjahat ya," kataku kemudian."Itu hanya perumpamaan, Tet, intinya aku bisa lebih baik dari si Cina itu," "Hei, Bang, kamu sudah rasis, gak boleh manggil orang dengan sukunya,""Bukan maksud rasis ya, Tet, hanya kesal, ayolah, Tet, kita akan hidup makmur di Brunei, Kamu tahu gak, pemerintah Brunei pernah mengajak aku pindah ke sana, sebagai tenaga ahli bidang IT," kata Bang Sandy lagi."Wah,""Iya, Butet, aku bisa lebih baik dari si sipit itu, percayalah," Lama-lama omongan Bang Sandy makin melantur saja, padahal biasanya dia orang yang santun, jarang bicara, ini sudah rasis segala. "Kok kamu jadi rasis sih, ini bukan Bang Sandy yang kukenal,""Cinta, Tet," Oh, seperti kata ayah, cinta bisa mem

  • Jadul Tapi Mantul    Gadis Mahal

    Sekitar jam 10.00 malam, Ayah akhirnya pulang ke rumah. Ini kesempatanku untuk bertanya apakah Ayah setuju. Bang Ucok, mamak dan bahkan Cantik tidak setuju aku pergi kuliah di Amerika. Tinggal Ayah yang belum kutanyakan."Papa, Kak Butet mau pergi ke Amerika," belum sempat aku bertanya Cantik sudah mengadu duluan. "Amerika," Ayah melihatku."Iya, jauhhh,""Hahaha," ayah malah tertawa, mungkin ayah mengira ini lelucon."Ayah, Cantik benar, aku mau pergi ke Amerika," kataku kemudian."Waw, mau ngapain?""Kuliah pascasarjana, Yah," "Jauh sekali ke Amerika?""Aku dapat beasiswa, Yah," Ayah' terdiam, dia melihat mamak, lalu kembali melihatku."Boleh, Yah?" tanyaku lagi."Kamu sudah dewasa, Butet sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk," kata Ayah."Ayah dukung apapun keputusanmu, tapi Ayah berikan sedikit gambaran, Amerika itu jauh, jika sekiranya ayah meninggal kamu gak akan bisa kejar, terus adikmu suka' kangen kakaknya, kamu satu bulan tidak pulang saja Cantik sudah sering be

  • Jadul Tapi Mantul    Amerika?

    Aku justru makin bingung, Ini kesempatan langka, beasiswa di Amerika. Akan tetapi aku dan Pak Johan sudah membuat semacam kesepakatan. Tiga tahun lagi kami akan menikah, itu 2 tahun yang lalu. Apakah kesepakatan itu sudah janji? "Bagaimana, Butet? kok malah bengong?" kata Pak Dosen."Saya berpikir dulu, Pak," jawabku akhirnya."Butet, ini kesempatan langka, Jangan disia-siakan, aku yakin kamu bisa berkarir di luar negeri," kata Pak Dosen."Cita-cita saya bukan seperti itu, Pak, cita-cita saya buka kantor pengacara publik, yang memberikan layanan hukum' gratis untuk masyarakat miskin," kataku kemudian."Jika memang itu cita-citamu, cocok juga, tapi ambil S-2 ini juga, paling dua tahun," kata Pak Dosen."Saya pikirkan dulu, Pak," kataku kemudian."Kupikir tadi kamu akan sujud sukur sambil menamgis karena dapat beasiswa penuh," kata seorang pengacara yang lain."Iya, gak nyangka kamu masih berpikir, padahal ini kesempatan emas, dari propinsi ini hanya dua orang, kamu salah' satunya," ka

  • Jadul Tapi Mantul    Butet Bingung

    Bertanya ke Bang Ucok ternyata jawabannya sangat logika, ini sesuatu yang berubah pada diri Bang Ucok. Setelah dia menikah bicaranya sekarang sudah banyak yang secara logika. Atau karena dia sekarang sudah sarjana psikologi. "Memangnya siapa yang orang Cina siapa yang orang Padang?" Tanya Bang Ucok lagi."Adalah,""Biar kutebak, kalau Cina itu yang pemilik hotel itu ya?" "Iya, Bang,""Yang orang Padang siapa?" "Coba tebak?" tanyaku kemudian.Heran juga Bang Ucok tidak ingat kepada Bang Sandy, Padahal kami dulu sering memecahkan kasus bersama. Bahkan kudengar Bang Sandi setelah jadi polisi pernah pergi ke tempat Bang Ucok. Kenapa dia tidak ingat?"Umar ya?" "Bukan?""Jadi siapa?""Ah, payah Bang Ucok."Aku memutuskan panggilan telepon karena Bang Ucok tidak ingat kepada Sandy. Aku makin bingung entah memilih siapa. Cari jawaban Bang Ucok juga mengambang, masalah umur dia pilih pada Sandy, di masalah profesi dia pilih Pak Johan. Sedangkan masalah suku dia tidak memberikan pilihan.

  • Jadul Tapi Mantul    Di Antara Dua Cinta

    PoV ButetSidang meja hijau berjalan lancar, cerita orang tentang seramnya sidang itu tak berlaku padaku. Bahkan dosen memujiku. Semua berjalan mulus, aku akan jadi wisudawan termuda di perguruan tinggi tersebut. Setelah selesai sidang, kegiatanku kini lebih lapang, aku bisa pulang ke desa setiap Minggu. Tinggal menunggu jadwal wisuda, tidak lama lagi aku akan jadi seorang sarjana hukum, seperti cita-citaku selama ini.Hari itu aku terkejut dengan kedatangan Pak Johan, dia datang bersama Ibunya ke tempat kos-ku. Ini tidak biasa, biarpun kami sudah berjanji akan menikah nanti, kami tidak pacaran, tidak bertemu rutin selayaknya pasangan kekasih."Ada apa ya, Pak?" tanyaku seraya mempersilahkan duduk.Ibunya Johan sudah jauh berubah penampilannya, dulu beliau selalu memakai pakaian ketat, kini beliau memakai pakaian Muslim, jilbabnya juga panjang."Butet, kamu datang mau menanyakan sesuatu," kata Ibunya Johan."Iya, Bu,""Jadi begini, kamu sebentar lagi kan akan diwisuda, jadi kamu akan

  • Jadul Tapi Mantul    Makin Tua Makin Tampan

    Keesokan harinya Pak Dullah datang lagi, kali ini dia minta Bang Parlin yang jadi saksi pernikahan anaknya dan Agus. Mereka gerak cepat, katanya akad nikah akan dilaksanakan jam sepuluh pagi. Nikah duluan dan suratnya diurus belakangan. Karena kebetulan Butet masih di rumah, aku ikut Bang Parlin ke rumah Pak Dullah. Agus sudah datang, anak Pak Dullah juga sudah didandani ala kadarnya. Petugas pencatat nikah yang juga guru di pesantren kami yang menikahkan. Acara berjalan lancar, diakhiri doa bersama yang dipinpin Bang Parlin. Lalu makan bersama.Agus lalu salim ke semua orang, saat salim ke Bang Parlin dia menangis. "Terimakasih kasih, Pak, aku ada permintaan satu lagi," kata Agus."Apa lagi, Gus?""Aku ingin pekerjaan tetap, Pak, aku sudah punya istri sekarang," katanya.Selama ini dia kami pekerjakan memang tidak tetap, hanya jika panen saja. "Baiklah, ngurusi sapi bisa?" tanya Bang Parlin."Bisa, Pak, bisa," jawabnya kemudian.Padahal mertuanya juga punya kebun sawit, biarpun ti

  • Jadul Tapi Mantul    Romeo dan Juliet

    Aku dan Bang Parlin langsung saja ke rumah Pak Dollah. Ketika kami tiba sudah ramai orang di situ. Kami segera masuk, di dalam rumah ada putrinya Pak Dollah dipegangi oleh dua orang. "Dia mau gantung diri, untung cepat' ketahuan," kata seorang ibu-ibu sambil menunjuk tali yang sudah terikat di kamar gadis tersebut."Mungkin sudah saatnya gunakan ilmu, Bang, luluhkan dia," kataku pada Bang Parlin. Yang sebenarnya adalah aku lelah, ingin istirahat selalu saja ada masalah. Mungkin jika Bang Parlin menggunakan ilmunya meluluhkan gadis itu, masalah akan selesai.Gadis itu terus meronta-ronta, dia dipegangi dua orang perempuan. Ayahnya tampak sudah gelisah. "Aku harus bagaimana lagi, Pak Kades?" kata Pak Dollah. "Bagaimana lagi mau kubilang, sudah ada penyelesaian mudah, nikahkan mereka, tapi bapak tidak mau, sekarang mau bagaimana lagi, satu di penjara, satu bunuh diri, begitu lah kisah cinta mereka," kata Bang Parlin."Aku lakukan ini demi anakku juga""Mirip Romeo dan Juliet, Agus j

DMCA.com Protection Status