Rachel menatap gugusan pegunungan yang ada di depannya dengan wajah takjub. Sepanjang matanya memandang hanya ada warna hijau yang menyegarkan mata. Tidak hanya itu, harum aroma bunga liar juga tercium di udara kastil Araceli, hal itu membuat Rachel semakin menyukai tempat itu.
Sehari setelah dia kembali sadar, dia mendapati dirinya berada di East Land, sebuah tempat yang belum pernah dia dengar sama sekali sebelumnya, tai juga tempat yang terasa sangat familiar dalam benaknya.
“Rae, bisakah kau menemaniku disini?” pertanyaan itu keluar dari mulut Aryan lagi.
Bocah itu sudah mengatakan pertanyaan yang sama berkali-kali sejak beberapa hari yang lalu. Rachel menoleh pada Aryan yang tengah menatapnya dengan tatapan berharap,
Setelah menceritakan sedikit kisah tentang Keluarga Chevalier dari East Land, Lord Zathriel memberikan sebuah buku lain yang mencatat seluruh sejarah east Land. Sehingga di sinilah gadis itu kini berada. Duduk diam sembari membaca berbagai tulisan aneh yang bahkan tidak pernah Rachel lihat sebelumnya, namun dengan ajaibnya mampu Rachel pahami isinya. Nerwin yang juga melihat buku itu bahkan menggeleng ketika melihat bahasa elf kuno yang tertulis di atasnya. Rachel ingin merasa heran, tapi tidak ada lagi yang harus dia pikirkan. Dia enggan untuk menelaah seluruh hal aneh yang ada di hidupnya atau pada dirinya. Kini, Rachel hanya bermaksud untuk fokus memecahkan masalah ramalan sang Emerald dan membersihkan namanya. “Sudah berapa lama kau duduk disini?” tanya Lord Zathriel melihat Rachel duduk diam di satu sudut perpustakaan Araceli. “Hampir seharian,” jawab Rachel santai. Lord Zathriel mengangguk. Pria itu mengambil sebuah buku yang berada di rak tak jauh dari
Pertarungan itu tidak berlangsung lama karena Nethras dengan mudah mengalahkan Rachel dan merebut snowdrop dari tangan gadis itu. Rachel hanya memasang wajah kesal karena pemuda itu enggan mengalah padanya. “Tidak ada kata mengalah dalam sebuah pertarungan,” gumam Nethras seakan menjawab keluhan di dalam pikiran Rachel. Seperti kau bisa mendengarkan pikiranku saja, batin Rachel. “Aku memang bisa.” Sebuah suara terdengar di kepala Rachel membuat gadis itu melebarkan matanya dan menatap sekitar mencari asal suara. “Tidak perlu menatap sekeliling, aku ada di depanmu,” seru suara itu lagi.
Daratan luas itu tampak memukau dengan hamparan salju putih yang menutupi seluruh permukaannya. Sepanjang mata memandang hanya ada ribuan pohon tinggi yang di hias Kristal berkilau layaknya permata memanjakan mata. Dingin yang menusuk seakan teralihkan melihat keajaiban yang tak mampu ditolak oleh siapapun.“Selvence, permata rahasia di pegunungan utara,” gumam pria itu.Mata hitamnya menatap sepanjang gugusan pegunungan di depannya. Sebuah seringai terlihat dari bibir tipisnya ketika dia melirik pasukan yang berbaris rapi di belakangnya.“Siapkan mantra kalian! Malam ini, kita akan menyalakan api di pegunungan utara,” teriak pria itu yang segera dibalas dengan teriakan keras pasukan di belakangnya.Sorakan itu terdengar menggema di bukit-bukit pegunungan utara. Suara hentakan kaki kuda dan teriakan-teriakan mereka terdengar dari kejauhan layaknya gemuruh yang mendekat sebelum badai. Memecah kesunyian malam yang tenang sebelum terj
Kota itu terlihat kosong tanpa seorangpun berada di sana. Hanya rumah-rumah dengan perapian yang mengepulkan asap namun tak berpenghuni sama sekali. Lucian telah memerintahkan seluruh pasukannya memeriksa setiap pintu rumah yang ada, tapi gak ada siapapun di sana. “Sepertinya mereka telah melarikan diri, Tuan,” lapor salah satu bawahan Lucian. Lucian mengangguk menyetujui gagasan tersebut, tapi sekali lagi pria itu tersenyum. Dia memandang setiap rumah di depannya dengan wajah takjub. Sebuah kota kecil di pegunungan terpencil tapi terlihat sangat megah dan jauh lebih layak daripada rumah penduduknya di tanah Redrock. “Tidak masalah, jika penghuninya tidak ada, maka kita hanya tinggal mencari orang lain untuk menggantikan mereka. Lalu, kita hancurkan tempat ini,” seru Lucian sembari tertawa ringan tanpa beban.
“Ada apa? Apa yang terjadi?”Suara Ervin masih terdengar terengah-engah setelah Rachel berhasil bangun. Rachel yang masih sedikit bingung berusaha duduk di atas ranjangnya dan menatap kedua pemuda itu dan beberapa pelayan yang menemaninya.“Aku melihat sesuatu,” gumam Rachel mulai berbicara. “Awalnya hanya teriakan-teriakan samar, tapi lama-kelamaan mimpi itu semakin jelas. Kobaran api yang membesar. Asap yang membumbung. Tubuh-tubuh tergeletak tak bernyawa. Semua itu terlihat sangat nyata di dalam mimpiku,” lanjut Rachel dengan mata menerawang mengingat mimpinya barusan.Nerwin menatap Ervin dan mengangguk pad pemuda itu. Ervin memahami maksud Nerwin dan segera meninggalkan ruangan Rachel.“Nerwin, aku me
“Tuan Alaric, ada pesan terbaru dari kota Ridelve, mereka mengatakan terlihat asap tebal dari wilayah Selvence.” Kenneth bangkit dari duduknya dan segera merebut kertas surat yang dibawa oleh salah satu pasukan Vinetree. Asap tebal sudah terlihat selama dua hari. Tidak ada satu orangpun dari kota Selvence yang datang ke Ridelve beberapa hari terakhir. Kenneth menatap Robin yang tengah berdiri di depannya dengan wajah kaku. Tampaknya pemuda itu juga memiliki kabar buruk lain dalam benaknya. “Ada apa?” tanya Kenneth. “Mata-mata melihat pasukan Redrock berada di wilayah pegunungan utara hari ini,” ucap Robin. Kenneth mengepalkan tangan dan memukul keras meja kayu jati
Rachel tidak habis pikir mengapa Kenneth memintanya menunggu di tempat itu. Sebenarnya Rachel merasa aneh ketika Kenneth tiba-tiba mengajaknya memasuki hutan setelah menyadari bahwa Robin dan Samantha menghilang. Lalu saat itulah dia melihat sosok itu berada di sana. Sosok yang telah memberikannya duka terdalam yang pernah dia rasakan. Juga sosok yang hampir membuat keluarga terakhirnya musnah.“Sejak kapan kalian mengenal Ethan?” tanya Rachel tak sabaran.Dia merasa sudah cukup tenang dengan bersikap patuh dan menuruti semua perkataan Kenneth sejak mereka meninggalkan Irdawn.“Mereka saling mengenal sejak kecil,” jawab Samantha. “Sebenarnya bisa di bilang mereka tumbuh bersama,” lanjutnya.Satu alis Rachel terangkat naik mendengar jaw
“Gadis itu ada di tempat ini.”Alis Lucian Dorgon tertarik ke atas mendengar kalimat tersebut. Wajah datarnya segera berubah memerah memahami sosok yang dimaksud dalam kalimat itu. Tangan kasarnya meremas ujung jubahnya menahan gerakan tangannya yang ingin menarik tongkat sihirnya saat itu juga.“Aku menginginkannya,” ucap sosok itu sekali lagi.Kali ini, kerutan di dahi pria itu semakin dalam. Wajah marahnya berubah terheran tapi dia tetap diam tak membalas atau menolak ucapan tersebut.“Bawakan aku darah gadis itu,” ucap sosok itu terakhir kali sebelum akhirnya menghilang dalam kabut.Lucian Dorgon terpaku di tempatnya. Menatap tempat yang baru saja di pijak sos
Kekuatan. Kekuasaan. kebebasan.Hal yang tak pernah lelah untuk di cari dan dikejar oleh semua orang. Setiap mereka yang hiduo pasti mendambakan kekuatan. Setiap mereka yang Kuat, pasti menginginkan kekuasaan, dan siapa yang berkuasa dialah yang memegang kebebasan. Begitulah kiranya rantai kehidupan yang saat ini tercipta. Buah dari keinginan dan hasrat yang tak ada habisnya. Setiap orang berlomba mencapai kesempurnaan untuk mengejar kekebasan tertinggi. Namun, tahukah mereka arti sejati dari sebuah kebebasan?***"Bydd yr Enaid Sanctaidd bob amser yn effro yn y Corff Mawr." (Jiwa Suci akan selalu terjaga dalam Raga sang Agung)Rachel, sang Jiwa Suci yang terlahir dalam Raga Sang Agung. Inang yang paling tepat untuk kekuatan terakhir dari para Velaryon. Kekuatan kuno yang selama ini menjaga alam semesta.Namun, mereka kadang lupa, bahwa selain para kekuatan kuno nan agung, ada entitas lain yang lebih luar biasa di banding mereka. Sang Jiwa Suci. Cahaya terang itu berpendar keluar d
Di empat penjuru kerajaan Crator, ke-empat Guardians yang tersisa perlahan bangkit. Ada sebuah dorongan dalam diri mereka untuk mengeluarkan kekuatan mereka ketika cahaya ungu pekat itu memenuhi langit. Perlahan, Trisula Aquamarie, Tombak Mitah, Pedang Shadowfall dan Belati Snowbell menunjukkan kekuatannya. Keempat guardians itu memejamkan mata mereka di waktu yang hampir bersamaan dan perlahan cahaya masing-masing armor menyelimuti mereka. Dengan cahaya itu kekuatan masing-masing guardians meningkat secara bersamaan. Ketika kekuatan itu telah berkumpul cahaya itu melesat ke langit, memunculkan cahaya biru, hijau, coklat, dan putih menyatu dengan langit gelap di atasnya. Untuk sejenak gejolak petir itu berhenti. Sejenak, sebelum gelombang besar bencana datang. Angin berhembus kuat menyelimuti Crator. Menerbangkan appaun yang bisa di bawanya. Puing-puing reruntuhan, pohon dan tanaman, kereta, kuda, dan bahkan manusia. Segalanya ikut terbawa oleh amukan angin yang muncul tiba-tiba.Te
Rachel menatap tubuh Sigrid yang penuh luka. Entah berapa kali wanita itu terus mengulang kesalahan yang sama, membalas setiap kali Rachel mengobati lukanya. Niat awal Rachel untuk mengingatkan Sigrid atas rasa sakit berulang yang terus wanita itu torehkan pada penduduk Crator, tapi sayangnya wanita itu seperti tak menunjukkan sedikitpun rasa penyesalan. Rachel ingin mmebuat wanita itu mengingat rasa lelah dan ketakutan karena ancaman yang berulang, tapi Sigrid terlihat sangat berambisi untuk membalas Rachel di setiap kesempatan.‘Kenapa kemarahan wanita ini tak kunjung padam? Kehidupan seperti apa yang sudah dia lalui sebelumnya?’ batin Rachel bertanya-tanya.Rachel kembali menyentuh puncak kepala Sigrid, tapi kali ini sebelum wanita itu bangkit menyerang sebuah rantai hitam muncul dari tanah dan mengikat Sigrid.Arrghhh ... Sigrid menggeram marah dan meronta. “Menyerahlah maka hukumanmu akan lebih cepat selesai,” ucap Rachel.“Kau! Atas hak apa kau memiliki hak menghukumku? Kau sam
Seringai tipis muncul di wajah Sigrid. Hanya beberapa saat sebelum tawa melengking wanita itu terdengar menggema di kastil Enver. Ha... ha... ha... “Kalian semua sama saja,” tukasnya. Sigrid menatap Rachel dengan ekspresi mengejek. Terlihat tenang namun juga menghina di saat yang sama. Sedangkan dalam dada itu sedang ada gemuruh kemarahan yang sedang dia tahan. “Jadi, selain menghukumku kau tidak memiliki tujuan lain datang kemari?” tanya Sigrid. “Sepertinya Para Velaryon itu benar-benar memberikan perhatian istimewa padaku.” Sumpah serapah dan hinaan keluar dari mulut wanita itu. Segala bentuk cercaan dan berbagai macam umpatan dia layangkan pada Rachel dan sosk Velaryon. Rachel hanya diam. Satu tangannya bergerak di atas halaman kastil dan tanaman tumbuh di sekitarnya, membentuk sebuah tempat duduk dari sulur tananam dengan bunga-bungan berwarna ungu dan hitam. Dengan kedua tangan dia letakkan di dada, Rcahel mundur
Katakanlah Rachel kejam, tapi dia memang ‘harus’. Dikepala gadis itu ada banyak hal aneh yang terus bermunculan. Ingatan tentang kehidupan lain dari berbagai sosok yang tidak Rachel kenal. Kekejaman sosok Neith ketika memimpin perang Wylan. Kesedihan Amethys yang tersisih dari para bintang. Kesepian yang terasa dari benak Sassafres. Bahkan kemarahan Sigrid juga bisa Rachel rasakan sekarang. Emosi-emosi itu sedikit banyak mulai mempengaruhi pandangan dan perasaan Racgel terhadap setiap hal yang ada di hadapannya. Dikedalaman samudera, air bergejolak kuat. Mendoron dan menekan tubuh Sigrid yang tak bisa melawan tapi wanita itu masih hidup. Wanita tiu masih bertahan meski tidak bisa melawan. Semakin dalam mereka menyelami samudera semakin terang pula cahaya Aquamarine di sekitar mereka. Hingga Rachel tiba di sebuah altar bawah laut. Jangan tanya bagaimana Rachel bisa tahu, ada sesuatu di kepala Rachel yang memberinya petunjuk. Mungkin Caelum The God of Sky atau bisa jug
Cahaya fajar terlihat di ufuk timur. Cahaya kemarahan yang telah di tunggu-tunggu setelah malam panjang yang hadir tiba-tiba. Helaan nafas lega hampir terlihat pada seluruh penduduk Crator saat mereka berhasil melewati satu malam yang mencekam. Malam dimana kerajaan mereka mungkin akan musnah karena kebangkitan sosok dalam ramalan.Suatu penuh suka cita terlihat dirumah rumah yang penduduknya mulai saling memeluk dalam isak tangis penuh kelegaan. Tanpa mereka ketahui, bahwa nasib mereka baru saja mulai di tinjau pagi ini.*** Cahaya matahari pagi menyinari pegunungan Mithre dengan sinar hangat. Cahaya terang keemasan itu jatuh tepat di atas rumput hijau segar yang dipenuhi embun di setiap pucuknya. Indah, tapi ingat bahwa sebelum itu ada rumput hitam mematikan tumbuh sebelumnya.Rachel berdiri di sana, kali ini dia telah bertekad menyelesaikan segalanya. “Kau benar-benar terlalu membanggakan dirimu sendiri, Rae,” sentak Sigrid. Wanita itu bangkit dan
Percayalah Rachel tak mengerahkan segala kemampuannya kala itu untuk mengalahkan Sigrid. Bukan karena dia tidak mampu, melainkan karena Rachel tak ingin ramalan Putri Emerald menjadi kenyataan. Rachel harus tetap bisa mengendalikan diri dan kekuatannya hingga dia selesai berurusan dengan Sigrid. Rachel tak yakin ke mana Sigrid pergi, dia hanya melesat terbang mengikuti jejak kekuatan milik wanita itu yang menuntunnya meninggalkan Atiria. Ketika Rachel melesat di atas langit, cahaya ungu terlihat memandang mengikutinya. Layaknya ekor meteor yang jatuh ke bumi. Orang-orang di bawahnya yang melihat cahaya ungu melesat di atas mereka semakin ketakutan sebab mereka yakin bahwa kali ini, Amethys benar-benar telah bangkit sempurna. Rachel berhenti di sebuah dataran tinggi di pegunungan yang terlihat tak asing dimatanya. Padang rumput hitam sejauh mata memandang dengan aroma aneh yang mengusik indera penciuman. “Mithre,” desis Rachel menyadari dimana dia berada. Rachel menelisik ke sek
Cahaya terang menyinari tempat itu. Sepanjang mata memandang hanya ada langit tak bertepi dan padang rumput luas tak berpenghuni. Hanya terdengar desau angin dan suara samar burung di kejauhan.Di antara ilalang yang bergoyang pelan, seorang gadis tengah berbaring. Rambut coklat keemasannya yang panjang menyatu dengan tanah kecoklatan di sekitarnya. Kulit putih pucatnya berpendah layaknya dilapisi oleh kerlip bintang yang berpendar memantulkan cahaya. Satu tagan gadis itu menutupi kedua matanya. Ketika tangan itu perlahan terangkat, mata gadis itu terbuka pelan memperlihatkan mata coklat keemasan terindah yang pernah ada. Terang dan dalam. Seakan mata itu mampu melihat menembus apapun yang ada di depannya.Gadis itu perlahan bangkit, menarik kedua kakinya dan membawa tubuh tinggi semampainya bangkit. Gaun putih pucat gadis itu perlahan melambai bersama dengan hembusan angin.Satu tangan gadis itu kembali terangkat. Jemari lentiknya bergerak menyentuh udara kosong di depannya. Satu ket
“Diantara ribuan bintang, ada banyak yang terang penuh sinar. Dilingkupi kehangatan dan membawa kebahagiaan. Namun, di satu sudut langit ada sosok yang kelam. Tersembunyi dalam kegelapan. Penuh rahasia dan kesepian.”“Dia hanyalah satu dari bagian langit yang memutuskan untuk menyendiri. Diam jauh dari pandangan. Sebagai pengamat tanpa turun tangan. Namun, sekiranya dia datang maka percayalah bahwa dia telah habis kesabaran.”*** “Lihat ini Rachel! LIHAT!!” teriakan Sigrid menggema memenuhi langit. “Lihatlah bagaimana aku menghanguskan mereka! Lihat bagaimana aku menghancurkan kerajaan yang kalian jaga! Ha... ha... ha... .”Kening gadis itu berkerut. Otaknya tengah berputar. Dengan rasa pening yang tiba-tiba menghantamnya dia mencoba melesat secepat mungkin mengejar sosok Sigrid.‘Kau tak akan bisa mengalahkannya’ suara Sassafras terdengar di telinga Rachel. Naga itu masih terhubung dengannya.“Aku bisa!” tegas Rachel dalam gumaman pelan.Langit gelap itu telah menghitam sempurna. Bu