Berita Arin dan Citra yang akan resign sudah terdengar di seluruh SFC. Lina sudah out duluan dari SFC per-tanggal 1 Januari kemarin. Lina sudah ada di Bogor sekarang dan tengah disibukkan dengan keperluan pernikahannya.Divisi HR sedang disibukkan dengan proses recruitment dadakan. Hari ini, pengganti Arin dan Citra akan tiba. Meskipun Arin dan Citra resign di tanggal 1 Januari, tapi mereka benar-benar keluar dari SFC per-tanggal 1 Februari. Semua itu dikarenakan mereka harus membereskan seluruh pekerjaannya dalam satu bulan itu, dan juga mereka harus mengajari karyawan baru perihal jobdesk mereka.Tiara menghampiri kubikel Arin bersama seorang wanita muda yang Arin yakini dia penggantinya di SFC ini.“Rin, ini Ririn karyawan baru yang bakal isi posisi kamu nanti. Ririn, ini Arin” Tiara memperkenalkan Ririn pada Arin. Arin berdiri lalu menyalami Ririn sambil tersenyum.“Arin.”“Ririn.”“Ya udah kalau gitu Arin bisa langsung ajari Ririn ya.” perintah Tiara.“Siap bu.”Tiara pergi menuj
Mobil box yang dimaksud Citra semalam sudah datang dan saat ini Arin dan Lili sedang membantu bapak-bapak sopir yang mengangkut barang-barang Arin dan Lili ke dalam mobil. Arin dan Lili bulak-balik hingga ke depan gang.Tidak banyak yang diangkut hanya box baju dan peralatan dapur serta karpet dan kasur lipat. Jika kasur dan lemari itu milik si pemilik kontrakan sedangkan sofa Arin berikan ke tetangga sebelah. Untuk motor Arin, mereka dibantu oleh tetangga yang lain untuk dinaikkan ke atas mobil box.Datang mobil Citra. Citra keluar dari mobil dan memarkirnya di cafe dekat sana.“Masih ada lagi?”“Udah selesai, Cit.”“Gimana ceritanya itu motor ada di atas mobil?” Citra melongo melihat motor Arin ada diatas mobil.Arin terkekeh, “Dibantuin sama tetangga yang lain.”Sopir itu menghampiri Arin
Ambar memeluk Arin, Citra dan Lili bergantian. Dewa sudah merentangkan tangannya menunggu dipeluk Ambar. Tidak sesuai harapan, Ambar justru menepis tangan Dewa.“Ma. Aku juga pengen dipeluk.”“Mama yang ngga mau.” ogah Ambar.“Mama peluk mereka. Yang anak mama itu Dewa bukan mereka.” rajuk Dewa sambil memanyunkan bibirnya.“Kalo kamu emang anak mama setidaknya pulang ke rumah. Ini ngga pulang-pulang.” sindir Ambar.Memang benar yang dikatakan Ambar. Sudah 2 tahun ini Dewa tidak pulang ke rumah. Bukan karena dia bermasalah dengan anggota keluarga yang lain, Dewa hanya tidak ingin dibandingkan dengan kedua saudaranya.Abang dan Adik Dewa sangat penurut pada mama dan papanya. Berbeda dengan Dewa yang selalu seenaknya. Makanya Dewa sering bertengkar dengan abangnya itu. Tapi lihatlah Dewa bisa bekerja dan menghasilk
Mereka semua tercekat mendengar pertanyaan Lili.Arin tersadar. Ia ingat berkas yang pak Cakra beri padanya. Arin selama ini memang tidak tahu nama perusahaan tempat ayahnya bekerja. Ia tidak menyangka jika ayahnya mengamankan berkas haram.Dewa terdiam. Ia menyimpulkan jika ayah Arin dan Lili dibunuh atau dibakar karena mengamankan berkas haram itu.“Kalau memang ayah terlibat kasus kenapa dia yang di teror?” gumam Arin heran.Dewa mengangguk setuju.“Rin. Mau kan ketemu bos Dariel?” tanya Dewa tiba-tiba.Arin melotot.“Bukan apa, Rin. Biar dia yang beresin. Mas cuman pegawainya. Mas bisa bantu cari orangnya, tapi yang punya keputusan itu Dariel karena ini berhubungan sama perusahaannya.”Mungkin untuk kali ini ia akan menurunkan egonya demi mengetahui pembunuh kedua orang tuanya d
Saat memesan makan di rest area, Dewa mengirim chat pada Dariel.[19.34] Dewa : Bos, gue tau berkas haram PT Jujur Karya ada dimana.[19.34] Dewa : Nanti gue telepon. Gue mau makan dulu.Dariel menghela napas lega. Dia seharian ini terus bersama Richard dan beberapa tim audit yang kebagian menangani PT Jujur Karya. Jujur saja dia pusing. Hanya tinggal 1 perusahaan lagi maka semua tugasnya selesai.Selama dua minggu ini Dariel disibukkan dengan pencarian berkas haram PT Jujur Karya. Semua berkas dari seluruh perusahaan sudah ia kantongi, tinggal 1 saja yang belum ada. Dia tidak ingin hal ini menjadi batu sandungan dan meleset dari jadwal yang sudah direncanakan.Makanya pesan dari Dewa seolah angin segar baginya.“Halo! Sean…”‘Yo Bro.’“Lo besok free, kan?”
Ting tong… Ting Tong…Lili menuju pintu dan mengecek interkom. Disana Dewa sudah datang.“Kak, Mbak. Mas Dewa udah dateng.”“Iya bentar lagi selesai.” teriak Arin dari dalam kamar.Lili sudah siap dari tadi. Ia heran dengan Arin dan Citra yang terlalu banyak dandan, bahkan tadi mereka membicarakan pakaian yang akan mereka kenakan. Padahal tadi mereka masuk ke dalam kamar dan mandi di waktu yang sama, tapi Lili yang selesai duluan, bahkan Lili sudah merapikan berkas haram itu karena kemarin acak-acakan setelah di cek oleh Dewa di rest area.Lili membuka pintu. Dewa tersenyum pada Lili, “Hai, Li. Udah pada siap?”, tanya Dewa. Lili meringis lalu menggeleng, “Belum, mas. Kak Arin sama mbak Citra masih dandan.” Dewa mengerutkan keningnya.Dewa heran tumben sekali Citra lama dandan, padahal dulu kalau De
“Jaminkan keamanan buat kita semua dan cari siapa pembunuh ayah sama ibu.”Arin menoleh kaget pada Lili. Apa yang mau dilakukan Lili dengan pembunuh itu? Arin sendiri sudah mengikhlaskan kepergian kedua orang tuanya. Ini semua takdir bagi Arin. Tapi Arin tidak menyangka jika Lili ingin menemukan pembunuh kedua orang tuanya.“Easy for me. Emang udah niat saya seperti itu. Jadi tanpa kamu minta pun saya sudah akan mencarinya dan melindungi kalian berdua.” ucap Dariel enteng.“Kalo udah ketemu jangan langsung jeblosin ke penjara. Aku pengen ketemu dulu.” pinta Lili lagiArin tidak habis pikir dengan jalan pikiran Lili. Dia menggeleng pasrah saja dengan keinginan Lili.“Emang kalo udah ketemu mau apa?” tanya Dewa.“Mau aku hajar!” sengit Lili. Lili mengepalkan tangannya ke udara lalu menubrukkan ke
Di dalam mobil Dewa, disana ada Joni yang duduk di depan di samping kemudi Dewa, ada juga Arin, Lili dan Citra yang duduk di kursi belakang.“Mulai malem ini lo tidur di rumah.” perintah Joni pada Dewa.“Ogah.”“Lo ngga denger tadi. Diantara kita semua cuman lo doang yang tinggal sendiri. Jadi ada kemungkinan lo duluan yang dibunuh.”“Sumpah bang, Lo ngomong gitu berasa lo lagi doain gue cepet mati. Sangat to the point sekali.”“Sampai kasus ini selesai aja, Wa.”“Ngga ah.”“Kalo gitu gue yang tidur di tempat lo.””Kasur gue cuman 1.”“Gue beli entar.” geram Joni.Arin, Lili dan Citra yang mendengarkan perdebatan kakak-beradik ini hanya diam saja, beberapa kali terkekeh. Menarik juga.Citra mencoba menengahi, “Biar bang Joni nginep di tempat mas. Bener juga kata pak Dariel, mas itu sasaran empuk soalnya tinggal sendiri.”“Ngga sayang… Lagian bang Joni mau tidur dimana coba.”“Kalo mas ngga ada yang temenin aku yang khawatir loh, mas. Tau bakalan gini mending ngga usah pindah Jakarta a
Fatma dan Saskia menatap Dewa dan Citra yang cukup diam malam ini. Terlihat jika Citra memang tenang, tapi Dewa kebalikannya, Dewa sangat gugup. "Mas? Kok masih belum dimakan?" tanya Citra pada Dewa. Piring Dewa masih penuh dengan makanan. Biasanya Dewa sangat lahap memakan santapan makan malam dimana menu utama di resto hotel ini adalah steak. Citra sangat tahu jika Dewa sangat menyukai makanan yang berbahan protein itu. "Iya, yang," patuh Dewa. Dewa akhirnya memakan steak itu dengan lahap. "Oh ya Fatma, Saskia nanti anter ke supermarket, yuk. Ada yang mau mbak beli," ajak Citra pada Fatma dan Saskia. "Ok, mbak," Pikiran kotor Fatma dan Saskia berkelana kemana-mana. Apa mbak Citra mau beli kondom, ya? Testpack, mungkin? Ngga mungkin deh, masa ngelakuin sekali langsung buncit. Sehari juga belum. Mungkin mbak Citra mau beli obat kuat buat mas Dewa, tapi emang ada di Swiss? Itulah pikiran-pikiran kotor yang keluar dari kepala Fatma dan Saskia. "Mas, mau ikut, ngga?" tanya Cit
"Sudah 2 hari kita di hotel. Aku bosen, yang...." keluh Dewa pada Citra.Dewa saat ini berada di kamar hotel Citra. Dewa tiduran di kasur dan Citra sedang memainkan ponselnya di sofa.Fatma dan Saskia sedang berada di kamar Fatma. Mereka berdua hanya diam di kamar dan menonton drakor secara marathon."Sabar. Arin kirim chat satu jam yang lalu, dia bilang kalo dia lagi di bandara dan akan boarding satu jam lagi,""Chicago-Swiss berapa jam penerbangan, sih?""Mas cek google aja coba,"Dewa menuruti perintah Citra untuk cek di google. Dia mengambil ponselnya yang dia simpan diatas nakas"WHAT??? 9 JAM????" teriak Dewa dan duduk tiba-tiba.Citra terkejut mendengar teriakan Dewa, dia mengusap dadanya. "Ya ampun, mas. Jangan teriak-teriak gitu. Aku kaget.""Ini 9 jam loh, yang. Iya kalo 9 jam kita langsung jalan-jalan, kalo ngga?" ucap Dewa cemberut.Citra melirik jam yang ada di dinding, "Ya ngga bakalan bisa langsung jalan-jalan. Orang mereka bakalan nyampe hotel tengah malem,""Arrggggh
Andrew berjalan keatas panggung. Suasana ballroom yang awalnya penuh dengan suara berbincang dari para pengusaha itu seketika senyap. Mereka fokus melihat Andrew yang ada disana."Good evening everyone. Thank you for coming to this party that I have organized. Everyone here must be very familiar with the state of HP Group in the past year...." Andrew terdiam dan melihat orang-orang yang ada di ballroom sebelum melanjutkan pidatonya. "Yes, as you all know we were at a low point in our company, but we are grateful that we were able to get through it and still survive. I can say that this is one of our best achievements. Speaking of achievements .... I'm not talking about being ranked as the world's number 1 entrepreneur or anything, but an achievement where we can survive the downturn and even we can still hope to continue to grow. There is no such thing as getting tired and giving up. Cheers." Andrew mengangkat gelas yang berisi red wine yang daritadi dia pegang dan meminumnya sedikit,
Arin berdiri di depan cermin di kamar hotelnya. Gaun yang dia kenakan saat ini adalah gaun dengan model off shoulder berwarna ungu tua dengan gradasi hitam. Rambut Arin hanya disanggul sederhana.Cantik. -- batin Arin tersenyum dengan percaya diri untuk menutupi kegugupan yang sedang dia alami sekarang. Berkali-kali Arin menghembuskan napasnya.Tiba-tiba saja Lili datang dan merangkul pundak Arin. Lili menumpukan kepalanya ka pundak Arin, "Kakak tegang, ya?" tanya Lili terkekeh melihat kegugupan Arin.Arin mengangguk sambil meringis."Tenang aja, kak. Kakak kan udah sering ketemu sama ayah sama om-om nya kak Dariel," tenang Lili beberapa kali mengusap punggung Arin."Kondisinya beda, Li. Meskipun kakak itu sekretarisnya pak Bram, terus kenal pak Frans sama pak Andrew juga tapi ya tetap aja beda. Apalagi pak Andrew yang notabenenya ayah Dariel, bahkan pak Andrew jarang nyapa kakak di hotel. Kalo pak Frans sama pak Bram sih udah sering," keluh Arin.Lili memutar tubuh Arin menghadapnya,
Bandara hari ini cukup ramai, terutama hari ini adalah weekend."Kamu udah coba telpon Saskia?" Tanya Dariel pada Arin. Beberapa kali Dariel cek jam tangan miliknya. Satu jam lagi pesawat akan lepas landas. Memang masih ada waktu, tapi jika datang lebih awal akan lebih baik.Tidak henti-hentinya Arin bertukar pesan dengan Saskia di aplikasi hijau, "Udah, aku lagi chat-an sama Saskia. 15 menit lagi dia nyampe," jawab Arin masih dengan berbalas chat dengan Saskia.Hari ini mereka akan berangkat ke Swiss dan Chicago.Arin, Dariel, Lili, Joni dan Sean akan pergi ke Chicago. Sedangkan Dewa, Citra, Fatma, dan Saskia akan berangkat ke Swiss. Sesuai dengan rencana jika rombongan Chicago akan datang ke Swiss setelahnya.Awalnya Sean akan berangkat bersama keluarga Frans dan Bram, tapi dia akhirnya membatalkannya, karena akan sangat kikuk jika pergi bersama mereka.15 menit berlalu, tapi belum terlihat tanda-tanda kedatangan Saskia.Mereka masih menunggu Saskia di ruang tunggu keberangkatan pes
"Cukup meresahkan mendengar aduan dari tetangga-tetangga disini. Apalagi kalian bukan mahrom," ucap pak RT.Sekarang Arin, Lili, Dariel dan Joni berada di rumah pak RT. Ini merupakan ide Arin untuk mendatangi rumah pak RT, yakni meminta ijin agar Joni dan Dariel bisa menginap di rumah mereka. Awalnya Arin sudah mencoba untuk tidak memikirkan gunjingan-gunjingan para tetangga pagi ini, tapi tetap saja dia merasa salah bagaimanapun Dariel dan Joni bukanlah warga disana."Iya pak, saya mau minta maaf. Saya ingin melakukan ijin tapi karena kami baru sampai jam 2 malam, lalu tadi pagi kami langsung ziarah, jadi baru bisa sekarang untuk melakukan ijin kesini," ringis Arin menyadari kesalahannya."Jika sebelumnya kalian tidak sampai menginap jadi tidak terlalu membuat khawatir warga disini, tapi jika sekarang kalian menginap jadi ya banyak gunjingan sana-sini. Saya pribadi tidak mempermasalahkan jika kalian menginap disini, dengan datangnya kalian meminta ijin pada saya setidaknya saya jadi t
Bab 139 : Ziarah dan perihal kakek-nenekSetelah Arin memijat punggung dan pundak Dariel semalam menggunakan alat pijat lumba-lumba, kondisi tubuh Dariel cukup membaik dari yang awalnya pegal-pegal karena kelelahan menyetir sekarang sudah tidak terlalu pegal. Meskipun masih terasa pegal, tapi tidak seburuk semalam.Jam 7 pagi sekarang. Keadaan rumah Arin cukup ramai. Bukan hanya di dalam rumah, tapi diluar rumah juga sangat ramai. Yup, diluar rumah Arin ada beberapa tetangga yang penasaran dengan siapa yang datang ke rumah Arin, secara disana terparkir mobil mewah dan elegan. Sangat jarang ada mobil mewah yang datang ke desa mereka. Memang beberapa kali Arin dan Lili menggunakan mobil Joni atau Citra saat akan berziarah, tapi mobil Joni dan Citra tidak semewah mobil Dariel.Banyak ibu-ibu yang sengaja nongkrong di sebrang rumah Arin karena saking penasarannya.Lili mengintip dari jendela, "Kak, ngga ada kerjaan banget deh itu ibu-ibu ngeliatin rumah kita," ucap Lili kesalArin yang s
Seperti permintaan Dariel 2 hari lalu, akhirnya Arin, Lili, Dariel dan Joni pergi berangkat ke kampung halaman Arin dan Lili. Dalam keadaan lelah sepulang kerja, Arin dan Lili langsung terlelap tidur di kursi belakang, sedangkan Dariel dan Joni duduk di depan, mata mereka masih melek.Dariel memang sengaja tadi hanya masuk kerja setengah hari. Setelah istirahat makan siang, dia pulang ke rumah untuk istirahat dan tidur. Begitu pula dengan Joni. Dia sudah tidak menjadi seorang pemadam kebakaran lagi, tapi dia membantu toko milik keluarganya jadi waktu yang dia miliki juga cukup luang.“Rencana mau lamar Lili kapan?” tanya Dariel pada Joni yang sedang menyetir.“Sudah saya lamar. Kedua orang tua saya sudah melamar Lili pada Arin untuk saya. Jadi sekarang Lili itu tunangan saya, bukan pacar saya.”“Kapan?”“Sudah lama. Bahkan mama yang ngebet ingin Lili jadi istri saya. Dia yang suruh buru-buru.”“Kan sudah dapat lampu hijau buat nikah. Kenapa ngga langsung nikah aja?”“Lili ingin Arin y
Dewa mendapat lemparan bantal.“Bos!”“Gue lagi tidur. Beraninya lo bangunin gue?” teriak Dariel.Bagai singa yang tertidur dan dipaksa bangun. Begitulah Dariel sekarang.Arin, Lili dan Joni kaget mendengar teriakan Dariel dari dalam kamar. Mereka bertiga berbondong menuju kamar Arin.“Apa-apaan ini?” sentak Arin dari pintu kamar. Dia menggeleng melihat bantal tidur miliknya ada di lantai.Arin lihat Dewa hanya diam saja. Begitu juga Dariel. Dariel masih tiduran di atas ranjang Arin.“Wa,” panggil Joni.Dewa melirik ke belakang tubuhnya. Dewa mendekati Arin dan berdiri di belakang Arin.“Bos Dariel lempar bantal ke gue. Padahal gue cuman bangunin dia,” rajuk Dewa dengan wajah memelas. Dewa mengadu pada Arin agar terhindar dari amukan Dariel.“Mas Dewa aku suruh bangunin kamu. Kita makan bareng sekarang,” titah Arin. Setelah mengucapkan itu, Arin melengos dan kembali ke meja makan. Dewa tersenyum pongah ke hadapan Dariel.Sumpah. Dariel kesal setengah mati melihat wajah menyebalkan Dew