Brian lari-larian di koridor rumah sakit. Ia terus mencari ruangan Kalya di rawat inap.Ketemu. Brian langsung masuk ke ruang rawat inap.Disana di ranjang rawat inap ada Kalya yang masih memejamkan matanya. Meskipun sedang tidur tapi wajahnya masih pucat pasi seperti menahan sakit.Yusup yang sedang duduk di sofa langsung berdiri menghampiri Brian yang ngos-ngosan.“Pak.”“Kalya masih belum sadar?”Yusup menggeleng sedih.Sekarang sudah jam 8 malam. Sudah terhitung 4 jam Kalya masih saja belum bangun dari pingsannya.“Saat tadi ke pameran Kalya datang siang. Datang-datang ke stand dia langsung kerja keliling sebar brosur seperti biasa. Tapi saat jam 2 siang dia balik ke stand. Dia ngeluh katanya perutnya sakit melilit, dada panas dan juga sesak. Kalya punya GERD dan saya ingat saat datan
“Jadi ceritanya …. “Flashback” Tetep terus selidiki tentang dia. Kalo ada yang baru langsung info ke gua sekecil apapun itu. Kalo dia emang orang yang seperti itu, maka gua harus hati-hati sama dia. “Dewa mengangguk mendapat perintah dari Brian dan langsung undur diri dari hadapan Brian. Ia langsung pergi keluar dari SFC. Biasanya ia akan menggoda Citra tapi bukan waktunya untuk bercanda.Tidak ingin menanggung resiko karena berurusan dengan sosok besar seperti Dariel, kemarin saja ia hampir tertangkap, jadi hari ini dia akan kembali ke kosnya. Ia harus berpikir matang untuk nyawanya juga agar aman.Dewa menyalakan komputernya. Pertama ia akan menyadap akun salah satu perusahaan kecil Dariel. Ia sudah tahu seluruh anak cabang perusahaan Dariel, ada juga daftranya ia sudah pegang. Jadi ia akan mulai dari yang terkecil.Tidak ad
Hari minggu yang cerah. Seolah langit ikut melancarkan acara kencan Arin dan Dariel yang akan mereka jalani hari ini.Pagi-pagi sekali Arin sudah disibukkan dengan memasak. Memang Dariel menginginkan kencan dengan belanja di mall, nonton bioskop, tapi Arin menolaknya dengan keras. Arin ingin benar-benar menghabiskan waktu dengan Dariel. Tercetuslah ide mereka akan piknik di taman.FlashbackArin hanya menyedekapkan kedua tangannya di depan dada dan melihat keluar jendela.Setelah Arin masuk mobil, Dariel langsung melajukan mobilnya untuk mengantar Arin pulang. Sudah dari tadi Dariel mengajak Arin bicara, tapi Arin masih tetap saja diam. Harusnya ia tidak asal bicara pada tukang ojek tadi, karena Arin malah benar-benar merajuk. Ucapan adalah doa, memang benar adanya.Hingga saat ini sudah sampai depan gang kontrakan Arin pun ia masih dengan mode diamnya.
“Onigiri, sandwich, kentang goreng, ayam krispi, nasi, keripik, kue basah, buah-buahan, jus, air putih… apa lagi ya? Udah kayaknya.”Takut ada yang terlewat, Arin saat ini sedang mendikte apa saja yang akan ia bawa untuk piknik nanti. Arin langsung mengambil keranjang piknik miliknya, lalu memasukkan makanan tersebut ke dalamnya. Arin juga sudah menyiapkan tikar, tisu baik yang basah maupun yang kering, obat nyamuk spray, sunscreen, box P3K, dan trash bag.Begitu rempongnya Arin dari pagi menyiapkan semuanya. Sudah seperti ibu-ibu yang menyiapkan perlengkapan liburan keluarganya. Tapi ia puas. Bagaimana pun ini merupakan kencan pertama Arin dan Dariel, jadi harus berkesan.Tok tok tokArin yang masih memasukkan perlengkapan piknik ke dalam tas langsung menghentikannya. Ia langsung buru-buru membuka pintu, sepertinya Dariel sudah datang.Benar saja, disana sudah
Di dekat Arin dan Dariel terlihat ada 1 keluarga yang sedang piknik juga. Ada sepasang ayah dan ibu, 2 anak laki-laki dan 1 anak perempuan.Mereka terlihat bahagia. Itu membuat Dariel iri. Keluarga yang harmonis, kasih sayang dari kedua orang tua, tidak Dariel dapatkan dari kecil. Orang tuanya yang sibuk bekerja membuat Dariel tidak tahu apa itu cinta. Yang Dariel tahu, hanya neneknya lah yang selalu ada untuknya.Saat orang tua Dariel meninggal pun ia memang merasa sedih, tapi tidak merasa kehilangan. Ia sudah biasa ditinggal bekerja oleh kedua orang tuanya. Bahkan Dariel lebih dekat dengan pengasuhnya dulu dibanding dengan ibunya.Lihatlah… keluarga itu tertawa bersama, berlari kesana kemari, menyebarkan kebahagiaan ke seluruh orang yang ada di taman ini.Sepertinya Dariel melewatkan sesuatu. Dari 5 anggota keluarga itu hanya ada 4 orang yang bahagia, sedang 1 orang lagi yakni sang kakak lak
Dariel keheranan saat berjalan melewati pohon tempat mereka tadi piknik “Ini kamu yang beresin sendiri? Bawa ke mobil sendiri?” Dariel menunjuk kesana sudah kosong molongpong tidak ada peralatan piknik mereka.Pantas saja Dariel heran, karena awalnya ia aneh hanya membawa cooler box saja, tambah-tambah sekarang tikar bekas mereka piknik juga sudah tidak ada.Fix. Arin bukan cewek manja.Tapi Dariel ingin Arin bermanja-manja dengannya. Untuk bergandengan saja harus Dariel dahulu yang menyodorkan tangannya. Bukannya salting atau wajahnya memerah, Arin malah terkekeh jika Dariel ingin bergandengan tangan atau dipeluk lengannya saat di mobil. Malah jadi dia yang seperti bocah kecil yang tidak ingin jauh dari ibunya.Mereka menuju tempat parkir dimana mobil Dariel berada.“Baru jam 5 sore. Mau kemana lagi?”“Pulang aja.”
“Gapapa. Kelilipan.” Citra menghindari tatapan Arin dengan menghadap Dewa. Dewa tersenyum sedih melihat Citra. Dewa langsung mendekap kepala Citra.“cup… cup… cup…”“Pasti kamu ya yang bikin Citra nangis?” tuduh Arin pada Dariel. Arin mendekati Citra lalu ikut memeluk Citra bersama Dewa.Dariel melotot dituduh Arin seperti itu. Baru kali ini ia merasa difitnah dan sakit hati mendengarnya. Lebay? Emang.Jika ada yang menjelekkan Dariel, ia tidak pernah marah. Bodo Amat. Tapi ini Arin yang tidak tahu apa-apa tapi malah menuduhnya. Apa salahnya?“Ngga usah peluk-peluk Citra. Dia udah dipeluk Dewa. Peluk aku aja sini.” Dariel menarik pelan lengan Arin. Lengannya malah dihempaskan Arin lalu memeluk Citra lagi.Gondok. Sumpah.Dewa menyeringai, meledek. Dewa malah menggoda ikut menyentuh lengan Arin yang memeluk Citra. Tambah panaslah hati Dariel.Brengs*k. Awas aja.“Sini.” Dariel menarik Arin hingga Arin melepas pelukannya pada Citra. Arin protes dengan cara memelototi Dariel.“Ngga usah
Jika pasangan Arin-Dariel dan Citra-Dewa sedang saling mengucapkan selamat tinggal, beda lagi dengan pasangan Kalya-Brian.Dari semalam Kalya masih belum sadar juga. Brian menahan kantuknya takutnya Kalya sadar dan membutuhkan sesuatu. Brian tetap setia duduk di kursi samping ranjang Kalya. Ia tidak henti-hentinya berdoa akan kesembuhan Kalya. Kalya sadar saja sudah membuat ia sangat bersyukur.Namanya juga manusia. Brian yang kelelahan karena aktifitas hari ini justru malah tertidur sambil menggenggam tangan Kalya yang tidak diinfus.Sudah jam 2 dini hari. Kalya sadar, perlahan ia membuka matanya. Kalya sadar akan kebodohannya. Perutnya masih kosong tapi malah minum Ice Americano. Tentu saja perutnya bergejolak tak nyaman. Awalnya ia mengabaikannya, namun makin lama napasnya makin sesak, dadanya seperti ada yang menindih, ia kesusahan mengambil napas, dari dada hingga tenggorokan terasa panas.Kalya kehausan. Ia mencoba mengangkat tangan yang tidak diinfus, tapi sangat berat dan keba