Semilir angin malam kian berhembus, bertiup, seakan membawa dorongan kala melintas setiap ruang, nyaris ia tidak menyadari keberadaan angin, akan tetapi ada satu hal yang membuat seorang Kelvin bisa merasakan serta mendengar bahwa angin berbisik pelan dalam telinganya, namun tetap saja Kelvin tidak bisa mengerti apa yang sebenarnya sedang dikatakan angin itu, ia hanya mengangguk pura-pura mengerti lalu pergi menghiraukannya kembali. Demikian pula ia berjalan melewati setiap negeri negeri asing namun tidak tahu apa yang sebenarnya ia cari, hingga datanglah kemudian hari, kedua seorang penjaga berpangkat polisi tak sengaja berpapasan dengan Kelvin pada tengah-tengah jalan dikala heningnya suasana malam, para penjaga itu tampak tidak mencurigakan bagi pandangan Kelvin, namun setelah menanyakan sesuatu hal sontak membuatnya agak sedikit kebingungan. Lantaran ia pun tidak tahu menahu prihal apa saja mengenai maksud dari dunia luar.
"Kau mau kemana tuan? Apa bisa kau tunjukkan kartu identitas mu sebentar!" katanya.
"Maaf pak, saya tidak punya kartu identitas." Kelvin balas menjawab, sorot matanya kosong menatap kedua petugas itu lantaran tidak mengerti apa yang sebenarnya tengah mereka perbincangkan, dan apa itu kartu identitas? Bahkan mengetahui siapa nama orang tuanya dan dimana ia dilahirkan? Kapan? Kelvin tidak tahu. Melainkan hanya satu hal yang ia ketahui bahwa orang-orang mengatakan kau adalah anak yang tidak diinginkan!. sementara nama Kelvin sendiri diberikan oleh salah seorang preman yang dahulu adalah bos Kelvin sendiri.
"Eh nak, kau dilarang memasuki kota ini kalau tidak memiliki kartu identitas mu sendiri!" katanya dengan suara yang terdengar tinggi, mata mereka tampak begitu merah seakan mengisyaratkan bahwa sedang merasa marah.
"Cepatlah menyingkir dari jalan ku orang tua!, atau kau harus menerima akibatnya jika tangan ini aku lepaskan ke wajah jelek mu itu!" balas Kelvin tak kalah emosional dihadapan kedua petugas itu. Lantaran baginya bukanlah sebuah masalah besar untuk melepaskan suatu pukulan hingga membuat mereka kembali memohon pengampunan. Namun sang petugas hanya terdiam sesaat lalu tertawa lepas sambil mencerca Kelvin dengan sebutan orang aneh yang tidak tahu malu.
"Hah lucu sekali tuan!!!" Sekali lagi Kelvin mengancam. Namun kali ini pukulan keras mendarat dimuka mereka hingga membuat keduanya terkapar tak sadarkan diri diatas permukaan serta meninggalkan noda pada sebuah bekas luka yang membiru.
"Oh ya, kau inginkan aku memiliki kartu identitas sebelum masuk keluar kota kan? Jadi izinkan aku mengambil milik kalian berdua!" katanya, maka saat itu pula dengan lancang tangan tangan Kelvin menerobos masuk kedalam kantong pakaian, mengambil dompet yang berisi puluhan uang ratusan, serta kain kemeja putih panjang yang tampak menurutnya bergaya. Lalu pergi berlalu mencurinya dengan tenang.
***
Satu jam setelah berada dalam perjalanan panjang, tampak suasana keindahan malam membentangkan cahaya syahdunya dari ribuan bintang-bintang yang bertebaran di angkasa lepas. Hingga membuat seorang Kelvin tampak menengadah keatas, pandangannya menerawang ditelan oleh sebuah pemandangan pada langit-langit hitam pekat seperti hatinya yang kian gelap.
Napasnya terengah sambil berusaha menelan air mineral dalam botol plastik, tampak airnya begitu keruh, namun cukup untuk menghilangkan dahaganya meski dalam beberapa saat, sedangkan tubuhnya bersandar pada tonggak lampu jalanan sampai pada suatu ketika ia memilih untuk memejamkan matanya, melewati perjalanan hari yang kian bergelantungan pada sela-sela waktu.
Dilihatnya ukiran angka pada sebuah arloji hasil curiannya dari seorang polisi itu menunjukan angka 05:00.23, itu artinya hampir menjelang pagi untuk ia melanjutkan sebuah perjalanannya melewati salah satu negeri ke negeri yang lain, tatkala ia terbangun kembali setelah mendengar sebuah suara yang sebenarnya tidak bisa ia mengerti, namun Kelvin juga tahu suara itu disebut sebagai pemanggil orang-orang untuk beribadah. Ah apa itu ibadah? Katanya merasa gelap akan perkara agama.
Setiap haraf pada bacaan ia dengarkan dengan baik, suaranya begitu halus hingga ia merasa nyaman untuk berdiam diri duduk didepan tembok-tembok masjid, akan tetapi lagi-lagi seorang satpam menyuruhnya untuk pergi, seraya memperlakukan ia selayaknya manusia keji.
"Pergi kau orang gila!" kata satpam itu sambil menodongkan sebuah tongkat. Sontak membuat seorang Kelvin ingin melepaskan pukulannya sesaat, namun beruntung bacaan itu menenangkannya hingga membuat Kelvin memilih untuk mengalah. Sementara itu diatas langit sana fajar tampak sudah mulai menyingsing, lalu seberkas cahaya dari balik sebuah bangunan gedung-gedung tua itu tampak tengah memancarkan kebesaran cahayanya ditengah-tengah gelap gulita, terasa hangat saat Kelvin mendapatinya, seakan merasuk masuk dalam tubuhnya yang kian lelah.
Ia berdiri disamping mobil Elsafek sambil berusaha menormalkan kembali helaan nafasnya, dilihatnya mobil itu tampak akan pergi ke suatu daerah maka dengan baik Kelvin bertanya akan pergi kemana, dan sebagai imbalannya dengan senang hati Kelvin memberikan dua buah permen kembang gula pada sang supir itupun jika ia diperbolehkan untuk menumpang.
"Hah!! cepat naiklah dibelakang bersama muatan!" katanya terdengar agak galak. Lalu dijawabnya oleh Kelvin dengan sebuah anggukan kecil dan ucapan kata terimakasih kepada sang supir. Jujur tubuhnya sudah begitu amat lemas, makan dari hasil uang curian terkadang membuat seorang kucing liar seperti dirinya merasa amat bersalah. Namun apalah harga diri seorang preman bilamana membuat kebaikan tapi selalu saja dipandang buruk oleh orang-orang, cukup biarkan ia untuk meluruskan kakinya, ia lelah untuk bersandiwara hanya karena ingin dianggap jauh lebih sempurna.
2 Jam setelah mobil terhenti, menapakan kaki diatas susunan kayu-kayu jati sebagai jalur alternatif para pejalan kaki yang melintasi derasnya aliran air sungai. maka langsung juga Kelvin menatap lekat-lekat pada sebuah ujung pemandangan semu yang tertutup oleh sebagian kabut yang kian terkadang gelap, lalu terang sesaat, hatinya berbisik pelan berusaha menerka-nerka mengenai negeri apa ini sebenarnya. Sementara itu sebuah jalan tampak remang-remang menuju sebuah perbukitan, seolah keindahan yang tersamarkan justru terbentang didepan mata, akan tetapi tetap saja Kelvin memilih untuk diam.
Demikian pula setelah ia berdiam diri agak lama, terdengar asal suara kedua seorang gadis tengah berbincang disusul ketawa cekikikan dari balik kabut tebal sana, hingga datang menampakan dirinya menembus hawa dingin sambil membawakan sekantung barang-barang belanjaannya hingga berpapasan dengan seorang kucing liar itu pada tengah-tengah jalan, menampakan muara senyuman dari muka paras cantik khas putih alami mereka sambil berkata permisi kala sudah dihadapkan dengan seorang Kelvin. Maka dilanjutkannya juga gadis itu jalannya menuju jalan-jalan pematang yang berjenjang luas seluas mata orang-orang memandang meski dari kejauhan. Mungkin saja kedua gadis itu hendak membawakan sebuah bekal untuk para petani yang tengah menyabit padi kala panen telah tiba, dan isi dari kantong itu didalamnya terdapat makanan yang memang sengaja akan mereka suguhkan.
Udara terasa dingin, dingin sekali, begitu juga dengan tetesan embun yang menyejukkan jatuh dari ranting-ranting pohon tua, agaknya curah hujan yang amat lebat telah jatuh sebelum Kelvin menapakan kakinya di atas permukaan rumput yang tumbuh berjenjang luas bagai permadani, gerombolan awan menggulung berarak-arak sepanjang ujung cakrawala. Indah, memang! Akan tetapi Kelvin tidak peduli, ia hanya memilih tetap melanjutkan perjalanannya untuk terus berjalan dan berjalan lalu menyebrang, menurun, mendaki sambil menyusuri seperti seekor semut yang merayap pada sisi tepian sungai. Maka tampak pula airnya begitu amat jernih seperti cermin dua dimensi yang memantulkan keindahan langit tenda dari atas awan, semetara bumi ini sebagai tempatnya bernaung bagi seluruh makhluk hidup yang singgah didalamnya.Tiada mampu ia bayangkan mengenai dunia luar itu sangat lah luas, terlebih dengan negeri perbukitan ini yang sama sekali belum pernah Kelvin temui melalu surat kabar ataupun koran. Dari
Sedetik setelahnya, Kelvin kembali menyapu pandang lantaran tak percaya gadis yang selama ini ia cari, kini malah berdiri dihadapannya tiada perlu ia sadari. Tampak wajahnya masih saja begitu lugu persis seperti awal Kelvin bertemu. Tertuang sebercak cahaya pada matanya begitu sendu lalu ikut menurunkan pandangannya seketika lantaran malu."Siapa nama mu?" tanya Kelvin setelah kembali mengangkat pandangannya, namun kali ini matanya kian berkaca-kaca, lantaran baginya ia bagaikan obat penenang sehingga tiada mampu Kelvin biarkan gadis itu kembali menghilang."Adelia khansa..." katanya begitu halus, namun setiap kata yang terucap dari mulut basah Adelia seakan membuat hati Kelvin berdebar. Maka lengang tanpa terdengar lagi sebuah perkataan diantara keduanya, hanya deru angin yang berbisik pelan mengiri keheningan, satu dua dari sekian banyaknya burung burung itupun ikut tampak berterbangan di atasnya hingga menggoyangkan puluhan ilalang yang tumbuh berjejer disetiap jalan
Dari puncak negeri perbukitan, menapak tanah gersang musim kemarau, angin kian menderu kencang menerbangkan butiran debu yang tidak bisa dihitung lagi jumlahnya, menghalangi sebuah pemandangan roda kayu yang bertali kian berhenti membawa bahan-bahan rempah beserta hasil panen lainnya. Roda itu ialah milik negeri perbukitan, sementara kedua lelaki yang membawanya ialah orang yang sama-sama penting, yakni seorang kepala desa beserta orang suruhannya dari negeri hujan. Fasalnya orang orang sering digulir untuk datang mencari peruntungannya sampai ke puncak perbukitan dikala menjelang malam, sementara pagi orang-orang sibuk menanam rempah atau juga menyawah, kala panen maka hasilnya dibagikan pula tanpa memandang orang itu tidak ikut bekerja, lantaran mereka tahu diusianya yang sudah tua, maka anak-anak muda yang berganti menjadi tulang punggung selanjutnya. Terkadang anak muda juga sering menjualnya ke negeri-negeri perkotaan agar bisa mereka tukarkan menjadi uang padahal jika dilihat
Ia jumpai kembali tubuhnya tengah berkerumun dengan orang-orang yang sedang masih saja tertidur menghadap sisa sisa api unggun bekas tadi malam, matanya terbangun di atas hamparan sabana yang diselingi akasia begitu pula dengan ribuan bunga-bunga rimba liar yang kian membelai halus telapak kaki kala menapakinya, nampak sangat cantik namun tidak terlalu dipedulikan orang. Mereka tumbuh menyebar tak bisa dihitung lagi jumlahnya, sesaat Kelvin menengadah keatas dilihatnya hari sudah begitu amat siang, terasa hangat merasuk kedalam tulang, ditambah dengan kilauan seberkas cahayanya yang begitu terang benderang. Rumput-rumput di atas tebing ikut bergoyang seakan melambai-lambai kearahnya kala terbawa hembusan angin yang kian kadang bertiup pelan kadang juga kencang. Lantas ia beranjak kearah sebuah sumur tua yang terdapat didekat sana, ada bekas ban karet tua melingkar di setiap cincinnya yang sudah hampir tertutup sepenuhnya oleh tumbuhan hijau merambat hingga melingkar pada sisi-an beb
Si Amin menegakkan tubuhnya tangkas, menembus angin kencang yang berlawanan kian berubah menjadi lesus, terdengar mengaum kadang juga mendesir lalu melewati kedua orang itu. Jarinya menunjuk kearah langit tenda yang hampir tersipuh oleh beberapa titik semburat merah jingga berarak-arak kala menjelang senja. Kepul kabut menyelimuti lereng perbukitan dari balik ilalang ujung puncak yang gemilang ditengah-tengah redupnya cahaya matahari. Tiada mampu seorang Kelvin mengelak setiap suruhan orang itu, baginya dirinya adalah seorang majikan yang berwibawa, setiap kali Kelvin mengemis kelaparan, maka hanya dia juga yang selalu membantunya.Ku ulangi sekali lagi, awan yang berserak di atas cakrawala itu perlahan terbakar oleh semburat merah jingga dan menghilang begitu saja. Ah lagipula siapa yang peduli jika pekerjaannya masih juga belum selesai. "Ayo!" kata si Amin hendak mengajaknya pulang. Maka Kelvin mengangguk pelan, kakinya mengekor dibelakang si Amin berjalan. Biarlah padi-padi
Untuk seluruh waktu, sedemikian rupa ia sudah menemuinya dengan segala keraguan dan pergi, tidak ada yang bisa ia lakukan disini. Hanya cahaya minyak lampu yang mengiringi setiap erangan kepergiannya, biarkan gadis itu sendirian, tatkala Kelvin berusaha menerka mengenai kemungkinan yang tidak pernah selamanya benar, bisa saja dia tengah merindukan keindahan tanah kelahirannya sendiri dirumah.Maka lingsir sang fajar, memahami kesendirian Kelvin dengan dekapan kehangatannya kala menengadah keatas puncak perbukitan sana. Seperti biasa ia terbangun di atas hamparan yang dipenuhi oleh sabana, mencuci mukanya dengan air timba dari bawah sumur, begitu pula dengan si Amin yang mengajaknya kembali beranjak ke sawah. Namun kali ini Kelvin tampak tidak berselera untuk bekerja. Ia hanya ingin menikmati kesendiriannya sambil menyapa setiap orang yang lalu lalang, cukup dengan melihat senyumannya, mendengar bisikan mereka, sudah membuat hatinya kembali senang. Ditambah bukankah orang-orang
Diwaktu berkala hanya kata ibu yang gadis itu pinta, lagipula tidak ada kekayaan paling indah selain ibu, bahkan Kelvin pun ingin memiliki kekayaan itu menggayuti hati kecilnya dan berusaha mengingat kapan hari asing itu menimpanya di masa lalu. Sudi atau terbuang kiranya orang-orang berkata ia anak yang tidak diinginkan serta rela ditelantarkan oleh kemanusiaan, lantas mengapa ia masih saja sampai terlahir, tuan?Barangkali dalam relung hati, Kelv tidak pernah iri dengan kekayaan itu, tidak terpikir juga ingin memilikinya. Lebih baik ia berpikir hari ini akan makan apa?, mengerjakan apa? Dari pada mengingat hal yang dibuatnya menjadi gelisah. Tentunya ia berhasil melupakan semua itu, didorong oleh rasa lapar lalu mulai memikirkan kelezatan dengan segala kecenderungan dari sebuah makanan hingga ia lupa akan apa dan mengapa yang bersangkutan dengan masalah hari ini.Meski tetap saja tak surut Kelv lupakan, mengenai kesuraman bayang-bayang hitam yang penuh kenestapaan itu
"Esok aku harus pergi bersama si Amin, yang pasti mungkin kami akan mencari peruntungan dengan cara berdagang disana.""Kenapa?" tanya Adelia membesarkan hati. Lantaran tak rela jika salah satu sahabatnya harus pergi dengan waktu yang cukup lama, bukan takut lantaran tidak ada lagi kawan, tapi ada juga, melainkan setidaknya jika ada lelaki itu ia tidak pernah merasa kesepian meskipun setiap hari, setiap malam tak lekas harus membicarakan hujan, mendung kadang juga kemarau, yang membuatnya bosan dan berpikir apa tidak ada pembahasan lain. "Tolong berikan aku alasan yang jelas!" ancamnya sembari tangan mengepal kesal."Untuk kau aku, dan kota kita!" balas Kelvin, berusaha memicingkan telinganya rapat-rapat. Lantaran diwaktu berkala seperti ini ia paling malas untuk berdebat meski harus mempermasalahkan hal hal yang kecil sekalipun. "Jika kau bertanya mengenai alasannya lagi, maka aku akan langsung menjawab untuk kau aku, dan kota kita!""Sudah cukup, lebih baik sekar
Di pinggiran gubuk-gubuk tua itu dia masih berdiri bergelut dengan pikirannya yang tengah kacau, tepat sekali di depan matanya kertas perjanjian itu robek kemudian hangus oleh sisa-sisa arang pembakaran. Kelv tahu dia pasti sangat marah setelah menyaksikan apa yang telah Kelv perbuat, kemudian secara sengaja lelaki itu pun meludah, menepuk tangan kekarnya penuh gaya, seraya membuka kain yang menutupi tubuhnya dan berkata, “Mari kita bertarung!”Kelvin yang mendengar ocehan lelaki tadi langsung memperlihatkan wajah dinginnya dan mendengus malas, menatap remeh pada lawannya. Baginya dia hanya lah seekor semut kecil yang tersesat di tengah hutan belantara saja, dan tidak tahu harus pulang ke mana. Namun sayangnya lelaki itu sudah bertindak yang melampaui batas, yang tak seharusnya lah untuk semut itu menantang hewan buas yang tidak berselera untuk membunuhnya.Kemudian Kelvin dengan tenangnya hanya melirik ke arah arloji yang sering kali ia kenakan, lalu berpi
Merekalah yang selalu bertanya-tanya apa alasan Kelvin tidak menikahinya, jika tidak bisa mengapa tidak mencari gadis yang lain saja? Akan tetapi bukan itu masalahnya, mungkin bisa saja ada ribuan gadis di luar sana yang bersedia bersamanya, tapi apakah harus Kelv mengecewakan gadis yang lebih dulu sudah begitu rela menatap penghidupannya yang tiada warna.Oleh karena itu dia selalu diam dan diam, biarkan gadis yang dia pilih itu memutuskan. Dan biarkan ungkapan perasaannya terungkap melalui bibirnya dengan segala kata yang menyangkut rasa cinta, biarkan dirinya juga yang menumpahkan segala warna-warna indah yang memesona itu ke dalam penghidupan yang tiada makna saat ini baginya.Telah diramalkan hari, waktu yang pasti dia akan menjawabnya, dan semua orang akan berhenti untuk berbicara dari belakang, mungkin benar, hanya pembuktian yang akan menyelesaikan segala kedewasaan, bersamaan dengan keresahan hati atas penyesalannya yang menggelora oleh lontaran kata-kata yang
Masalah ini bukan tentang ada atau tidaknya kata restu dari seorang wanita tua, melainkan tentang gadis itu yang menjadi prioritas utama, setidaknya kita masih ada waktu menjalankan semuanya dari semula, dan barangkali Kelv bisa menatapnya tersenyum lagi pada luasnya hamparan Padang rumput bak sebuah permadani di atas pegunungan yang diliputi oleh pepohonan, seraya mendengarnya yang kadang bernyanyi. Cukup hanya dengan bersamanya saja dia bisa merasakan kebebasan yang telah lama ia cari.Sudah siang menjelang sore. Adelia Kansha seorang gadis yang duduk di atas kursinya hanya memberikan sedikit roti padanya, hanya ini yang dia punya, bukan lantaran keterbatasan uang untuk membeli semua makanan, melainkan roti mengingatkan ia akan dinginnya pertemuan antara keduanya pada dua puluh tahun silam.Tidak ada yang berubah, dia masih memotong roti itu menjadi dua, sebagian untuk Kelvin sebagian untuk nya, dan itu cukup membuat suasananya menjadi hangat meski tak ada perapian yan
Mobil untuk muatan itu berhenti di atas permukaan pasir, kemudian seorang supir yang berpakaian kain kusut turun menampakkan dirinya, seraya bertemu secara langsung dengan ke empat preman penuh gaya yang mana wajahnya sama-sama tersengat matahari. Tatkala mereka telah menunggu selama berjam-jam setelah mempersiapkan barang-barang bawaan yang akan di bawa. “Ayo!” kata seorang supir, lantas dengan sikap penuh khidmat kedua orang di antara empat preman itu menaikinya. Ya kami menaiki mobil itu sebagai alat transportasi menuju negeri perbukitan. Memang kedua kota itu jaraknya tidaklah terlalu jauh, namun jika harus ditempuh melalui berjalan kaki tetap saja harus berbekal persediaan yang cukup. Lantaran ada banyak hutan, beserta gundukan pasir di depan sana, dan tambahkan saja dengan jalan berliku memanjang yang harus kau ketahui. Sudah hampir setengah jam ketika mereka berada ditengah-tengah perjalanan. menanjak pada sebuah gundukan pasir terkadang mobil yang ditumpangi
Bilamana Kelv telah tiba pada sebuah rumah, manakala di dalamnya pula terdapat banyak sekali pakaian-pakaian kumuh yang tampak bergelantungan, sebagian berserak memenuhi setiap permukaan lantai kamar. Nyaris pakaian itu menghalangi pandangan Kelvin, maka dengan tenang ia hanya berusaha menghela nafas panjang, dan lebih memilih untuk mencari Nazma tanpa terpikirkan akan sebuah pertanyaan-pertanyaan dalam benaknya.Jauh sekali ia menerawang pada sebuah bayangan hitam yang melingkupi kegelapan, tapi apakah harus Kelv mengasihaninya terus-terusan? Jangan salah Nazma sudah besar, akan tetapi sayang seperti tidak memiliki akal. Maka keluarlah, tunjukan segala keberadaan, jika perlu bercerita dan ungkapkan apa permasalahannya.“Anak muda, apa yang kau lakukan di sini?” tanya seseorang tanpa menunjukkan letak keberadaannya, laksana sesosok arwah yang tidak memiliki keberanian, sayang kejadiannya bukanlah aku yang tengah kesetanan, melainkan ini memang
“Kelvin si preman yang telah berhasil menguasai terminal. Jadi seperti itu orang-orang memanggilnya.”“Benar tuan.” Faisal menimpali ucapan sang pewaris tuan walikota. Sontak saja dengan geram, tuan Hendrik tampak mulai bergumam, “Kakak ternyata pangkat mu sangat menyedihkan...”Sudah saatnya pulang. Tapi entah mengapa ada perasaan cemas menyelimuti hati tuan Hendrik. Bagaimana tidak! Jauh dia menerawang pada segala terkaan bahwa kakaknya sebentar lagi akan pulang setelah mengetahui kebenaran. Sayang permasalahannya bukanlah terdapat pada tuan Hendrik (adiknya) sendiri, melainkan kepada kesalahan kedua orang tuanya juga atas segala tindakan yang menyangkut kecerobohannya.Andaikata semua orang tahu, bila Kelv bukanlah anak yang tidak diinginkan, melainkan putra sah dari seorang walikota, mungkin saja segala kehormatan akan senantiasa tercurah kepadanya. Sayang dia terbuang lantaran sebuah kesalahan yang membuatnya dianggap seb
Sudah hampir setengah jam, tuan Hendrik atau yang lebih dikenal sebagai pewaris tuan wali kota itu duduk diatas kursi kerjanya. Mendatangani lembaran surat surat penting. Namun agaknya tuan Hendrik tampak begitu jemu dengan pekerjaannya, atau bisa jadi sedang dalam keadaan kurang sehat.Lantas dia mulai membunyikan lonceng sebagai isyarat akan sebuah permohonan kepada pak Rustam, salah seorang yang bekerja sebagai asisten pribadinya. Langsung saja dengan cekatan pak Rustam bertanya secara sopan, "Apa ada yang bisa saya bantu kembali, tuan?""Ambil kunci mobil! Kita akan pergi menemui anak itu lagi.""Baik, tuan." Lagi-lagi pak Rustam hanya bisa mengiyakan tanpa tiada mampu mengatakan sepatah kata apapun lagi. Maka dengan sekali kejapan mata saja, mobil sang pewaris tuan wali kota kini telah berada di depannya."Mari tuan!" Pak Rustam membuka pintu mobil, seraya mulai mempersilahkan tuannya masuk terlebih dahulu. Sejujurnya ini kali pertamanya pak Rustam m
Kelvin sudah begitu asyik dengan pekerjaan-pekerjaan yang bisa membuatnya menghasilkan puluhan uang, membuatnya menjadi orang yang amat diuntungkan. Namun tanpa sadar, keindahan itu berubah ketika jiwanya yang terpejam dalam kelamnya malam. Ia bisa mengenali bagaimana perasaan-perasaan itu tumbuh dalam kebisuan yang nyaman. Kemudian mengenang kehangatan sang mentari pagi hari yang menyapa pucuk-pucuk ilalang nan bergoyang mengiringi sebuah kebebasan. Maka tampak pula olehnya meski terhalang oleh ribuan rimba-rimba liar itu sebuah petakan rumah-rumah yang begitu tenang, dan setiap taman dan jalan tempat pertemuan yang sering kali Kelv lukis kan dalam sebuah mimpi-mimpi yang mengerikan. Mengerikan lantaran disana pula terdapat seorang gadis yang amat ia kasihi tengah menungguinya pulang dalam kemenangan. Maka ingatkah dahulu kau bilang janji, dahulu kau bilang itu pasti, namun dalam kenyataan pahit gadis itu tetap setia menunggui mu kembali.Kebetulan waktunya untuk Kelv bekerja
Dengan perlahan dan lembut, bagai sebuah mimpi yang tiada mampu menafsirkannya, setelah Nazma menangkap sebuah nama seraya langsung ia renungkan saat kegelapan kaki langit melingkupi kedua bola matanya yang memancarkan kerlip cahaya kebenaran-kebenaran lama yang memesona meski tersamarkan.Sekilas Kelv menghela napas panjangnya setelah kata-kata haru itu telah usai dari dalam telinganya, berusaha menghentikan siksaan dalam dada seperti sebuah gigitan yang merindukan kasih sayang. Adakalanya ia juga merasa bahwa hidupmu dan hidupku tak jauh berbeda selayaknya mahkluk rapuh yang berdosa, terjebak dalam jeruji nestapa, dan yang paling kita harapkan adalah sebuah kebebasan dimana burung burung bisa senantiasa mengepakkan sayapnya terbang hingga ke angkasa, menikmati keindahan awan, dan langit tinggi tanpa batas yang membentangkan keagungan dari harapan-harapan belaian rahmat dari Tuhannya. Sekali lagi kita sama Nazma, aku juga makhluk yang berdosa. Suara derit engsel yang kau sere