Share

Part 34

Penulis: Manda Azzahra
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Aku menatap Daryan penuh tanya. Lalu kulihat dia menyunggingkan sebuah senyum, seperti sebuah kekecewaan.

"Aku tidak ingin terus menyakitinya. Seburuk apa pun perangainya, dia tetap ibuku," sahutnya.

"Berhenti menghukum dirimu sendiri, Daryan. Jangan lagi bertingkah gila. Berhenti menghukum diri sendiri. Semua bukan salahmu."

Aku masih terperanjat heran. Hanya bisa diam menyaksikan dua kakak beradik itu saling bersahutan.

Ada apa dengan keluarga mereka? Adakah skandal yang terjadi hingga orang luar sepertiku tak boleh tahu? Inikah yang dimaksud Ren dengan keluarga Daryan yang tak wajar itu?

Keluarga macam apa ini?

~~~~

Jadi seperti itu kehidupan Daryan sebenarnya. Menolak posisi dan jabatan yang diberikan oleh Ayahnya demi menghargai perasaan ibunya. Aku tak tahu harus menyalahkan siapa. Terlebih Daryan yang hanya sebagai korban, meski seluruh keluarga bersedia menerima kehadirannya.

Aku menangis sendiri di kamar sempit ini setelah Daryan mengantarku pulang dan menceritakan s
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 35

    "May Boba?" Seorang pemuda tiba-tiba muncul dan menegurku dengan menunjuk standing banner di depan booth container. "Sepertinya kau salah menuliskannya. Harusnya tidak pakai huruf A."Aku tersenyum mendengar kritikan darinya. Pembeli yang satu ini pasti berpikir bahwa kata 'May' yang aku pakai, megandung arti kepemilikan dalam bahasa Inggris."May itu, diambil dari namaku. Ma-ya." Aku seperti guru SD yang sedang mengajari muridnya membaca."Maya? Namamu Maya?" Dia mengulangi ucapanku. Aku mengangguk. Kemudian pria berwajah rupawan itu tersenyum, mengulurkan tangannya. "Aku Daryan." Itulah pertama kali aku dan Daryan bertemu. Pria ramah tamah yang selalu bertanya banyak hal padaku. "Usaha ini milikmu? Aku pikir kau hanya pekerja.""Berapa usiamu? Harusnya kau bekerja dengan gaji tetap saja. Bagaimana jika dalam satu hari tak ada satu pun pembeli.""Kau kuliah jurusan apa? Bagaimana kau bisa tahu untung dan rugi usahamu ini?""Seharian sampai malam kau sendiri yang menjaga. Kenapa

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 36

    "Kau mendengar semuanya?" Napasku bagai terengah saat bertanya. Dia masih melongo, kemudian mengangguk. Aku memejamkan mata.Oh, shit!Kekesalanku bertambah mana kala Anyelir menagih nomor ponsel yang dia minta. Merasa tidak sabaran ingin berurusan dengan si pria mata keranjang itu."Aku tidak punya," sahutku."Kalau begitu kau bisa berikan alamatnya?"Oh, ya ampun. Andai aku punya alasan untuk tak memberi tahunya. Tak adakah orang-orang di sekitarku yang waras walau hanya sebentar saja?*Aku kembali pulang dengan berjalan kaki. Seperti biasa, kembali merasa seseorang sedang mengikuti. Aku menarik senyum di lengkungan bibir. Merasa tak ada yang perlu kutakutkan lagi. Ren hanya mengantarku pulang saat sedang tak bersama Daryan. Dia pasti mengawasi dari kejauhan. Pasti itulah yang dia lakukan selama ini. Aku sengaja memperlambat langkah, berharap dia datang dan menghampiri. Tapi sepertinya dia tak berniat melakukannya. Aku tetap jalan sendiri hingga sampai ke kamar. Aku kembali mengi

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 37

    Daryan menatap aku dan Ren secara bergantian. Ada rasa curiga tersirat dalam matanya. Membuat aku merasa bersalah dan juga takut. Bagaimana seandainya dia benar-benar tahu hubunganku bisa sedekat itu dengan Ren, meski tanpa sengaja.Aku tak ingin Daryan terluka. Cukup luka itu karena keluarganya saja."Memangnya apa yang terjadi?" Aku berusaha mengelak. "Kau sudah tahu kalau dia yang selalu menagih hutang padaku."Daryan menatap Ren secara seksama. Mengamati wajah Ren yang selama ini tidak pernah dia lihat dalam jarak sedekat ini sebelumnya. Dengan topi yang berserakan entah kemana.Entah kenapa Ren akhirnya mau menunjukkan diri. Padahal selama ini dia hanya datang saat Daryan sudah pergi."Kau pulanglah!" Aku menoleh ke arah Ren. "Kenapa mencampuri urusan kami? Aku bisa selesaikan sendiri urusanku."Ren sekilas menatapku, masih memegangi bagian tubuhnya yang terasa sakit. Kemudian mengalihkan pandangan, tak mau menatapku lagi.Dia menarik napas kasar. Lalu berjalan begitu saja melewa

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 38

    "Jangan sampai menyentuh jaketmu!" Aku mengingatkan, melihat tubuhnya yang masih basah akibat siramanku tadi.Dia berdecak, kemudian mengangkatnya tinggi ke atas kepala."Dimana kamarmu?" Dia melenggang begitu saja memasuki rumah. "Itu milik ayahku.""Dimana?"Aku membukakan pintu kamar agar dia leluasa untuk masuk. Tak lama rintik hujan terdengar, Ren bergegas keluar untuk memasukkan kasur lainnya. Sedang aku berlari memasukkan kursi untuk menjemur tadi, dan juga menyeret meja kembali ke teras.Air dari langit kini bagai tercurah. Ren berlari kecil menyorong motornya hingga ke teras agar tak basah."Kau tidak pulang?" tanyaku, yang kini berdiri di depan pintu."Kau tidak lihat di luar hujan?""Tapi kau sudah terlanjur basah.""Kau ini memang tidak punya hati. Pernahkah aku mengusirmu saat kau datang? Bagaimana jika aku demam lagi. Kau akan kembali bertanggung jawab?"Hish!Aku memutar bola mata, tak menjawab. Lalu masuk ke dalam. Dia mengekor tanpa kupersilakan. Aku memasuki kamar

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 39

    "Bicara apa, kau?" Aku langsung melotot mendengar ucapannya. "Jangan sembarangan memfitnah orang. Untuk apa aku cemburu pada padanya?" "Lalu kenapa kau marah-marah?" Matanya masih terpicing, tak percaya."Itu karena aku tahu siapa kau. Kau hanya pria mata keranjang berotak mesum." Aku kembali memberi alasan."Benarkah? Memang apa yang sudah kulakukan padamu saat kau bermalam di kamarku, ha? Apa aku semesum itu?""Kenapa kau selalu mengungkit-ngungkit tentang malam itu?" Aku langsung teringat saat dia hampir mengatakannya pada Daryan tadi. Seolah hal tersebut selalu saja membekas dan terus berada di pikirannya."Aku hanya membandingkan. Jika aku seperti yang kau tuduhkan, kenapa kau bisa selamat dariku malam itu?""Itu karena kau sedang sakit dan tak punya tenaga. Kau terlihat lemah dan juga cengeng," ejekku. Dia terdiam. Sepertinya tak senang saat aku merendahkannya seperti itu."Benarkah?" Senyum seringai kini tersungging di bibirnya. "Bagaimana kalau sekarang?"Dia maju selangkah m

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 40

    Dia semakin berani tuk mendekat, degub jantungku kian tak terkendali, hingga akhirnya aku memutuskan untuk berpaling. Kini wajah itu hanya bisa menyentuh indera pendengaranku."Kenapa?" Desah suaranya berbisik tepat di telingaku, bernada kecewa."Aku punya pacar." Jawabku dengan jujur.Tarikan napas kasarnya terdengar jelas. Semakin memburu, seperti menahan sesuatu."Kalau begitu putuskan!" ucapnya tegas.Aku kembali menoleh dan menantang mata tajam itu."Kau gila. Aku tak mungkin melakukannya." "Aku tak mau menjadi yang ke dua. Apalagi hanya sebagai simpananmu. Hubungan kita harus jelas. Kau harus meninggalkannya.""Jangan memaksa, Ren. Tidak semua bisa terjadi sesuai keingananmu. Aku juga tak mau mengkhianatinya.""Kau yang terlalu memaksakan diri. Untuk apa kau bersamanya, kalau kenyataannya kau juga menyukaiku."Mataku membesar mendengar ucapannya. Beginikah caranya mengungkapkan perasaan? "Kau terlalu percaya diri, Ren. Aku bahkan tak yakin dengan perasaanku. Kau jangan mengada

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Ren 41

    Daryan melajukan mobil ke jalan. Mengenakan masker untuk menutupi separuh wajahnya yang masih membengkak akibat perkelahian.Usai sarapan di rumah tadi, kami langsung menuju ke tempat jualan. Tak ingin membuang-buang waktu kembali ke kamar kos, karena di rumah ayah masih tersisa beberapa pakaian.Sesekali aku memandangi separuh wajah itu. Seperti ikut merasakan kesakitannya."Jangan melihatku terus," protesnya."Kau tak harus menyembunyikanya dariku, Yan. Kau masih terlihat tampan. Dan tentu saja terlihat lebih lelaki." Aku mulai merayu, menyenangkan hatinya."Jangan memancingku, Maya. Aku bisa saja memutar arah dan mencari hotel terdekat di sekitar sini.""Hish!" Aku langsung menepuk pahanya. "Kenapa semua pria berpikiran mesum sepertimu. Bukan lelaki seperti itu yang kumaksud." Terdengar suara tawa dari mulutnya, sembari meraih tanganku yang masih menempel di paha itu, kemudian membawanya dalam genggaman. Aku tersenyum tipis, merasa sudah memantapkan hati.Aku memilihnya.*Sampai

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Ren 42

    Dengan malas aku bangkit untuk membuka pintu. Memberikan sesuatu, agar dia bisa tidur nyenyak malam ini. Mataku membelalak saat pintu telah kubuka. Ren berdiri dengan tatapan dingin di depan pintu.Aku kembali menutup sekat pembatas itu agar tak lagi berurusan dengannya. Namun dengan cepat dia menahan dengan tangan besarnya. Pandangan kami seketika terpaku, lalu kemudian dia mendorong pintu hingga terbuka lebar. Otomatis aku harus mundur ke belakang, atau keningku yang akan terbentur oleh benda berbahan kayu itu. Dia masuk tanpa kupersilakan. Merapatkan pintu dan menguncinya. Sempat kulirik saat dia memasukkan kunci ke dalam saku celana. Selalu saja seperti itu caranya agar aku tak kemana-mana. Aku memutar bola mata, mulai terbiasa."Tak bisakah kau sekali saja tak membuatku merasa kesal?" Aku memasang tampang sinis.Dia tak menjawab. Matanya berkeliling, menyisir tiap sudut ruangan di kamar ini. Berjalan pelan melewatiku menuju kasur dan duduk di sana. Mengeluarkan sebungkus rokok

Bab terbaru

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 92 (Ending)

    Satu minggu sebelum pernikahan, Daryan muncul di ruko yang kini sudah menjelma menjadi kafe. Dimana orang-orang Ren yang bekerja, kini berpakaian rapi hingga menutupi tato-tato yang ada di tubuh mereka.Tak ada pegawai wanita di sini. Ren tak ingin aku tiba-tiba merajuk dan mendiamkannya karena tak sengaja melihatnya berbicara dengan mereka, meski hanya untuk urusan pekerjaan.Aku mengulum senyum mendengar keputusannya."Aku bukan pesuruhmu! Tanpa kau minta pun aku sudah menjaganya sejak dulu." Ren berucap lantang, saat Daryan bilang mengikhlaskan, dan memintanya menjagaku.Aku yang duduk di samping Ren hanya terdiam. Setidaknya Daryan tak lagi membahas tentang apa yang dia lakukan di rumahnya waktu itu. Dan Ren juga menepati janji untuk duduk dan berbicara baik-baik, tanpa ada lagi perkelahian.Dia tak perlu melakukan itu. Karena apa pun yang terjadi, Daryan tak akan mungkin bisa merebutku lagi.Daryan menghabiskan "strawberry boba" racikan

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 91

    Aku kembali memasuki kamar usai mandi. Melepas handuk yang masih melilit di kepala. Matahari mulai meninggi. Kulihat tubuh itu masih terbaring di atas ranjang. Tertidur pulas setelah terjaga semalaman.Matanya memicing, saat titik-titik air dari rambutku yang basah memercik ke wajahnya. Membuat wajah garang itu terlihat begitu lucu."Kau nakal sekali." Suara serak khas bangun tidur itu tersenyum memandangku."Kau juga sering melakukan ini padaku." Aku membela diri. "Cepatlah bangun, nanti kau terlambat.""Kenapa kau mandi duluan? Apa tidak lelah jika harus melakukannya berulang-ulang?""Apa maksudmu?""Maksudku?" Dia mengulangi ucapanku. "Maksudku, kau harus kembali membersihkan diri saat kita melakukannya sekali lagi."Dia langsung menarik tubuhku. Memasukkanku ke dalam selimut yang masih membalut tubuh polosnya."Eh, apa yang kau lakukan, Ren? Aku sudah mandi. Dan kau bau!" Aku meronta minta dilepaskan."Kita bis

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 90

    Ayah mengangkat wajah. Menatapku dengan pandangan sayu. Mungkin tak percaya aku bisa berbicara selembut ini.Menit kemudian dia menggeleng. Menolak ajakanku."Ayah di sini saja. Kontrak kerja ayah masih panjang. Kau lihat? Satu tahun ke depan gedung ini belum tentu siap. Ayah bisa hasilkan uang untuk biaya kuliah Adit dan juga mengganti semua uang yang kau berikan untuk membayar hutang-hutang ayah."Aku menggeleng kuat. Semakin terisak dengan ucapannya."Lagi pula, jika ayah masih tinggal di rumah, kau tak akan leluasa pulang ke sana. Kau pasti begitu membenci ayah, kan?"Tangisku semakin pecah. Tak menyangka ayah akan berpikiran seperti itu.Ucapan ayah sebenarnya tidak salah. Selama ini aku memang selalu berusaha menghindarinya. Tak ingin sering-sering terlibat perdebatan yang akhirnya membuatku kesal dan menangis.Ayah memundurkan kursi, lalu bangkit menuju sebuah dipan. Sepertinya mereka membuat itu sebagai tempat tidur. Kul

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 89

    Minggu pagi.Laman berita kembali memuat berita tentang kasus Jo. Satu persatu bukti dan saksi mulai terkuak. Akhirnya seseorang ditetapkan sebagai tersangka dan akhirnya tertangkap saat hendak melarikan diri ke luar kota.Mataku membesar, lalu segera keluar dan berlari menuruni anak tangga menuju lantai dua."Ren!"Dua orang di ruangan itu langsung menoleh ke arahku. Ren memutar bola mata ke atas, sudah terbiasa dengan kelancanganku yang selalu masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu.Dia menggeleng pasrah, lalu meminta agar pria paruh baya yang duduk di seberang mejanya segera keluar."Kau sudah lihat beritanya? Pembunuhnya sudah tertangkap. Ayahku tidak bersalah. Ayahku bukan pembunuh, Ren." Aku melompat dan memeluk tubuhnya, kemudian melepaskan dan tersenyum.Ren mambalas senyumanku, lalu menganguk."Ayahmu juga sudah kembali. Dia di barak konstruksi sekarang. Kau ingin menemuinya?"Aku terdiam.

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 88

    "Kau jangan panik. Aku sudah menyuruh orang untuk mencari ayahmu. Setelah bertemu dia akan aman bersama mereka. Kau tak perlu cemas lagi.""Ren!" Aku membenamkan diri di dada bidangnya. Memeluk erat tubuh berotot itu.Begitu merasa bersalah dan jahat karena telah mencurigainya. Jadi apa yang dia katakan di kantor tadi adalah semata-mata hanya ingin melindungi ayahku saja."Harusnya kau tidak perlu tahu masalah ini. Lihatlah, kau semakin kacau saja." Ren mengangkat dan membawaku kembali dalam gendongan. Lalu berjalan menuju ranjang.Meletakkanku di sana, lalu duduk di sisiku."Maafkan aku, Ren. Aku telah menuduhmu yang bukan-bukan," sesalku, menatap wajah yang tadi sempat membuatku merasa takut."Ya. Sepertinya aku mulai terbiasa dengan semua ini. Memangnya kapan kau pernah berpikiran baik tentangku, ha? Kau terlihat sayang padaku hanya saat aku sedang sakit saja. Selebihnya kau lebih sering mengumpat dan memukuliku," rajuknya."Ren!" Aku langsung menerkam tubuhnya. "Kapan aku seperti

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 87

    Aku memandang Ren penuh tanya. Dia tak mengelak sedikit pun dengan tuduhanku. Apa dia akan mengakui semuanya?Aku langsung menepis tangannya dengan kasar, lalu berbalik memunggunginya. Menangis ketakutan. Lalu sebentar saja kurasakan tubuh itu merapat dan memelukku dari belakang."Maaf, kalau aku tak jujur sejak awal," bisiknya penuh sesal.Sontak hatiku semakin teriris mendengarnya. Dan selama itu pula aku telah menuduh Daryan yang melakukannya."Aku hanya tak ingin membuatmu cemas. Itu saja." Ren kembali merapatkan bibirnya di telingaku. Membuat sekujur tubuhku merinding dengan sikapnya."Aku akan membereskan semuanya. Kau tidak perlu takut. Orang-orang ayahku punya akses di kepolisian, bahkan pemerintahan. Kau tidak perlu cemas." Dia kembali meyakinkan."Aku akan menutupi semuanya. Tak akan ada yang masuk penjara. Terlepas dari itu, bukankah Jo memang pantas mati?" Suara itu seperti membenarkan perbuatannya.Membuat suasana hatiku semakin mencekam."Kau tenang saja. Ayahmu akan sel

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 86

    Mendadak aku teringat pembicaraan di kamar kos hari itu. Ren memang nampak meyakinkan, bahwa Jo tidak akan mungkin lagi menggangguku sampai kapan pun. Apa ini yang dia maksud?Mendadak pikiranku kembali bimbang. Sikap aneh Ren tiap kali aku mengungkit soal pelaku membuatnya merasa gugup dan juga cemas. Tak jarang dia juga mengalihkan pembicaraan agar aku tak lagi membahas masalah itu.Dengan tungkai kaki yang kembali gemetar, aku memaksakan diri melangkah. Kembali menapaki anak tangga menuju kamar.Aku terduduk lemas di sisi ranjang, dengan dada yang kian sesak. Firasat buruk apa lagi ini?Apakah benar Ren yang ikut terlibat dalam pembunuhan sadis itu?Lalu Daryan?Aku tersentak saat mendengar dering ponsel dari saku celana. Kulihat panggilan seluler tanpa nama, hingga aku tak bisa melihat foto profilnya.Aku berjalan menuju ke arah jendela. Membukanya dengan lebar untuk meraup udara sebanyak-banyaknya. Lalu dengan ragu mengangkat panggilan itu."Maya?" Suara itu sangat tidak asing bu

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 85

    Ingin sekali rasanya menepiskan pikiran itu jauh-jauh. Berharap aku salah, dan bukan Daryan yang melakukannya. Aku pernah mengenal dia. Baginya, lebih baik pergi dan menghindar ketimbang marah dan berbuat kasar pada orang lain.Tapi seperti itulah. Sejak dia mulai bekerja, sikapnya kian berubah. Cenderung emosional, dan juga kasar. Belum lagi sikap memaksanya waktu itu. Sangat berbeda dengan Daryan yang pertama kali aku kenal.Aku benar-benar berharap bukan dia pelakunya. Aku pun tak mau dia mengalami masalah besar karena aku. Namun rasa takut di hati tak dapat kubohongi. Sulit bagiku untuk memberi tahukannya pada Ren. Dia pasti tidak akan terima kalau Daryan masih berusaha menemuiku. Mengetahui sifat dan perangainya, malah semakin membuatku takut. Ren tidak akan mungkin tinggal diam. Bagaimanapun caranya, dia pasti akan mencari Daryan sampai dapat.Sebagai orang yang menyayanginya, aku tidak mau hal itu terjadi. Andai memang Daryan yang membunuh Jo, mendatangi Daryan adalah hal berb

  • JERAT CINTA SANG RENTENIR   Part 84

    Motor melaju membelah jalanan. Angin bertiup, menyapa wajahku yang kini bersandar di punggung Ren, dengan tangan yang begitu erat melingkari pinggang berototnya.Sesekali dia menyentuh dan menggenggam tanganku saat berhenti di lampu merah. Lalu sekejap menariknya ke atas untuk dia kecup. Senyumku terukir, merasakan sikapnya yang begitu manis memperlakukanku. Hanya saja, dada ini masih tetap bergemuruh, merasakan ketakutan tentang rasa curiga ini."Masuklah!" Ren mengantarku hingga ke depan pintu. "Atau kau ingin aku bermalam bersamamu?" Ren menggoda dengan mengangkat kedua alisnya.Aku tersenyum malu, menatap wajah tampan itu, yang selalu setia mendampingiku."Ren?""Hem?""Masuklah.""Kau mulai memancingku lagi, ha?" Dia melakukannya lagi, meremas rahangku dan menggoyang-goyangkannya karena gemas."Tunggu aku berkemas. Aku ingin tinggal di tempatmu sementara waktu. Boleh?"Ren terdiam. Merasakan sesuatu yang tidak biasa dalam ucapanku."Ada apa? Kau masih merasa takut?" Ren menatap

DMCA.com Protection Status