Bunga terdiam dan menundukan kepalanya. Ia takut mendengar perkataan Pak Er yang terakhir.Erlangga tahu perubahan sikap Bunga. Ia merasa tidak enak. “Bukan kewajiban yang itu maksud saya. kewajiban yang lain. Sudahlah. siapkan baju ganti. Aku mau mandi.” Erlangga melepas jas yang dipakainya dan hendak ke kamar mandi. Namun dalam waktu yang bersamaan Bunga juga melangkah menuju lemari pakaian yang ada di depan ranjang.. Tanpa sengaja Erlangga menginjak baju pengantin Bunga yang panjang dan mereka pun terjatuh dengan posisi tubuh Bunga berada di atas.Kedua mata mereka beradu. Mereka dapat saling merasakan degup jantung yang tak beraturan. Erlangga memberanikan diri untuk mengcup bibir Bunga. Entah dorongan apa yang tiba-tiba membuatnya seberani itu. Bahkan Erlangga tahu kalau akan ditolak.Namun pria itu tak menyangka kalau akan ada respon yang sama dari istrinya. Dia pasrah dan sama sekali tak ada penolakan. Hal itu membuat Erlangga yang kehausan makin berani. Bibirnya mengulum dan m
“Kamu kenapa menangis?” tanya Aini lembut kepada suaminya.“Aku ... Aku sudah menghianatimu, Aini. Aku...Aku....”“Sssttt....”Aini menempelkan jari telunjuk di bibir suaminya. “Jangan pernah berkata seperti itu. Ini semua untuk kebahagiaanmu, Mas. Aku enggak apa-apa. Jadi jangan pernah cemaskan Aku.”“Tapi Aini. Aku sudah....”“Cukup Mas. Sekarang Kamu mandi dan Aku tunggu di bawah ya. Kamu belum makan’kan?”“Iya.”“Sini Aku bantu buka baju Kamu, ya.” Aini melepas kancing kemeja suaminya seperti kebiasaannya. Namun baru satu kancing yang dilepas, Erlangga teringat akan bekas lipstik di krah kemejanya. Pria itu langsung menghentikan tangan istrinya.“Cukup Aini. Aku bisa sendiri.”“Ya sudah. Aku tunggu di bawah, ya. Bunga. Tolong siapkan baju untuk suamimu, ya!” Aini menatap Bunga dengan wajah cerah. Ia terlihat begitu bahagia.“I-iya, Tante,” jawab Bunga tanpa melihat ke arah Aini. Ia memilih untuk berpura-pura sibuk mencari baju sampai Aini keluar dari kamar. Ia merasa sangat bersala
Hari sudah beranjak malam. Para tamu undanganpun telah kembali ke kediaman masing-masing. Karena seharian sudah lelah keluarga Erlangga beranjak pergi ke kamar masing-masing untuk beristirahat.“Tante, Bunga mau ke kamar dulu.” Kata Bunga kepada Aini.“Tunggu Bunga. Mas Erlangga juga ikut bersamamu.” Ucap Aini.“Aini kamu apa-apa an sih. Jangan terus siksa Aku seperti ini. Aku gak mau satu kamar dengannya!” seru Erlangga dengan angkuhnya.Hati Bunga terasa amat sakit atas perkataan suaminya. Sebegitu menjijikankah dirinya hingga sang suami menghina dan merendahkan harga dirinya seperti ini. Lalu apa artinya semua yang telah terjadi. Benarkah itu hanya faktor ketidaksengajaan dan sama sekali tidak membekas di hatinya.“Dasar lelaki. Di mana-mana sama aja!” gumam Bunga dengan kesal. Dia pun berlalu tanpa berkata sepatah kata sembari mengusap airmata yang menetes di pipi.“Bunga! Tunggu! Pergilah bersama suamimu!”“Bunga gak peduli,Tante!” jawab Bunga dengan kesal sambil terus melangkahk
“Tolong maafkan Aku, Bunga. Aku tidak mungkin berterus terang di depan Aini. Aku membutuhkanmu, aku menginginkanmu saat ini dan aku juga mencin .....” Erlangga menghentikan ucapannya dan membekap mulutnya sendiri.“Iih Pak Er gila deh kayaknya. Minum obat dulu sana!” Bunga masuk ke dalam kamar dan membiarkan suaminya menahan gejolak dari dalam dadanya.Ingin rasanya Erlangga menjerit karena hasratnya sudah mencapai ubun-ubun dan tak mampu dikendalikan lagi. Erlangga menatap Bunga yang sudah berbaring di ranjang dan menyelimuti tubuhnya dengan selimut tebal hingga sebatas leher. Sebenarnya Erlangga bisa saja memaksa Bunga untuk melayaninya.Namun Ia tidak mau melakukannya. Ia ingin melakukannya dengan penuh cinta bukan dengan paksaan.Erlangga duduk di tepi ranjang dan mengusap punggung Bunga lembut berharap gadis itu mau memenuhi keinginannya.Bunga merasa kesal dan bangkit dari tidurnya. Tanpa sengaja wajah mereka kini saling berhadapan. Bunga terkesima melihat wajah tampan suaminya
Erlangga bangun lebih pagi dengan aroma tubuh yang begitu wangi. Ia duduk di ruang keluarga sambil sesekali menengok ke atas. Pria itu menunggu Bunga turun. Namun belum ada tanda-tanda istrinya akan segera keluar dari kamar. Pintu kamarnya masih terkunci dengan rapat.Hari ini Erlangga terlihat santai, Ia masih menikmati masa cutinya sebagai pengantin baru. Erlangga mempercayakan pengelolaan hotelnya kepada sahabat yang sudah lama bekerja untuknya.Secangkir teh hangat sudah tersedia di meja ditemani oleh sepiring pisang goreng kesukaannya.Pria mapan itu mendengar suara tapak kaki. Lalu melihat ke atas dan mendapati Bunga sedang menuruni anak tangga satu persatu.Bibirnya merekah. Dia melihat wajah istri yang belum dimiliki secara utuh itu begitu cantik dan sempurna. Wajahnya begitu cantik alami dengan rambut basah yang dikibaskan perlahan.“Tunggu!” Erlangga menyentuh rambutnya yang juga basah. Astaga, Ia baru menyadari kalau dirinya juga mandi keramas.“Aduhh, Bagaimana kalau Aini
Tak seperti biasanya Erlangga betah berlama-lama di dapur. Pria itu berdiri di dekat jendela yang terbuka dan menatap ke arah luar di mana Bunga sedang membantu mbok Darmi mencuci pakaian.Erlangga tak bosan-bosannya menatap gadis impiannya itu. Getaran dan gejolak dalam dadanya begitu kuat saat Ia melihat istri ketiganya itu. Matanya nyaris tak berkedip menatap istrinya yang mengenakan daster berlengan pendek di atas lutut dengan belahan kerah rendah. Ia sengaja berdiri di dekat jendela dapur supaya tak terlihat oleh Bunga.Tanpa sepengetahuan Erlangga, Martha terus memperhatikan gerak geriknya sedari tadi. Karena asyik menatap Bunga, Erlangga tak menyadari keberadaan istri keduanya itu. Martha mengarahkan pandangannya ke luar sebentar dan kembali memperhatikan suaminya. Ada yang aneh dengan suaminya. Tatapan mata penuh cinta itu tak pernah tertuju kepadanya, seperti saat ini.Tatapan yang bermakna penuh cinta dan harapan. Dan kini tatapan mata itu mengarah kepada Bunga.“Benarkah
Erlangga mematung di ruang kerjanya. Ia tahu ini sangat menyakitkan bagi Martha. Tapi Erlangga juga tidak bisa berbohong kepada dirinya sendiri, cintanya memang belum bisa tumbuh terhadap Martha.Pria bekacamata itu tak bisa mengingkarinya, bukan karena Martha sakit, tapi memang cintanya yang tak mau tumbuh di dalam dadanya walaupun Martha sudah memupuknya dengan baik. Martha sudah berusaha menjadi istri yang sempurna dan mengurus segala keperluannya dengan baik.Cinta Erlangga saat ini berlabuh kepada istri ketiganya. Bukan karena dia masih muda dan cantik. Erlangga juga tak mengerti alasannya kenapa cintanya dengan mudah tumbuh dan berkembang kepada Bunga bukan kepada Martha.Terasa pusing memikirkan ini semua. Sejenak Ia memejamkan mata dan menyandarkan tubuhnya pada kursi kerjanya. Ia ingin menghilangkan bayang-bayang Bunga yang terus menari di pelupuk matanya dan memenuhi memory otaknya.***Erlangga sedang menikmati hidangan pagi. Namun istri ketiganya tak nampak di sana hingga
“Tante, apa boleh Bunga menemui Rico?”“Kamu ijin dulu sama Mas Erlangga ya. bagaimanapun Dia sudah jadi suamimu,” Jawab Aini dengan tersenyum.“Tante, bisa minta tolong anterin gak?” Bunga penuh keraguan.“Kamu sendiri aja, gak usah takut. Dia ada di ruang kerjanya.”“I ... iya.”Bunga bangkit dan berjalan ke ruang kerja suaminya. Ia berdiri di depan pintu, tapi ragu untuk mengetuk pintu. Berkali-kali Ia hendak mengetuk pintu dan mengurungkannya. Bunga mengusap peluh di dahinya. Akhirnya Ia memberanikan diri untuk mengetuk pintu.Tok tok tok.“Masuk!” terdengar sahutan dari dalam.Bunga lalu membuka pintu.“Aku sudah bilang aku tidak mau diganggu!” Erlangga duduk di kursi kerjanya dan memunggungi Bunga.“Bunga cuma mau minta ijin!” Saat mendengar suara Bunga, seketika itu Erlangga memutar kursi dan dengan wajah berbinar menatap wajah istri barunya itu. “Bunga, kau mendatangiku. Apa kau menginginkanku juga?”“Enggak. Bunga cuma mau minta ijin ketemu Rico.”“Sampai kapanpun Aku tidak
Aini menjatuhkan tubuhnya di atas ranjang dan menutup mulutnya dengan bantal. Buliran bening membasahi pipinya. Sakit sekali rasanya. Terasa ada luka dalam dadanya. Walau berusaha untuk ikhlas tapi tetap saja sangat sulit menjalaninya. Mencoba mematikan rasa cinta juga tak semudah membalik telapak tangan. Pernikahan yang di jalani hampir separuh dari usianya. Tak mudah untuk melupakan kenangan indah begitu saja. Rasanya jijik kalau tubuh ini harus tersentuh oleh pria yang pernah merendahkan harga dirinya. Tangisan Aini semakin keras dan diapun berusaha untuk meredamnya.Terdengar pintu di buka dari luar. Aini buru-buru menghapus airmatanya dan berpura-oura tidur. Dia tahu pasti suaminya yang mendatanginya. Rasa kesal dalam hati masih belum bisa terlupakan. Seandainya bisa memilih, Aini tak mau kembali bersama suaminya. Namun rasa tanggung jawabnya sebagai orang yang telah menghancurkan rumah tangganya sendiri, Aini memilih untuk bertahan walau tak mudah. Ia akan mencoba memperbaiki s
Erlangga lalu beranjak dan mendekati ibu Aini, lalu mencium punggung tangan wanita yang seumuran dengan ayahnya. “Ibu, tolong restui kami.”“Iya Nak, ibu merestui kalian. Tolong, jangan sakiti lagi putriku lagi.”“Iya bu, saya janji.” Erlangga lalu memeluk ibu mertuanya.Warga yang berkumpul juga menjadi saksi penyatuan kembali dua hati yang pernah terpisah. Kebahagiaan tengah menyelimuti hati mereka. Duka lara telah lenyap dan berganti dengan kebahagiaan yang membayang di pelupuk mata.****Erlangga duduk santai bersama ketiga istrinya di ruang keluarga. Hatinya begitu lega. Masalah rumit yang menghampiri sedikit terurai. Istri pertama yang begitu dicintai telah menyatu kembali dalam bingkai suci. Erlangga begitu bahagia. Tak sedetikpun tatapan matanya lepas dari pandangannya.“Aini.”“Ya.”“Seperti yang telah aku katakan, Marta dan Bunga akan menempati rumah mereka masing-masing. Dan rumah itu masih di renovasi. Sebelum rumah itu jadi, aku mohon, tolong ijinkan mereka untuk tinggal
Bunga memegang tangan Aini, “Tidak tante, Pak Er suami tante, surga tante ada bersamanya. Tante yang harus kembali padanya, menjadi satu-satunya permaisuri. Bunga tidak punya hak apapun, biarkan Bunga yang pergi.” Ucap Bunga disela tangisnya. Ia melepas tangan Aini dan hendak berlari. Namun Aini menghentikannya dengan memegang lengan Bunga.“Jangan pergi, kamu juga punya hak terhadap suamimu. Hanya kamu yang bisa membuat Mas Erlangga bahagia. Percayalah pada tante. Jangan pernah meninggalkan suamimu.”“Tidak Aini, Kalau kamu bersikeras untuk bercerai, kami juga memilih untuk bercerai. Itu baru namanya adil!” ucap Marta tegas.“Tante Marta benar.”Erlangga melangkah mendekati ketiga istrinya. “Aini, aku janji akan berbuat adil kepada kalian. Aku akan memisahkan kalian. Rumah yang kita tempati akan menjadi milikmu, beserta separuh harta bersama yang kita peroleh saat hanya ada kita berdua. Aku akan segera mengurusnya ke notaris. Aku juga akan membelikan rumah kepada Bunga dan Marta, wala
“Tidak bisa begitu Aini! Erlangga tidak menghianati siapapun! Bunga juga istrinya. Dan jangan lupa, semua terjadi karena kebodohanmu yang membawanya masuk kedalam kehidupan rumah tanggamu, termasuk juga diriku! Apa artinya aku juga menghianatimu?!” Marta berusaha mengingatkan kesalahan fatal yang Aini lakukan.Aini terkejut dengan kehadiran Marta. Ia menggelengkan kepala lalu menunduk lebih dalam dan makin larut dalam tangis. Tubuh Aini terasa lemas lalu duduk dikursi kayu.Marta berlutut dihadapan Aini dan menggenggam kedua tangannya erat.“Aini, ingat, semua ide dari kamu. Dan saat itu Erlangga sudah menolak mentah-mentah keinginanmu. Dia manusia biasa yang pasti punya khilaf. Dia menolak, untuk menjaga hatinya hanya untukmu. Namun kamu mengabaikan dan terus mendorong suamimu untuk menikahiku dan juga Bunga. Tolong berfikirlah, Erlangga tidak pernah berkhianat. Hatinya hanya milikmu.”“Apa yang di lakukan bersama Bunga itu adalah kewajibannya sebagai suami dan juga memenuhi kebutuh
Rombongan para dermawan telah datang, Mereka mengendarai dua mobil mewah yang membuat berdecak kagum warga yang tengah menanti kehadirannya. Apalagi setelah rombongan turun dari mobil, benar-benar seperti melihat para bidadari yang sangat cantik dan seorang malaikat yang sangat tampan walaupun sudah cukup umur tapi penuh kharisma. Kulit mereka putih bersih bak mutiara. Benar-benar keluarga sempurna.Warga mengira-ngira tiga orang gadis yang seumuran dan berambut sama panjang itu kemungkinan anak dari pria tampan dan wanita berhijab yang teramat cantik. Namun aneh, satu dari tiga gadis itu menggandeng mesra lengan pria yang pantas menjadi ayahnya itu. Entahlah, mereka tidak peduli. Yang mereka inginkan adalah pembagian kotak nasi yang sudah membuat perut keroncongan.Setelah berbasa basi menyapa warga, para dermawan segera membagikan nasi kotak kepada warga yang mengelilingi mereka. Ada yang berpencar membagikan ke rumah warga yang tidak ikut berkumpul.Aini tersenyum menyaksikan warga
Marta turun dari mobil memakai pakaian kantor dan terlihat begitu cantik dan elegan. Benar-benar pantas menjadi seorang wanita karier yang sukses dalam pekerjaan dan urusan rumah tangga. Bukan hal yang baru bagi Marta, saat menjadi istri Yudi, Ia pun sudah sering menggantikan posisi suaminya saat sibuk dengan urusan pribadinya.Di tangan Marta, hotel milik Yudi makin ramai pengunjung. Gedung yang ada didalam hotelpun tidak pernah sepi dari penyewa. Marta melakukan pembenahan diseluruh aspek. Mulai dari perawatan kamar dengan menambahkan bunga hidup dan juga pemasangan wallpaper di dinding kamar, dengan tujuan membuat tamu betah berlama-lama menginap. Namun sayangnya, begitu hotel ramai, Yudi mengambil alih dan menyuruh Marta kembali menjadi ibu rumah tangga saja. Ia tidak suka dikalahkan oleh istrinya dalam segala hal.Marta masuk ke dalam rumah dengan pintu yang sudah terbuka. Ia melihat Erlangga tengah termenung disofa tamu. Marta mengecup punggung tangan suaminya lalu menghempaska
“Cari lebih teliti lagi. Sisir setiap sudut rumah yang ada disini! Tunjukan foto istriku! Siapa tau mereka ada yang pernah melihatnya! Kalau perlu tambah personil lagi! Kerja begitu saja tidak becus!” Erlangga begitu kesal. Rasa takut kehilangan Aini semakin mengikat bathinnya.“Baik pak, akan saya tambah personil lagi.”“Jangan hanya disatu titik saja! Perkampungan pemulung itu banyak! Sisir di setiap tempat, jangan sampai ada yang terlewat satupun! Aku tunggu di mobil, nafasku bisa sesak berada lebih lama disini!” tanpa menanti jawaban, Erlangga membalikkan badan dan melangkah meninggalkan Roni menuju mobil. Dia tidak kuat kalau harus menahan nafas lebih lama lagi.Erlangga duduk dibelakang kemudi. Sudah hampir satu jam dia menunggu tapi belum ada kabar juga. Berkali-kali Ia menelpon Roni, tapi masih nihil. Erlangga menepuk-nepuk setir. Sesekali Ia memukul kemudi dengan kesal dan menyugar rambutnya lalu menghela nafas dan menghembuskannya kasar. Rasanya sudah tidak sabar dengan semu
Erlangga dan Marta datang ke panti asuhan begitu mendengar kabar dari ibunya kalau Aini pergi dari panti asuhan untuk tinggal bersama keluarga kandungnya. Hati Erlangga tak tenang, semalaman matanya tak mampu terpejam. Kesedihan dan rasa takut kehilangan Aini benar-benar mengguncang jiwanya. Tak henti-hentinya Erlangga mengutuk dirinya sendiri yang sudah menyakiti Aini. Karena perbuatannya, kini Ia harus kehilangan jejak wanita yang sangat dicintai.Erlangga turun dari mobil dan berlari menuju ibu kandungnya yang tengah mondar-mandir di teras. Erlangga langsung memeluk ibunya dan menangis dibahunya. “Ibu, kenapa ibu tidak mencegah Aini pergi?”Risma melepas pelukan putranya. “Ibu sudah berusaha Nak, bahkan seluruh penghuni panti juga sudah berusaha mencegahnya, tapi Aini bersikeras untuk tinggal bersama keluarganya. Dan itu sudah menjadi haknya.”“Terus, dimana dia sekarang?”“Ibu juga tidak tau Nak. Aini sama sekali tidak mau memberitau ibu, dimana orangtuanya tinggal. Dia hanya bila
Aini tiba dirumah orantuanya disambut oleh keenam adik dan juga seorang kakak yang semuanya perempuan. Kakaknya hanya selisih satu setengah tahun dari usianya, Ia belum menikah. Saat Aini bertanya kepada Kakaknya kenapa belum menikah, Kakaknya hanya menjawab, bagaimana ada lelaki yang mau sama orang miskin seperti kakak. Yang ada hanya orang-orang kaya yang mau menikahinya secara kontrak, dan dia tidak mau.Walaupun mereka orang miskin, tapi kedua orantua mereka selalu mengajarkan nilai-nilai luhur dan juga menjaga martabat dan harga diri. Wajahnya memang cantik, tapi sayang belum bertemu dengan jodohnya.Adik-adik Ainipun sama belum ada yang menikah, mereka berumur 37, 32, 28, 25, 20 dan 16 tahun. Mereka rata-rata menjadi pemulung membantu ibunya dan juga ada yang bekerja sebagai buruh cuci di laundry.Keterbatas pendidikan mereka yang rata-rata hanya lulusan SLTP membuat mereka susah untuk mencari pekerjaan. Hanya si bungsu yang masih menempuh pendidikan di salah satu SLTA negeri. G