Share

WIKU SASODARA

Penulis: Alexa Ayang
last update Terakhir Diperbarui: 2024-03-18 15:28:47

Vihara Candavira letaknya ada di atas bukit ujung sima atau desa. Bukan tempat yang sangat mewah karena hanya vihara desa namun konon permaisuri Sang Maharaja kerap bertandang ke tempat ini. Ada tiga batang pohon Bodi besar di halaman vihara, sisanya adalah pohon rindang lainnya dan pohon buah-buahan.

Halaman vihara terlihat cukup luas dan disapu bersih setiap hari oleh para Samanera yang sedang belajar meninggalkan keduniawian. Bangunan vihara-pun dibangun dengan cukup baik, meskipun tidak sebesar dan seluas vihara-vihara yang dibangun oleh Raja-raja sebelumnya seperti Rakai Panangkaran, yang juga membidani pembangunan Sambhara Budura, yang masih belum rampung pengerjaannnya hingga Sang Maharaja Rakai Garung saat ini. 

 Komplek Vihara terdiri dari dhammasala, uposathagara, kuthi, dan bhavana sabha. Dhamasala merupakan gedung utama dalam vihara. Fungsi dari gedung ini adalah tempat melakukan kebaktian dan upacara keagamaan untuk para umat dan bhikku, sifat dari gedung ini untuk umum. Jadi siapapun yang ingin beribadah dapat melakukannya di tempat ini.

Uposathagara memiliki fungsi hampir sama dengan dhammasala tetapi sifatnya semi privat, hal ini disebabkan karena fungsi dari gedung uposathagara hanya sebagai tempat pentasbisan bhikku dan upacara keagamaan para Bhikku, jadi tidak untuk para umat. 

Kuthi merupakan tempat tinggal para bhikku, kuthi ini bersifat privat maka dari itu jarak kuthi satu dengan yang lain berjauhan. Dalam 1 kuthi tinggal 1 orang bhikku, hal ini disebabkan agar menghindari percakapan sehingga mereka lebih menghayati Dhamma dan latihan meditasi sendiri.

Bangunan vihara yang cukup lengkap ini didukung penuh oleh pendanaan dari istana terutama dari wangsa Syailendra yang menganut agama Budha. Rakai Garung sendiri yang sebenarnya berwangsa Sanjaya lebih memilih memeluk agama Budha seperti istrinya daripada mengikuti agama leluhurnya yang beraliran Siwa.

Hal ini juga yang akhirnya memicu terjadinya perpecahan politik diantara dua wangsa besar ini. Sebagian keturunan Sanjaya yang lain, yang merasa berhak mengklaim takhta menganggap Rakai Garung tidak hanya merebut kekuasaan, namun juga mengkhianati keyakinan leluhurnya Sang Maharaja Sanjaya. Hanya saja di kalangan rakyat biasa, perbedaan keyakinan ini bukanlah masalah besar. 

Wiku Sasodara adalah pimpinan tertinggi vihara ini dan saat sedang duduk di Uposathagara untuk memimpin beberapa upacara, dikejutkan oleh seorang Samanera.

"Maaf guru. Ada beberapa perajurit dari pos penjagaan desa ingin bertemu." Katanya setengah berbisik.

Wiku Sasodara mengangguk dan meminta Samanera itu pergi untuk mempersilahkan tamunya menunggu. Wiku Sasodara kemudian menyerahkan penyelenggaraan upacara kepada wakilnya dan bergegas menemui tamunya.

"Maaf membuat anda menunggu." Sambutnya dengan salam yang lembut.

"Ah, tidak apa-apa, Guru. Kamilah yang seharusnya meminta maaf karena mengganggu kegiatan di vihara ini." Kata salah seorang perajurit yang datang.

"Jadi ada masalah apa sehingga anda berdua datang ke vihara? Adakah sesuatu yang mengganggu?"Tanya Wiku Sasodara dengan halus meskipun ada perasaan tidak nyaman yang terlihat di raut wajahnya.

"Ya, Guru. Kami menemukan medali ini. Katanya ini milik anda, benarkah?"Tanya perajurit yang kedua sambil menyerahkan medali tersebut. Wiku Sasodara menerima medali tersebut dan mengamatinya dengan seksama.

"Benar. Ini milik saya. Tetapi bagaimana medali ini ada pada anda berdua?" Tanya Wiku Sasodara. 

"Seorang remaja mengacau sebuah kedai. Ia berkelahi dengan beberapa anggota Kadewaguruan atau Karesian. Anak muda ini bahkan membuat salah satu dari siswa Kadewaguruan terssebut terluka berat." Jawab perajurit yang pertama.

"Untuk menghindari kerusuhan lebih lanjut kami ingin meringkusnya. Namun ia bersenjata pedang sakti sehingga kami tidak bisa melawannya. Ia berkata bahwa ia mengenal anda dan jika ingin menangkapnya kami harus minta ijin dulu kepada anda. Kemudian melemparkan medali itu. Saat ini hampir semua orang di pos jaga kami mengepungnya agar tidak lari, tapi tak ada yang bisa menangkapnya."Lanjut Perajurit Kedua.

Wiku Sasodara tersenyum kecil. Di dalam hati ia memuji kecerdasan anak yang ditemuinya belum lama ini.

"Baiklah." Jawab Sasodara ringan. Kemudian ia memandang tajam kepada kedua perajurit tersebut.

"Saya akan bantu kalian meringkusnya dengan satu syarat." Lanjut Wiku Sasodara

"Apa syaratnya, Guru? Tolong kami. Jika kami harus menjaga anak ini, kami akan terlalu lama meninggalkan tugas kami." Kata Perajurit itu menghiba.

" Saya boleh membawa anak itu ke vihara kami. Artinya saya meringkusnya bukan untuk dipenjarakan atau ditahan di pos jaga kalian. Bagaimana?" Wiku Sasodara memberikan penawaran.

Kedua perajurit itu saling berpandangan. Mereka berpikir jika menahan anak itu dipos, tentu juga akan menyusahkan mereka.

"Baik, Guru. Kami setuju!" Jawab mereka bersamaan.

Wiku Sasodara-pun kemudian pergi bersama tiga orang itu menuju Kedai. Dan benar saja, ada sepuluh perajurit mengacungkan tombak pada Jentra yang tetap tegar mengacungkan pedangnya. Tidak ada satupun yang berani bergerak maju untuk memulai perkelahian.

"Nak, ayo ikut bersamaku saja. Serahkan pedangnya padaku. Mereka tidak akan menyakitimu." Kata Sasodara yang telah merangsek ke depan melewati para perajurit itu.

"Tidak mau. Kenapa Wiku bersekutu dengan mereka? Jika aku menyerah pada Wiku, pasti Wiku akan menyerahkanku pada mereka. Aku tidak mau." Jawab Jentra sambil mengayunkan pedangnya dan menyabetkannya pada Sasodara.

Sasodara mengelak, namun dengan cepat kilau pedang itu kembali mengincar leher sang Wiku. Untuk seorang anak desa yang tidak terlatih menggunakan senjata, usaha Jentra adalah sebuah keberanian yang luar biasa. Wiku Sasodara segera melompat ke belakang hingga pedang itu tidak mengenainya. Ia justru kemudian membalikan badan dengan cepat serta gerakan yang cukup sigap menelikung lengan Jentra. 

Pedang Jentra terlepas, namun Jentra tak berputus asa. Ia menendangkan kakinya ke arah dada Sang Wiku yang segera ditepis dengan lengannya. Sang Wiku kemudian membantingnya keras di tanah hingga Jentra tidak sadarkan diri. Semua perajurit itu terbengong-bengong melihat Sasodara hanya dengan beberapa gerakan saja telah berhasil melumpuhkan anak tersebut.

"Saya rasa, dia tidak akan melawan lagi. Saya minta ada dua orang yang bisa membantu saya membawa anak ini ke vihara saya." Kata Sasodara.

"Tapi, Guru??" Perajurit-perajurit itu masih merasa takut jika nanti pada saat digotong, Jentra sadarkan diri dan menyerang mereka lagi. Wiku Sasodara tersenyum

"Aku yang menjamin. Ia takan siuman sampai nanti di vihara." Katanya sambil melangkah pergi. 

Perajurit-perajurit itu terpaksa melakukan perintah Sang Wiku,  daripada  nanti  saat Jentra sadar dan wiku Sasodara tidak ada, ia mengamuk lagi. Mereka semua pasti kewalahan menghadapinya.

"Guru. Tunggu!" Teriak mereka.

Sasodara tersenyum sambil memegang pedang milik Jentra. Ia mengernyitkan dahinya saat membuka sarung pedang itu.

"Hhhmmm.....ini pedang sakti yang hilang dari penyimpanan pusaka sitaan. Tawurupas. Bagaimana anak ini bisa mendapatkannya? Apakah dia putra seorang pencuri atau dia menemukan tempat pencurinya menyimpan barang curian?" Tanya Sasodara di dalam hati.

Bab terkait

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   TAHANAN KASIH

    Jentra menggeliat, perlahan kesadarannya mulai pulih. Tubuhnya terasa sakit semua. Ia memandang ke sekeliling namun semua terlihat gelap kecuali nyala api kecil dari lilin lebah yang tergeletak diatas meja pendek."Dimanakah aku?" Begitu pertanyaannya dalam hati.Jentra mencoba mengingat kejadian sepanjang hari sebelum dirinya terjebak di dalam ruang gelap ini. Tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara teriakan yang keras dari banyak orang."Hah!""Ho...!""Renggangkan kaki. Buat pijakan yang kuat!""Pasang kuda-kuda yang benar!"Teriakan itu seperti teriakan orang yang sedang berlatih kanuragan. Dengan kepala yang masih terasa pusing, Jentra mengintip dari daun jendela yang rupanya tidak terkunci. Dari dalam ia melihat puluhan orang berbaris bersap-sap dan membentuk kuda-kuda.Semuanya nampak masih seumurnya. Sap pertama dan kedua diisi para biksu muda dengan celana warna oranye terang tanpa baju dan jubah. Sementara sap ketiga hingga enam berisi anak-anak muda dengan celana tanggung berw

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-18
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   TAHUN KETIGA

    Jentra kembali ke gua, dimana ia dan Candrakanti pernah berjanji untuk bertemu. Ini adalah tahun ketiga yang ia janjikan. Jentra telah jauh berubah. Ia menjadi pemuda yang sudah cukup matang meskipun belum sepenuhnya dewasa. Tubuhnya tinggi, besar dan gagah. Ototnya terbentuk dengan baik dan kemampuannya semakin terasah. Ia juga semakin tampan. Apalagi saat di vihara, Wiku Sasodara memberikan semua yang terbaik untuknya termasuk pakaian. Ia bukan lagi remaja lusuh dan bau. Ia telah menjadi pria tampan yang cukup mewah.Bajunya terbuat dari sutera warna biru lembut dan disulam dengan benang perak. Ia juga memakai pelindung pergelangan tangan yang terbuat dari emas dan berukiran naga. Ikat pinggangnyapun terbuat dari perak yang bertabur batu mulia.Candrakanti hampir tidak mengenalinya saat mereka bertemu di mulut gua. Ia terpana pada pria dihadapannya itu. Benarkah itu Jentra? Pria yang ditunggunya selama tiga tahun dengan menolak semua lamaran pria yang disodorkan oleh ayahnya. Hatiny

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   SEBUAH PEMBALASAN

    Jentra mengendap-endap menuju barak kelompok perampok yang telah membunuh keluarganya. Ia menyiapkan dua bilah pedang. Ia berpakaian serba hitam dan menutup wajahnya. Kemudian ia menunggu sampai ia melihat Candrakanti keluar dari tempat itu, menuju tempat yang telah mereka sepakati. Saat Candrakanti telah berlalu beberapa saat. Jentra langsung menyerang tempat itu. Pertama ia membunuh penjaga pintu dengan memotong lehernya. Sementara salah satu dari perampok-perampok itu melihat kejadian itu berteriak."Penyusup...penyusup!" Namun, Jentra melemparkan belatinya dan mengenai perut orang itu. Kemudian keluarlah tiga orang dari rumah-rumah mereka dan menghadang Jentra."Siapa kau manusia keji. Kurang ajar sekali membunuh saudara kami." Kata orang pertama"Ya, buka topengmu. Perlihatkan siapa dirimu. Dasar pecundang." Sambut orang kedua"Kalian tidak perlu tahu siapa aku. Tetapi aku adalah orang yang sedang menagih hutang darah kalian." Jawab Jentra."Kurangajar. Habisi dia!" Kata orang

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   SEBUAH SIASAT LAIN

    Jentra kembali ke padepokan para perajurit sandi Medang. Jentra sudah tidak tinggal di vihara sejak pendidikannya dinyatakan selesai dengan baik. Wiku Sasodara bahkan merekomendasikan agar Jentra bisa bergabung di satuan khusus sandi dan melayani Mahamentri I Halu Pangeran Balaputradewa.Jentra masuk tertatih dengan menahan lukanya yang cukup dalam. Kondisi lukanya yang masih terus berdarah, mengundang teman-temannya untuk membantunya. Salah satunya adalah teman terdekatnya Ginandara."Jentra! Apa yang terjadi padamu? Mengapa kau sampai terluka seperti ini?"Teriaknya panik"Benar kakang Jentra. Siapa yang bisa melukaimu sampai separah ini?" Sahut Kawindra"Aku tidak apa-apa!" Jawab Jentra sambil meringis menahan perih."Ayo kita bawa dia ke kamarnya." Kata Kawindra"Ya. Kau harus diobati dengan benar Jentra, supaya lukamu tidak bertambah parah. Beruntung, bikkuAmasu datang untuk menengokmu dan ingin menyampaikan pesan dari wiku Sasodara. Ia menunggumu di ruanganmu." Ginandara menamba

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-19
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   CANDRAKANTI

    "Kanti.....Kanti......Kanti!" Teriak Kacaya terengah-engah sambil menaiki bukit.Candrakanti yang tengah mencari rumput menengok asal suara yang memanggilnya. Ia melihat pamannya tampak terengah-engah menyusulnya."Ada apa paman? Mengapa kau berteriak seperti orang yang kebingungan." Tanya Candrakanti"Ayahmu....ayahmu...."Kacaya terbata-bata dan terengah-engah, bukan karena panik namun usianya yang tak muda lagi dengan badan yang tambun di paksa naik bukit."Ayah kenapa? Bertengkar lagi dengan paman soal ayam? Kan sudah saya bilang, jual saja ayam-ayam itu sehingga tidak berkeliaran kemana-mana. Atau buat kandang yang kokoh, biar mereka tidak kabur."Candrakanti menanggapi pamannya dengan tenang seperti biasanya. Namun pamannya melambaikan tangannya seraya mengatur nafas yang tersengal-sengal."Bukan itu! Lalu apa?""Prajurit....prajurit Medang menangkap ayah....ayahmu.""Apa?" Teriak Candrakanti yang seketika membuang sabitnya"Prajurit Medang menangkap ayahmu. Semua yang melawan di

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PERHITUNGAN YANG SIA-SIA

    Tekad Candrakanti telah bulat. Pagi-pagi sekali, ia memanfaatkan kesunyian meditasi untuk keluar dari vihara. Ia membawa goloknya dan air untuk bekal. Menembus kabut yang gelap dan hawa yang dingin, sesekali Candrakanti menggosok lengannya yang terbuka kuat-kuat. Ia menerobos hutan menuju ibu kota Medang Poh pitu.Ibu kota Medang adalah tempat yang indah. Berbeda dengan kota Manisa di dekat Sima tempat Candrakanti tinggal. Poh Pitu adalah kota yang ramai meskipun matahari masih belum sepenuhnya bersinar. Dengan bekal informasi yang pernah diceritakan Jentra padanya, ia bisa menemukan padepokan pasukan Sanditaraparan di mana Jentra tinggal dan bertugas. Tempatnya memang bukan di jantung kota, namun di sisi sebelah barat kota dekat perbukitan yang bisa dipakai sebagai tempat latihan berkuda, memanah dan ketangkasan lainnya.Dengan hati-hati, ia mengamati tempat itu. Lalu bertanya pada penjaga tentang Jentra. Ia mengaku sebagai istri Jentra. Penjaga itu segera berlari menuju ruangan Je

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   AMASU

    "Aku tidak mengerti. Mengapa Jentra begitu berkeras untuk minta ditugaskan ke garis depan ekspansi Pengging, padahal ia belum berpengalaman pada perang terbuka." Kata Sasodara pada Amasu."Mungkin justru ia sedang ingin mencari pengalaman, Guru. Bukankah Guru sudah membekali Jentra dengan ilmu-ilmu yang hebat? Mungkin ia ingin mencobanya." Jawab Amasu."Kulihat kau sedikit aneh akhir-akhir ini Amasu?" Wiku Sasodara memastikan dengan memandang Amasu dengan tajam. Amasu menjadi sedikit salah tingkah."Aneh? Aneh bagaimana maksud, Guru?" Jawab Amasu sedikit tergagap"Beberapa hari lalu ada tiga orang perampok yang dihukum mati. Salah satu yang dihukum masih berumur tiga belas tahun bernama Biru. Kakak perempuannya menangisinya tiada henti dan berlutut di alun-alun sampai hari ini jika tidak diusir perajurit jaga. Apakah kepergian Jentra ada hubungannya dengan ini. Hhmm?""Eeehhm...eehhhmm saya tidak tahu, Guru." Jawab Amasu terbata-bata."Amasu!" Teriak Wiku Sasodara"Iya, Guru!" Jawab A

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-20
  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   MUKJIZAT PUNCAK SADARA

    Hampir setengah hari Amasu dan Jentra menembus hutan Kalisrenggi yang rapat oleh pepohonan hingga puncak. Mereka beristirahat diantara bebatuan besar. Hawa dingin menggigit dan kabut mulai turun. Amasu melangkah beberapa ratus meter lagi ke atas dan ia menemukan sebuah nisan besar. Jentra heran melihat nisan itu, mengingat pada masa itu tak ada orang mati yang dikuburkan .Amasu menggeser batu nisan itu dan tanah di bawahnya bergetar. Sebuah batu besar di samping mereka bergerak membuka. Sebuah tangga ke bawah nampak menuju ruangan yang sangat gelap di dalam tanah. Amasu kemudian menyalakan obor dan menuruni tangga. Jentra mengikutinya.Di sepanjang dinding Amasu menyalakan obor yang tergantung sehingga tempat itu menjadi terang. Di dinding itu juga terukir berbagai posisi orang yang sedang berlatih meditasi dan bela diri. Jentra ternganga."Ini adalah tempat menyimpan abu kakek buyutku. Beliau adalah panglima dari kerajaan Galuh. Beliau sangat sakti. Tak ada yang bisa mengalahkann

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-21

Bab terbaru

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   SEBUAH HUKUMAN

    Balaputerdewa dihadapkan pada majelis Pamgat yang dipimpin oleh Maharaja sendiri.Jentra, Rukma, Amasu dan Sasodara yang hadir di situ terpekur dengan sedihnya. Sebagai Mahamentri, kedatangan Balaputeradewa dikawal dan dijaga ketat oleh pasukan kawal istana maupun para Sanditaraparan. Namun kehadirannya dalam majelis itu masih diperkenankan memakai pakaian kebesarannya.Wiku Wirathu membuka sidang dengan pembacaan sutera dan segera setelahnya, para Pamgat yang terdiri dari pangeran-pangeran sepuh dan para Wiku duduk baik sebagai penuntut maupun sebagai pembela. Banyak Pangeran sepuh wangsa Syailendra yang berdiri dibelakang Sang Mahamentri I Halu. Tapi yang muda lebih banyak menentangnya karena fanatisme wangsa dianggap sebagai pemahaman kuno yang sudah tidak relevan dengan perkembangan jaman. Sementara hakim yang mengadili adalah Maharaja sendiri di dampingi, Mahamentri I Hino yang dalam hal ini diwakili Rakai Pikatan, Wiku Wirathu dan Wiku Sasodara.Semua tuntutan dibacakan untuk m

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   RUNTUHNYA SANG BALAPUTERADEWA

    Ternyata kekuatan tentara Walaing, benar-benar tidak dapat dibandingkan dengan kekuatan pasukan Medang. Mereka menggulung kekuatan tentara Walaing seperti badai menelan segala yang dilewatinya, meskipun pesan Sang Rakai adalah tidak membunuh tapi hanya melumpuhkan saja. Welas asih dan dhamma yang diajarkan para Wiku ternyata begitu merasuk dalam hati Sang Pikatan sehingga peperangan yang dilakukan-pun seminimal mungkin membawa korban jiwa.Sementara Jentra menyusup memasuki kedaton Walaing yang telah mulai terbakar api. Rupanya Sang Balaputeradewa-pun telah bertekad untuk melakukan puputan yang artinya bahwa jika ia kalah maka ia akan menghadapi mahapralaya itu dengan kematiannya sendiri. Saat Balaputeradewa melihat pasukan belakangnya telah mencapai ambang kehancuran dan tentara musuh mulai menjejakan kaki ke halaman istananya. Ia telah mulai mencabut pedang dan kerisnya siap menjemput maut sebagai seorang ksatria dan Mahamentri wangsa besar yang dibanggakannya."Berhenti tuanku. Dul

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PUPUTAN

    "Gusti, apa Gusti akan yakin akan melakukan perang Puputan. Sekali lagi hamba mohon Gusti, jangan gegabah memutuskan untuk perang puputan. Gusti harus ingat bahwa di Walaing, bukan hanya peninggalan Walaing saja yang harus tuanku jaga. Tetapi di Walaing ada Abhaya Giri Wihara peninggalan Syailendra Wangsa Tilaka yang lainnya yaitu Sri Maharaja Rakai Panangkaran. Apa Gusti akan membiarkan putera wangsa Sanjaya menghancurkannya hingga rata dengan tanah." Aswin menyembah hingga hidungnya menempel ke tanah."Tetapi ini adalah masalah harga diri dan kehormatan Aswin. Apa kau rela kita akan hidup sebagai orang yang kalah dan dicemoohkan setiap kali? Itu-pun kalau Sri Maharaja Samarattungga tidak menghukum mati kita juga. Jadi apa bedanya Aswin?" Sahut Balaputeradewa saat bersiap untuk kembali ke Walaing."Permohonan saya, Iswari dan Karmika tetap sama Gusti. Lebih baik kita kehilangan harga diri dan kehormatan daripada kita berdosa kepada leluhur wangsa Syailendra. Apalagi putra tuanku masi

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PERMATA WANGSA SYAILENDRA

    Pangeran Balaputeradewa menembus kabut tebal dan dinginnya malam untuk menyambut kedua buah hatinya. Bersama Aswin ia berkuda tanpa atribut sebagai seorang Mahamentri. Pengawal yang menyertainya juga hanya enam sampai tujuh orang saja, juga tanpa atribut sebagai perajurit tapi menyamar sebagai warga biasa."Apakah tempat itu sangat jauh Aswin?" Tanya Pangeran Balaputeradewa."Ya tuanku. Tapi dengan berkuda cepat seperti ini saya memperkirakan tengah malam kita akan sampai." Jawab Aswin."Aku tidak bisa meninggalkan Walain terlalu lama, karena kakak iparku Samarattungga pasti sudah tidak sabar untuk memotong kepalaku ini." Jawab pangeran Balaputeradewa."Jangan berpikir yang buruk tuanku. Apalagi di saat tuanku memiliki putra. Anggaplah keduanya hadiah dari Yang Maha Agung sehingga kelak akan menjadi permata wangsa Syailendra. Saya rasa tuanku Samarattungga tidak akan segera menyerang saat fajar menyingsing karena mengerahkan puluhan ribu pasukan bukanlah hal mudah." Aswin mencoba mene

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PERLAWANAN TERAKHIR SANG PANGERAN

    Aswin mengikuti Pangeran Balaputeradewa ke bangsal agung Perdikan Walaing. Seluruh pasukan telah dimobilisasi, namun warga asli Walaing memilih untuk menyembunyikan diri di gua-gua yang tersebar di pesisir Walaing. Mereka ketakutan jika peristiwa pembantaian beberapa tahun lalu terjadi lagi."Atreya! Atreya!" Teriak Pangeran Balaputeradewa memanggil orang kepercayaan untuk menghadap. Atreya tergopoh-gopoh datang dan menyembah."Sembah hamba paduka Mahamentri I halu. Tuanku sudah kembali. Apa yang bisa hamba lakukan untuk tuanku?" Tanya Atreya. "Perkuat pertahanan dan tutup semua jalan menuju Walaing. Siagakan semua tentara cadangan, pasukan gajah dan pasukan berkuda." Kata Sang pangeran."Baik paduka. Tapi siapa musuh kita kali ini hingga semua sumber daya dikerahkan?"TanyaAtreya."Apa pedulimu lakukan saja. Kita akan berperang melawan orang-orang Kedu. Orang-orang Samarattungga." Jawab Pangeran Balaputeradewa tanpa rasa hormat.Atreya seketika bersujud di bawah kaki Sang pangeran, b

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   KELAHIRAN KEMBALI

    Rukma memacu kudanya menuju rumah Sriti, namun di dalam perjalanan ia harus berhadapan dengan sisa-sisa pasukan Pangeran Balaputeradewa. Mereka mencegat Rukma dan menghentikan kudanya."Berhenti ki sanak. Kau orang dari Kedu mau melintas ke mana?" tanya salah seorang prajurit."Aku hendak masuk ke dalam kota, apa pedulimu?" Rukma balik bertanya."Apakah kau tidak tahu bahwa kekacauan sedang terjadi sehingga tidak seorang-pun boleh melintas wilayah ini." Kata prajurit yang lain lagi."Istriku hendak melahirkan, jadi kau ijinkan atau tidak kau ijinkan aku akan tetap lewat wilayah ini. Lagipula wilayah ini masih merupakan wilayah Kedu jadi mengapa kau menghalangiku." Kata Rukma sambil menarik tali kekang kudanya sehingga kudanya berdiri dengan dua kaki naik ke atas dan hendak menendang prajurit di hadapannya. Prajurit itu-pun mundur, dan saat ada jalan Rukma langsung menghela kudanya."Dia lari, kejar!" teriak prajurit-prajurit itu, sambil melemparkan tombak ke arah Rukma. Namun Rukma be

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   LUKA SANG PANGLIMA

    Jentra Kenanga dan Kunara Sancaka mulai kewalahan menghadapi ribuan anak panah yang dilepaskan pasukan Mahamentri I Halu. Tembok air yang mereka gunakan untuk menahan panah-panah itu mulai tergerus dan panah-panah mulai menembusi tubuh mereka. Melihat keadaan semakin genting, Rakai pikatan tidak tinggal diam, Ia merapalkan mantra kekuatan pengendalian tanahnya."Rana bantala!" Teriaknya. Seketika tanah di bawah panggung di mana pasukan pemanah Mahamentri I Halu terangkat dan memutar. Pasukan panah itu-pun mulai panik. Namun Mahamentri I Halu memerintahkan untuk terus menghujani mereka dengan panah-panah itu.Rakai Pikatan meningkatkan kapasitas energinya hingga akhirnya tidak hanya tanah tempat pijakan mereka yang bergerak dan memutar, namun batu-batu besar yang terpendam mulai melayang ke permukaan. Batu-batu besar itu mulai menyerang pasukan-pasukan panah itu seperti peluru yang ditembakan. Wiku Sasodara yang ada disitu juga tidak tinggal diam, ia-pun mulai juga bergerak untuk men

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PEMILIK MUSTIKA UDARATI

    Perkawinan Agung antara Rakai Pikatan dengan Mahamentri I Hino benar-benar diselenggarakan dengan meriah. Banyak tamu yang hadir dalam perhelatan yang diselenggarakan selama hampir satu bulan. Rakyat-pun ikut menikmati kemeriahan pesta yang diselenggarakan istana dan mereka bisa menikmati aneka makanan serta jajanan gratis."Aku senang seluruh rakyat dapat menikmati pesta yang menyenangkan ini. Hanya semua pasti ada akhirnya bukan? Tidak selamanya kita akan berpesta. " Kata Andaka pada Kelwang, Munding dan Rukma."Benar. Tapi puncak acara yang sangat ditunggu adalah pemberian berkat bagi pengantin dari para Wiku. Aku jadi penasaran saja apa yang akan menjadi hadiah Wiku Wirathu dan Sasodara nanti bagi kedua mempelai." Rukma memang sedang bertanya-tanya apakah Wiku Sasodara benar-benar akan memberikan mustika Udarati pada kerajaan Medang atau justru menyimpannya untuk Pangeran Balaputeradewa."Kau benar Kakang Rukma. Aku juga sangat penasaran dan jika tidak salah. Puncaknya adalah mala

  • JENTERA SAKTI DAN MUSTIKA UDARATI   PERNIKAHAN AGUNG

    Bangunan suci di Bhumi Sambhara telah diresmikan. Semua orang berbahagia terutama para Wiku karena Bhumi Sambhara akan menarik banyak orang untuk datang dan bersembahyang di tempat suci itu. Sehingga persembahyangan itu tidak hanya mendatangkan berkat dari doa-doa mereka yang berziarah namun sekaligus akan menjadi pemicu peningkatan ekonomi Medang dari perdagangan dan wisatanya."Wiku Sasodara sekarang sampailah kita pada pemberian hadiah pada Silpin Agung yang telah menyelesaikan pembangunan Bhumi Sambhara Budura. Aku akan menganugerahkan gelar Rakai dan akan kuberikan wilayah Kailasa kepadanya." Maharaja Samarattungga bertitah. Mendengar berita itu Sang putri Dyah Meitala dan putranya Pikatan langsung berlutut. Warisan ayah mereka akhirnya kembali lagi kepadanya. "Mulai hari ini silpin Agung Medang akan bergelar Rakai, dan akan disebut sebagai Rakai Pikatan Dyah Saladu yang akan menguasai Keilasa dan sekitarnya di wilayah Kewu. Kami semua warga Medang berterima kasih kepadanya atas

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status