"Lebih baik kita lihat ke area yang lebih private di dalam sana," teriak Shine yang diangguki oleh Arsen yang membawanya ke area party. Shine menyimpitkan mata, mencoba menemukan wajah familiar yang dicarinya beberapa hari ini di antara banyaknya pasangan yang sedang asyik berangkulan, minum-minum, merokok dan sebagainya yang sebagian besar anak-anak mudanya kota metropolitan. "Tidak ada," ucap Arsen yang ikut membantu mencari. "Coba kita lihat ke lantai dansa." Shine mengangguk dan berjalan agak ke depan memperhatikan dance floor yang ramai saat matanya menangkap sosok Putra diantaranya sedang memeluk wanita berambut coklat yang hanya mengenakan rok mini dan tank top. Gerakan dansa mereka cukup intim dan wanita itu tidak segan mengalungkan lengannya di leher Putra lalu mengecup pipi dan semakin berani ke bibirnya sementara Putra yang nampak sempoyongan terlihat tidak peduli. "Arhh sialan!!" Shine melepaskan diri dari Arsen dan menerobos para pedansa,menarik lengan wanita penggoda
Flashback On "Di manapun sama saja asalkan aku dibayar." Zafier tersenyum smirk, melingkarkan lengannya di pinggang Joana, menariknya merapat membuatnya memekik genit seraya mengigit bibir bawahnya dan menekan telapak tangan di dadanya. Zaf mendekatkan wajahnya dengan tatapan menggoda, menelengkan kepala ke samping mengarahkan bibirnya ke telinga dan berbisik sensual. Joana sama seperti wanita-wanita bayaran pada umumnya yang mudah diperdaya hanya dengan sentuhan juga uang. "Begitulah wanita murahan bekerja." Zaf melepaskannya secepat dia menggodanya tadi membuat Joana harus menyeimbangkan tubuhnya yang tadi bersandar padanya dengan wajah menahan kesal dan tangan terlipat di dada. Zaf duduk di sofa kantornya membiarkan Joana berdiri di tempatnya. "Jadi, Putra sering datang ke club malammu?" Joana menghentakkan heelsnya saat berjalan mendekati Zaf dan duduk di sisi sofa lainnya. "Begitulah." "Minum dan menggoda wanita?" "Tidak. Sesekali hanya minum." "Kau pernah menggodanya?"
Penanda bunyi di ponselnya menggema lagi. Dari balik kacamata hitam yang dikenakannya, Zaf melambatkan mobil sportnya masih di area perkantoran dan memindai area sekitar. Bunyi ban berdecit terdengar saat Zaf melihat di kejauhan Shine Aurora berdiri di samping mobil Audy dalam pelukan Arsen tidak jauh dari lobbi perusahaan Putra. Wajahnya menampakkan kesedihan yang nyata. Zaf berusaha keras menahan diri untuk tidak menendang pintu mobilnya, berlari mendekati mereka dan menarik Shine dalam pelukannya lalu membawanya pergi jauh dan mengatakan kalau semuanya baik-baik saja supaya Shine menghilangkan raut wajah sedihnya itu. Terbiasa melihat ekspresi Shine yang galak, ketus, jutek, nyolot dan marah membuatnya tidak suka saat Shine menampilkan ekspresi kesedihan yang nyata. Zaf benar-benar harus menekan dorongan hatinya untuk melakukan itu, sebagai gantinya mencengkram erat kemudi mobil yang dia anggap pegangan agar tidak kehilangan kendali. Zaf punya firasat aneh tentang Putra meski
"Apa masalahmu, gadis bar-bar?!" Bukan lelaki tampan yang tadi ditonjoknya yang nyolot tapi wanita cantik seperti barbie yang mendelikkan mata ke arahnya seraya mengelus wajah lelaki yang berdiri menjulang memegangi rahangnya dengan kening berkerut menatapnya. "Ini—" Shine mengedarkan pandangan. "Apartemennya Zafier kan?" "Kamu punya masalah sama dia sampai harus main tonjok seperti tadi?" Laki-laki itu buka suara. "Sudahlah Kellan sayang. Zaf kan memang bermasalah dengan banyak wanita. Palingan juga dia ini salah satu wanita penggoda Zaf." Shine melotot garang. "Walaupun yah, agak diluar tipenya yang biasa." "Hei—" "Tidak ada wanita penggoda yang tahu apartemen Zaf yang ini Jenna." Shine mengatupkan bibirnya tidak jadi bersuara saat mereka mengobrol sambil menatapnya. "Biasanya Zaf membawanya ke tempat biasa." "Iya juga sih." Sama-sama memandanginya dengan seksama secara keseluruhan membuat Shine jelas kesal. "Mana Zafier gila itu?!" Shine mengedarkan pandangan tapi tidak namp
Shine bahagia. Pagi ini dia bangun dengan penuh semangat dan sedang menyiapkan sarapan berupa nasi goreng sosis dan teh hangat. Bibirnya tidak henti bersenandung saat dia sibuk menata meja makan, melirik ke arah kamar tamu kemudian tersenyum lebar. "Beres," desahnya bahagia tepat saat pintu kamar tamu terbuka menampilkan sosok Putra yang sudah segar setelah mandi. "Gimana keadaanmu?" tanya Shine seraya mendekat. "Semalam kacau," ucapnya seraya mengacak belakang rambutnya."Tapi pagi ini aku jauh lebih baik." "Kita sarapan bareng ya." Putra berhenti sebentar memandangi Shine yang tersenyum lalu menghela napas dan mendekatinya dengan langkah lebar, menarik pinggang Shine agar merapat ke tubuhnya dan mendaratkan ciuman singkat di bibir. "Maaf. Aku berhutang penjelasan padamu tentang kejadian semalam." Shine mengelus wajah Putra disertai gelengan kepala. "Santai saja.Aku akan mendengarkan nanti tapi sekarang lebih baik kita makan dulu. Aku sudah buatin kamu nasi goreng." Putra mel
"Apa kamu menunggu tamu?" Tanya Putra dengan suara serak. "Seingatku tidak." Shine bangkit duduk, merapikan kaos dan rambutnya. "Aku lihat dulu siapa yang datang." "Aku ke toilet dulu," ucap Putra, Shine mengangguk dan tersenyum saat puncak kepalanya di kecup. Shine bergerak ke pintu sementara Putra ke kamar mandi dan saat membukanya, wajah Arsen dengan senyuman tipisnya yang terlihat. "Hai." "Hai," balas Shine. "Aku gak tahu kalau kamu mau datang." "Aku mengkhawatirkmu." Arsen memperhatikan penampilan Shine keseluruhan. "Kalian gak tidur bareng kan?" Shine tergelak, menggelengkan kepala dan meninju dada Arsen. "Itu bukan urusanmu!!" Lalu berbalik masuk diikuti Arsen. "Kami tadi sedang asyik menonton tv." "Itu akan menjadi urusanku kalau dia berani menyentuhmu!!" Shine memutar bola mata sementara Arsen duduk di sisi lain sofa, mengedarkan pandangan. "Mana dia?" "Kamar mandi." Arsen menyimpitkan mata. "Astaga, jangan berkelakuan seperti itu Arsen!" "Tapi tetap saja, kita haru
Napoli, Italia"Kita nampak seperti gay di sini," kekeh Zaf.Aldrick mendengus, mengedarkan pandangan ke area jalanan Naples yang ramai. "Menggelikan!"Di sekeliling mereka, banyak pasangan yang saling bergandengan tangan dan bercanda mesra seraya menunjuk lampu-lampu juga hiasan yang menggantung indah di sepanjang jalan.Zaf menyesap rokoknya, membiarkan asapnya menghilang terbawa angin malam, mengimbangi langkah kaki sahabatnya menuju pusat kota yang ramai dipadati pengunjung dan wisatawan karena saat ini tengah berlangsung Festival Maggio Dei Monumenti Napoli atau Festival kebudayaan yang memang diadakan satu tahun sekali. Belakang coat mahal mereka berkibar pelan seiring langkah kaki menuju kerumunan di depan akibat hembusan angin pantai menciptakan siluet mempesona di dinding bangunan tinggi di samping mereka.Mengabaikan cafe juga restoran yang menawarkan kenikmatan Pizza yang terkenal di Napoli, mereka membaur seakan kedatangan mereka semata untuk berjalan-jalan bukannya dua l
Mansion kediaman keluarga Alonzo "Apa yang membawa kalian sampai ke sini?" tanya Lucca dengan tatapan mengintimidasi, memandangi bergantian Aldrick dan Zafier namun manik matanya selalu lebih lama menatap Aldrick. "Ini sahabatku, Zafier Gaster. Aku menemaninya kemari untuk memastikan kalau di sini ada wanita bernama Abigail—" Aldrick terdiam sesaat mencoba menahan emosinya. "Sekaligus aku ingin berbicara denganmu masalah pribadi." Zafier masih merasakan nyeri di punggung akibat pukulan Lucca, berdiri di samping Aldrick dengan tatapan mengarah ke Abigail yang duduk di atas pangkuan Lucca di balik meja kayu panjang dengan ukiran rumit di sekitarnya di dalam salah satu ruangan luas yang ada di mansion. Saat terbangun, mereka berdua berada di dalam kamar yang pintunya tertutup dan dipaksa keluar berhadapan dengan Lucca keesokan siangnya. Sejak dia masuk, berdiri di depan mereka, Abigail memandanginya dalam diam dengan keryitan di dahi, mungkin mencoba mengingat, apa mereka pernah bert