"Aku sanggup menghabiskan tiga bungkus nasi goreng ini sendirian," desah Shine dengan senyuman binar sambil mengunyah makanannya. Reflek, Arsen langsung menjauhkan nasi goreng di tangannya membuat Shine tertawa membahana. "Tenang-tenang, aku masih tahu diri." Arsen yang gemas langsung mengacak rambutnya sampai berantakan. "Baguslah. Aku sudah membelikanmu dua bungkus sendiri." Arsen menggelengkan kepala. "Melihat dari napsu makanmu yang gila-gilaan malam ini, aku yakin kamu sedang kesal." "Dua bungkus belum masuk dalam kategori gila," decaknya. "Aku memang sedang kesal. Pokoknya hari ini menyebalkan. Ah ralat—" Shine menoleh ke Arsen setelah merapikan rambutnya. "Setiap hari ketika melihat bos setan itu akan menjadi hari yang menyebalkan." Arsen mengunyah nasi goreng miliknya dalam diam lalu mengalihkan tatapannya ke langit. Setelah membeli tiga bungkus nasi goreng, keripik pedas di pedagang pingir jalan juga minuman dingin, Arsen melajukan mobilnya ke salah satu bangunan parkir ge
Shine bengong di dalam cabin pesawat yang membawanya ke Pekan baru sesaat setelah salah satu pramugari yang tadi melihat boarding pass miliknya membawanya ke kelas bisnis lalu menyuruhnya duduk di salah satu kursi nyaman yang ada di sana."Apa ini tidak salah?" tanya Shine dengan wajah bingung."Ada apa Bu?" Sang pramugari bertanya sopan."Seharusnya saya berada di penerbangan kelas ekonomi. Coba tolong di cek lagi siapa tahu ada kesalahan."Pramugari itu melihat lagi ke boarding pass miliknya. "Shine Aurora Friza?"Shine mengangguk. "Tiketnya memang sudah di upgrade dari kelas ekonomi ke kelas bisnis. Jadi tidak ada kesalahan dan ini tempat duduk Ibu Shine.""Hah?!" Shine ternganga. Apa mungkin Pak Williem yang menggantinya karena memang meskipun berada dalam satu pesawat yang sama tapi mereka berbeda kelas.Shine berdecak, dari pada pusing memikirkannya dan dia juga tidak dirugikan karena tidak harus mengeluarkan uang sepeserpun maka Shine pun mengiyakan dan duduk di sana."Mungkin
"Bagaimana di pesawat? Aku harap kamu mendapatkan bogeman Shine," sindir Wlliem saat mereka duduk berdampingan di barisan depan saat sore harinya harus menghadiri pembukaan pameran teknologi sambil berbisik-bisik ketika Menteri Teknologi Prof. H. Mohamad Nasir, Ph.D., Ak. memberikan kata sambutan. "Hanya satu tamparan." Williem menoleh. "Hanya?" Zaf mengidikkan bahunya. "Sudah untung dia tidak melemparku keluar karena semua ocehanku." "Untung kamu bilang?" Williem benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir Zafier. "Memangnya tidak jera dengan semua perlakuan kasar Shine yang memang sih brutal banget tapi kamu juga pemicunya." Zaf tersenyum miring. "Tidak. Kau perhatikan tidak sih kalau Shine lagi marah itu menggemaskan." Williem ternganga memandangi Zaf yang kemudian berdiri saat dipersilahkan maju ke depan memberikan sambutan selaku owner Gaster Teknologi "Wah, dia benaran sudah gila!!" Williem berdecak. Zaf tentu saja membuat semua yang melihatnya terkesima dengan pemba
"Bagaimana kabarnya, Om?"Shine duduk di salah satu meja di area luar gedung pameran bersama dengan Om Martin. Salah satu lelaki yang dikagumi Shine karena kepintarannya tapi juga dibenci Shine karena kelakuannya yang suka bermain wanita sama seperti bos setannya."Aku tidak menyangka akan bertemu dengan Om Martin di sini. Kebanyakan pemilik perusahaan akan diwakilkan yang lain.""Oh ya, tapi aku lihat pemilik Gaster Technologi ada di sana tadi."Oh kalau bosnya selain sinting juga labil, kemarin bilangnya ada urusan eh tahu-tahu ngongol seperti setan."Oh, biasalah Om. Pencitraan—" Alias tebar pesona. Martin tersenyum memandangi sahabat keponakannya seraya mengusap bibirnya dengan jari. "Bagaimana rasanya bekerja di perusahaan sekelas Gaster Technologi, pasti betah kan?"Bawaannya makan ati aja, Om. "Dibetah-betahin aja sih, Om. Namanya juga untuk menyambung hidup supaya tetap bisa makan."Martin terkekeh. "Kalau begitu lebih baik cepat menikah saja supaya ada yang biayain."Shine t
Zafier tidak tahu jika Shine sedekat itu dengan Martin. Dari cara mereka mengobrol akrab tanpa ada rasa canggung seakan-akan mereka sudah saling mengenal. Zaf tidak suka dengan cara Martin memandangi Shine hingga membuatnya meradang. Kalau saja tidak ada wartawan yang meliput di gedung pameran, Zaf pasti akan langsung berhadapan dengan Martin dan membuat keributan. Ada hubungan apa mereka berdua?Apa Shine salah satu wanita— Zaf langsung mengenyahkan pikiran itu. Shine jelas antipati dengan lelaki brengsek sepertinya dan Martin tapi dia jelas akan mencari tahu hal itu nanti.."Pak, ada yang mencoba untuk masuk ke sistem tapi menghilang secepat kilat sebelum aku berhasil membongkar kedoknya.""Kerjaannya orang iseng?" Tanya Zaf seraya berdiri memandangi area belakang hotel di balkon kamarnya dengan segelas red wine di tangan yang lain sambil mendengarkan orang kepercayaannya di perusahaan memberikan laporan saat waktu menunjukkan jam sembilan malam.Andai saja Shine tahu kamar mereka b
"Tidak mungkin lelaki seperti dia tidak bisa berenang. Dia sempurna dalam segala-galanya walaupun yah berubah sinting saat berhadapan dengan wanita," gumam Shine, tidak lagi fokus dengan bukunya seraya mondar-mandir di pinggir kolam sampai tidak menyadari seseorang berada di belakangnya. Saat berbalik, Shine langsung memekik kaget dan hampir saja terjatuh ke kolam kalau saja tangan besar itu tidak lebih dulu menarik pinggangnya merapat ke tubuhnya. Shine cengok, Zafier tersenyum manis. "Hati-hati cantik. Airnya dingin." Shine mengerjapkan mata dan—Plak!!! "Aduhh—" Zaf mengaduh saat Shine melepak kepalanya dengan buku. "Ya Tuhan, bisa tidak tanganmu yang halus itu digunakan bukan untuk memukul tapi membelai?" Shine mundur sedikit menjauh. "Bapak mau di belai?" Zaf mengangguk. "Pake sendal mau?" Zaf memutar bola matanya, memasukkan kedua tangannya ke saku celana. "Apa kita tidak bisa berdamai?" "Tidak!!" "Aku akan melakukan apapun!!" "Aku sama sekali tidak peduli." Shine melipa
"Brengsek Helena!!' Zaf yang seharian berada di dalam kamar hotel mengerjakan sesuatu di balik layar laptop miliknya terlihat marah saat melihat apartemen pribadinya melalui layar CCTV yang keadaannya sudah berantakan. Underwear warna warni bertebaran di atas tempat tidur juga tulisan dengan lipstick merah di kaca ruang pakaiannya. Aku rindu ciumanmu yang menggelora, sayang. Temui aku secepatnya -Helena- Seharusnya wanita itu tidak bisa masuk ke dalam apartemen yang terjaga privasinya karena setiap hari password untuk masuk ke sana selalu berganti sesuai keinginannya untuk menghindari hal-hal semacam ini. Tentu saja ada yang tidak beres karena wanita yang hanya tahu urusan ranjang itu bisa masuk ke dalam dengan mudah. Pasti ada seseorang yang membantunya. Setengah hari Zaf mencoba untuk mencari siapa yang sudah berhasil membobol system keamanannya sampai dia mendapati satu nama yang sama yang sebelumnya berusaha untuk masuk ke dalam server perusahaannya. "Damn!!" Zaf mengumpat.
"Pak Zafier ke mana ya?" bisik Alvi seraya mengaduk sup jagungnya."Kenapa? Kamu kangen sama dia," kekeh Shine, mengunyah steak daging juga kentang tumbuk miliknya."Kamu pikir aku lelaki apaan!" decak Alvi. "Aku masih normal bin sehat bin walafiat. Masih suka wanita berdada menonjol dari pada yang berdada bidang. Geli ah!!"Shine tertawa tertahan. Melirik sekilas bosnya yang makan seraya memandangi layar ponselnya, "Sori bro, bukan bermaksud meragukan orientasi seksualmu tapi zaman sekarang lelaki doyan batangan sepertinya lagi ngetren. Pak Zafier kan memiliki segalanya, bukan hanya wanita tapi juga para lelaki pasti bakalan tertarik untuk dijadikan terget.""Dia sepertinya lebih tertarik padamu, Shine."UHUK...UHUK!!Shine tersedak makanannya sendiri, cepat-cepat mengambil gelas air mineralnya dan menegaknya sampai sisa setengah. Nyengir cantik saat Pak williem berdecak melihat kelakuannya."Kamu kalau bicara jangan suka asal! Wanita yang menjadi incarannya itu yang belahan gaunnya