"Bagiku, tidak. Aku tidak mau hidup dengan kekhawatiran padamu Zaf. Aku takut, hatiku tidak lagi berbentuk jika suatu hari nanti kau kembali melukaiku. Aku ingin nyaman mencintai dan dicintai seseorang. Yang bisa aku percayai." Hantaman telak untuk Zaf yang diberikan Shine padanya. "Tadinya aku ingin melihatmu berusaha menyakinkanku tapi apa yang aku dapatkan di sana sama sekali tidak aku duga. Kau malah melarikan diri dengan caramu sendiri." Zaf mengalihkan tatapannya ke samping, mengusap tengkuknya yang berkeringat, menyadari satu lagi kebodohan yang dilakukannya. Zaf berusaha kuat menahan getaran tubuhnya, sisa pertahannya. "Bagaimana kalau kita akhiri saja agar tidak ada lagi yang terluka diantara kita?" Zaf reflek menoleh, sengatannya seperti ribuan volt listrik yang mematikan sarafnya. Zaf berdiri dari duduknya dengan tatapan nanar. "Sunshine—" "Berhentilah memanggilku seperti itu Zaf!!" selanya. "Aku tidak akan lagi menjadi mataharimu. Aku memilih tenggelam dan kau bebas m
Flashback On London, Mansion Aldrick "Apa kau yakin, Abigail ada di pesta ini?" "Kita harus mencari tahu. Tidak mudah mendapatkan undangan itu karena memang pestanya privasi," balas Arsen. Shine mengangguk, menghela napas panjang seraya membolak-balik undangan pesta topeng di tangannya yang diadakan pengusaha London bernama Aldrick. "Kenapa kau memakai gaun hitam lamamu itu?" "Hah?" Shine menoleh ke Arsen yang kembali fokus mengendarai mobilnya. "Aku sudah membelikanmu gaun yang berkilau." "Kau membuang-buang uang. Aku pergi ke sana bukan untuk mencari lelaki kaya yang butuh teman kencan satu malam—" "Ck," Arsen berdecak mendengar penuturan Shine yang langsung nyengir. "Kau membuatku terdengar seperti mucikari." Shine tertawa mendengarnya, memukul pelan lengan Arsen. "Aku sengaja memakai gaun ini supaya nanti Abigail mengenaliku jika kami bertemu di sana. Gaun kembar yang kami beli bersama dan juga, gaun ini masih bagus karena aku merawatnya." "Oke oke. Aku tidak akan mend
Bagaimana seandainya, rasa takut kehilangan yang begitu besar membuat seseorang terlempar jauh ke depan, melampaui waktu dengan pikirannya lebih dulu untuk menyaksikan dan merasakan apa yang akan terjadi akibat dari pilihan yang dia ambil pada detik terakhir?Zaf merasa begitu aneh. Seperti ada yang menghantam dadanya yang terasa sesak akibat hampir kehabisan napas hingga membuatnya kembali membuka mata. Sinar bulan di atas sana menerpa pandangannya, dunia terlihat begitu berbeda jika dilihat dari tempatnya berada. Tapi yang mengagetkan, ada seseorang yang berdiri memperhatikan dari atas.Zaf langsung berenang kembali naik ke permukaaan dan dilihatnya wanita itu berbalik pergi.Apakah mungkin ini kesempatan keduanya? Apakah perpisahan yang dilontarkan Shine sebagai hukuman terakhir untuknya tadi hanya terjadi di dalam kepalanya?Zaf agak bingung, namun apapun yang terjadi saat ini dia harus memohon. Zaf akan berusaha untuk mendapatkan mataharinya kembali. Bayangan rasa sakitnya kehila
Tamparan itu menyakitkan. Kepalanya terhempas ke samping saat Shine melepas cengkramannya dan mundur menjauh. Sudut bibirnya terasa berdarah. Shine jelas memukul dengan kekuatan tangannya. “Kenapa hanya satu kali tamparan?” Zaf kembali menatap Shine. “Berikan aku semua pukulanmu agar kau merasa lega. Aku memang pantas mendapatkan yang lebih dari ini.” Zaf bangkit berdiri, merentangkan kedua lengannya dan tersenyum. “Sekalipun aku harus lumpuh, aku tidak masalah. Asalkan setelah ini, kau tidak lagi meninggalkanku dan menetap di sampingku. Aku terima semuanya, Shine.” Shine tersenyum miring, merenggangkan otot tangannya dan mengepalkannya dengan erat. “Kau sendiri yang meminta seperti itu Zaf maka terimalah akibatnya.” Shine maju dengan tatapan bengis, Zaf diam di tempatnya menunggu serangan namun kaget saat tiba-tiba Shine loncat ke dalam pelukannya, melingkarkan kedua kaki di pinggang Zaf yang reflek memeluk Shine erat agar tidak terjatuh dan berdesis saat jemari istrinya menjamba
Flashback OnTiga bulan setelah kepergian ShineArsen berdiri berhadapan dengan Om-nya yang baru saja dijatuhi hukuman penjara dua puluh lima tahun juga denda triliunan rupiah oleh pengadilan. Masa tahanan yang tidak sesuai dengan gugatan karena Om Martin menggunakan segala cara untuk meringankan masa tahanannya. Dua puluh lima tahun bukan waktu yang singkat tapi Arsen ragu kalau selama itu, Om-nya akan menyadari semua kesalahannya. Terlebih lagi saat ini dia sedang tersenyum, nampak tidak khawatir dengan hukuman yang akan dijalaninya. Namun tetap saja, Arsen berharap Omnya akan berubah."Apa kamu merasa puas sudah memenjarakan Om-mu sendiri seperti ini, Arsen?" ucapnya dengan tatapan yang tidak bisa diartikan. "Hanya karena seorang wanita."Arsen menarik napas dalam, balik menatap Om-nya dengan ekspresi tenang. "Sejujurnya, aku hanya ingin membantu Om supaya sadar dan mau berubah menjadi lelaki yang lebih baik lagi nantinya. Semua ini bukan hanya tentang Shine tapi juga tentang kelua
Swedia"Ini rumah yang ditinggalkan Robin untuk Mamaku seandainya saja kami ingin kembali ke Swedia."Zafier dan Shine berdiri di depan rumah besar tiga lantai yang di sekitarnya di kelilingi taman bunga mawar dengan hiasan air mancur di tengahnya. Begitu hijau, udaranya segar karena berada jauh dari kota dan begitu tenang. Masih sangat pagi ketika mereka sampai. "Bukan hanya rumah, tapi masih banyak lagi. Semua sudah atas nama Mamaku."Zafier merangkul bahu Shine. "Jadi kalian memutuskan untuk kembali karena hal ini?""Mama yang ingin kembali dan berdamai dengan semuanya. Mama bahkan berencana untuk tinggal di sini menikmati masa tuanya. Tidak akan terlalu jauh dari rumah kita di Seattle nanti dan juga Italia."Zafier mengangguk, Shine tersenyum. "Kalau begitu ayo kita masuk. Kebetulan juga Lucca sudah berada di sini.""Lucca?""Iya, dia datang seminggu yang lalu.""Setelah setahun dia baru datang?" tanya Zaf tidak percaya, membiarkan saja Shine menariknya berjalan mendekati rumah.
Enam bulan kemudian,Jakarta, Indonesia“Apa selalu begini?”Zaf berjalan mondar-mandir di dalam kamar di apartemen mereka saat waktu menunjukkan pukul satu malam. Lize, begitu panggilan yang dia berikan untuk putri cantik dalam gendongannya yang saat ini tengah menangis entah karena apa. Padahal besok mereka harus bangun pagi-pagi untuk melakukan persiapan terakhir menghadapi hari besar kedua untuk kembali menikah secara sah di mata hukum dan agama di hadapan semua anggota keluarga dan juga para sahabat. Namun harapan mereka untuk bisa tidur nyenyak harus buyar karena entah kenapa, Lize malah rewel sejak satu jam yang lalu.Shine yang tergeletak di atas tempat tidur setelah sebelumnya bergantian mencoba menenangkan Lize yang sebentar nangis sebentar diam itu memandangi Zaf dengan senyuman.“Mungkin dia nerveous karena besok harus tampil cantik di hadapan semua orang mengalahkan pengantin wanita.”Zaf tersenyum, nampak sudah terbiasa mengendong Lize yang berusia sembilan bulan. “Ah, d
"Oh, jadi itu pulau yang dibangga-banggakan Zafier Gaster untuk istri tercintanya.”Zafier memutar bola mata saat mendengar nada menyindir dalam perkataan Shine yang berdiri di sampingnya, sibuk memegangi topi lebarnya agar tidak tertiup angin laut saat kapal boat mewah miliknya bergerak menuju sebuah pulau di kejauhan yang dibeli Zaf khusus untuk membawa istri tercintanya bulan madu. Meski saat ini keadaan mereka tidak lagi bisa dikatakan berbulan madu karena momen itu sukses terlewati hampir dua tahun lamanya.Dulu, Zaf sudah merencanakan semuanya dengan sempurna. Setelah mereka menikah ulang di Indonesia, Zaf akan membawa Shine ke pulau eksotisnya untuk menghabiskan waktu menciptakan keturunan dan pantang pulang sebelum mendapatkan oleh-oleh anak di dalam rahim Shine meski itu membutuhkan waktu beberapa bulan dengan optimisme tinggi. Tidak peduli Shine akan menghajarnya setiap hari karena menculiknya di pulau terpencil sekalipun, Zaf akan mengambil resiko itu.Namun rencana itu han