Shine mendengus kesal, fokus dengan jalanan ramai di depannya lalu terlihat mencari-cari. "Aku tidak melihat mobil hitam itu lagi?""Simpangan di depan kau belok kanan mengarah ke daerah perkebunan. Sebentar—" Shine melirik Zaf yang nampak fokus dengan sesuatu. "Aku mencoba untuk melihat apa saja yang ada di area sekitar sini. Aku penasaran sebenarnya mereka mau kemana.""Itu juga yang aku pertanyakan sejak tadi. Untung saja mobilmu begitu nyaman untuk kebut-kebutan.""Kau akan tercengang kalau aku ceritakan tentang mobil ini." Shine menoleh heran, belum sempat bertanya, Zaf kembali berbicara. "Aku melihat ada gedung kosong beberapa kilometer dari sini selain villa-villa. Kalau di lihat dari satelit seperti tidak berpenghuni. Mungkin saja mereka menuju ke sana." Shine melihat spion, membanting setirnya ke kanan. "Aku sudah tidak jauh di belakangmu.""Bagaimana caranya kau bisa melakukan semua ini?" tanya Shine, menambahkan kecepatan mobil."Teknologi. Aku hanya memanfaatkan mereka leb
Laki-laki itu berdiri dengan tatapan bengis meski bibirnya menyunggingkan senyuman. Nampak begitu berbahaya dan mematikan. Shine tidak pernah menduga kalau dia adalah laki-laki yang sama yang dulu berhasil merebut perhatiannya karena menampakkan perwujudan kekasih sempurna yang begitu dia idamkan.Percayalah Shine, kalau dulu dia pasti sudah buta.Atau memang laki-laki itu yang bergitu lihai membodohinya sampai terpedaya. Nyatanya, Shine sama sekali tidak melihat jejak Putra yang dulu dikenalnya di mata lelaki itu.Shine mengangkat dagu, menggenggam pistol Zafier erat meski dia sama sekali belum pernah menggunakannya tapi Putra tidak perlu tahu hal itu. Shine jelas menolak terlihat lemah dan dia memang bukanlah wanita yang lemah."Sweety, sejak kapan kamu berani memegang benda seperti itu?" tanyanya, tidak terlihat takut meski mata pistolnya tepat menghadap tubuhnya.Shine menyeringai, "Kamu jelas tidak mengenalku dengan baik, baby."Matanya berkilat takjub tapi ekspresinya meremehka
DORR!! Tapi Putra sudah tidak ada di hadapannya. Gantinya suara raungan mobil memaksanya berbalik, terbelalak saat menemukan mobil Fortuner besar melaju ke arahnya seperti ingin melindasnya. Jalan raya masih jauh di depan dan Shine hanya bisa berlari, berinsiatif berbelok dari jalurnya menuju ke arah jalan setapak yang ditumbuhi pohon. CIIITTTTTTT!! BRAAAKKKKKK!!!! Sepersekian detik dia menginjak jalan setapak, bersamaan dengan dia yang terjatuh di tanah dan terhantam pohon besar karena mobil fortuner itu berhasil menyenggolnya meski terdengar bunyi hantaman yang memekakkan telinga setelahnya. "Errrghhhh," erangnya, mencoba bangkit dan bersandar di pohon merasakan nyeri di sikunya yang tergores saat melihat mobil Fortuner itu di dorong menjauh dengan mobil Zafier yang semakin di gas gila-gilaan, menyeret keluar dari jalanan beraspal dan menghantamkannya ke pohon besar. BRUUUMMMMM!! Mobil Zafier mundur menjauh setelah membuat sebelah sisi mobil fortuner itu penyok mengantam po
"Mereka nekat mengejar Putra, Pak." Martin menyunggingkan senyum, menggerakkan gelas berisi es batu dan whiskey di tangannya seraya memperhatikan pemandangan kota Jakarta dari kantor yang baru saja direbutnya. Kantor milik Zafier Gaster. "Arsen?" "Dia dalam pengawasan." Martin mengangguk, menyesap minumannya dengan helaan napas panjang. "Biarkan Putra yang menyelesaikannya karena mereka memang memiliki urusan, bukan denganku." Martin bergerak maju, memasukkan satu tangan ke saku celana. "Perusahaan Gaster sudah aku miliki dan ini saatnya aku kembali menduduki apa yang seharusnya tetap menjadi milikku. Martin Allison tetaplah yang menguasai teknologi sebelum kita memperluasnya ke perusahaan Zafier di luar Indonesia." Agam ikut tersenyum, "Saya akan segera menyiapkan acara untuk konferensi pers. Silahkan anda beristirahat lebih dulu. Permisi." Agam mengangguk hormat, keluar dari ruangan Martin dan meninggalkannya tertawa sendirian penuh kemenangan. *** DORRRR BRAAAKK! Zaf terp
Putra tersenyum miring. Sampai di atas, Zaf baru menyadari kalau disekitarnya ada banyak tumpukan drum berisi cairan yang mudah terbakar. Pistol miliknya tergeletak begitu saja di lantai tidak jauh darinya. "ZAF, DIBELAKANGMU!" teriak Shine, menggerang saat lehernya di tekan lagi. BUUKKK!! "Shit!!" Umpat Zaf, seseorang memukul pundaknya sebelum dia berhasil menghindar hingga jatuh bersimpuh dan merasakan sesuatu menekan kepalanya dari belakang. Putra makin menyeringai, "Kalau begitu, kalian mungkin bisa bersama di neraka sana. Menyenangkan bukan?" Zaf menatap Putra tajam, tidak bisa bergerak karena dia tahu mata pistol tepat di belakang kepalanya. "Apa yang diberikan Martin sebagai imbalannya?" tanya Zaf. "Apa itu sepadan dengan hukuman atau mungkin kematianmu jika saat ini kau kurang beruntung sementara di luar sana Martin berkuasa." "Aku tidak peduli selama dia memenuhi bayaran yang aku inginkan. Aku tidak menetap di satu tempat yang sama, karena aku begitu sibuk—" Zaf balik
Arsen tidak menyangka kalau wanita yang ada di depannya ini pengkhianat. Arsen baru saja sadarkan diri di salah satu rumah yang entah berada di mana."Kamu—""Kenapa terkejut begitu?" ucapnya santai, duduk di sofa merah maroon."Zafier akan membunuhmu!!" desis Arsen"I know," ucapnya dengan seringaian. "Kalaupun dia masih hidup."Arsen terdiam cukup lama, "Apa maksudmu?"Wanita itu menatapnya prihatin, memperlihatkan foto-foto kondisi rumah yang sudah ludes terbakar entah dimana menggunakan iPad miliknya dan mendapati kenyataan kalau Shine dan Zafier ada di sana."Sayang sekali, mereka tidak selamat."Arsen bagai disiram air dingin, membuat tangannya yang terikat mengepal erat. Hidupnya seperti terenggut saat itu juga.***intu Ballroom terbuka lebar saat Martin menerima ucapan selamat dari beberapa kenalannya. Suara terkesiap kaget dan gumaman beberapa orang yang terdengar membuatnya mengalihkan tatapan ke arah pintu dan sama seperti yang lainnya ikut tertegun melihat siapa yang berd
Martin benar-benar dikuasai dengan amarah yang nyata di dalam dadanya. Zafier benar-benar mempermainkan dan mempermalukannya dengan telak. Siapa yang menduga kalau hubungan keduanya bukan lagi hanya pasangan kekasih biasa tapi pasangan suami istri. "Nyonya Gaster memiliki sahamku di perusahaan meski aku yang tetap akan bertindak sebagai pemimpin di sana. Jadi—" Martin tidak bisa berkata apa-apa lagi saat Zaf kembali mendekat dan berhenti tepat di depannya dengan seringian kemenangan. Tangannya sudah mengepal dengan erat. "Kertas yang aku tanda tangani itu tidak sah. Kau tidak berhak mengambil alih apapun dari Gaster Coorporation tanpa tanda tangan Shine Aurora." "Brengsek!!!" geram Martin, pada akhirnya. "Maaf membuatmu terkejut Om tapi begitulah kenyataannya." Shine buka suara. "Aku saja kaget saat Zaf memberikan sahamnya. Padahal, aku tidak butuh perusahaannya tapi butuh lelaki yang bisa menjadi suami yang setia." Shine nampak geli sendiri. "Walaupun yah, diajak menikah sama si p
Flashback On Florida, Amerika Serikat "Kau memintaku untuk apa—" Shine jelas tidak percaya dengan apa yang baru saja diucapkan Zafier. "Apa aku harus mengulangnya berkali-kali sampai kau percaya." "Maybe—" Shine menggidikan bahu. "Ini terlalu tiba-tiba hingga membuat otakku agak pusing untuk mencernanya." Zaf memutar bola mata, meronggoh sesuatu di dalam saku celana, mengeluarkan kotak beludru dan membukanya di depan Shine yang tercengang. Cincin bermatakan berlian biru pucat seperti mata Zafier. Terlihat mewah dan cantik meski berdesain sederhana. Setelah puas tercengang dengan cincin itu, matanya mengamati ekspresi Aafier di depannya yang menatapnya lembut. Ada keseriusan yang nyata di sana dan Shine tidak sanggup mendebat meski tahu apa yang akan dilakukan Zaf. "Aku akan memberikan kesetian juga sisa hidupku untukmu tapi kau harus menikah denganku besok." Shine melongo sesaat, Zaf mengulurkan cincin itu. "Ini cincin warisan keluargaku. Kau, mempelai pengantin generasi ber