Ayu mendesis saat melihat tangan merintangi jalannya. Ia sedang mencoba untuk pergi ke dapur, hanya mengambil minuman. Tapi penjaga yang ada di depan kamarnya tidak mengijinkan.“Kenapa begini lagi? Aku katanya boleh bebas pergi kemanapun dibagian rumah ini!” protes Ayu.“Maaf, tapi saat ini tidak bisa. Anda baru boleh keluar setelah diizinkan.” Penjaga itu menjelaskan dengan sopan tapi tidak memuaskan.“Apa maksudmu setelah diizinkan? Aku hanya akan pergi ke dapur mengambil minum!” Ayu tidak mungkin mau menerima, terutama jika ke dapur saja harus meminta izin.“Teman saya akan mengambilkan untuk Anda.” Penjaga itu menoleh kepada temannya yang segera mengangguk dan berlalu. Tentu untuk mengambil minuman di dapur.Ayu menghela nafas panjang lalu menarik pintu itu sampai menutup dengan kasar. Hanya bisa menyalurkan ketidakpuasan dengan cara itu.Tadi malam Ayu masih bisa lebih bebas, tapi sejak pagi tadi, tiba-tiba mereka memintanya terus berada di kamar sampai siang hari ini. Ayu sama
Ayu membiarkan mangkuk yang ada di tangannya terlepas dan jatuh ke atas meja. Menghamburkan nasi ke beberapa makanan lain. Masaki tersenyum puas saat melihat itu, sementara Ayu menggeleng.“Tidak! Itu tidak benar! Hide mengatakan ia berteman dengan ayahku!” seru Ayu, menolak kata-kata itu dengan sekuat tenaga.“Oh, ya itu juga benar. Kau boleh menyebutnya begitu. Hide berteman dengan Hayato.”Masaki kembali tersenyum. Ia tidak bodoh, dan menahan diri. Ia akan memilah mana kenyataan yang sekiranya saat ini ini menguntungkan untuk dirinya, dan menyimpan yang lain. Mengatakan Hide membuat Hayato meninggal adalah apa yang diperlukannya saat ini. Ia tidak akan mengkontradiksi pernyataan yang dikatakan Hide pada bagian teman itu.“Dan bukankah itu menjadi lebih kejam lagi? Ayahmu meninggal karena apa ya
“Ini.” Ryu menyerahkan setumpuk kertas pada Hide.“Tidak ada yang tertinggal?” tanya Hide, sambil meraih selembar kertas yang paling atas. Berisi data rumah beralamat di Kyoto, lengkap dengan alamat juga spesifikasinya.Hide membalik kertas berikutnya yang ada di tumpukan. Kurang lebih berisi hal yang sama, hanya tentu menyebutkan alamat dan rumah atau bangunan apartemen yang berbeda. Bangunan apartemen dan rumah yang saat ini dimiliki oleh Kuryugumi.“Sudah semua. Aku sudah memisahkan data bangunan yang sedang dihuni.” Ryu meyakinkan.“Kirim orang yang kau percaya saja, dan periksa semuanya. Satu persatu.” Hide tidak akan mengirim anak buah ayahnya untuk mencari. Hide tidak tahu mereka akan berpihak pada siapa.“Aku sudah meminta pada Kojima untuk mengaturnya. I
“Sandaime, saya gembira melihat Anda sudah sehat.”Kepala keluarga Takeuchi—Yuta Takeuchi tersenyum gembira saat melihat Hide. Ia pria berumur empat puluh satu tahun. Sudah tiga generasi berada di Kuryugumi, dan dekat dengan Tanaka sejak dulu. Ia datang dengan ramah.Tapi senyum keramahan itu langsung musnah karena tanggapan Hide sama sekali tidak terlihat ramah. Tidak ada senyum maupun kata-kata hangat menyambutnya.Takeuchi menatap katana yang diletakkan Hide dengan mencolok di atas meja, sementara ia duduk. Ryu ikut duduk juga, nyaris menempel di belakang Hide. Agar bisa mencegah jika ada kemungkinan terburuk katana Hide keluar dari sarungnya.“Saya dengar Anda kemarin sakit.” Meski disambut dengan tidak ramah, Takeuchi masih berusaha untuk berbasa-basi sopan.“Aku sud
“Kau tidak ingin membahas apa yang aku ucapkan kemarin?” tanya Ryu sambil memasang sabuk pengaman.Kyoko yang ada di sebelahnya melakukan hal yang sama, tapi sedikit kesulitan. Ia tidak banyak melakukan penerbangan, dan selalu gugup saat pesawat akan lepas landas.Ryu melepaskan sabuk pengamannya lagi, memiringkan tubuh untuk membantu Kyoko memasangnya dengan lebih cepat. Mereka akan segera lepas landas.“Tidak perlu! Aku bisa sendiri!” Kyoko menepis tangan Ryu yang meraih pengunci sabuk pengamannya.“Aku hanya mencoba membantu, dan sama sekali tidak menyentuhmu.” Ryu dengan santai kembali meraih pengunci itu, dan memasangnya dengan cepat—sebelum Kyoko bisa memprotes lagi.“Kau tidak ingin membahas apa yang aku ucapkan kemarin? Sebelum kita berangkat ke Osaka.” R
Namun dengan mudah Ryu menemukan jawaban untuk menangkal pertanyaan yang timbul akibat kesalahannya itu.“Ya, saya memang sudah tahu. Hanya sedikit tertinggal pada bagian melahirkan itu.” Ryu tersenyum, memantapkan jawabannya.“Dari mana Anda tahu?” Kaito mengernyit curiga.“Tentu saja saya harus tahu. Saat ini keluarga Nakamura adalah kandidat unggulan untuk salah satu jabatan penting. Kami harus tahu semuanya tentang kehidupan Anda,” kata Ryu,Kaito terlihat masih tidak nyaman dengan jawaban itu.“Maaf jika ini terdengar lancang, tapi menyelidi latar belakang adalah hal yang harus kami lakukan sebagai tindak pencegahan. Tentu kami ingin semua kandidat yang diajukan adalah bersih.”Ryu mengubah wajahnya menjadi sangat serius. Sebenarnya ia tidak ingin memba
Ayu menjerang air, dan mulai memotong bahan makanan. Untuk pertama kalinya ia memasak hari ini. Setelah berdebat lama dengan Shibata, Ayu akhirnya diperbolehkan untuk memasak.Shibata awalnya menolak, karena tentu ada orang lain yang memasak untuk mereka. Tapi Ayu sama sekali tidak menyukainya. Mereka lebih sering menyajikan sushi dan sashimi.Ayu menduga, Ayah Hide menyukai keduanya. Tapi Ayu sama sekali tidak bisa memakannya. Setelah beberapa hari ini hampir selalu makan dengan telur, Ayu akhirnya punya kebebasan untuk memasak.Ayu hanya membuat masakan sederhana—sup miso favoritnya dan juga karaage udang. Ada banyak bahan lain kulkas rumah itu, tapi Ayu memilih memasak yang sederhana karena tidak ingin repot. Ia juga hanya memasak dalam jumlah kecil, karena akan menikmatinya sendiri.Tidak sudi juga kalau dia
“Sampah!” hardik Hide, melemparkan tumpukan kertas pada Kojima.Inoue yang ada di samping Kojima, dengan gesit bergerak memungut ceceran kertas itu. Kertas itu bukan sampah. Itu adalah laporan yang harus diperiksa Hide. Tapi Hide melemparnya karena tidak ada benda lain yang bisa digunakannya sebagai pelampiasan marah. Kojima beruntung hanya ada kertas itu di dekat Hide, jika benda itu pisau mungkin tubuhnya sudah berdarah saat ini.“Maafkan saya, Sandaime.” Kojima membungkuk.Ia baru saja melaporkan hasil pencariannya di seluruh daftar bangunan milik Kuryugumi, dan sesuai perkiraan, tidak ada jejak Ayu yang bisa terdeteksi.Hide sudah menduga hal ini, tapi menerima berita buruk itu secara langsung tetap membuatnya naik pitam.“Lalu bagaimana dengan Shibata? Apa kau sudah memeriksa asetnya?” tanya Hide. Berharap hasilnya lebih baik.“Sudah, tapi belum secara menyeluruh. Aset yang dimiliki Shibata&ndas
“Himawari! Natsu!”Terdengar bocah berumur sekitar sepuluh tahun menegur dengan keras, saat menemukan dua bocah yang lain bersembunyi di balik semak yang ada di bawah pohon.“Kenzo–aniki!”Natsu kaget melihat Kenzo yang tiba-tiba muncul lalu menarik anak perempuan—Himawari yang ada di sampingnya untuk berdiri, akan mengajaknya berlari, tapi tentu saja dicegah oleh Kenzo.“Tidak boleh! Kau membuat Okaa-san khawatir. Kau harus kembali.” Kenzo meraih lengan Natsu.“Tapi Himawari takut. Ia tidak suka sekolah.” Natsu menunjuk Himawari yang kini terisak.“Hima–chan.” Kenzo berlutut, lalu mengelus kepala Himawari yang menunduk.“Sekolah tidak menyeramkan. Kau akan bertemu banyak orang baru, dan teman-teman baru.” Kenzo membujuk lembut, sampai Himawari mendongak menatap mata Kenzo.“Tapi… tapi… aku ingin bersama Natsu. Aku tidak mau sekolah…”“Tapi…” Kenzo mengusap wajahnya. Himawari tentu akan ada di sekolah yang berbeda dengan Natsu. Himawari baru akan masuk taman kanak-kanak hari ini, bukan
“Tempat ini tidak buruk.” Hide tidak menolak secara langsung, tapi keberatan itu terlihat.“Memang, aku akan memastikan tempat ini tidak akan pernah buruk untuk anak-anak itu. Tapi Kenzo berbeda dengan anak-anak itu. Mereka anak-anak yang benar-benar tidak punya keluarga, terpaksa tinggal di sini. Kenzo punya aku. Aku keluarganya. Aku satu-satunya yang dimiliki oleh Kenzo.”Ayu tidak ingin mengakui hal itu ketika mengingat perbuatan ibunya, tapi Kenzo tetap adalah anak dari adik ibunya—keluarganya. Satu-satunnya keluarga kandung yang pantas dimilikinya saat ini, tidak ada yang lain.“Aku tidak bisa melupakan fakta itu, dan berpura-pura kalau Kenzo adalah orang lain. Hal ini akan menghantuiku saat tidur.” Ayu kembali membujuk.Hide memainkan kunci mobil yang di bawahnya sambil menatap bagian belakang kepala Kenzo yang kini kembali mencoba untuk menggambar sesuatu dengan krayon di kertas yang baru.“Aku tahu kau membenci ibunya—aku juga sama. tapi kau tidak harus membenci Kenzo. Anak it
“Aku masih tidak ingin melakukannya.” Hide menggerutu.“Aku tahu, tapi aku yakin kau juga tahu kalau ini yang paling benar.” Ayu menatap suaminya yang kini sedang melepaskan sabuk pengamannya. Sudah sekitar dua menit lalu mereka sampai, tapi belum ada yang mencoba turun.Keputusan yang mereka—Ayu ambil, memang sangat besar. Ayu perlu menenangkan diri. Dan Hide sudah menyerahkan pilihan pada Ayu, tapi tetap menjalaninya dengan setengah hati.“Sudah, ayo.” Ayu akhirnya membuka pintu dan turun.Anak-anak yang tadi bermain di halaman, berhamburan mendekat saat melihatnya.“Tanaka–san! Apa yang kau bawa hari ini? Gula-gula? Buku cerita?”Aneka suara bersahutan menyambut Ayu. Ia memang sudah sering mengunjungi panti asuhan itu dengan membawa hadiah, tentu mereka berharap Ayu akan membawa sesuatu.“Aku membawa sesuatu di mobil untuk kalian, tapi rahasia. Kalian bisa…”Ayu tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, karena rombongan anak yang megerubunginya langsung berlarian meninggalkannya menuju
“Aku tidak ingin tidur denganmu.” Ryu mengulang pertanyaan itu sebagai bentuk ketidakpercayaan, karena terlalu absurd. Ia lalu menggelengkan kepala sambil mengusap wajahnya.“Aku rasa kemampuanmu untuk menyimpulkan sesuatu sedang tidak amat tajam saat ini,” kata Ryu.“Tidak!” Kyoko tersinggung tentunya. Meski tidak langsung, Ryu kurang lebih menyebutnya bodoh.“Jangan marah, aku maklum malah. Aku akan kecewa kalau keadaan pikiranmu amat tenang saat ini.” Ryu tersenyum puas.“Aku bukan tidak tenang!” Kyoko menyanggah.“Kau baru saja bertanya tentang keinginanku tidur denganmu. Aku rasa hal itu termasuk gangguan yang membuatmu tidak tenang.” Ryu meninggalkan koper, dan mendekati Kyoko, yang mendadak panik, mundur menjauh.“Jangan mengingkari. Kau tidak akan berhasil membuatku berpikir sebaliknya.” Ryu terkekeh pelan melihat kepanikan itu.“Aku tidak…” Kyoko menggigit bibir, tidak punya balasan pintar karena tentu paham juga kalau sikap Ryu yang menjauh memang mengganggu untuknya.“Kemar
“Jangan membukanya sekarang. Kau akan basah.” Ryu menaikkan hoodie jas hujan yang dipakai Kyoko pada saat yang tepat, karena detik berikutnya, air dalam jumlah banyak, menghambur ke arah tempat mereka duduk. Seperti ada yang menyiramkan ember raksasa ke arah mereka. Ini karena pertunjukkan yang mereka lihat, melibatkan paus orca yang melompat keluar dari air. Tentu saat terjatuh akan menghempaskan air dalam jumlah banyak ke arah penonton. Ryu bertepuk tangan seperti yang lain, menghargai kerja keras mamalia raksasa itu, tapi Kyoko tidak bertepuk tangan sekalipun—bahkan sampai pertunjukan itu selesai. “Apa kau tidak menyukainya?” Ryu bertanya saat mereka berjalan keluar dan melepaskan jas hujan yang telah basah kuyup. Ryu meraih handuk kecil yang dibagikan petugas, lalu memakainya untuk mengeringkan rambut dan leher Kyoko. Meski Ryu menutup hoodie pada saat yang tepat, tapi masih ada bagian rambut dan leher Kyoko yang basah. “Kau tidak suka akuarium. Aku akan mencatatnya.” Ryu ters
“Aku ingin pulang.”Kyoko menyahut dengan tiba-tiba, saat Ayu baru saja mengoleskan lipstik berwarna pink di bibirnya.“Hah? Kenapa? Apa ada yang tertinggal?” Ayu menegakkan tubuhnya dengan kebingungan. Ayu sejenak memandang perlengkapan kimono yang akan dipakai Kyoko.Seharusnya tidak ada, karena memang kimono Kyoko lebih sederhana—tidak banyak pernik kecuali hiasan rambut. Tidak seperti yang dipakai Ayu saat menikah di Utoro.Rencana Ryu, mereka akan melakukan pernikahan yang sama seperti Ayu, tapi mau berkompromi, dan menjadi lebih sederhana, yaitu menikah di balai kota. Ryu tidak mungkin berani memaksa, karena tahu benar bagaimana sejarah Kyoko dengan bangunan kuil. Lagi pula pestanya akan tetap ada, hanya upacaranya saja yang berubah.Keputusan itu tentu saja tidak ada yang memperm
“Kau pasti gila!” Kyoko berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sementara kepalanya mengingat-ingat apakah ada sedikit saja tanda Ryu tidak serius.Tapi semuanya serius. Ryu bahkan mengirim foto contoh kimono yang akan dipakainya pada hari pernikahan. Saat melihatnya, Kyoko mengira Ryu gila karena kebohongan mereka akan menjadi sangat sangat extra kalau sampai menyebut soal corak kimono.Namun, pada akhirnya Kyoko memilih, karena ingin mengakhiri pembahasan tidak penting itu. Pembahasan itu penting ternyata.“Apa kau akan diam saja?!” Kyoko membentak marah, melihat Ryu yang malah dengan santai menyesap bir dan memakan kacang yang juga dibawanya tadi.“Kau ingin aku melakukan apa?” Ryu mengernyit.“Ya batalkan itu semua! Hubungi mereka semua! Batalkan!” Kyoko duduk kembali di samping Ryu kemudian menyerangnya. Meraba pinggang Ryu.“Eh, tunggu! Jangan tiba-tiba menjadi agresif begini.” Ryu tentu saja kaget.“Agresif apa?! Ini! Hubungi mereka!" Kyoko hanya mengambil ponsel Ry
Ryu menggelengkan kepala saat kembali dengan mudahnya bisa membuka pintu apartemen Kyoko setelah memasukkan tanggal ulang tahunnya—dan akan datang lusa.Ryu sudah berpuluh kali mengingatkan Kyoko untuk pengganti password yang terlalu mudah ditebak itu. Bukan hanya sekali—saat dulu ia berhasil masuk untuk mencari alat penyadap, tapi beberapa kali setelahnya juga sama.Saat ini Kyoko sudah tidak lagi tinggal di Tokyo. Ia pindah ke Osaka karena memang pekerjaannya lebih banyak di daerah Osaka, setelah benar-benar aktif menjadi bagian dari Kuryugumi yang membantu Hide dan Ryu.Hanya Kyoko belum rajin bekerja setelah kunjungan ke rumah orang tuanya, dan tidak ada yang memaksa juga. Hide tidak menyuruh apapun, tergantung Ryu.Keamanan apartemen itu benar-benar lemah, terutama karena masih tidak ada suara apapun meski Ryu sudah berjalan memasuki ruangan selama beberapa saat. Sudah jelas Kyoko tertidur karena memang hari sudah cukup malam. Ryu memang langsung pergi ke apartemen itu setelah kem
Ayu mematut dirinya di cermin, menatap kimono baru yang akan dipakainya lusa. Kimoni itu dipesan khusus untuknya, jadi tentu semua pas. Tapi Ayu ingin melihat apakah warnanya cocok sesuai bayangan. Dan memang semua cocok. Jatuh dengan pas di tubuhnya, tidak berat dan panas. Itu yang penting, karena saat ini masih musim panas. Kimono modern dengan warna dasar putih itu, dihiasi oleh bunga sakura pink. Ayu bahkan menyiapkan hiasan rambut yang juga penuh dengan hiasan bunga sakura juga untuk melengkapinya. Ayu tidak memakai hiasan bunga itu sekarang, tapi saat mencoba untuk menempelkannya di kepala, warna pink itu juga cocok dengan rambut hitamnya. Semua beres kalau begitu. Ia sudah menyiapkan baju untuk Natsu, juga Hide. BRAK! Ayu tersentak dan menjatuhkan hiasan rambut di tangannya. Suara keras pintu geser yang tertutup itu, tentu membuatnya kaget. Untung saja Natsu ada di kamar sebelah, jadi tidak akan terganggu. Tidak terdengar suara tangis, bahkan saat suara langkah Hide saat m