“Astaga! Ternyata …” Megumi menggelengkan kepala sambil tersenyum mendengar alasan yang dibuat oleh Ryu itu.
“Pantas saja kalian sampai tak punya waktu untuk memberi kabar sebelum sampai ke sini,” katanya. Tentu saja alasan Ryu itu sangat cocok dengan keadaan di mana mereka harus terburu-buru menikah.
“Benar, begitu…” Ryu tersenyum sambil meraih tangan Kyoko menggenggamnya. Tangan itu tentu saja sangat dingin.
“Apa kau ingin duduk di dalam, atau mungkin ke dokter?”
Ryu memberi penawaran yang terdengar normal, tapi sebenarnya ia sedang meminta pertimbangan dari Kyoko tentang mereka harus bagaimana. Apakah pergi atau tetap tinggal melanjutkan rencana.
“Duduk saja di dalam. Aku akan baik-baik saja,” kata Kyoko. Meski keadaannya sangat buruk, tapi
Kyoko memandang tubuh yang terbaring miring dengan mata tertutup di geladak kapal yang mereka tumpangi. Tidak mengatakan apapun, tapi jelas melihatnya tidak berdaya seperti itu membuatnya tidak mual.Tidak ada kemungkinan pria itu bisa menyakitinya, rasa mualnya hilang begitu saja, meski sekarang tempatnya berdiri terus bergoyang karena gelombang laut yang cukup tinggi.“Sialan!” Terdengar umpatan dari Ryu dan itu mengherankan. Ia biasanya jarang mengumpat. Tapi kali ini merasa perlu karena ternyata ia mengalami mabuk laut. Ryu belum pernah menaiki kapal seumur hidup, dan kini tahu kalau hal itu adalah ide buruk. Setelah ini ia tidak akan pernah melakukan perjalanan di atas air lagi.“Lemah,” ejek Hide, tapi tangannya sambil mengulurkan obat anti mabuk.“Eh? Kau membawanya?” Ryu tentu kaget.
“Aku… Jangan… Maafkan aku…” Shuji kembali merintih.“Kau meminta maaf berarti kau tahu telah melakukan kesalahan.”Ryu mendekat sambil mengeluarkan ponselnya, merekam apapun yang akan dikatakan Shuji.“Kau sekian lama menyembunyikan kesalahan itu, tidak mengakuinya, membuatnya trauma seumur hidup, membuatnya bermimpi buruk, bahkan membuat Kyoko tidak bisa menemui ibunya lagi.”Ryu menyebut dosa Shuji, dan kembali membuatnya merintih. Selain ‘merusak’ tubuh Kyoko, tentu rusaknya mental Kyoko lebih sulit disembuhkan. Apa yang dilakukan Shuji mengubah kehidupan Kyoko sepenuhnya, menghapus sifat aslinya, hanya menyisakan Kyoko yang ketus dan pedas untuk menghadapi dunia.Tapi di sisi Shuji, dunianya tidak berubah. Ia mas
Setelah sekian lama berjalan, Kyoko akhirnya menemukan penghuni utama rumah besar itu di dekat taman tengah. Ayu sedang bermain bersama Natsu di taman tengah.“Kyoko–chan!” Ayu melambai ke arahnya, sementara Natsu yang berdiri di depannya, langsung jatuh terduduk di tanah. Tapi bayi itu tidak menangis, dia berpaling dan tersenyum cerah menyambut Kyoko seperti ibunya.“Hai… Bocah.”Kyoko menyapa seadanya sambil mengusap kepala Natsu. Kyoko tidak terlalu menyukai anak kecil. Tidak seperti Ryu—maupun Yui yang membenci konsep hamil, tapi langsung menempel pada Natsu semenjak anak itu muncul di dunia—Kyoko masih tidak tahu harus bersikap seperti apa saat bersama anak kecil.Ia tidak membenci Natsu, tapi tidak juga memaksakan diri untuk antusias. Natsu juga tidak keberatan dengan sikap itu tampaknya. Kyoko hanya melihat Natsu yang menghambur ke arahnya setiap kali ia datang.Kyoko bersyukur untuk itu. Paling tidak sudah terlihat anak itu akan cukup ramah seperti ibunya, tidak keji seperti a
“Silakan.” Setelah menghilangkan terkejut, Kaito membawa mereka masuk ke ruang depan rumahnya. Ayu memandang sekitar. Rumah itu tidak besar. Atau Ayu merasa seperti itu. Setelah tinggal di Osaka, penilaian Ayu atas rumah yang besar tentu saja berubah. Ukuran rumah biasa menjadi terlalu sempit menurutnya. Tapi memang terlihat nyaman dan bersih. Rumah itu bergaya tradisional tentu, sedikit mengingatkan Ayu atas rumah Miura di Utoro. Tapi kegiatan Ayu mengamati rumah itu terganggu karena Kyoko menarik tangannya agar duduk. Itu untuk meluapkan kejengkelannya. Sejak tadi Kyoko menatap galak ke arah Kaito yang tampak salah tingkah karenanya. “Ini benar-benar kejutan,” kata Kaito. Memutuskan untuk mengabaikan Kyoko dan tersenyum untuk Ayu.
Ayu mematut dirinya di cermin, menatap kimono baru yang akan dipakainya lusa. Kimoni itu dipesan khusus untuknya, jadi tentu semua pas. Tapi Ayu ingin melihat apakah warnanya cocok sesuai bayangan. Dan memang semua cocok. Jatuh dengan pas di tubuhnya, tidak berat dan panas. Itu yang penting, karena saat ini masih musim panas. Kimono modern dengan warna dasar putih itu, dihiasi oleh bunga sakura pink. Ayu bahkan menyiapkan hiasan rambut yang juga penuh dengan hiasan bunga sakura juga untuk melengkapinya. Ayu tidak memakai hiasan bunga itu sekarang, tapi saat mencoba untuk menempelkannya di kepala, warna pink itu juga cocok dengan rambut hitamnya. Semua beres kalau begitu. Ia sudah menyiapkan baju untuk Natsu, juga Hide. BRAK! Ayu tersentak dan menjatuhkan hiasan rambut di tangannya. Suara keras pintu geser yang tertutup itu, tentu membuatnya kaget. Untung saja Natsu ada di kamar sebelah, jadi tidak akan terganggu. Tidak terdengar suara tangis, bahkan saat suara langkah Hide saat m
Ryu menggelengkan kepala saat kembali dengan mudahnya bisa membuka pintu apartemen Kyoko setelah memasukkan tanggal ulang tahunnya—dan akan datang lusa.Ryu sudah berpuluh kali mengingatkan Kyoko untuk pengganti password yang terlalu mudah ditebak itu. Bukan hanya sekali—saat dulu ia berhasil masuk untuk mencari alat penyadap, tapi beberapa kali setelahnya juga sama.Saat ini Kyoko sudah tidak lagi tinggal di Tokyo. Ia pindah ke Osaka karena memang pekerjaannya lebih banyak di daerah Osaka, setelah benar-benar aktif menjadi bagian dari Kuryugumi yang membantu Hide dan Ryu.Hanya Kyoko belum rajin bekerja setelah kunjungan ke rumah orang tuanya, dan tidak ada yang memaksa juga. Hide tidak menyuruh apapun, tergantung Ryu.Keamanan apartemen itu benar-benar lemah, terutama karena masih tidak ada suara apapun meski Ryu sudah berjalan memasuki ruangan selama beberapa saat. Sudah jelas Kyoko tertidur karena memang hari sudah cukup malam. Ryu memang langsung pergi ke apartemen itu setelah kem
“Kau pasti gila!” Kyoko berdiri dan berjalan mondar-mandir di ruang tengah. Sementara kepalanya mengingat-ingat apakah ada sedikit saja tanda Ryu tidak serius.Tapi semuanya serius. Ryu bahkan mengirim foto contoh kimono yang akan dipakainya pada hari pernikahan. Saat melihatnya, Kyoko mengira Ryu gila karena kebohongan mereka akan menjadi sangat sangat extra kalau sampai menyebut soal corak kimono.Namun, pada akhirnya Kyoko memilih, karena ingin mengakhiri pembahasan tidak penting itu. Pembahasan itu penting ternyata.“Apa kau akan diam saja?!” Kyoko membentak marah, melihat Ryu yang malah dengan santai menyesap bir dan memakan kacang yang juga dibawanya tadi.“Kau ingin aku melakukan apa?” Ryu mengernyit.“Ya batalkan itu semua! Hubungi mereka semua! Batalkan!” Kyoko duduk kembali di samping Ryu kemudian menyerangnya. Meraba pinggang Ryu.“Eh, tunggu! Jangan tiba-tiba menjadi agresif begini.” Ryu tentu saja kaget.“Agresif apa?! Ini! Hubungi mereka!" Kyoko hanya mengambil ponsel Ry
“Aku ingin pulang.”Kyoko menyahut dengan tiba-tiba, saat Ayu baru saja mengoleskan lipstik berwarna pink di bibirnya.“Hah? Kenapa? Apa ada yang tertinggal?” Ayu menegakkan tubuhnya dengan kebingungan. Ayu sejenak memandang perlengkapan kimono yang akan dipakai Kyoko.Seharusnya tidak ada, karena memang kimono Kyoko lebih sederhana—tidak banyak pernik kecuali hiasan rambut. Tidak seperti yang dipakai Ayu saat menikah di Utoro.Rencana Ryu, mereka akan melakukan pernikahan yang sama seperti Ayu, tapi mau berkompromi, dan menjadi lebih sederhana, yaitu menikah di balai kota. Ryu tidak mungkin berani memaksa, karena tahu benar bagaimana sejarah Kyoko dengan bangunan kuil. Lagi pula pestanya akan tetap ada, hanya upacaranya saja yang berubah.Keputusan itu tentu saja tidak ada yang memperm