Bram yang mendengarnya tidak pusing lagi, beberapa petugas masuk dan membawa Jo keluar dari ruangan. Bram berdiri berhadapan dengan Mike sembari menyarungkan kedua tangannya ke dalam saku celananya.Mike sendiri bingung dengan sikap yang di berikan Bram kepada dirinya. “Ada apa ini, bos?”“Tugasku sudah selesai, Mike. Sekarang saatnya kita memberikan tugas yang menjadi bagian dari orang lain. Kau sudah bekerja denganku berapa lama?”“Dua belas tahun lebih.”“Polisi hanya menangkap dan menginterogasi secara sekilas, itu tugas seorang polisi. Namun, ada yang namanya penyidik dan pengacara. Penyelidikan di tugaskan secara menyeluruh kepada penyidik. Dan, pengacara untuk membela,” jelasnya di depan Mike.“Aahh yaa aku mengerti,” sahut Mike.“Paham?”“Ya aku paham tapi siapa yang memberitahukannya?”“Aku yang memberitahu kepada Erick untuk memberitahu kepada penyidik yang bertugas. Maka dari itu Hendra akan berhadapan lagi dengan Johana. Aku tidak tahu siapa yang membelanya namun kita doak
Dengan langkah gontai mereka akhirnya keluar dari kantor polisi pusat menuju tempat yang santai untuk mereka bisa berbicara dengan santai. Hendra sendiri sudah mantap bahwa ia harus bekerja sama dengan baik terhadap Johana.Hendra yang membawa mobil menawarkan diri. “Naik saja mobilku,” usul Hendra,“Kita mau kemana?” tanya Johana.“Café kesukaanmu, bukan?” ulang Hendra.Johana menganggukkan kepalanya mereka masuk ke dalam mobil. Hendra menstarter mobilnya dan melaju menuju café kesukaan Johana. Mobil mereka berhenti di depan Café n Resto Taula.Johana dan Hendra masuk ke dalam café. Seperti biasa Johana memilih tempat paling pojok. Pelayan café menghampiri mereka sembari menyodorkan menu. Baik Johana dan Hendra memesan dua minuman yang berbeda. “Apa yang ingin kau ketahui?” tanya Hendra.“Yang tadi aku tanyakan. Hanya itu yang perlu aku ketahui,” terang Johana.“Tentang Jo yang melindungi Indy dan tidak menghentikannya?” tanya Hendra.“Ya.”Hendra akhirnya memberitahu mengapa Jo meli
Bram yang sudah menerima bukti-bukti tersebut akhirnya berusaha untuk menyingkap semua rahasia yang selama ini terjadi. Penemuan bukti yang kuat membuat mereka sudah siap untuk menangkap Dr. Frederick.Linda yang sudah membuat kesaksian akhirnya di bebaskan berkat bantuan Kevin dan Tania yang hadir dengan bukti bahwa Linda tidak melakukan apa-apa terhadap Sandra. “Kau baik-baik saja?” tanya Tania.“Terima kasih. Kalau tidak mungkin aku sudah mendekam di dalam penjara,” cakap Linda.Linda sendiri masih sedikit pusing dengan kejadian yang menimpa dirinya beruntung saja Kevin dan Tania sigap untuk mengeluarkan Linda dari kantor polisi. “Lain kali berhati-hati,” ujar Tania.Mata Linda nyalang mencari Kevin. “Dimana Kevin?” tanya Linda yang penasaran.Tania sedikit bingung menjelaskannya tapi ia harus memberitahunya. “Kevin menuju kantor pusat polisi, ia menerima kabar bahwa mereka telah menemukan bukti penting,” ujarnya yang memberitahu.Linda yang mendengarnya melihat ke Tania. “Kau seri
Bram menyeringai lebar melihat Ferdiansyah yang tertangkap. “Kau ingin kabur tapi tidak melihat tempatnya. Bagaimana bisa kau lolos dari gedung ini?” tanyanya dengan cengegesan.Ferdiansyah tidak bisa berkutik lagi. “Ya. Itu salahku karena aku tidak melihat tempatnya bahwa aku ada di gedung ini,” katanya yang menghela napas secara kasar.Bram melihat kepada masing-masing petugas yang menangkapnya. “Dia mencuri apa?” tanya Bram kepada salah satu petugas.“Dia mencuri obat-obat milik rumah sakit,” ulangnya lagi dengan nada kesal.“Maksudku jenisnya. Maaf,” kata Bram yang mengklarifikasi pertanyaannya kepada mereka. “Apa sudah di cari tahu?” sambung Bram.“Kami sedang mencari tahunya jenis obat apa yang di curinya,”“Baiklah.” Ferdiansyah yang tertangkap basah akhirnya hanya bisa berdiam diri bahkan lidahnya kelu. “Bawa dia ke ruang interogasi satu,” lanjut Bram yang memberikan perintah kepada petugas polisi.“Baik, Pak,” jawab mereka. Kedua petugas tersebut akhirnya membawa Ferdiansya
Kevin yang setelah mendengar berita bahwa pamannya di tangkap oleh Bram dengan segera menuju rumah sakit untuk meminta keterangannya dan bagaimana ia bisa menangkapnya secepat mungkin.Miranti hanya bisa melihat kelakuan Kevin sembari tertawa kecil beberapa kali hingga membuat Kevin salah tingkah. “Tante, sudahlah,” rajuk Kevin.“Tante, tidak tertawa namun tante tertawa akan sikapmu yang masih sama seperti dahulu,” kenang Miranti yang masih ingat akan kenangan lama itu.“Pak, tolong percepat,” kilah Kevin.Supir taksi dengan segera menancapkan gasnya, ia berfokus ke jalanan yang tengah hampir padat menuju kantor kepolisian. Jarak tempuh yang harus di lalui mereka tidak memakan waktu cukup lama.Baik Kevin dan Miranti hanya bisa bertahan di tengah jalanan yang padat dengan harapan bahwa setidaknya pihak kepolisian menahan Frederick. Mereka yang sudah ketakutan hanya menunggu dengan cemas memikirkan apa yang akan terjadi selanjutnya.Hingga akhirnya mereka semua sampai di depan rumah sa
Dengan perlahan Kevin mengetuk pintu dan masuk ke dalam ruangan direktur rumah sakit. Dari dalam ruangan terdengar suara sapaan yang tidak asing di telinganya yang meminta untuk masuk. Perasaan gugup bercampur dengan ketakutan menusuk hati di dalam hati Kevin.Tring!Suara pintu terbuka Kevin melangkah masuk ke dalam dengan perasaan bercampur, ia tidak yakin sanggup untuk mengatakan yang sebenarnya. Kehidupannya sudah hancur berkeping-keping dengan masalah keluarga dari pihak ibunya sendiri.Kevin bisa melihat pamannya sendiri dan Bram yang menunggunya. “Duduk,” pinta Bram. Kevin tak lagi bisa berkutik, ia menuruti perintah Bram ketika menyadari bahwa Frederick berusaha untuk meledeknya.Frederick yang masih dalam pengaruh obat terlarang tertawa kecil, ia seperti kegirangan melihat keponakannya berada di depannya. “Hai, keponakanku,” kekeh Frederick. Kevin hampir saja menjotos laki-laki paruh baya tersebut jika Bram tidak mencegahnya.“Kalau bukan karena Bram, aku sudah memukulmu hin
Kevin yang mengamuk akhirnya hanya bisa keluar dari kantor polisi. Bram mengejarnya untuk bisa menenangkan Kevin. “Kevin!” panggil Bram namun Kevin tidak menggubrisnya.Sekali lagi Bram mencegah kegilaan Kevin, kakinya berderap mendekati Kevin. “Hei! Tatap aku!” kesal Bram.Dengan marah Kevin menyentak tangan Bram yang memegangnya. “Apa lagi?” tanya Kevin dengan setengah berteriak.“Apa yang akan kau lakukan? Kau memikirkannya secara matang, Kevin,” ucapnya.Kevin terhenyak perkataan Bram ada benarnya ia harus memikirkan semua rencananya harus dengan matang-matang jika tidak ibunya sendiri tidak akan tertangkap dan akan terus menerus lepas kendali sama seperti ular yang dengan mudahnya lepas dari toples jika tidak di ikat dengan kencang.Perumpaan yang di katakan oleh Bram ketika mereka bertemu jelas membuat Kevin teringat. Ibunya saat ini sudah seperti ular yang lepas dari toples. “Aku marah kepada diriku.” Cakap Kevin.“Lalu, apa hubungannya dengan kasusmu?” tanya Bram kepada Kevin.
Dengan tegap dan mantap Kevin akhirnya menuju pos keamanan bersama dengan Felix,. Baik Kevin dan Felix berjalan hingga langkah kaki tersebut sampai di depan pos keamanan. Beberapa kali Felix mengetuk pintu untuk mengunjungi penjahat yang akhirnya tertangkap basah.Clek!Petugas keamanan membukakan pintu, ia memberi salam kepada Felix. “Permisi, Pak,” balas sapa Felix. “Boleh masuk?” tanyanya dengan sopan.“Silakan,” sahutnya yang memberikan jawaban kepada Felix.Felix dan Kevin masuk melangkah ke dalam kantor keamanan rumah sakit. Dari kejauhan Kevin sudah bisa melihat bahwa ibunya sudah ada di dalam kantor keamanan. Kevin menyenggol Felix untuk menanyakannya. “Sudah berapa lama ibuku di sini?” tanya Kevin.Felix terdiam sejenak memikirkan setelah kejadian yang terjadi di ruangan, ia bergumam, “Mungkin hampir dua jam,” jawabnya memberi tahu.Kevin meringsek maju ke depan berupaya untuk melihat kondisi Ibunya sendiri yang sudah mulai menatap dirinya. Kevin berjongkong di hadapan Ibunya