BYUR!Iveryne tersentak! Duduk dengan keadaan basah kuyup. Calix berdiri di sana dengan ember hitam cukup besar. Memproses semuanya, Iveryne benar-benar marah! Dia sampai bisa merasakan kepulan asap samar-samar mengelilingi tubuhnya. “CAL—” “Kebakaran!” Netranya menelusuri sekeliling. Iveryne berusaha memproses semua yang terjadi ketika Calix menariknya. Dia menyambar Aelther yang tergeletak di sisi tempat tidur, mengikuti lelaki itu dengan tergesa-gesa. Tunggu, asap?! Itu bukan dari kepalanya yang ingin meledak atau wajah marahnya. Asap itu murni datang dari kebakaran!.Apakah Calix membakar Area Pertahanan?!“Calix, jangan katakan ini ulah—” DUARR! BUKK! PRAK! Keduanya dihantam bola api besar, bola api yang sama seperti yang dilempar pada kediaman Guru. Perpustakaan dan kandang kuda hangus. Kandang kuda di seberang tidak memunculkan tanda-tanda keberadaan Cherrol, atau mungkin Calix sudah mengamankannya. Dia lebih mencintai Cherrol dari dirinya sendiri!Atau kemungkinan buruk
Keduanya hanya punya dua pilihan, membunuh atau dibunuh. Di masing-masing sorot mata mereka, kobaran api permusuhan menari-nari dengan sangat riang, berkibar jelas dengan tempaan cerahnya bulan. Ada yang mengalah? Mimpi saja! Ksatria Aregorn dan penyihir gelap adalah dua kesatuan dari kekuatan yang bertentangan.Musuh abadi.Pertarungan sengit itu didominasi oleh Reiger, dia memukul, menyabet, menangkis, bahkan sampai menendang dan menghajar Argael tanpa ampun. Iveryne saat ini luar biasa kagum, tapi ini bukan waktu yang tepat untuk memuji, dan dia menjadi beban! Argael tidak menghilangkan luka yang disebabkan Hellfire.Atau mungkin, tidak bisa?Sepertinya yang bisa membunuh dan melukai penyihir hanya api.Argael berlumuran darah sekarang. Hanya saja, jubah hitamnya mengkamuflasekan dengan hebat. Reiger tetap tenang, nafasnya biasa saja. Kecuali beberapa tubuhnya mengalami luka lain, meski tidak separah Argael. Ketika pedang hitamnya diangkat lagi, tanda memulai kembali pertarungan s
Mereka berkuda melewati Hutan Rutburn—penghubung secara lain antara Ibukota dan penginapan mereka. Reiger memilih jalan hutan yang sepi alih-alih menyewa kereta kuda di jalan besar. Yang Iveryne pahami, bahwa Reiger setiap saat memakai topeng setengah wajahnya, kecuali jika mereka sedang dalam sebuah ruangan.“Aku yakin dia takut orang-orang terpesona,” kata Calix ketika mereka kehabisan topik dan malah membahas topeng Kaiden.Iveryne tertawa sekenanya, dia mengingat kembali tentang Guru Ragon yang sudah baik padanya, mengatakan bahwa masa depan adalah misteri, dan takdir mengaturnya menjadikannya tak terhindari.Apakah jika dia tidak berada di Area Pertahanan sebelumnya, hal ini tidak akan terjadi? Sepertinya, hampir seluruh tempat yang bersedia menampungnya menjadi tidak aman dalam radius kurang sepuluh meter.“Hei, apa yang kamu pikirkan?” Calix bertanya ragu-ragu.“Calix, apa kamu pernah berpikir ini tidak terjadi kalau aku—” “Tidak!” jawabnya tanpa ragu. “Takdir selalu berjalan,
Iveryne ingat ini, dia sempat membicarakannya, jika ada orang yang makan dan tak membayar, pemilik kedai akan memperkerjakannya untuk memasak dari pagi sampai malam untuk para pelanggan tanpa upah, secara terus-menerus sampai ada orang yang menebusnya.Dan jika mencuri, maka akan dipajang di Alun-alun Kota sambil dilempari buah-buahan busuk dan batu. Dia sengaja membicarakan ini tadi saat makan, karena tahu bahwa koin Calix tidak akan cukup.“Ingatlah untuk tidak menyombongkan hal yang tidak pasti!” Mereka menyewa penginapan lagi, informasi yang Reiger cari akan tersedia besok pagi, atau memang karena Guild Informasi tutup? Karena mereka sampai saat senja, dan uang habis hanya akal-akalannya untuk membuat Calix jera, karena itu, sepertinya berhasil.Kelihatan sekali Reiger itu tidak seperti gelandangan!Penginapan mereka tidak jauh dari Toko Roti Baerd, Iveryne baru menyadarinya saat membuka jendela ingin melihat bulan, dan itu, toko roti ibunya, berada dalam jangkauan jarak pandangny
Calix menghabiskan setengah dari waktu tidur biasanya dengan terjaga, berharap itu terakhir kalinya mereka bertemu Wilder. Dia ingin ikut Iveryne kemanapun si gadis pergi, dan itu, membuat tanda tanya besar dalam pikiran Reiger maupun Iveryne sendiri, yang merasa aneh.Dia tidak lagi mengoceh ingin ikut mengambil informasi seperti sebelumnya, yang lebih tidak terduga adalah ketika Reiger mengajaknya ikut ke sana, Calix langsung menolak tanpa pikir panjang. Lelaki itu pagi-pagi membeli bahan makanan, dan keperluan perjalanan dengan koin yang Reiger berikan, sudah Iveryne duga, pria seperti Reiger itu tidak terlihat seperti gelandangan atau tunawisma.Iveryne berada dalam sebuah toko sendiri, melihat-lihat arloji dan yang penting, kompas, pesanan Reiger. Jadi dia membeli kompas masing-masing tiga untuk setiap tas, dan arloji, untuk berjaga-jaga.Calix berada di depan etalase lain, yang tidak terlalu Iveryne pikirkan, karena dia cukup terganggu dengan ocehan lelaki itu sementara dia haru
“Itu milik Nala, kan?” Iveryne tersentak, lamunannya pada gelang berbandul matahari terhenti, dia memutar arah pandang pada Wilder yang mengambil duduk di sampingnya, di depan sebuah danau yang memantulkan cahaya bulan.“Tidak, ini milikku,” sambungnya enggan. Wilder beralih menatapnya penuh selidik. “Bukankah punyamu bulan?” “Saat punyaku hilang, Nala memberikan ini padaku. Jadi aku meminjamkannya dua kali, saat dia masuk akademi dan … saat aku masuk ke akademi, aku mengatakan padanya untuk mengembalikan nanti. Tapi aku tidak berharap dia mengembalikannya seperti ini.” “Karamel ... ”Iveryne menggigit bibir dalamnya, menunduk diam dalam hening. Tapi menoleh sebentar ketika Wilder meletakkan tangan di atas tangan gadis itu, menepuk-nepuknya pelan seakan memberi kekuatan. “Kita akan menjemputnya, dan kamu, bisa memberikan gelang itu lagi.” Manik amber itu mengangguk pasti, pria itu adalah sahabatnya bertahun-tahun lalu, mereka cukup dekat hingga mengetahui sebagian besar rahasia
“Tuan Muda Camrel, hentikan omong kosong ini dan kembali.” Suara Iveryne terdengar kembali di belakang. Ini sudah kesekian kalinya dia melafalkan kata itu, tapi Heros memandangnya hangat dan tersenyum ramah, yang membuatnya ingin sekali memukul wajah itu.“Tidak perlu khawatir untukku, Ivy ... ”Cih! Khawatir katanya?!Mereka bertemu di perbatasan, seseorang yang memanggilnya adalah Heros Rendick Camrel. Iveryne baru ingat, Nalaeryn pernah memberitahunya tentang Marquess Camrel, penjaga perbatasan.Tapi dia tidak tahu, bahwa Heros berada pada bagian perbatasan Ashtanshire. Dan dia mengizinkan mereka lewat jika mereka memberi dia izin untuk ikut bersama. Iveryne sudah mencoba menjelaskan jika mereka dalam misi, bukan sedang bersenang-senang.“Bagaimana cara mengembalikannya?” Iveryne bertanya setelah memacu kudanya mendekat pada Reiger.Reiger melirik ke belakang. Tuan Muda Camrel ini memiliki energi positif, terlampau positif hingga dia ingin muntah di tempat rasanya. Jadi dia membala
BYUR!Iveryne merasa tubuhnya menjadi sangat ringan dan air menyerbu masuk dalam telinganya. Dia terjatuh dari ketinggian bermeter-meter setelah kaki laba-laba mengaisnya, menghantamkannya ke pohon, lalu terjatuh di antara tumpukan rerumputan, yang ternyata, sebuah lubang.Tunggu, bukankah tadi Reiger memeluknya?Namun Iveryne tidak sempat berpikir, dia tidak bisa berenang! Jadi mulutnya terbatuk-batuk, kakinya bergerak acak di dalam air, dan tangannya memukul-mukul elemen cair itu, tapi ransenya, berada di area punggung, dan tubuhnya perlahan masuk lebih dalam.Perjalanan baru dimulai, dan dia sudah akan mati?“Iveryne!” UHUKK!Dia baru saja memuntahkan air. Dalam sekejap, tubuhnya sudah berada di daratan ketika dia membuka mata, dan Reiger membantunya duduk dan dia bisa merasakan air jatuh dari rambutnya.Hangat. Iveryne membuka mata setelah mengerjap beberapa kali, dan hal pertama yang dilihatnya adalah Reiger, lagi, dengan rambut basah, menatapnya khawatir. Pria itu sekarang sud
“Elenya ... apakah kamu tahu sesuatu tentang teman-temanku yang lain?” Iveryne terus mendesaknya untuk mengatakan sesuatu setelah beberapa saat lalu, Elenya tidak sengaja mengatakan.“Anda belum mengetahuinya? Yang Mulia Thalorin ... ” Begitu saja, tanda ada niat melanjutkan, dan akibat kata-kata itu, Iveryne kini menuntut jawaban sepenuhnya dengan sorot mata tajam.Di sisi lain, Elenya merasa terintimidasi, tapi di sisi lain, dia tidak bisa mengatakan yang sebenarnya ataupun mengarangnya. Berbohong dan kebenaran di sini tidak lebih seperti lumpur hisap dan jurang.Elenya menatap Iveryne dengan keraguan yang jelas terlihat di matanya. Merasa terjebak dalam dilema antara memenuhi keinginan Lunar Lady dan mematuhi janji yang telah dia buat pada Thalorin. Namun, tekanan Iveryne makin membuatnya merasa tak nyaman.Aura mengintimidasi gadis itu terlalu sulit diabaikan.Iveryne bisa merasakan gelombang kecemasan melanda Elenya, tetapi keinginannya untuk mengetahui kebenaran melebihi semua
Mereka berjalan perlahan, mengendap-endap di antara semak-semak yang rapat, menyusuri tepi danau yang gelap. Cahaya bulan yang redup menyoroti setiap gerakan mereka, menciptakan bayangan yang meliuk-liuk di atas permukaan air yang tenang.“Tidak ada yang akan tahu tentang ini,” ujar Iveryne dengan suara yang hampir tidak terdengar. Berusaha meyakinkan Elenya bahwa apa yang mereka lakukan ini untuk kebaikan, meski melanggar peraturan.Elenya mengangguk pelan, tetapi ketakutannya masih melekat erat. Dia merasa seolah-olah mereka berjalan di tepi jurang, siap untuk jatuh ke dalam ketidakpastian kapan saja. Dan mulutnya, yang hampir berbusa karena terus mengingatkan, tapi tidak pernah didengar.Iveryne tidak tergoyahkan. Dia terus maju, memimpin langkah menuju kegelapan. Meski ada ketegangan di udara, mereka terus melangkah, berusaha untuk tidak terperangkap dalam rasa takut.Saat menjauh dari danau, bayangan semakin menutupi mereka. Iveryne berhenti sejenak, mengamati sekeliling penuh ke
“Lunar Lady ... “ panggil Elenya lelah. “Kita tidak bisa berada di sini, Yang Mulia Eldarion melarang siapapun masuk wilayah ini.” Dia sejak tadi hampir menggumamkan kata yang sama, berusaha membujuk Iveryne mengubah niat untuk mengeksplorasi wilayah Eldarion yang terlarang, ini sungguh salah, tidak benar!Namun, Meski Elenya mencoba keras untuk membujuk Iveryne. Gadis itu tetap teguh dengan niatnya. Dia merasa bahwa ada sesuatu yang tersembunyi di balik larangan tersebut, dan semua itu hanya membuat rasa penasarannya semakin memuncak.Matahari tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan langit senja menjadi gradasi warna oranye, merah, dan ungu yang indah. Bulan dan bintang-bintang muncul di langit gelap, memberikan cahaya samar yang memantulkan warna-warni di atas permukaan jalan yang tenang.Pepohonan rindang di sepanjang jalan melemparkan bayangan gelap, kontras di atas rerumputan hijau yang menyelimuti tanah. Suara hening malam hanya terganggu oleh desiran angin dan kadang-kadang
Dalam kegelapan dingin penjara yang menyedihkan, Calix, Wilder, dan Heros duduk bersama di sudut sel, wajah mereka penuh dengan ekspresi kekecewaan dan kebingungan.“Kita sudah berada di sini berjam-jam, tapi tidak ada tanda-tanda pembebasan,” keluh Wilder dengan nada frustrasi, matanya menatap ke langit-langit yang tidak terlihat.“Apa yang harus kita lakukan?” tanya Calix sambil menggerutu kesal. “Aku mulai merasa seperti ini adalah akhir dari segalanya.”Heros hanya menggelengkan kepala dengan lesu. “Aku tidak tahu lagi. Semua rencana kita gagal. Kita terjebak di sini tanpa harapan.”“Kita harus tetap tenang dan bersabar,” kata Calix, mencoba menenangkan teman-temannya meskipun hatinya sendiri penuh dengan kecemasan. “Pasti ada jalan keluar. Kita hanya perlu mencari.”“Iveryne pasti dengan merindukanku,” tambah Wilder.Calix mencibir. “Pftt! Alih-alih merindukanmu, kurasa dia sedang mengkhawatirkan Reiger.” Heros, yang terus berada di sudut sambil menelungkupkan kepala di atas lipa
Ketegangan memenuhi aula. Iveryne berusaha menenangkan diri sendiri sementara tangannya bergerak gelisah dalam lengan baju kain yang panjang. Itu adalah suara Eldarion, pamannya.Iveryne segera merasa ada yang tidak beres, bahwa pamannya ini sengaja menyudutkan dirinya karena liontin mutiara di lehernya. Thalorin memandang ke arah Iveryne, tapi tetap diam. Meski dia tidak memiliki hubungan yang cukup erat dan baru bertemu dengan kakeknya, Iveryne langsung mengerti, kedudukan kakeknya penting. Penting untuk membantunya menghadapi pamannya.Iveryne menatap tidak nyaman pada pamannya. “Tidak ada kebenaran dalam tuduhan itu, Kakek. Saya tidak pernah bersekongkol dengan para Siren atau siapapun yang merugikan bangsa Elf.”Eldarion tertawa sinis. “Ah, tentu saja, kau akan membela diri. Tetapi tindakanmu telah mengkhianati kepercayaan dan keamanan bangsa ini. Bagaimana kita bisa mempercayaimu lagi?”Suasana tegang memenuhi ruangan saat pandangan semua orang bergumul dengan pertanyaan tak t
“Iveryne, apakah sesuatu mengganggumu?” Netra biru cemerlang menoleh kaget, tersentak dengan pertanyaan oleh suara asing. Dia menggeleng cepat, kemudian tersenyum kecil, berusaha untuk tetap tenang dan menetralkan diri, mencoba terbiasa lebih dulu.Iveryne melangkah di samping kakeknya, dengan langkah yang sedikit canggung, mencoba menyesuaikan diri dengan atmosfer beda. Thalorin Silverion, sosok lain yang berjalan di sampingnya, memancarkan aura yang hangat dan ramah, membuatnya sulit untuk menentukan apakah sikap itu dialamatkan padanya secara khusus atau mungkin sikap alaminya terhadap semua orang yang mereka temui. Terlepas dari itu, ketenangan dan kebaikan hati yang terpancar dari kakeknya memberikan sedikit kelegaan dalam suasana asing itu.Sementara itu, Iveryne masih tidak terbiasa dengan perhatian yang diberikan padanya oleh para Elf di sekitarnya. Ketika dia melewati mereka, baik itu Elf wanita yang lembut maupun Elf pria yang tegap, selalu menundukkan kepala dengan horm
“Berhenti membohongi dirimu sendiri!” Seruan kemarahan itu bergema dalam heningnya malam. Satu-satunya lawan bicara menatap datar, seakan tidak peduli sekeras apa teriakan itu terdengar.Cahaya bulan memancar terang, dua sosok berdiri di antara pepohonan yang menjulang tinggi. Desiran angin menyapu daun-daun sekitar menjadi latar belakang pertukaran kata-kata penuh kemarahan.“Kamu yang seharusnya berhenti memaksakan.” Ada penekanan dalam intonasi datar itu, mengintimidasi orang di seberang sana, dia tetap tenang, tapi pria di seberangnya menatap marah.Dua orang dan ketidakpastian jawaban, adalah masalah.Salah satu sosok, dengan netra hitam memancarkan kemarahan, menatap tajam ke arah lawan bicara. Rambut hitamnya yang terurai menyapu pipinya, menambah kesan garang pada wajah tegang.Sementara itu, sosok di hadapannya tetap tenang, dengan netra abu-abu cerah yang tidak menunjukkan tanda-tanda ketakutan.Netra hitam menggelap di bawah desakan kemarahan, beberapa helai rambut hitam me
Bersama dengan Reiger yang masih belum sadar sepenuhnya, Iveryne, Calix, Wilder, dan Heros memulai perjalanan menuju hutan Lunare. Elara memberikan ramuan penyembuh kepada Reiger, harapannya agar pria itu bisa bertahan dalam perjalanan.Perbatasan antara Hutan Lunare dan Arvenwood tidak terlalu jauh, tetapi tetap memerlukan perjalanan yang hati-hati. Untungnya, para Creetress dengan baik hati memberikan kuda-kuda mereka. Sebetulnya meminjamkannya, tapi seperti ucapan Iveryne, kecuali salah satu dari mereka selamat untuk mengembalikannya, atau jika tidak, kuda-kuda itu mungkin tidak akan kembali lagi.Setelah melintasi perbatasan Arvenwood, perjalanan mereka menuju Hutan Lunare semakin tidak mudah saja. Cahaya bulan yang menyinari jalan setapak memberikan sentuhan magis pada lingkungan sekitarnya, tetapi juga menyoroti bayangan-bayangan yang misterius di antara pepohonan yang rapat. Angin malam berbisik dengan suara seram, seakan menawarkan peringatan akan bahaya-bahaya yang mengint
Dalam keheningan malam yang dihiasi gemerlap cahaya bulan, Iveryne duduk di tepi tempat tidur, mengamati penuh kekhawatiran sosok Reiger yang terbaring tak berdaya di sisinya. Cahaya bulan memancar lembut memasuki kamar mereka melalui jendela terbuka, menimbulkan bayangan samar di sekitar ruangan yang tenang.Dengan hati berdebar, Iveryne mendekat pada Reiger yang tidak sadarkan diri. Luka di pinggangnya sendiri sudah hampir sembuh sepenuhnya, tetapi luka-luka yang menghiasi tubuh Reiger masih terasa sangat mengejutkan dan sangat memprihatinkan.Ia meraih tangan Reiger, menempelkan telapak tangannya pada pipi dingin pria itu. Suatu cahaya biru pucat seolah-olah memancar dari kedalaman hati Iveryne, merambat melalui urat dan pembuluh darahnya, menciptakan aliran energi magis yang lembut namun kuat.Cahaya itu mengalir ke dalam tubuh Reiger, menyatu dengan sulur-sulur hitam yang menjalar di sekitar lukanya. Namun, meskipun cahaya itu berkilau sebentar, tidak ada perubahan yang terjadi.