"Sorry, gue gak ada maksud apa-apa. Gue cuma mau jagain adik gue yang hatinya terlalu rapuh untuk seorang cewek, lagi."
- Anthony Azad, It's Ours
š
Apa kalian pernah merasakan senang dan semangat hanya untuk berkumpul? Kalau berkumpul saja sudah biasa. Perasaan semangat datang saat bertemu dan berkumpul dengan teman baru, pasti. Kalian semua pasti merasakannya. Lalu kalian terus berpikir, apa yang teman baru kalian akan pikir tentang diri kalian dan sebagainya. Lalu, juga ada perasaan takut. Kalian takut untuk mengetahui pemikiran orang lain sebelum menjalankannya. Sebagian orang mempunyai masalah dengan itu.
Gray dan Jasmine terlihat seperti teman lama yang disatukan kembali. Walau kenyataannya, mereka baru saja saling mengenal beberapa jam yang lalu dan juga karena sebuah kejadian yang tidak terlalu mengenakkan.
Gray mengajak Jasmine untuk menongkrong bersama dengan teman-temannya di sebuah kafe. Perkumpulan ini memang sudah direncanakan oleh Gray dan temannya yang lain. Karena di waktu yang bersamaan Jasmine berada bersamanya, jadi sekalian saja Gray mengajak Jasmine. Sebagai tanda pertemanan mereka yang baru seumur jagung.
Mobil sport keluaran Jerman, Porsche berwarna biru muda, itulah yang menjadi tunggangan Gray. Jasmine terkesan dengan cita rasa Gray dalam memilih mobil, dia menyukainya saat pandangan pertama.
"Ini, mobil lo?" Jasmine menunjuk ke Porsche biru muda yang terparkir di depan mereka saat ini. Walau dia bisa menebak kalau itu adalah mobil Gray, dia hanya ingin memastikannya lagi. Jasmine masih memperhatikan mobil sport yang berada didepannya. Dia masih terpana.
"Iya, bagus ya?" Ucap Gray dengan bangga. Selain ini hadiah ulang tahun dari orang tuanya, ini juga merupakan mobil kesukaannya. Dia mengubah warnanya menjadi warna kesukaannya, yang awalnya hitam menjadi biru muda, biru muda autentik.
Jasmine menganggukkan kepalanya dengan setuju.
"Masuk." Gray menyuruh Jasmine, memberi isyarat untuk memasuki mobilnya dengan kepala yang dimiringkan ke arah mobil.
Tanpa di suruh dua kali Jasmine memegang gagang pintu mobil dan membukanya. Indra penciuman Jasmine langsung disuguhkan oleh aroma kopi dan vanilla. Itu tidak terasa buruk, justru itu sangat menenangkan bagi Jasmine. Dia bukan tipe orang yang tetap pada satu kesukaan. Jasmine merupakan cewek yang suka dengan berbagai hal dan selalu mencoba sesuatu yang baru.
Gray menyalakan mesin mobil, lalu mengenakan sabuk pengaman. Lalu matanya melirik Jasmine, memastikan kalau dia juga sudah mengenakan sabuk pengaman. Setelah memastikan semuanya terlihat seperti yang dia inginkan, Gray menjalankan mobilnya keluar area parkir. Tentu saja Gray tidak memarkirkan mobilnya di lingkungan sekolah, karena peraturan sekolah yang tidak memperbolehkan murid untuk membawa mobil. Tapi Gray ya hanya menjadi seorang Gray.
Di perjalanan, Jasmine menginspeksi bagian dalam mobil Gray. Tidak banyak barang di dalam mobil, tapi Jasmine melihat sebuah gantungan berbentuk persegi panjang dari kayu. Terdapat tulisan berbahasa Jepang yang ditulis dengan menurun.
Jasmine menyentuhnya, meraba dan juga meneliti gantungan tersebut. Gantungan tersebut digantung di kaca spion tengah.
"Wake from death and return to life." Dalam sekejap Gray menolehkan kepalanya kepada Jasmine. Dia sangat terkejut saat mendengar Jasmine mengatakan itu. Bagaimana dia bisa tahu arti dari kata itu?
"Lo bisa bahasa Jepang?" Tanya Gray, masih dengan ekspresi terkejut. Matanya boleh melihat ke Jasmine, tapi dia juga sesekali melihat ke jalanan. Dia tidak menginginkan kecelakaan yang akan membunuh mereka dengan konyol hanya karena dirinya terkejut.
"Iya. Orang tua gue selalu mendorong gue untuk belajar bahasa asing, dan Jepang salah satunya yang gue pelajarin." Jasmine berkata, menyerukan bahunya di saat yang bersamaan. Lalu dia perlahan melepas benda berbentuk persegi panjang itu, lalu mengembalikan tangannya ke atas pahanya.
"Kenapa lo milih pribahasa itu?" Jasmine menoleh, membalas tatapan Gray. Tapi belum lama Jasmine menatapnya, dia sudah membuang muka.
"Gak ada alasan." Ucap Gray dengan monoton. Jasmine mengerti gerakan itu, jadi Jasmine tidak akan memaksa Gray untuk menjelaskannya. Jika dia tidak suka untuk membicarakan itu, biarkan saja.
Mereka sampai di sebuah kafe yang tidak terlalu besar, tapi penuh dengan anak muda. Kebanyakan dari sekolah lain.
Jasmine merasa baru dengan pemandangan seperti ini. Tempat seperti ini yang terlihat tertutup, tapi nyaman dan banyak yang menyukainya. Tapi sepertinya Jasmine akan tahu kenapa lebih banyak anak muda yang datang ke kafe ini.
"Ayo." Gray keluar dari mobil diikuti oleh Jasmine. Setelah mengunci mobilnya, mereka berdua berjalan ke pintu masuk kafe.
Pintu kaca dengan fram kayu, sudah membuat suasana terlihat estetik. Satu poin.
Gray membuka pintu kafe dan lagi-lagi, indra penciuman Jasmine disuguhkan oleh aroma biji kopi yang baru saja dihidangkan terasa menyengat dihidungnya. Dua poin.
Saat Jasmine masih terdiam, dia merasakan sentuhan di punggung terbawahnya. Dia sadar kalau itu adalah tangan Gray. Dia menatap Gray yang memberi isyarat kepadanya untuk terus bergerak. Tidak mungkin mereka terus menerus berdiri di depan pintu masuk.
Gray membawanya menuju ke tempat duduk biasanya. Tempat yang berada di dekat counter, sudah diisi dengan beberapa temannya yang sedang bercengkrama dan bergurau.
Langkah kaki mereka membuat teman-teman Gray berhenti berbicara dan menatap ke arah mereka. Semua orang yang berada di meja memberikan mereka tatapan. Tidak terlewat tatapan yang diberikan oleh Anthony. Dia sangat terkejut melihat siapa yang dibawa oleh Gray.
"Hai semua." Jasmine melambaikan tangannya, tersenyum lebar, menyapa semua penduduk meja di situ dengan ramah.
"Hai." Semua orang di sana membalas dengan ramah juga, kecuali Anthony. Keempat orang lainnya menyuruh Jasmine untuk duduk dimana saja. Tapi, hanya tinggal satu bangku saja yang tersisa dan itu di samping Anthony. Jasmine jadi ragu saat mengetahui dia akan duduk di sebelah kembarannya Gray, semua orang tahu itu hanya dari melihat keduanya.
Gray merasakan ketegangan di antara Anthony dan Jasmine. Jadi, Gray memutuskan untuk turun tangan menyelesaikan sendiri.
"Bentar gue ambilin bangku lagi buat lo." Ucap Gray, sedikit lebih ke telinga Jasmine. Gray cepat kembali dengan bangku extra untuk Jasmine. Biasanya mereka cukup dengan satu sofa dan dua bangku, itu sebelum Jasmine memutuskan untuk bergabung.
Gray menempatkan bangkunya tidak jauh dari dimana bangku yang kosong berada, bahkan dia mendempetkannya dengan bangku yang seharusnya ia tempati.
"Duduk." Gray menyuruh Jasmine.
Gray duduk di bangku yang seharusnya miliknya, lalu Jasmine duduk di bangku sebelahnya. Gray tahu saat pertama kali melihat tatapan yang diberikan oleh Anthony.
"Anthony." Panggil Gray. "Kenalin, ini Jasmine. Temen sekolah gue." Gray menunjuk ke arah Jasmine.
Jasmine tersenyum ramah kepada Anthony, dia bahkan mengulurkan tangannya kepada Anthony. Tapi tangannya dibiarkan begitu saja mengambang di udara. Jasmine merasa dirinya tidak begitu diterima dengan baik oleh Anthony.
Jasmine menggigit bibir bawahnya dan hampir saja akan menjatuhkan tangannya. Dia sudah membuang muka, bersiap untuk merasa canggung. Tapi sebelum tangannya benar-benar turun, Gray mengambil kedua tangan mereka dan memaksanya untuk berjabat tangan.
Jasmine mendongakkan kepalanya dengan cepat. "Jangan di bawa ke hati, dia emang gitu orangnya. Anthony ini abang gue, cuma beda 20 puluh menit aja." Gray menjelaskan.
"Oh." Jasmine mengangguk.
Percakapan kembali ke permukaan. Suasana mencair dan mereka mengobrol seperti biasa. Tapi tetap saja Anthony mengabaikan Jasmine. Itu tidak masalah bagi Jasmine. Dia di sini hanya ingin berkumpul dengan teman Gray yang lain.
Yang diamati lagi oleh Jasmine dari kafe tersebut adalab banyaknya quotes dan juga seluruh dinding di lukis dengan gambar-gambar yang menarik. Tiga poin.
Saat mereka sedang asik mengobrol, Jasmine memperhatikan semuanya, juga Gray. Lalu Jasmine menyandarkan kepalanya di lengan Gray.
Gray berhenti berbicara dan melirik Jasmine. "Lo mau minum lagi?" Dia menawarkan, sedikit menurunkan kepalanya untuk melihat wajah Jasmine. Interaksi mereka berdua diperhatikan, tapi secara diam-diam.
"Enggak." Jasmine menggeleng, menggesek lengan Gray dalam proses.
"Oke."
Setelah beberapa lama Jasmine hanya memperhatikan yang lain mengobrol, akhirnya dia punya sesuatu untuk di tanya. "Kalian sekolah di mana?"
"Kita semua sekolah di SMA Cendrawasih 5. Cuma Gray doang yang mencar, karena nilai dia lebih besar di antara kita semua. Jadi dia mau sok-sokan sekolah di sekolah terpopuler di Jakarta." Jawab Kalisha, salah satu cewek di antara mereka.
"Lo satu kelas sama Gray?" Kalisha bertanya balik.
"Enggak, gue beda kelas sama dia."
"Kok lo bisa kenal sama dia?" Pertanyaan itu membuat Jasmine dan Gray saling bertatapan. Bibir mereka saling terangkat, berdebat apa mereka harus memberitahu kejadian menarik yang menimpa mereka?
"Chill, bro. Everyone has passed a moment of their fool self, including yourself."- Gray Nicklaus, It's Ours
"Gak ada alasan buat lo jadi berubah gini. Gue gak meminta dan gue juga gak akan bertanggung jawab."- Jasmine Annisya, It's Ours
“It's about brotherhood.”-Gray Nicklaus, It's Ours
“Those puppy eyes and innocent smile got me like a jello.”-Gray Nicklaus, It's Ours
"Love is in the air. But you could only watch. Until it happens, happy watching."- It's Ours
"Cerita kita akan dimulai setelah ini. Jangan biarkan cerita kita berlalu begitu saja, jangan lupa abadikan di instagram."-Gray Nicklaus, It's Ours
"We are cool. More cooler than the other couples out there, but we ain't even a couple."-Gray Nicklaus, It's Ours
Zay: Gue udah di luar.Setelah menerima pesan dari Zay, Gray langsung bangun dari posisi telungkupnya, mengambil jaket, lalu keluar dari kamarnya dengan terburu-buru. Zay terlambat lima menit dari jadwal yang sudah mereka janjikan. Jadi sekarang mereka harus cepat.