Namun begitulah, hanya sebatas itu…! Masri bukanlah tipikal pria yang suka memanfaatkan kesempatan.
Setelah saling senyum, merekapun akhirnya terlelap, apalagi perjalanan menuju ke desa sejak dari kota kecamatan lumayan jauh dan pastinya melelahkan.
Paginya Masri terbangun dan mencium bau gorengan yang harum dan menggugah selera, dia pun bangkit dari kasur, apalagi tak ada Athalia didekatnya.
“Itu toilet Bang, silahkan kalau mau cuci muka dan gosok gigi, ada sikat gigi yang baru.” tegur Athalia saat melihat Masri keluar kamar, sambil merapikan rambutnya dengan cara disanggul sekedarnya.
Pemandangan wanita angkat kedua tangannya dan memperlihatkan ketiak mulusnya adalah hal terindah dari seorang bagi wanita di mata pria.
Masri pun mengangguk cepat-cepat, agar tak terpana dengan pemandangan indah ini, walaupun saat cuci muka dan gosok gigi dia kepikiran juga.
Kopi dan gorengan terhidang di meja tamu. Setelah mencicipi dua hi
Masri mengikuti kemana pria bertubuh gempal itu pergi, soal oknum polisi tadi dia pikir nanti ada saatnya dia bertindak tegas.Begitu sampai di mobilnya, ngekkkk….pria ini langsung terkulai pingsan, pukulan telak Masri di tengkuk membuatnya langsung terkapar di tanah.Masri lalu menyeretnya dan membawa ke mobil SUV yang baru dia beli 4 hari lalu dan membawa dari sana.Di sebuah tempat sepi, Masri kembali menyeretnya dan mengikat tangan serta kakinya dan kini menyiram air dingin ke kepala orang tersebut, hingga pria ini tersadar dan gelagapan, sumpat serapah pun keluar dari mulutnya.Masri sengaja mendiamkan, tapi begitu menatap wajah Masri, bola mata orang ini seperti mau keluar dari sarangnya.“Sekarang kamu sebutkan, siapa yang order untuk membunuhku,” suara dingin Masri membuat pria ini makin terbelalak. Keringat dingin bercucuran di dahinya.Kelakuan persis seperti melihat setan malam ini, apalagi ditempat ini sengaja
Bagi orang biasa, mungkin sudah terkencing-kencing bersama 5 mayat di ruangan vila ini. Tapi Masri yang masih diliputi kemarahan, melihat 5 mayat yang kini sengaja di dudukan di kursi ini seolah melihat patung saja.Tak ada takut-takutnya pemuda ini. Dia malah tak sabaran menunggu orang yang bernama Tuan Sherman itu dan akan ke sini malam ini juga, menemui 5 pembunuh bayaran yang sudah jadi mayat tersebut.Sesuai janjinya yang akan melunasi pembayaran, karena sudah ‘mengeksekusi’ Masri dalam perjalanan pulang ke Makasar dari Bone.Harapan Masri terkabul 35 menitan kemudian, dia mendengar ada kendaraan datang dan parkir di depan vila ini.Masri pun bersembunyi di ruangan ini dan pistolnya yang tersisa 10 peluru sudah dia siapkan, dia pun kini waspada.“Tamara, kamu sudah bawa bukan uang yang 1,5 miliar buat 5 begundal ini?” terdengar suara seorang lelaki. “Sudah tuan Sherman, ini aku bungkus di kantong kresek!” terdengar suara wanita yang dipanggil Tamara ini menyahut.Masri kaget b
Gibran hanya bisa menghela nafas, begitu tahu otak pembunuh kedua orang tua mereka adalah Tuan Sherman alias Roy Sumanjaya.Hari ini Masri yang baru datang dari Makasar sengaja menemuinya di Jakarta, dan ceritakan secara komplet tentang otak pembunuh kedua orang tua mereka tersebut.“Tuan Sherman alias Roy, sengaja menyusupkan seseorang untuk menaruh bom dalam pesawat papa dan mama…!” kisah Masri dan bilang akan cari siapa orang yang telah menaruh bom itu sampai dapat.Masri juga cerita, selain Sherman…mertua Abang-nya lah juga salah satu otaknya, yang tak lain dan tak bukan Olly Bantano. Dan kini sedang di cari polisi, semenjak kasus lama ini akhirnya terbongkar.Inilah sebabnya dia sengaja menemui Gibran di kantornya, bukan di rumah. Tak enak dengan Celica, kakak iparnya tersebut.“Walaupun aku tahu hubungan ka Celica dan ayahnya kurang harmonis, tapi aku nggak enak Bang!” cetus Masri beri alasan.“Iya, aku paham, bagaimana pun jahatnya Olly Bantano, dia tetap ayah kandung dari istr
Begitu sadar Masri kaget dia sudah berada di sebuah ruang perawatan, bahunya yang tertembak sudah diperban.Saat menoleh ke samping kanan, dia kaget saat menatap wajah seorang wanita yang tak pernah dia lupakan hingga kini.“Atiqah…di mana aku kini, kamukah yang membawaku ke sini?” akal Masri langsung jalan dan dia menduga pasti wanita cantik yang makin dewasa ini menolongnya.“Iya Masri, untung saja luka tembak yang kamu derita tak berbahaya, pelurunya sudah dikeluarkan, kamu sudah habiskan satu kantong darah loh..!??”Wanita yang pernah patah hati dengan tunangannya, lalu menolak cinta Gibran, karena belum bisa move on dari ‘pengkhianatan’ Arman mantan kekasihnya ini (yang menikahi mantan Iriana, mantan sekretaris Gibran) lalu bercerita.Setelah Masri pingsan, di bantu kedua ortunya, mereka mencegat taksi dan membawa Masri yang pingsan ke puskesmas ’24 jam’ ini. Perkenalan singkat dengan Masri dahulu ternyata tak terlupakan oleh Atiqah. Begitu juga dengan Masri, walaupun keduanya k
Tak ada pilihan lain, Atiqah menerima tawaran Masri, untuk mampir dulu ke rumah pemuda ini. Hujan makin deras disertai kilat dan guntur, Atiqah ternyata agak fobia dengan kilat dan guntur.Apalagi sekolah TK ini akan di gembok penjaga sekolah. Setelah menitip motornya, dengan berlari kecil keduanya menuju ke mobil SUV Masri.“Yahh terpaksa bertahan di rumah kamu…! Mana aku ada janji lagi pukul 2 siang nanti,” keluh Atiqah.“Mau ku antar nggak?”“Jangan Masri, bahu kamu agaknya belum sembuh betul. Kamu harusnya istirahat bukannya berkeliaran,” tolak Atiqah, sambil tunjukan perhatiannya.Ini yang diam-diam makin bikin Masri suka, apalagi dari body, Atiqah sesuai idamannya. Body proporsional dan berpenampilan sopan.“Nanti sopir aku yang antar,” desak Masri lagi. Atiqah hanya tersenyum dan bilang lihat saja nanti.Senyum Atiqah bikin Masri betah menatap, kalau tak ditegur gadis ini, mobil mewah ini akan meleng ke kiri dan nabrak trotoar.Atiqah mulai cerita, di sekolah TK-nya rata-rata m
Masri hanya bisa menghela nafas, dia masih menatap sofa yang sebelumnya diduduki Atiqah. Gadis cantik ini tak menjawab ajakan Masri untuk melangkah ke jenjang yang lebih serius.“Aku butuh waktu, maksudnya beri aku waktu untuk berpikir…!” itulah jawaban Atiqah, dia juga menolak saat Masri ingin mengantar pulang, hujan masih belum berhenti, malah makin lebat.Atiqah minta agar Masri beristirahat saja, jangan kelayapan. Sopir pribadi Masri-lah yang mengantar Atiqah pulang, karena dia ada acara lain jam 2 siang.“Wanita mahluk yang aneh...yang ku kejar malah menolak halus, yang tak ku kejar malah mendekat!” gumam Masri sambil hembuskan asap rokoknya.Minta waktu bagi Masri sama dengan 'menolaknya' secara halus. Ia pun tak mau terlalu lama larut dalam ke patah hatian.Masri memutuskan fokus untuk cari tahu di mana Olly Bantano bersembunyi, dia masih penasaran dengan pembunuh kedua orang tuanya tersebut.Setelah berada di Jakarta selama 15 harian, Masri pun memutuskan pulang kembali ke Mak
“Satu lagi bang, sampai kini aku belum tahu di mana keberadaan adikku, Aldi, yang dulu sempat diserahkan mendiang mama pada pasangan suami istri Pak Jarah dan Bik Mirah yang merupakan bidan beranak. Entahlah apakah Gibran tau di mana anaknya itu?”Ucapan Dewi seakan sindir Abang Masri ini, yang seolah lupa tanggung jawab. Masri langsung tak enak hati dengan ucapan gadis cantik ini, tapi dia diam saja.Apalagi Dewi sebut 'Gibran' saja, seolah Abang nya tersebut bukan mantan papa tirinya.Saat ini mereka sedang bersantai di sebuah kafe. Masri-lah yang mengajak, agar leluasa bicara, sekaligus dia penasaran dengan masalah keluarga kaka keponakannya ini.“Dewi, kalau kamu beranggapan Abang ku melupakan Aldi, kamu salah besar. Sampai saat ini Gibran masih terus cari keberadaan anaknya dengan mama kamu tersebut.”Masri lalu menceritakan juga, kalau diapun sampai kini masih melacak kemana Aldi perginya, saat Gibran dan Celica menika
Tanpa Masri dan Dewi sadari, 30 menitan setelah mereka meninggalkan makam tersebut, datang seorang remaja berwajah tampan tanggung berusia 15 tahunan yang juga langsung ziarah ke makam Tante Renita.Remaja ini bertubuh jangkung, dengan kulit mirip Dewi, dia ini lama tepekur didepan pusara ini, sambil duduk termenung, setelah membaca doa yang cukup panjang.“Mama...maafkan Aldi yang baru sekarang ziarah ke sini…Aldi janji, kelak setelah pendidikan selesai di pondok, akan tinggal di sini, agar bisa setiap saat ziarah...!”Terdengar pelan suara remaja laki-laki ini, sambil mencabuti rumput-rumput yang tumbuh di makam tersebut.Aldi yang baru lulus di sekolah setingkat SMP di ponpes, saat ini memanfaatkan masa libur untuk kembali ke Palembang dan mendatangi makam ibu kandungnya.Sebelum kelak balik ke Ponpes Al Iman dan akan kembali menjadi santri Aliyah (setingkat SMU) di ponpes tersebut. Aldi sama sekali tak ada minat mencari tahu siapa ayah kandungnya. Dia hanya ingin selesaikan pendi
Pernikahan sederhana pun di gelar, Dea menolak saat Atiqah mau merayakannya, dia sangat menjaga perasaan Atigah yang hamil tua ini. Baginya Atiqah tetap ‘Ratu’ dalam rumah tangga mereka.Termasuk menolak bulan madu kemanapun dengan Aldi.“Dirumah saja Bang, bisa-bisa Abang lah atur kapan mau gauli Dea,” bisik Dea hingga Aldi tersenyum mengiyakan, sekaligus salut dengan istri keduanya ini.Usai menikah, Aldi yang di minta Atiqah mendatangi kamar Dea garuk-garuk kepala, karena si gemoy Kimberly ternyata selama ini selalu minta ditemani tidur ibu sambungnya ini.Si bungsu yang bentar lagi akan diambil alih posisinya oleh adiknya yang segera lahir memang kolokan.Sampai seminggu usai menikah, Aldi dan Dea belum juga belah duren, Atiqah yang tahu itu tertawa dan sarankan keduanya ke apartemen atau ke hotel bulan madunya.Apalagi Atiqah sudah tak kasih jatah lagi, karena dokter masih melarang keduanya berhubungan, untuk jaga kandungannya.Hingga Aldi yang sudah naik spanning, akhirnya dapat
“Ja-jangan Bang, nanti kebla-blasan,” terdengar suara Dea gemetaran. Antara suka dan takut melanda hatinya.“Maaf…!” Aldi pun kini duduk tenang lagi di setirannya, keduanya sama-sama membisu, namun suara hati tak bisa bohong. Dea sangat bahagia..!Tapi, akal sehat Dea langsung jalan, pria di dekatnya ini pria…beristri dan punya 3 anak! Diapun sudah anggap Atiqah kakaknya dan dekat dengan Nissa, Dilan dan Kimberly. Masa iya dia nekat jadi pelakor?“Dea…seandainya Abang ambil kamu istri, maukah kamu menerimanya?” Kini Aldi tanpa aling-aling ajukan lamaran ke Dea.Mata Dea langsung terbelalak, ini benar-benar diluar nurul baginya. Pria yang diam-diam dia sukai dan kagumi saat ini, di tengah jalan yang macet, justru melamarnya jadi istri kedua!“Bang, j-jangan….bagaimana kalau ka Atiqah tahu, kasian beliau, mana hamil tua lagi!” ceplos Dea, untuk redakan hatinya yang kebingungan.“Justru yang meminta aku melamarmu dia sendiri…!” sahut Aldi kalem. Lagi-lagi ucapan ini membuat Dea terbelal
Semenjak hamil anak kedua, Atiqah harus membatasi berhubungan dengan suaminya, dokter melarang keduanya terlalu sering kumpul.“Kandungan yang kedua ini agak rentan, jadi harus di jaga benar-benar apalagi di usia ibu begini,” kata dokter kandungan langganan keduanya beri peringatan. Mau tak mau Atiqah pun kadang kasian dengan Aldi, yang terlihat menahan libidonya saat mereka bersama. Karena tak bisa lagi bergaya ‘liar’ seperti kebiasan mereka saat bercinta.Kini Atiqah sudah menerima Nissa sebagai anak sulung dalam keluarga mereka, Atiqah juga sudah kenal dengan Dea, yang di tampung sementara, untuk hilangkan trauma di tempat asalnya [Makasar].Nissa dan Dea yang sering dipanggilya ‘Kak Dea’ makin akrab tentu saja tak pernah menduga, kalau Aldi bukan pria sembarangan.Nissa yang semula agak ‘ragu’ dengan Aldi, kini bangga tak terkira, ayah kandungnya, selain tampan juga seorang crazy rich.Apalagi setelah dia kenal dua adiknya, Dilan dan Kimberly yang langsung cocok dengannya, belu
Ditemani Aldi, Dea menjenguk Marsha yang kini koma di rumah sakit, sepintas Dea dan Aldi sudah paham, agaknya sulit bagi Marsha sembuh.Kondisi Marsha makin memprihatinkan dari hari ke hari, dokter sudah berkali-kali lakukan berbagai upaya, untuk selamatkan Marsha.Namun kondisinya tak tak banyak perubahan.“Mabuk akibat alkohol ditambah cekikan yang mematikan penyebabnya,” kata dokter yang merawat Marsha menjelaskan ke Aldi dan Dea, yang saat ini menjenguknya, ini yang ke 3 kalinya.Tiba-tiba datang seorang perawat dengan tergopoh-gopoh. “Dok pasien sadar, tapi kondisinya makin menurun!” seru seorang perawat.Lewat kaca Aldi dan Dea melihat Marsha yang kembali di beri pertolongan darura. Bahkan dokter sampai menggunakan alat kejut jantung untuk memberikan pertolongan pada Marsha.Dokter lalu beri kode pada perawat, seakan minta Aldi dan Dea masuk ke ruangan perawatan ini. Sepertinya dokter sudah merasa, Marsha sulit tertolong.“Pak, kayaknya ibu Marsha mau menyampaikan sebuat pesan,
Aldi kini sudah di jalan raya dan ikuti kemana mobil Marsha dan teman prianya meluncur. Tapi Aldi merasa aneh, kenapa keduanya terlihat bertengkar di dalam mobil tersebut.Itu terlihat dari siluet kaca mobil keduanya, sehingga Aldi heran sendiri, apa yang mereka pertengkarkan.Tiba-tiba di sebuah jalan yang sepi, mobil tersebut berhenti dan tak lama kemudian Aldi kaget bukan main, saat melihat tubuh Marsha yang setengah mabuk di dorong keluar dari mobil tersebut.Dan si teman prianya tadi tancap gas meninggalkan Marsaha begitu saja di sisi jalan.Aldi langsung pinggirkan mobilnya dan dia kaget bukan main, Marsha pingsan dan lehernya seperti baru tercekik.Aldi buru-buru angkat tubuh Marsha dan membawanya ke rumah sakit terdekat. Dia tak paham apa masalahnya, hingga Marsha dan teman lelakinya itu bertengkar hebat dan Marsha kini kritis akibat cekikan tersebut, sampai berbusa mulutnya.Pertolongan darurat pun diberikan saat sampai di IGD, Aldi langsung kontaknya temannya di Polda dan
Penasaran siapa istri mas Bram sebelumnya, suami dokter Athalia, Aldi pun mulai selidiki wanita itu, benarkah terlibat dalam kecelakaan maut bekas kekasihnya itu.Aldi pun sementara titip Nissa ke bibinya, dia hanya beralasan ada yang di urus di kantornya.“Nanti setelah urusan papa beres, kamu ikut papa ke Jakarta dan tinggal dengan mama dan adik-adikmu yaa?” Aldi bujuk anak sulungnya ini, Nissa pun mengangguk.Hubungan keduanya cepat akrab, selain ada hubungan darah, Nissa yang kini berusia 10 tahun jelang 11 tahun mulai paham soal masalalu mama nya dan ayah kandungnya ini.Dia malah tak sabaran ingin jumpa kedua saudaranya serta ibu sambungnya. Aldi pun plong, dia mulai selidiki mantan istri mas Bram, jiwa petualangannya bangkit saat tahu kematian Athalia dan Mas Bram tak wajar.Tak sulit bagi Aldi ketahui di mana alamat wanita yang pernah jadi istri Mas Bram tersebut.“Wanita ini bernama Marsha, profesinya selebgram, dia suka dugem, inilah yang bikin Mas Bram dulu menceraikannya,
Aldi menatap gundukan tanah merah, jasad dokter Athalia baru saja dimakamkan berdampingan dengan mendiang suaminya, yang tewas di tempat kejadian kecelakaan.Mobil mereka menghantam sebuah truk tronton, Aldi sudah melihat kondisi mobil yang ringsek berat di kantor Polres setempat.Dia sempat memejamkan mata, karena mobil SUV yang rusak berat ini ternyata pemberiannya dahulu buat Athalia.“Maafkan aku Athalia…mobil ini justru bawa celaka buatmu dan suamimu!” batin Aldi sambil hela nafas panjang, sekaligus menatap pilu Nissa yang menangisi kepergian ibunda dan ayah sambungnya.Nissa terus meratapi kepergian Athalia yang tragis, Aldi pun tak tega meninggalkan gadis kecil ini, yang dikatakan Athalia anaknya, darah dagingnya bersama dokter cantik tersebut.Masih terngiang ditelinganya, di saat terakhir di rumah sakit Athalia bilang, setelah berpisah dengan Aldi dia hamil Nissa.“Pantas…wajahnya mirip sekali dengan Kimberly…ternyata Nissa kakaknya sendiri, juga kakaknya Dilan beda ibu…!” pi
Setelah puas berlibur di vila mewah ini, keluarga besar Harnady kembali ke Jakarta. Aldi langsung boyong anak-anak dan istrinya ke rumah mewah yang hampir 3 tahunan ini tak pernah ia tempati.Atiqah ternyata masih subur di usia 39 tahunan, setelah 3 bulan, wanita cantik ini kembali muntah-muntah.Setelah di bawa ke dokter, Dilan dan Kimberly bersuka cita, mereka bakalan punya adik baru. Atiqah ternyata hamil lagi anak kedua setelah Kimberly.Hamil di usia rentan membuat Aldi ekstra jaga kesehatan Atiqah. Dia tak mau kenapa-kenapa dengan istrinya, yang beda usia 9 tahun dengannya.Kebahagiaan menaungi keluarga kecil ini.Tapi perjalanan waktu itu ada siang dan malam, ada sedih ada bahagia, demikianlah semua itu datang silih berganti.Dan…Aldi punya masalalu yang harus dia tuntaskan.Suatu hari Aldi harus ke Makasar, untuk meninjau anak perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan emas dan kini sudah diserahkan Gibran untuk Aldi kelola di sana.Dia dapat kabar ada insiden yang mengak
Dilan hanya terdiam saat Atiqah menjelaskan pelan-pelan, kalau selama ini papanya tidak pernah meninggalkan mereka. Justru Atiqah-lah yang meninggalkan ayahnya.“Jadi mama donk yang salah, bukan papa?” sahut Dilan, Atiqah pun mengangguk dan bilang dulu itu ada kesalah pahaman.“Nanti kalau Dilan dah gede, paham apa itu kesalah pahamannya yaah, sekarang Dilan harus temui papa dan harus segera minta maaf. Kasian papa kamu sejak kemarin ingin meluk Dilan…masa nggak mau di peluk papa seperti adik Kim?”Dilan pun melihat di kejauhan papanya asyik ajarin Kimberly main golf.Dengan perlahan Dilan mendekati ayahnya dan Kimberly yang asyik di ajari main golf. Kimberly agaknya menyukai olahraga ‘mewah’ ini dan Aldi dengan senang hati ajari gadis cantiknya ini.Aldi melirik anaknya yang terlihat ragu mendekatinya. Namun Aldi paham, sebagai orang tua, dia harus mendahului sapa anaknya. Dilan masih rada malu, karena bersikap sinis dengan ayahnya ini.“Kamu mau main golf juga Dilan?” tanya Aldi sam