"Ck, kenapa tidak? Aku masih muda dan cantik. Lalu apa masalahnya?" tantang Mimi.Mimi sudah belajar banyak dari Santi agar tidak terlalu lemah di depan lelaki. Santi juga sudah tahu banyak mengenai masalah pribadinya dengan Ardan sehingga dia memutuskan untuk mengubah karakternya menjadi wanita yang lebih berani dan tidak dengan mudahnya ditindas."Jika begitu, lakukan saja apa maumu dan aku tidak akan memberikan uang sebesar pun untuk belanja kamu dan keperluan harian kamu. Aku hanya akan memberikan uang dan Jangan harap aku memberikan uang nafkah padamu," ancam Ardan."Silahkan saja. Jika aku sudah punya uang pun aku akan memilih untuk pergi dari rumah ini. Malas jika harus mendampingi lelaki yang hanya modal rayuan, tetapi nggak punya hati dan empati."Pertengkaran antara keduanya memang kerap terjadi, tetapi jarang sekali untuk membicarakan perceraian secara terang-terangan."Dasar wanita sombong!""Dasar lelaki angkuh dan super duper nyebelin, nggak tahu diri dan nggak merasa pa
"Papa!!" Mimi tentu kaget melihat suaminya sedang duduk dengan memangku Melly yang ada di meja kerja. Keduanya nampak mesra, sambil tertawa bersama. Begitu Mimi dan Laila datang, Melly turun dari pangkuan dan berdiri menatap garang pada Mimi dan Laila yang datang tanpa diundang. “sepertinya kita salah datang ke sini, Laila. Papa kamu sudah punya mama baru dan kita lebih baik tidak usah datang karena mata kita akan sangat rugi melihat pemandangan ini. Ayo!"Gegas Mimi menggendong Laila dan membawanya keluar dari tempat Ardan bekerja. Badan yang kepergok melakukan hal yang tidak sebaiknya langsung mengejar Mimi dan Laila."Tunggu, Mi!""Dahlah, Mas. Nggak usah lagi peduliin kita Karena Mas itu sudah sibuk dengan dunia mas sendiri dengan wanita itu. Kemarin saja masih nyalahin Mimi karena sudah berurusan dengan lelaki dan bikin Mas cemburu. Tapi sekarang Justru mas langsung membalasnya dengan hal yang sangat membuat mata aku tidak kuat untuk melihatnya. Mulai hari ini aku putuskan untu
Saat semua baju sudah masuk ke dalam tas yang berukuran besar, suara sepeda motor terdengar berhenti di depan halaman rumah. Mimi yakin itu adalah suaminya yang menyusul pulang karena sudah kepergok olehnya berselingkuh dengan atasannya.Mimi segera menggendong tasnya itu lalu menggendong Layla. Dia tidak ingin dicegah lagi kepergian nya hanya karena alasan khilaf dan lupa."Kita harus bicara dan jangan putuskan sesuatu dalam keadaan emosi," cegah Mimi."Jangan ceramahi aku!" sentak Mimi."Kita harus bicara. Ayolah!" bujuk Ardan dengan wajah memohon.Mimi melirik pada Laila yang langsung ketakutan begitu melihat Ardan datang dan langsung menghadangnya agar tidak pergi. Mimi mungkin harus memikirkan Laila, jika ia harus terbawa arus emosinya maka akan mengguncang mental anaknya lebih dalam."Laila, Mama mau ngomong sama papa. Laila masuk kamar dulu ya?""Nggak mau, Ma. Laila takut," Isak Laila."Nggak apa, Papa hanya mau minta maaf sama kita. Laila main ponsel Mama dulu. Download perma
."A-pa maksud kamu?" Tanya Ardan kaget dan tidak menyangka jika Mimi tahu mengenai semua hal yang sudah dirahasiakan rapat-rapat.“Kaget aku udah tahu? Bahkan sejak dia masuk dalam rumah tangga kita, aku tahu dan aku sudah merasa bahwa wanita ular itu akan menjadi sebab retaknya hubungan rumah tangga kita. Kalau masalah ekonomi saja mungkin aku bisa sabar, tapi kalau untuk hati dan perasaan yang terhianati, maaf. Nggak ada lagi kamus sabar untuk menghadapi seorang pasangan yang memilih wanita lain daripada keluarganya sendiri.”Gegas Mimi kembali ke kamar, dia membanting pintu dengan keras dan menguncinya dari dalam. Percuma dia pergi kalau sampai Adnan menyusulnya ke rumah sang ibu dan membuat keributan di sana. Mimi pun memilih untuk merosot ke lantai dan tergugu di depan anaknya yang nampak bingung dengan tangisannya.“Mama kenapa?” tanya Laila lirih. Mimi tak bisa menjawab. Dia hanya bisa menangis dan mengusap pipi anaknya yang masih sangat polos dan tidak mungkin ia akan menyak
Mimi kira setelah ia bertengkar dan berdebat siang itu, Ardan akan berusaha memperbaiki hidupnya. Namun, yang ada justru Ardan tidak kembali ke rumahnya. Sebagai seorang istri dia seperti dipermainkan oleh suaminya sendiri. Setelah kemarin meminta maaf, sekarang bahkan suaminya tidak pulang dan kembali membuat dia terluka. Mungkin memang benar kata pepatah; jangan memberikan kesempatan bagi seorang yang memang tidak mempunyai itikad baik untuk memperbaiki. Mimi pun memutuskan mendatangi rumah keluarga Adnan. Dia akan meminta doa untuk bisa melepaskan Ardan dengan sebaik-baiknya.“Kita mau ke mana, Bu?” tanya Laila.“Mau ke Banjar,” jawab Mimi sambil membenahi kerudungnya.“Jauh?”“Ke rumahnya Mbah, Sayang. Yang rumahnya ada di bukit itu.”Laila nampak mengingat-ingat, tetapi bocah berumur hampir enam tahun itu tak begitu hafal nama kota yang dia sebutkan karena memang Ardan jarang mengajak keluarganya pulang ke desanya yang beda kabupaten itu.Mereka menaiki angkutan umum menuju ke sa
“Iya. Saya hendak menceraikan Mas Ardan. Saya sudah memikirkan hal ini matang-matang dan saya tidak bisa lagi bersabar untuk menghadapi Mas Ardan. Jika permasalahannya hanya karena ekonomi tentu Mimi akan sabar dan mencoba untuk mendampingi sampai ekonomi kamu benar-benar membaik. Namun, kesalahan masa depan kali ini fatal dan Mimi tidak bisa memaafkannya begitu saja. Mungkin Ibu kecewa dengan keputusan ini, tetapi kedatangan Mimi ke sini memang benar-benar ingin meminta izin dan doa restu untuk kelancaran gugatan perceraian yang akan Mimi layangkan nanti. Mohon maaf, jika selama ini Mimi menjadi menantu yang kurang atau bahkan tidak berkenan di hati ibu. Maaf jika selama ini Mimi sering menyakiti hati ibu yang disengaja ngomong tidak disengaja. Mimi dan Laila mohon maaf," ucap Mimi sambil bersimpuh di hadapan mertuanya.Tentu saja Yati merasa kaget ketika Mimi mengatakan hendak menceraikan Ardan. Selama ini keluarga Ardan memang jarang diterpa gosip dan isu-isu yang aneh sehingga ket
Mimi pulang menaiki bis untuk sampai di Cilacap. Dia tak langsung pulang ke rumah, melainkan menuju rumah sahabatnya–Santi. Dia ingin bertanya pada Santi bagaimana proses mengajukan perceraian karena dia tak ingin salah dan belibet mengurusnya. Setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam, kini mereka sampai di Limbangan. Tempat di mana Santi dan suaminya tinggal kini.“Assalamualaikum,” salam Mimi.Belum ada sambutan si penghuni rumah akan keluar, Mimi memencet bel kembali dan mengucapkan salam. Rumah suami Santi bisa dibilang besar. Dia benar-benar menjadi pebisnis sehingga bisa membangun rumah yang megah bak istana seperti itu.“Waalaikumsalam.” Santi keluar dengan handuk yang melilit di rambutnya.“Mimi? Kok nggak ngabarin aku mau datang?” tanya Santi kaget.“Maaf, ya,” jawab Mimi sendu. Laila bersalaman pada Santi. Melihat Mimi dan Laila yang nampak lesu, keduanya masuk ke dalam.“Aku nggak apa kan berkunjung tanpa mengabari? Ponselku lobet sejak perjalanan.” Mimi pun merasa tak e
"Nggak, San. Aku nggak enak kalau nginep di rumah kamu.""Alah, nggak enak tinggal minum antimo sih. Kayak Sama siapa aja kamu nih. Semalam ini kan sekarang udah sore. Pulang ke rumahmu juga jauh. Angkutan ke sana sudah nggak ada.""Kan ada ojek online. Kalau dari rumah kamu ke rumah aku sih kayaknya nggak mahal.""Serah lu dah! Tapi, kasihan tahu sama anak kamu itu. Udah nginep di sini aja. Biar sekalian Besok pagi kita urus gugatan kamu ke pengadilannya. Bukankah kamu lebih cepat?" tanya Santi. "Ya sih. Tapi yakin nggak papa deh nginep di rumah kamu?""Memangnya kenapa? Rumah ini gede dan banyak kamar kosong. Ruang tamu kami ada dua dan kamu tinggal milih mau ruang tamu yang gede atau yang kecil," kekeh Santi."Ya, Sultan dilawan mah, susah. Pokoknya aku terima kasih banget sama kamu kan udah mau bantuin aku sampai seperti ini. Aku merasa insecure pada diriku sendiri karena tidak bisa berbuat apa-apa dengan keterbatasan pendidikan yang punya. Bahkan pakai skill ku hanya berjualan