POV : Mariska.Seperti dugaanku bang Pardi datang juga. Pria itu terlihat tak sabar saat mengetuk pintu, aku bersiap untuk membuat jebakan."Bang Pardi, akhirnya datang juga. Aku sudah lama menunggu, karena ada urusan penting yang harus aku sampaikan, ini pesan dari ibu."Aku mengajak bang Pardi masuk karena pria itu seperti kurang nyaman bicara denganku diluar rumah."Au ....aduh."Aku pura-pura jatuh dengan posisi menungging. Membiarkan pemandangan indah di depan bang Pardi. Rok pendek tersingkap, menujukkan celana dalam seksi membalut bokongku."Jangan berdiri."Pria itu menghentikan gerakanku yang mau berdiri. Aku tersenyum merasakan gesekan dipantatku, terdengar desis lirih dari mulut pria mesum itu."Cukup bang malu dilihat orang."Aku segera berdiri dan menghindari bang Pardi. Aku sempat melihat senjatanya telah menonjol dibalik celananya."Sial, kau seksi sekali. Rasanya ingin sekali melumat milikmu."Bang Pardi mendekat dan berusaha meraih tubuhku. Tapi dengan gesit aku mengh
POV : Marisa "Mau sampai sayang, aku mau sampai."Pria itu mendorong kuat senjatanya membuatku tersungkur di tempat tidur. Bang Pardi menimpa diatasku, anehnya dia masih memeluk pinggangku dengan erat."Kau hebat Ris, untuk pertama kalinya ada yang membuatku puas. Itu kau sayangku, mulai sekarang kau akan menjadi kesayanganku, apapun permintaanmu akan aku turuti."Aku tersenyum, ternyata mudah menaklukan kejantanan Bang Pardi. Pria itu langsung berbaring dan tidur, melihatnya tertidur membuatku merubah rencana."Jika bisa mendapat kakap kenapa aku sia-siakan."Aku meletakkan ponsel bang Pardi, saat hendak ke kamar mandi pria itu terbangun. Tanpa bicara dia mendorongku kekamar mandi dan kembali menyerang seperti hewan buas.Selesai dikamar mandi dia membawaku kembali ke tempat tidur dan kembali menyerang. Aku sudah hampir pingsan, tapi rasanya sayang melepaskan rasa yang luar biasa itu."Kau mulai menyukainya sayang, lakukan yang aku suka."Kalau tadi Bang Pardi yang banyak menyerang,
Pria itu tersenyum pada wanita berperut buncit. Perhatiannya pada wanita itu menandakan kalau itu adalah istrinya, aku tersenyum ketika membayangkan wanita itu menjadi aku."Maaf Bu, ini jadi baju yang sudah dipilih?"Aku tersentak ketika seorang pegawai butik menanyakan barang yang aku pegang. Baju-baju branded dan mahal itu, akan aku gunakan untuk mengubah penampilanku, agar bisa menaiki tingkat sosial kelas atas."Iya, semua itu saya ambil tolong total semuanya."Wanita itu terlihat senang, dia mengambil barang yang aku pegang dan membawanya ke kasir."Wanita itu sangat cantik apa dia pelangan tetap disini?"Aku bertanya karena ingin tau saja. Ternyata wanita itu pemilik Butik, dan pria itu suaminya. Aku tersenyum karena akan lebih mudah untuk mendekati wanita itu dan juga suaminya."Mereka pasangan yang sangat romantis ya. Lihat saja pria itu begitu memperhatikan istrinya."Aku bukan asal bicara tapi wanita itu benar-benar beruntung. Aku tak akan melewatkan keberuntungan itu jika
"Lebih cepat Mas, iya begitu kau memang hebat sayang."Aku sengaja menjerit mengeluarkan rasa nikmat ditubuhku, saat pria idamanku menusukan senjatanya dibenda milikku. Sengaja aku berteriak agar wanita itu tau dan melihat betapa gagahnya suaminya menancapkan senjatanya padaku.Tak sia-sia sebulan mendekatinya sebagai sahabat. Hasilnya aku sudah berkali-kali bercocok tanam dengan suaminya, ini cara terakhir untuk menyingkirkan wanita itu.Brak ...."Apa yang kalian lakukan dikamarku!?"Seperti dugaanku, dia menjerit membuat tubuhnya jatuh dan pendarahan. Suaminya tak menghentikan gerakannya memacu birahinya, teriakan wanita itu membuat beberapa orang pembantunya datang dan terkejut melihat tuannya masih memompa tubuhku."Bawa wanita itu pergi. Kalian lihat kan tuan kalian belum terpuaskan."Terdengar para pembantu itu istifar. Mereka pikir ada pengajian, untung setelah mendengar teriakkanku mereka segera pergi membawa wanita itu.Entah apa yang terjadi? Tapi harapanku terkabul. Wanita
"Masuklah ada yang ingin bertemu denganmu. Jangan takut dia orang yang sangat ingin menemuimu."Alina membuka pintu dan membiarkan Asma masuk. Wanita itu menatap kearah tempat tidur dan melihat seorang wanita terbaring tak bergerak."Akhirnya kau datang juga sayangku, kenapa lama sekali kau temukan mama?"Asma meraih tangan yang terulur itu. Entah kenapa dia merasa pernah menyentuh tangan lemah itu."Kau pasti bingung, karena tak mengenali aku lagi. Bapak dan ibumu pasti tidak menceritakan kebaikannya, sehingga tuhan sendiri mengirimmu kemari."Asma mendekat dan duduk disamping wanita itu, dia masih bingung karena wanita ini mengenal orangtuanya."Mereka yang membawa jasad tak berdaya ini, keluar dari penderitaannya. Penderitaan yang menyakitkan karena kehilangan keluarganya.""Tante Ambarita Wiguna?"Asma menyebut sebuah nama dan wanita itu mengangguk lalu menangis histeris. Dia tak menyangka Asma masih mengingatnya."Allah, apa yang terjadi? Kenapa jadi begini?"Asma menciumi wanita
Asma terduduk lemas setelah mendengar cerita mama kandung Adam. Dia harus mencaritahu, siapa wanita yang selama ini menjadi istri papa Adam yang sangat membencinya."Kau harus mencari seseorang yang bernama Bi Asti. Dia dulu bekerja sebagai pembantu dirumahku, dia juga yang membantu keluar dari rumah dan membawa kerumah sakit. Sayang dia menghilang setelah dipecat."Asma mengelengkan kepalanya dia masih tak mengerti dengan cerita Ambar. Karena semuanya masih terdengar sangat rumit."Intinya wanita jahat itu adalah kunci dari semua masalah besar ini. Demi anak-anak aku rela pergi dan mati dimata semua orang, asal mereka semua selamat. Soal pria itu aku tak perduli bagaimana hidupnya setelah menjadi penghianat."Ambar terlihat marah pasti karena memikirkan suaminya."Tunggu dulu, tadi kau bilang anakmu putra Adam? Berarti kau istri anak sulungku. Ini kabar sangat bagus Nak."Asma menarik napas panjang, dia tak mungkin cerita soal perpisahannya dengan Adam, itu bisa menyakiti wanita itu
Ambar mengeleng karena dia merasa itu tak mungkin. Perlakuannya suaminya masih normal, sejak ketahuan pergumulan itu dia baru berubah, bahkan tak panik saat melihat dirinya pendarahan. Salah satu pembantunya bilang wanita itu masih menjerit merasakan kenikmatan, karena suami Ambar masih mengaulinya untuk menuntaskan nafsunya."Aku rasa memang ada yang aneh, aku sudah menyelidiki wanita itu, tapi hanya menemukan alamat sebuah kampung. Sebaiknya kalian tak ada yang pergi kesana."Aku dan Asma terkejut saat mendengar ucapan papa Alina. Entah kenapa dia melarang kami kekampung itu."Karena kampung itu berdampingan dengan lokalisasi. Kalian mau masuk ke tempat begituan."Mendengar kata lokalisasi membuatku merinding. Apa mungkin Mariska memang pernah tinggal ditempat begituan, bukannya dia dari keluarga terhormat."Kalau begitu kau saja yang mencaritahu. Tolong selamatkan anak-anakku."Kembali Ambar menangis dia seperti tertekan. Aku tau rasanya berjauhan dengan anak, apalagi dia yang tau
"Ada apa mbak Asma meminta kami berdua kemari?"Aku tersenyum getir melihat wajah Carisa dan Aji. Kedua mantan adik iparku itu masih menunggu jawabanku, saat melihat ibu masuk membawa mama Ambar.Wanita itu terlihat mengenggam tangan ibu. Airmatanya menetes saat melihat kedua anaknya. Sedangkan Carisa dan Aji menatap seperti orang bingung."Apa kalian tak ingin mencium tangan mereka?"Carisa dan Aji segera berdiri lalu mencium tangan ibuku dan mama kandung mereka. Carisa mematung, sepertinya dia memiliki sebuah ingatan walau samar."Mama?"Aji terkejut, dia menatap Carisa lalu menarik tangan wanita itu. Ada tanya disorot matanya."Kak Carisa, bicara apa? Bisa-bisanya memanggil wanita asing dengan panggilan mama."Carisa tak menjawab tapi matanya terus menatap mama Ambar. Dia kembali mendekat dan meraih tangan mama Ambar lalu membalik untuk melihat cincin dijari manisnya."Mama, ini tidak mungkin? Bagaimana mama masih hidup?"Carisa melangkah mundur, namun aku segera menghentikan langk
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari