Tiga bulan sejak kejadian di rumah sakit. Adam benar-benar tidak berusaha mencaritahu keberadaan Asma. Sekarang Niko mengirimkan surat cerai dari pengadilan agama, Asma hanya tersenyum getir menerima benda itu."Orang kaya, bisa dengan mudah mendapatkan surat cerai tanpa perlu menunggu lama."Asma menatap bayi dalam pelukannya. Bayi yang mulai tumbuh dengan sempurna, meski tidak merasakan pelukan ayahnya, tapi dia yakin cintanya lebih dari cukup bagi putra kecilnya."Mama."Asma tersenyum saat melihat Shila berlari kecil menghampirinya. Gadis kecil itu mencium kening adiknya."Alkaf masih tidur ya Ma? Dia tak mau main dengan Shila."Asma dan Yuni tertawa, mendengar ucapan Shila. Anak kecil itu tidak tau kalau seorang bayi memang kerjanya tidur. "Alkaf masih bayi, jadi dia masih suka tidur. Nanti sudah besar pasti dia mau bermain dengan Kak Shila."Shila tersenyum lalu mencium kening adiknya lagi. Dia menatap ibunya yang sekarang sudah bisa tersenyum lagi.Cup ...."Shila sayang mama
"Tidak apa pak, ada yang harus saya temui di stasiun lain."Mendengar ucapan Asma sopir itu tak lagi bertanya. Dia segera melajukan mobilnya memasuki parkiran stasiun bus."Kita naik sekarang Mbak Yuni , tolong jaga Shila. Mari satu koper biar saya bawa."Asma mengambil satu koper besar bawaan Yuni. Mereka segera menaiki bus antar Propinsi, Asma sudah menyusun rencana di pemberhentian nanti, dia akan turun dan naik pesawat ke tujuan akhir.****"Kita naik pesawat lagi Bu?"Yuni menatap tak percaya, karena untuk melarikan diri dari masa lalunya. Asma rela bersusah-susah seperti ini."Kita tak mungkin naik bus Mbak. Itu membutuhkan banyak waktu, kasihan Shila dan Alkaf. Dengan pesawat kita bisa sampai lebih cepat."Asma segera menuju ke counter dan membeli tiga tiket pesawat menuju ke Surabaya. Menunggu waktu keberangkatan, Asma menyelimuti Alkaf dan memakaikan jaket pada tubuh Shila."Dua jam lagi kita berangkat, kita tunggu di depan saja agar tak repot."Asma mengajak Yuni duduk di de
"Tidak apa-apa Mbak, hanya memikirkan proyek baru yang akan saya kerjakan mulai Minggu depan."Yuni tak lagi bertanya, dia hanya berdoa semoga Asma baik-baik saja. Setelah lima tahun dia melihat wanita itu kembali murung."Minggu depan Mbak Yuni kerjasama dengan Mbak Sri ya. Ibu akan sibuk dengan proyek, tapi ibu masih bebas dengan waktu kerja kok. Jadi kita masih bisa bermain saat libur."Yuni mengangguk, dia memang sering bekerjasama dengan Sri yang tugasnya menjaga Alkaf. Mereka kompak saat menjaga Shila dan Alkaf.*****"Selamat pagi, perkenalkan ini Bu Asma. Beliau yang akan mewakili perusahaan kami untuk mengerjakan proyek ini."George memperkenalkan Asma. Wanita itu gemetar saat matanya bertemu dengan tatapan dingin seorang pria, yang lima tahun lalu menghancurkan dirinya."Adam." "Ya tuan Adam, dia yang akan bekerjasama dengan kita."Asma menatap ke arah George lalu mengelengkan kepalanya. Dia berjalan mundur, namun cekalan di tangannya membuatnya berhenti."Kuatkan dirimu, i
"Ternyata di sini kau bersembunyi?"Asma tersenyum dia tak merasa heran sama sekali, kenapa Niko bisa menemukannya."Kau masih berada di sekitar pria itu, Nik? Aku tak merasa heran sama sekali, jika bertemu denganmu di sini."Asma berdiri dan berhadapan dengan pria yang membantunya saat hancur karena ulah Adam dan ibunya."Kenapa kau menghindari aku? Bukankah kau sudah berjanji akan bicara jika ada hal penting. Bukannya pergi tanpa meninggalkan pesan sama sekali, selain nota pembayaran hutang."Niko bicara panjang lebar, dia menatap anak lelaki di depan Asma yang terlihat asyik bermain bersama seorang anak perempuan."Shila sudah besar rupanya, ini siapa namanya?"Shila menatap Niko, dia mencoba mengingat pria yang sok akrab dengannya. Pria itu juga menatap adiknya."Ini om Niko sayang, Shila pasti lupa ya? Sudah lama kita tak bertemu."Shila menghampiri dan mencium tangan Niko. Dalam ingatannya memang familiar dengan wajah Niko, tapi dia pasti lupa karena saat itu dia masih kecil."M
"Cantik wajahnya tapi dia sangat kejam, hampir saja nama baik perusahaan kita hancur karena ulahnya. Bisa-bisanya bicara sekejam itu pada pak Adam."Asma berpaling menatap dua orang wanita yang berada di belakangnya. Dia tau orang yang sedang mereka bicarakan adalah dirinya, dia tak tau saja kalau ucapannya telah membuat Adam pingsan."Kalian bekerja disini jadi gunakan untuk keuntungan perusahan, tak perlu memperhatikan masalah orang lain. Aku bisa meminta pak George memilih aku atau kalian yang tetap tinggal di perusahaannya."Kedua wanita itu terlihat gugup. Mereka sadar tak sebanding jika berhadapan dengan Asma, jika harus memilih tentu George akan memilih Asma."Ada apa ini? Kenapa kalian berdiri tanpa masuk ke dalam lift? Lihat pintunya sudah terbuka."George menujuk ke dalam lift yang sudah di naiki Asma. Kedua wanita itu masuk mengikuti bos mereka, tak ada suara karena kedua wanita itu masih tetap menunduk."Asma ikut saya, ada yang perlu kita bicarakan."Asma mengikuti George
"Anak-anak? Dia hanya punya seorang anak, kau tak perlu menyebut dengan anak-anak. Seolah dia memiliki lebih dari satu anak.""George ijinkan aku mengundurkan diri. Berada satu ruangan dengan pria ini, bisa membuat aku gila."George bergerak hendak menolong, tapi kalah cepat dari lengan seorang pria. Asma memejamkan mata saat melihat Niko mengangkat tubuhnya.Adam juga terpaku saat melihat Niko mengangkat tubuh mantan istrinya. Dia marah dan kecewa karena kilasan masa lalunya yang tiba-tiba muncul."Tenang jangan emosi. Minum obatmu setelah itu kita pulang dulu."George jadi serba salah, dia tak menyangka akan menemui situasi seperti ini. Niko, Adam dan Asma berada dalam satu ruangan."Ini tidak bisa di diamkan, semua rencanaku bisa hancur berantakan. Sebenarnya ada hubungan apa antara Niko dan Asma?"George mengomel dia segera keluar mengejar Niko dan Asma. Untunglah di parkiran kedua orang itu sedang berdebat cukup sengit."Asma ayo masuk, kita perlu bicara bertiga dengan istriku. T
"Aku mau bertemu pemilik perusahaan ini, cepat katakan dimana ruangannya?"Asma baru saja masuk ke kantor, ketika di depan resepsionis seorang wanita berkata dengan nada angkuh. Dia menyadari siapa wanita itu, namun tak bisa lagi menghindar. Semua jadi tak terkendali ketika wanita itu berbalik dan bersitatap dengannya."Kau? Jadi wanita sundal ini yang membuat Adam pingsan. Setelah kabur dengan pria lain, sekarang kau mau menyakiti lagi anakku."Asma mengepalkan tangannya setelah mendengar ucapan mantan mertuanya. Dia memejamkan mata dan menarik napas panjang untuk mengurangi degup jantungnya."Apa kabar nyonya besar, setelah lima tahun kau masih menguasai putramu. Apa dia benar-benar tak bisa lagi di selamatkan, mematuhi wanita kejam sepertimu adalah nasib sial baginya."Plak ...."Jangan kurang ajar kau perempuan jalang, apa kematian putramu tak membuat jera. Berselingkuh hingga hamil, lalu kabur dengan pria itu, apa tak membuatmu malu hingga masih menunjukkan wajah sial itu."Plak
Asma terkejut saat mendengar suara notifikasi. Tanda ada pesan masuk."Bu saya sharelock, segera datang tapi jangan menghubungi saya."Asma dan Yuni saling pandang, mereka segera meminta George untuk ke alamat yang di kirimkan Sri."Kita tak tau apa yang terjadi, biar aku masuk duluan kalian tunggu di mobil saja."Asma segera masuk tapi dia tak mau gegabah, jadi diam-diam masuk dari pintu belakang. Tentu setelah meminta ijin dan bersitegang dengan pegawai dapur. "Kau memang hebat bisa memisahkan Adam dan Asma. Aku tak mengerti semudah itu Asma tertipu, sayang aku tak bisa menikah dengan Adam, karena dia depresi dan nyaris gila. Kematian anaknya begitu memukul jiwanya."Asma terkejut mendengar pembicaraan itu, dia berjalan pelan ingin melihat siapa yang bicara. Dia tak mau putranya dalam bahaya jika dia keluar sekarang."Karena itu juga yang membuatku stres berat. Ketika Asma tiba-tiba menghilang, sekarang ketika sudah bertemu justru Adam juga menemuinya."Asma hampir pingsan ketika m
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari