Aku menarik napas panjang, wanita sekaya ini memelihara benalu juga rupanya. Melihat keribuatan ini saja, mereka bungkam berarti semua orang bisa tau siapa yang berkuasa."Bawa semua barang ini ke rumah besar di depan rumah mbak Asma. Begitu rumahnya di renovasi, pindahkan semuanya ke rumahnya."Aku terkejut karena semua ini tak ada pembicaraan. kenapa kak Alina justru memindahkan semua barang ini ke rumahku. Kapan pula aku berniat merenovasi rumah karena tak punya uang."Impianmu tercapai mbak Asma, aku akan membongkar rumahmu. Mak Ijah sudah cerita semuanya kita berjuang bersama.""Tidak...ini tak boleh terjadi. Asma katakan kalau kau menolak semua pemberiannya, lihatlah adik iparmu sudah begitu menderita.""Adik ipar, bukankah kalian yang ingin menjadikan aku mantan. Mantan menantu, mantan istri dan mantan kakak ipar?"Ibu mertuaku langsung terdiam. Namun aku heran saat melihat mas Alam justru tertawa senang. Sepertinya dia sudah gila, sebelum merasakan pembalasan dariku."Pergilah
Kak Alina melirik kebelakang lalu dia memberi kode pada anak buahnya yang berjalan di belakang. Akhirnya tak ada lagi yang mengikuti kami dari belakang."Lucu sekali orang-orang kampung ini. Mereka terlalu antusias untuk mengetahui urusan orang lain, pasti mbak Asma selalu jadi pusat perhatian ya?"Pusat perhatian, mungkin benar yang di katakan kak Alina. Aku jadi pusat perhatian karena cocok jadi bahan ceritaan para penyebar gosip."Tak hanya Asma, semua yang miskin dan lemah pasti jadi korban. Tak perduli tua atau muda karena selain Asma, Mak yang sudah tua dan hanya berada diwarung serta pergi ke pasar masih bisa di ceritain. Apalagi yang sering bepergian pastilah sasaran empuk tapi anehnya tak termasuk Keluarga mertua Asma."Mak Ijah benar, selama ini tak ada cerita tentang keluarga mas Alam, meski jelas terlihat keburukan keluarga itu. Bahkan saat ketahuan ibu dan Mbak Ani yang memfitnahku hanya sebentar mereka di salahkan, setelah itu dilupakan begitu saja."Mungkin tak asyik me
"Hai tutup mulutmu justru adik perempuanmu ini pembawa sial. Setelah anakku menikahinya langsung jatuh miskin," ucap mertua Rika."Tentu saja jatuh miskin, karena memang dia tak pernah kaya. Semua harta itu milik istrinya, begitu ketahuan berhianat semua hartanya diambil lagi. Dasar benalu tak tau diri."Alam melawan ucapan mertua adiknya, dia tak terima ketika Rika dikatai pembawa sial. Dia lupa ketika mengatakan Asma dan anaknya pembawa sial."Sudah jangan ribut lagi, sekarang apa yang harus kita lakukan? Semua ini sudah dibayar tapi acara sudah berantakan. Bahkan pak penghulu sudah pamit karena tak mau terlibat masalah.""Asma, semua ini karena mantan istrimu, Lam. Darimana si miskin itu kenal wanita sekaya istri pertama suami Rika? Kau selidiki pasti ada yang tidak beres dengan Asma, Lam."Alam menganguk sebenarnya dia juga sedikit curiga, bagaimana bisa istrinya yang miskin bisa kenal dengan wanita kaya itu."Apa kau tak curiga saat tiba-tiba dia punya uang banyak. Bisa membeli k
Alam terkejut saat mendengar suara orang yang selalu teriak saat di kantor, dia berbalik dan heran melihat pimpinannya berada di depan rumah Asma mantan istrinya."Apa yang pak Adam lakukan di sini?"Pria itu melangkah mendekati Bagus dan Alam, setelah mengunci mobil mewahnya secara otomatis."Kebetulan sekali saya melihat kalian berdua, sebenarnya saya hendak bertemu bidadari cantik katanya berada disini."Pria itu menatap kesana-kemari seperti mencari sesuatu. Alam sedikit curiga tapi dia tak percaya, kalau bidadari yang di cari bosnya adalah Asma mantan istrinya."Tak salah kok pak Adam dia ada di rumah ini."Alam terkejut saat melihat istri Bagus keluar menyambut Adam pimpinan di kantor Bagus dan Alam. Mereka tampak akrab seperti kenal dengan baik."Dasar bodoh lihat istrimu yang bergairah pada pak Adam kau memang tak berguna."Alam mengejek Bagus dia tak menyadari Asma di belakang mendengar ucapannya. Karena tadi dia pindah agar Bagus melihat kemesraan istrinya dengan pimpinan me
Toko apa maksud wanita itu. Alam semakin curiga kalau memang ada sesuatu yang di sembunyikan oleh Asma. Dia harus mencari tau secepatnya."Pak Alam ada perubahan dalam waktu pemindahan ke kantor cabang. Besok ambil surat jalannya, begitu juga dengan pak Bagus."Alam semakin kesal, dia tau pasti akan ada perubahan besar dalam pemindahan staf kantor pusat ke kantor cabang. Sedangkan masalah di sini belum dia selesaikan."Aku pergi dulu, Asma. Tapi ingatlah jangan berharap rujuk saat kau terpuruk, karena bagiku kau tak ubahnya seperti sampah tak berharga."Asma mengepalkan tangan mendengar hinaan Alam. Istri Bagus sampai memeluk bahunya karena takut wanita itu rapuh."Aku harap kau juga melakukan hal yang sama, Mas. Karena sampah ini tak akan sudi menerimamu kembali. Aku cuma mau bilang jaga keluarga tercinta mu, mungkin saja kelak mereka akan membuatmu gila."Alam menatap mata Asma, entah kenapa dia merasa wanita itu mempunyai sebuah rencana jahat pada keluarganya.Namun dia menepis per
Ani bertanya dengan nada jengkel. Dia tak menyangka adik iparnya bisa kalah, dengan seorang wanita lemah seperti Asma."Aku tak apa-apa ini hanya karena aku menabrak pagar bambu rumah Asma. Dia memang keterlaluan, apa tak bisa menganti pagar yang sudah lapuk itu."Alam masih mengomel dia baru merasakan perih di lututnya, setelah sampai di rumah dan sang ibu sedang membersihkan lukanya."Lalu apa yang kau dapatkan dari rumah Asma, apa dia bersedia mengembalikan semua barang yang diberikan mas Seno padaku?"Rika berdiri menatap Alam dengan wajah seperti tak sabar. Namun dia kembali duduk saat Alam mengelengkan kepala."Wanita bodoh itu bahkan menolak mobil dan perhiasan emas yang jadi maharmu, Ka. Dia hanya menerima segala macam perabotan dan semua yang jadi hantaran saat kau lamaran."Rika menangis karena dia tau semua hantaran itu harganya sudah ratusan juta. Dia menyesal memamerkan semua hantaran yang dia terima pada Asma, karena mantan kakak iparnya itu ternyata mencatat di otaknya,
Ibu Seno tak melanjutkan ucapannya, dia hanya bisa memandang Rika dan seno bergantian. "Ya Tuhan ternyata aku hampir memiliki menantu murahan, belum menikah sudah mau di tiduri pria yang sudah menikah."Plak ...plak ...."Jaga mulutmu kalau anakku murahan lalu anakmu terhormat begitu. Sudah beristri tapi masih menginginkan wanita lain bahkan lupa kalau kalian menumpang hidup pada istri pertamanya."Ibu Alam sudah kehilangan kesabaran saat mendengarkan ucapan ibunya seno. Dia menghadiahkan dua tamparan di pipi besannya.Alam tak tinggal diam, dia juga mulai menghajar Seno. Hatinya sakit saat melihat sang adik hendak ditinggalkan di hari pernikahannya.Mereka tak tau kalau pertengkaran itu justru di saksikan banyak orang yang ternyata tamu dari jauh. Mereka tetap masuk meski heran saat melihat acara pernikahan ini sepi.Alam dan ibunya terduduk lemas setelah menyadari kedatangan orang-orang yang membantu memisahkan Alam dan Seno.Saat mereka dipisahkan terlihat Seno sudah babak belur,
Ani semakin merasa takut dia buru-buru membawa Rika pulang. Ibu mertuanya jadi heran melihat kekuatan Ani, saat membantu Rika berjalan pulang.Begitu sampai rumah mereka kembali terkejut, karena tenda sudah di bongkar begitu juga pelaminan dan yang lainnya. Alam hanya diam mengawasi pemilik tenda dan pemilik pelaminan mulai membongkar. Tak kalah kaget saat prasmanan di atas meja sudah bersih tak tersisa."Semua makanan ada di dapur umum. Kami terpaksa membantu karena anak lelakimu menggila."Para wanita itu pergi setelah menggangkat semua makanan di atas meja. "Kalau mau bawa saja makanan itu pulang, tak ada yang akan menghabiskan semuanya!""Ogah, kami tak sudi makan dari acara ini, takut kena sialnya. Apalagi masih banyak anak gadis di kampung ini."Para wanita itu lalu pergi begitu aja meninggalkan keluarga Alam. Sang ibu sangat sedih mendengar hinaan para wanita yang lama menjadi temannya, waktu menyebarkan fitnah pada Asma."Kalau tak mau tak usah sok begitu. Miskin aja belagu,
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari