Yuk dukung cerita ini dengan memberikan ulasan bintang 5 GEMS dan komentar yang banyak.
Plak ...plak ....Asma melayangkan dua tamparan di pipi adiknya. Dia murka setelah melihat reaksi Shila malam itu, bagaimana mungkin Lidya bisa mengatakan sesuatu, yang membuat keponakannya jadi begitu ketakutan."Apa yang kau lakukan!?"Wanita itu berteriak setelah menerima tamparan di pipinya. Seumur hidup baru kali ini dia merasakan tamparan, apalagi dari kakak kandungnya."Kau masih bisa bertanya, Dia. Setelah apa yang kau lakukan pada Shila, dia hanya anak berusia delapan tahun, tapi kau tak melepaskan dirinya dari sifat dengkimu."Asma tak habis pikir kenapa adiknya menjadi begitu kejam. Apakah dia tak merasa kalau telah membuat trauma yang begitu dalam pada Shila. "Kau memang tak punya hati. Lihatlah kelak kau akan mendapat balasan atas apa yang kau perbuat.""Ya, sumpahi aku mbak. Kita lihat apakah doa perempuan jalang sepertimu bisa menembus langit."Plak ...plak ....Kali ini Asma dan Lidya terkejut, karena tamparan itu berasal dari telapak tangan Aji. Entah sejak kapan pria
Mendengar teriakan Asma membuat ibunya berpaling dan menatapnya. Dia bertanya melalui raut wajahnya.[Kau sudah lapor polisi? Apa kau tau siapa pelakunya?]Asma tak menjawab pertanyaan ibunya, dia masih sibuk bicara dengan Aji. Dia masih bingung dengan alasan penculikan adiknya.[Kalau begitu terus kabari Mbak. Jangan sampai terjadi sesuatu pada Lidya, Ji.]Asma mematikan ponselnya lalu menatap ibunya yang menunggu dia bicara. Asma membawa ibunya masuk ke rumah agar tak terkejut saat mendengar berita tentang Lidya."Di culik? Tapi buat apa orang itu menculik Lidya?"Asma tak menjawab karena dia melihat Adam, yang berdiri terkejut mendengar ucapan ibunya."Lidya di culik? Dimana dan kapan?"Asma menjelaskan kronologi penculikan adiknya. Adam segera pergi untuk membantu Aji mencari istrinya."Mas."Asma memanggil Adam lalu menghampiri pria itu. Dia menatap pria yang baru saja tersenyum senang, namun sekarang dia terlihat resah."Hati-hati Mas."Adam terpaku, namun tak lama dia mengangguk
Dreet ...dreet ...Asma dan Adam saling pandang, saat terdengar bunyi panggilan melalui ponsel Adam.[Ya hallo, Bim. Apa ada kabar terbaru?]Mendengar nama yang di sebut Adam, Asma tau siapa orang yang menghubungi mantan suaminya.[Apa kau yakin itu?]Adam bertanya sembari menatap Asma. Membuat wanita itu penasaran, setelah Adam mematikan ponselnya buru-buru wanita itu bertanya."Tenang kita langsung ke rumah sakit. Bima memberi kabar ada penangkapan besar-besaran, namun ada korban dan kita di minta melihat ke rumah sakit."Asma terkejut mendengar ucapan Adam. Dia jadi takut terjadi sesuatu pada adiknya."Kalau begitu cepat Mas, aku mau melihat korbannya, semoga bukan Lidya."Asma terlihat gemetar, setelah mendengar korban itu di temukan saat operasi besar-besaran."Tenang semoga itu bukan Lidya, kalau pun itu dia, semoga tak terjadi sesuatu padanya."Adam mengenggam tangan Asma. Karena takut dan gugup membuat wanita itu tak sadar apa yang di lakukan mantan suaminya."Tolong lebih cepa
"Apa kau menganggap aku serendah itu Ma, untuk apa kau kembali kalau akhirnya menyakiti aku lagi."Adam berkata dengan suara gemetar. Asma memegang tangan pria itu, yang masih di dadanya memegangi baju agar tak terbuka lebar."Tolong Mas, hanya kau yang bisa melindungi adikku. Sedangkan Aji dia sudah menjatuhkan talak pada Lidya."Adam terkejut hingga dengan kasar melepaskan genggaman tangannya. Dia sakit karena Asma mengorbankan dirinya."Tidak, aku tak akan menuruti permintaanmu itu. Meski kita bercerai secara sah, aku tak akan melakukan kebodohan itu."Adam meninggalkan Asma, tanpa perduli wanita itu menangis memanggil namanya. Hatinya sakit tapi adiknya harus di selamatkan.Tak mudah seorang wanita akan berdiri tegak. Setelah mengalami kejadian buruk ini, dia bergegas turun dari tempat tidur karena ingin bertemu Putri. Dia harus tau kenapa gadis itu melakukan hal kejam itu pada Lidya.*****Plak ...plak ....Semua orang terkejut karena melihat Asma menampar Aji dua kali. Matanya me
"Aku tak tau apa yang terjadi sebenarnya Mas, hari itu aku marah karena perbuatan Lidya, keras kepalanya membuatku emosi. Setelah menjatuhkan talak satu aku memberinya kesempatan lagi. Sayang dia justru menguji lagi kesabaranku, karena dia mengunjungi mama Riska. Saat pulang dia kembali memaki mbak Asma. Aku pulang ke rumah dalam keadaan marah, mengambil air yang ada di meja makan. Setelah itu masuk ke kamar, saat itulah aku melihat Putri. Bukannya marah aku justru menyerangnya karena ada rasa ingin bersetubuh. Ketika sedang menuntaskan hasrat, Saat itulah Lidya masuk ke kamar, aku ingin berhenti tapi tubuhku seperti menolak. Saat sadar aku berada diatas tubuh Putri."Setelah mendengarkan ucapan Aji, Adam merasa ada yang aneh. Kalau bisa sedetail itu adiknya cerita, berarti dia sadar dengan apa yang terjadi."Berarti kau sadar saat meniduri wanita itu? Kau bahkan tau saat Lidya masuk lalu pergi lagi, setelah melihat perbuatanmu?"Aji menunduk lalu menganggukkan kepala. Melihat itu Ada
"Sebaiknya kau tak perlu tau, pulanglah temui dan jaga suamimu. Biar semua masalah ini mas yang menghadapinya, soal wanita itu kita antar saja ke rumah jompo. Tak mungkin kan kita membawanya pulang ke rumah ini, karena di sini sudah ada mama Sekar. Soal papa nanti kita bicarakan dengan mama Sekar, karena keputusan ada di tangannya.Apapun keputusan mama kita harus terima, karena kesalahan papa sangat fatal. Sama seperti kesalahan Aji, sama-sama tak bisa di maafkan."Carisa terkejut mendengar ucapan Adam. Dia sudah menebak pasti adiknya melakukan kesalahan, tapi dia belum tau kesalahan pria itu apa?"Memangnya apa yang di lakukan Aji, Mas? Kenapa kau bilang itu tak termaafkan? Tolong jangan membuatku takut lagi. Cukup perbuatanmu yang mengerikan itu, yang ternyata Itu semua rekayasa mama Riska."Carisa menatap Adam. Ada rasa takut yang sama, seperti ketakutannya saat mendengar alasan Asma pergi. Waktu itu dia tak tau kalau kepergian Asma karena menangkap basah suaminya bersetubuh dengan
"Lidya masih duduk di taman belakang Ma, sejak kembali dari rumah sakit, dia hanya menghabiskan waktunya di sana."Asma menatap adiknya yang duduk terdiam di dekat kolam renang. Sejak keluar dari rumah sakit, Asma membawa Lidya pulang ke rumah lamanya di temani sang ibu. Dia tak mau Lidya berada di rumah Aji, karena pria itu sudah menjatuhkan talak pada Lidya."Apa dia mau makan obatnya Bu?"Asma menarik napas lega saat sang ibu menganggukan kepala. Asalkan minum obat dia yakin adiknya akan baik-baik saja."Jangan sekarang Ma, kasihan dia."Ibu Asma mencekal tangan anaknya, karena melihatnya hendak mendekati Lidya. Dia belum siap melihat kedua anaknya bertengkar lagi."Tidak apa-apa Bu, aku akan pergi kalau memang Lidya tak ingin bertemu denganku."Asma berjalan pelan mendekati Lidya, perlahan dia duduk di samping adiknya. Tak ada reaksi berlebihan dari wanita itu, mungkin belum sadar siapa yang datang."Dek, apa kabar? Sudah makan? Makan bareng yuk, lama kita tak makan bareng seperti
"Apa hasil visum ini benar Dok?"Asma dan Lidya menangis bersama, setelah itu mereka melakukan sujud syukur. Dengan hasil visum itu Asma yakin Lidya akan kembali kuat.Visum atas dirinya yang saat di temukan belum tersentuh. Dua hari selama di sekap, Lidya bertahan dengan mengenggam sebuah besi kecil, yang dia temukan di jalan saat memasuki ruang penyekapan. Benda itu dia gunakan untuk bunuh diri jika ada yang mencoba menyentuhnya, Putri marah dan kecewa, tapi dia punya rencana lain yaitu menunggu Lidya lemas atau pingsan karena lapar dan haus.Hari ketiga Lidya benar-benar lemah. Itulah saat dia hendak melakukan adegan film panas, polisi datang menggerebek tempat itu dan menyelamatkan Lidya. "Terima kasih mas Bima, karena membantu membebaskan saya. Hutang budi ini akan saya bawa sampai mati."Lidya menangis hingga tanpa sadar dia memeluk Bima. Melihat itu Asma segera menarik adiknya dan memeluknya."Maafkan saya."Lidya dan Bima minta maaf bersamaan. Asma tersenyum dan menganggukkan
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari