Asma menunduk, dia merasa ucapan begitu keterlaluan. Tapi hanya itu yang terbaik untuk menjauh dari Adam."Tapi kenapa mbak Asma, kalau memang mencintai mas Adam. Kenapa menyakitinya sedemikian rupa? Selama ini mas Adam diam ketika dihina oleh siapapun, justru dia merasakan sakit luar biasa, ketika mendengar langsung dari mulut wanita yang dia cintai."Asma menarik napas agar airmatanya tidak tumpah namun semua sia-sia. Wajahnya kini sudah basah dengan airmatanya."Karena hanya dengan cara itu mas Adam akan menjauhiku. Sudah cukup dia mendapat penghinaan diluar sana, jika kembali dengan mantan istrinya, otomatis semua akan diam atas kekurangannya."Carisa terkejut dia tak menyangka Asma akan berkata seperti itu. Dia memang sudah yakin, kalau Adam tak bertepuk sebelah tangan."Kalian saling mencintai, jangan mencoba berkorban sesuatu yang sia-sia mbak Asma. Mana mungkin mas Adam akan kembali, pada wanita yang tega tidur dengan pria lain di atas ranjangnya."Asma terkejut lagi ketika me
Karena ucapan Alam. Asma memutuskan untuk membeli mobil, bukan untuk sombong tapi untuk membawa ibu dan anaknya jalan-jalan dan tentu saja untuk memudahkannya dalam mengirim barang pesanan."Mbak Asma pelan-pelan saja, nanti setelah mahir baru tambah kecepatannya."Asma mengangguk pada orang yang mengajarinya mengemudi. Sudah sebulan ini dia belajar dan sekarang sudah mulai mahir, hanya saja dia belum berani menambah kecepatannya."Sekarang coba hidupkan lalu mulai jalan pelan-pelan."Asma menuruti perintah dan hendak menginjak gas, ketika sebuah ketukan tepatnya gedoran di kaca mobil membuatnya terkejut."Apa ...apa yang terjadi?"Asma jadi gugup dia segera keluar dan hampir pingsan, saat seorang wanita dalam keadaan menyedihkan memeluk dan bersembunyi di belakangnya."RI ...rika apa yang terjadi padamu, Ka?"Asma melihat mantan adik iparnya, dalam keadaan sangat menyedihkan. Dengan pakaian compang-camping dan terlihat ketakutan."Kita bawa ke kantor polisi saja, mbak Asma. Kita tida
Asma dan keluarganya terkejut saat mendengar suara kaca pecah. Wanita itu bergegas keluar, ingin tau apa yang terjadi."Dasar perempuan sundal sialan. Kau tega membawa adikku ke kantor polisi setelah melakukan kekejaman padanya."Asma terkejut saat membuka pintu. Ternyata Alam yang melempar kaca jendela hingga pecah, dia juga berhasil masuk setelah melompati pagar. Pria itu seperti orang gila menyerang mantan istrinya. Teriakan Lidya dan ibunya berhasil mengundang warga dan berhasil menolong Asma.Plak ...plak ..."Setan kau, Alam. Berani kau menyerangku, kali ini membusuklah di penjara!"Asma berteriak setelah menarik napas akibat cekikan Alam. Airmatanya tumpah, bukan karena sedih tapi dia sudah sangat geram. Dia juga menghadiahi dua kali tamparan."Aku menolong adikmu dan membawanya ke kantor polisi, agar diselidiki kenapa dia seperti orang gila begitu. Dan kau justru menyerang dan memfitnahku, dasar orang gila tolong ikat dia aku akan memanggil polisi."Asma meminta orang-orang me
"Maaf aku sudah muak melihat tingkahmu. Mulai sekarang perbaiki dirimu di dalam sel, agar kau bisa menjadi manusia yang jauh lebih baik lagi," ucap Asma lirih."Kau mengerti tidak sih, Asma? Aku harus mengurus ibu, dan sekarang Rika juga terlihat ganguan jiwa."Asma menatap kearah Alam. Ternyata pria itu tak berubah sama sekali. "Tolong proses laporan saya segera, pak."Asma segera berdiri berniat meninggalkan kantor polisi. Sedangkan Alam terus berteriak, meminta Asma membebaskan dirinya.Asma berjalan dengan cepat meniggalkan kantor polisi. Dia benar-benar tak perduli pada mantan suaminya."Lepaskan Alam sekarang juga, Asma!"Baru sampai parkiran terdengar suara membentak Asma. Setelah berbalik ternyata Raisa bersama Santi dan Ani, mereka berjalan menghampirinya."Aku tak akan membebaskan Alam. Silahkan kalau kalian berniat membebaskannya, aku pastikan dia akan mendekam lama didalam."Ucap Asma sinis."Kau memang tak bisa diajak bicara baik-baik, Asma. Aku pastikan akan melawan mu,
"Mana barang-barangku! Kenapa tas dan bajuku berhilangan?"Terdengar teriakan dari rumah yang disewa Alam dan ibunya. Hari ini Rika mengamuk karena baru mengetahui, kalau semua barang mewah miliknya hilang."Katakan Bu, mana semua barang milikku?"Rika mengoyang tubuh ibunya yang terbaring di tempat tidur. Dia marah karena tak mendapat jawaban. Dia mulai membuang barang yang ada di kamar itu."Kembalikan semua barangku!"Teriakan Rika terdengar begitu keras, membuat Radit takut dan mulai membuat keributan juga. Ani menutup kupingnya dia mulai terlihat stres."Diam!"Dia berteriak karena sudah tak tahan dengan keributan yang dibuat Rika dan Adit anaknya. Sang ibu mencoba menenangkan cucunya agar Ani tak semakin marah."Aku tak tahan lagi, harus merawat orang lumpuh dan orang gila sekaligus."Ani berlari menuju ke kamar yang ditempati ibunya Alam. Dia mendorong pintu agar terbuka, terlihatlah kamar yang sangat berantakan."Apa yang kau lakukan, Rika!?"Ani berteriak lalu menghampiri adi
"Saya tak ada kepentingan untuk bicara, silahkan cari ditempat lain. Dan ingat saya tak akan bicara apapun jadi jangan libatkan saya."Asma kembali menutup pintu niatnya untuk membuka Butik dia batalkan menunggu tenang dulu."Menyusahkan saja mereka bahkan berdatangan kemari hanya untuk mencari berita."Asma mengomel karena masalah keluarga Alam dia harus menutup usahanya. Agar tak terganggu oleh para pemburu berita itu."Istirahat saja, Ma. Kau belum sehat benar, ibu tak mau kau pingsan lagi."Asma tak menjawab dia segera berbaring di depan televisi. Disampingnya sang anak tengah menikmati buah yang dipotong kecil-kecil."Aaa." Putri kecilnya memberi tanda agar dia membuka mulut agar bisa disuapi buah. Dia tersenyum dan mengelap mulut anak kecil yang tengah lucu-lucunya."Ibu sudah kenyang, adik saja yang makan biar cepat besar ya."Asma mencoba memejamkan mata. Sedangkan sang ibu terlihat mengawasi cucunya."Sudah minum obat dan vitaminmu, Ma?"Asma membuka mata, dia baru ingat kal
Lidya mengangguk, meski dia tak percaya, kalau Alam akan menuruti perjanjian itu. Tapi itu satu-satunya cara untuk menekan Alam."Semoga kali ini Alam tidak akan mengingkari janjinya, Mbak."Lidya masih kurang yakin dengan keputusan Asma, untuk membebaskan Alam. Asma hanya diam karena dia juga tak percaya, Alam akan menuruti perjanjian tapi hanya itu yang bisa dilakukan saat ini."Kalau dia ingkar, mbak akan kembali memasukkannya ke penjara. Meski ibunya membutuhkan bantuan Alam," ucap Asma lagi "Sudah besok saja kalian bicarakan soal Alam. Ibu tak suka membahas orang itu di rumah ini, hawanya bikin kesal saja."Asma dan Lidya tertawa, karena melihat wajah ibunya yang terlihat kesal pada Alam.Tek ....Tek .....Asma menatap adik dan ibunya. Dia heran siapa yang mengetuk pagar sedangkan ada bel yang bisa ditekan."Wanita itu lagi, Mbak. Mau apa dia membawa perempuan lumpuh itu?""Lidya diam."Lidya segera diam setelah mendengar ucapan ibunya. Dia tau sang ibu tak mau, anaknya kurang a
Aku membuka mata dan melihat, dinding putih dengan aroma obat yang menyengat. Sepi tak ada suara, namun aku melihat seseorang duduk dengan gelisah."Ibu." Wanita itu terkejut dan buru-buru menghampiri lalu dia sibuk memangil dokter."Anak saya sudah sadar, Dok.""Baik, ibu tunggu sebentar saya akan memeriksa keadaannya."Aku merasa Dokter mulai memeriksa seluruh tubuhku. Lalu dia terlihat menarik napas panjang.Melihat raut wajahnya aku tau pasti ada yang terjadi. Aku berniat bangun tapi ada yang aneh dengan tubuh bagian bawah, antara pinggang sampai kaki."Ke ...kenapa aku tak bisa mengerakkan kaki?"Aku menyingkap kain selimut dan melihat kakiku. Benar saja bagian tubuh untuk berjalan itu, tak bergerak sama sekali."Aku lumpuh, aku tak mau lumpuh!"Aku menjerit histeris, bagaimana tidak? Kaki jenjang nan indah itu sekarang tak berguna sama sekali."Sabar dulu, An. Kita tanya dokter, mungkin ada jalan untuk menyembuhkan kakimu."Ibu mencoba menghiburku, apa dia tak tau yang akan dia
"Mami! Papi! Sudah siang bangun dong, kita harus ke Bandara."Adam mengeliat mendengar teriakan di depan pintu. Bukan hanya teriakan tapi juga ketukan, dia melingkarkan tangan di pingganga istrinya dan mengigit daun telinga Asma pelan."Putrimu memanggil Papi, Mami. Pasti dia sedang mengiginkan sesuatu, lihat dulu mau apa anak itu."Asma menghempaskan tangan suaminya, lalu mencari baju tidur yang entah lari kemana. Mereka sudah menikah cukup lama, tapi gairah itu bukan surut makin meningkat saja.Setelah memakai baju tidurnya, Asma segera membuka pintu. Matanya terbuka lebar, saat anak bungsunya hendak masuk ke kamar menemui papanya."Hai ...papa sedang tidur. Kau butuh apa biar mama yang bantu?"Asma mendorong anak bungsunya lalu menutup pintu agar anak gadis itu tak nelihat kalau papanya tidur dalam keadaan bugil."Mama dan papa pasti habis."Raina memainkan alisnya membuat Asma menepuk jidat putrinya. Anak berusia 19 tahun itu tertawa melihat mamanya tersipu."Minta uang Ma, besok m
"Kenapa kau harus meninggal seperti ini Lam? Kita baru saja mau serius bertobat. Kau tinggalkan aku demi menolong mantanmu itu."Asma menarik napas, saat mendengar ucapan Raisa di makan Alam. Wanita itu membelakanginya, jadi tak tau kalau dia dan Adam datang ke makam Alam."Kalau begini apa yang akan aku lakukan, Lam. Hidup akan semakin sulit tanpamu, anak itu harus bagaimana aku besarkan nanti?"Asma mengerutkan kening lalu menatap Adam. Pria itu juga sama sepertinya, bingung dengan maksud ucapan Raisa barusan."Anak apa maksudmu, Sa?"Raisa terkejut mendengar pertanyaan Asma, dia menyingkir untuk memberi jalan bagi pasangan suami-istri itu."Kau belum menjawab pertanyaanku, Sa? Apa yang kau maksud dengan anak itu? Katakan mungkin kami bisa bantu."Asma kembali bertanya setelah selesai tabur bungga dan berdoa."Bukan urusanmu Ma, jadi jangan sok baik di depanku. Kau pasti senang karena Alam meninggal, jadi tak ada yang akan mengganggumu."Asma kembali menarik napas panjang. Raisa bel
"Assalamu'alaikum, Sayang. Sudah lima hari, betah banget tidurnya, bangun dong kagen nih."Aku mencium tangan mas Adam, hari ini dokter bilang kalau alat bantu pernapasannya sudah bisa dilepas. Awalnya aku heran tapi Dokter bilang Mas Adam sudah bisa bernapas tanpa alat bantu, tentu saja aku senang mendengarnya."Hari ini anak-anak mau ikut menjenguk Mas, tapi ibu tak mengijinkannya. Mereka sangat merindukanmu Mas, bangunlah."Aku membelai wajah mas Adam, berharap dia merasakan sentuhan tanganku dan membuatnya bangun. Aku tersenyum melihat bibirnya yang mulai merona, tidak pucat seperti beberapa hari ini."Aku mencintaimu Mas, bangunlah agar kita bisa hidup bersama dan bahagia."Aku mendekati wajah mas Adam dan mencium bibirnya. Masih dengan harapan dia bangun, setelah merasakan sentuhan di bibirnya. Namun aku terkejut saat merasakan hisapan kuat di bibirku."Tidak mungkin kau masih koma kan Mas? Kenapa bisa membalas ciumanku?"Aku menatap tajam wajah mas Adam. Tak terlihat pergerakan
"Suami saya tidak bersalah Pak, saya punya buktinya kalau wanita itu yang menjebaknya. Sekarang saya akan melaporkan balik wanita itu, pengacara saya akan mengurus semuanya."Asma menyerahkan bukti yang dia miliki. Naura terlihat pucat saat polisi memeriksa bukti yang diberikan Asma."Itu tidak mungkin pak polisi, CCTV ruangan itu sudah dimatikan."Semua orang terkejut mendengar pengakuan Naura. Wanita itu membekap mulutnya agar tidak bersuara, namun sayang semua sudah terjadi, banyak orang yang mendengar ucapannya.Plak ....Naura terdiam saat Asma menamparnya. Hingga membuat kepalanya menoleh ke samping. Wanita itu tak menyangka, mendapatkan itu dari wanita yang dia kira lemah."Kau memang wanita tak tau diri. Tega menjebak pria yang sudah baik pada keluarga dan anakmu, apa kau tak tau perbuatanmu hampir menghancurkan keluargaku. Tenang saja sebentar lagi kau akan bertemu dengan rekan kerjamu."Naura terlihat ketakutan sepertinya dia sangat takut pada rekan kerjanya. Terlihat dari ra
"Bu, apa perlu kita ke Dokter?"Asma segera duduk di samping ibunya. Wanita itu tampak berbaring memijat keningnya, dia segera bangun ketika melihat Asma datang."Tidak apa-apa, ibu hanya pusing sedikit. Kabar tadi siang sungguh membuat ibu kaget, kau harus berhati-hati Ma, ada suami dan ketiga anakmu yang butuh perhatianmu. Jangan terlalu keras hati Nak, sudahi semua masalah yang tak penting."Asma melotot ke arah Adam, pria itu hanya menundukkan kepala. Dia tau kesalahannya karena itu dia tak melawan."Asma hanya ingin dia bertanggungjawab pada perbuatannya Bu, sikap acuh pada ucapan istrinya adalah hal yang tak bisa dianggap remeh. Berkali-kali aku bilang tapi dia tak juga percaya, setelah kejadian begini aku tak bisa jika di suruh diam. Ibu tak mau aku bercerai dengan pria yang tak bersalah kan? Karena itu aku minta dia buktikan, agar lain kali dia tak seenak hati saat bicara. Apalagi tentang wanita lain yang bukan istrinya."Asma melotot saat Adam mengangkat kepala hendak bicara.
"Siapa namamu?"Asma duduk sembari menatap seorang pria dan wanita di hadapannya. Keduanya terlihat menunduk di depan Asma."Wahyu dan ini istri saya Intan.""Mantan Bu, sebentar lagi kami bercerai. Setelah pria bodoh ini, mengambil kembali harta kami yang di bawa kabur pelacur itu."Asma menatap jijik pada Wahyu. Dari ucapan Intan dia tau, kalau pria di depannya adalah selingkuhan Ani. "Jadi benar kalian kenal dengan Mbak Ani. Harta kalianlah yang digunakan wanita itu untuk datang ke kota ini, demi membalas dendam padaku."Kini Asma benar-benar mengerti, kenapa bisa Ani memiliki uang untuk bekerjasama dengan Naura. Wanita itu masih Ani yang licik."Iya, itu karena si bodoh ini. Hanya karena selangkangan wanita itu, dia rela menyerahkan tabungan kami yang tersimpan selama sepuluh tahun. Tabungan yang kami persiapkan untuk masa depan anak kami, yang dua tahun lagi masuk kuliah kedokteran."Asma terpaku ketika menyadari rasa sakit wanita di depannya, pasti sama seperti yang dia rasakan
"apa! CCTV ruanganku mati, kok bisa?"Adam geram saat mendengar ucapan dari bagian keamanan. Salahnya tak melihat langsung, kini semua kacau dia tak punya bukti dan saksi."Lebih baik kau tenang saja Pak, aku bisa melayanimu jauh lebih baik dari wanita udik itu."Adam menepis tangan Naura yang berada di pinggangnya. Entah sejak kapan wanita itu ada di ruang sekuriti."Kau boleh bermimpi tapi asal tau saja. Wanita yang kau bilang udik itu, dia jauh lebih berharga dari sampah sepertimu."Adam terlihat marah dia menatap para penjaga kantornya. Namun mereka semua tertunduk takut."Aku yang memberi kalian gaji. Tapi menjaga keamanan saja tak mampu, lihat wanita ini bisa masuk dengan mudah kemari."Para penjaga itu semakin takut, mereka bingung karena Naura mengancam, kalau berhasil menjadi istri Adam mereka akan dipecat."Usir dia atau kalian yang keluar dari perusahaan ini."Adam keluar dari ruang sekuriti setelah melihat Naura diarak keluar. Pria itu terlihat kalut karena belum menemukan
Asma mengusap bibir Adam dengan jari jempolnya. Meski berat dia harus membuat Adam tau, bahwa apa yang dia lakukan harus dipertanggungjawabkan. Jika Adam bisa lepas dari Adisty dan wanita suruhan mama tirinya, sekarang dia harus menghadapi kebodohannya itu."Beri aku waktu, jangan pernah menyerah sebelum aku bilang kalah."Asma mengangguk setelah ini biar Adam melawan Naura. Sedangkan dia akan memberi pelajaran buat Ani, sudah cukup dia mengalah sudah saatnya menyerang."Satu lagi, bisakah kau tertawa hanya denganku. Rasanya sakit melihat tawamu saat bersama Bima."Plak ....Asma menepis tangan Adam dari wajahnya. Permintaan suaminya terdengar bodoh di telinganya."Bagaimana aku bisa tertawa di depanmu. Sedangkan masalah besar justru belum kau selesaikan."Asma hendak berdiri, tapi Adam menarik tangannya hingga kembali jatuh kepangkuannya. Pria itu meletakan sendok dan memeluk pinggang istrinya."Tetaplah disini sebentar lagi. Aku belum puas memelukmu."Asma meringis mendengar ucapan A
"Siapa saksinya dan bukti apa yang dibawa Naura?"Adam bertanya pada Bima, namun pria itu tak membuka mulutnya membuat Adam kesal."Kami tak boleh memberitahu tersangka Mas. Maaf itu melangar kode etik."Bima segera pergi untuk menghindari Adam. Dia tak mau keceplosan saat bersama suami Asma."Kau yakin tak akan membantu mas Adam, Mbak. Aku rasa dia akan berada dalam masalah besar, wanita itu punya saksi dan bukti."Bima memberitahu Asma apa bukti yang wanita itu bawa. Kalau dari Adam dia bungkam tapi dengan Asma dia terbuka begitu saja."Biarkan mas Adam membereskan masalahnya. Aku akan bergerak setelah dia merasa kalah, siapa suruh membuatku marah."Bima tertawa melihat wajah calon kakak iparnya. Dia tak menyangka wanita itu begitu tegar setelah apa yang dia dengar dari Niko dan Renno."Kau cantik Mbak, sayang ada sisi menakutkan juga dalam dirimu. Ibarat mawar yang cantik tapi menyimpan duri yang tajam."Bima dan Asma tertawa tanpa melihat sorot mata penuh cemburu. Adam melihat dari