Airin meninggalkan kediaman Andreas dengan rasa kesal yang teramat sangat. Bagaimana mungkin ia di lupakan begitu saja saat kedua pasangan sejoli itu telah berdamai. Bahkan ia di usir oleh Roy dan tidak di ijinkan menemui Elisa untuk sementara waktu.
'Kita ingin menghabiskan waktu berdua.'
'Kita ingin melepas rindu.' Atau apalah bahasa orang yang tengah kasmaran, yang kadang membuatnya bingung sendiri.
Gadis itu terus melangkah hingga ia mendapatkan sebuah taksi yang akan membawanya pergi dari tempat tersebut.
"Jalan, Pak!"
"Baik, Nona." Taksi melaju dengan kecepatan sedang melewati jalanan kota siang ini. Di luar udara semakin panas. Lalu lalang suara kendaraan semakin membuat hiruk-pikuk jalanan.
'Ah, andai saja ia juga punya kekasih, mungkin hidupnya tidak akan sehampa ini.' Tiba-tiba saja ia terkikik geli sendiri, membayangkan apa yang baru saja ia ucapkan dalam hati.
Bagaimana bisa ia punya kekasih. Sifatnya yang bar-bar dan sedikit urakan kerap kali membuat lelaki langsung ilfell dan memilih menjauhinya. Padahal ia juga tak kalah cantik jika di banding dengan Elisa. Bedanya ia memang tidak pernah mengenal sama sekali apa itu make up.
Sudahlah. Toh semua orang punya takdirnya masing-masing. Sekarang ia hanya tinggal menjalani apa yang sudah di gariskan Sang Pencipta.
Airin memandang ke luar jendela, menikmati sekali lagi suasana bising yang keluar dari beberapa kendaraan. Sebenarnya gadis itu masih enggan pulang ke rumah. Tapi, jika ia tidak pulang, akan kemana ia hari ini.
'Apa aku ke cafe milik Nana saja.'
Gadis itu tersenyum, lalu melirik ke arah supir taksi yang terlihat masih serius menatap jalanan di depan sana.
"Pak. Kita putar arah ya?" ucap Airin pada pria paruh baya itu.
"Lho, memangnya kenapa, Nona? Bukannya sebentar lagi kita hampir sampai?" tanya pria itu dengan wajah bingung.
"Putar arah saja, Pak. Kita ke cafe XX ya?"
"Baik, Nona."
Akhirnya pria itu memutar arah laju kendaraan menuju alamat yang di tunjuk Airin tadi. Namun saat di persimpangan jalan, Airin merasa mobil kian melambat, dan berjalan dengan perlahan.
"Ada apa, Pak?" tanya gadis itu penasaran. Airin mengira jika taksi yang ia tumpangi tengah terjadi kerusakan, hingga berjalan perlahan seperti ini.
"Di depan ada keributan, Nona?" Supir taksi tadi menunjuk ke arah depan. Di sana terlihat seorang ibu muda tengah memperebutkan sesuatu dengan dua orang pria. Nampaknya ibu itu baru saja pulang berbelanja dari pasar, terlihat dari dua kantong hitam besar yang ada di kedua tangannya. Sedang dua pria tadi seperti orang jahat yang hendak mengambil barang milik ibu itu.
Airin melirik sekitar. Suasana memang sedikit sepi. Pantas saja jika dua pria tadi dengan berani melancarkan aksinya.
"Ayo kita tolong, Pak," ajak Airin tiba-tiba. Gadis itu sudah menyentuh pintu dan bersiap untuk keluar.
"Jangan, Nona. Ini sangat berbahaya!" cegah sang supir. Pria itu hanya tidak ingin membahayakan keselamatan penumpangnya sendiri.
"Tapi, Pak. Apa kita akan diam saja melihat kejadian seperti itu di depan mata?" ucapnya gusar. Airin jelas sekali melihat ibu muda itu sudah mulai kewalahan menghadapi dua penjahat yang akan mengambil barang berharganya.
"Sebaiknya kita lapor polisi saja, Nona. Biar mereka yang mengurus." Pak Supir meraih handphone miliknya, namun belum sempat tersambung, gadis itu sudah lebih dulu membuka pintu mobil dan bergerak ke arah dua pria tadi.
"Nona. Anda mau kemana!" Pak Supir berteriak mencegah. Sebelum gadis itu benar-benar ikut campur dan akan membahayakan dirinya sendiri.
'Dasar keras kepala!' Pak Supir memaki sendiri. Menyayangkan sikap gadis itu yang sangat buru-buru.
"Hei. Lepas!" teriakan Airin membuat dua pria tadi langsung menoleh ke arahnya. Dua pria berbadan besar yang tengah mencoba merampas tas yang di bawa oleh ibu muda tadi hanya menatap gadis itu dengan senyum mengejek, "Kau siapa!"
"Lepaskan dia! Dasar, tidak tahu malu!"
"Jangan ikut campur!" teriak salah satu dari mereka. Wajahnya yang garang semakin terlihat menakutkan.
"Pergi kalian! Atau,.....?" Airin melirik sekitar. Melihat keaadan yang lumayan sepi. Bahkan tidak ada satu orangpun yang tengah melintas, kecuali supir taksi yang sengaja ia tinggalkan di dalam sana.
"Atau apa? Kau ingin berteriak? Hahahah.....!" Tawa kedua pria itu terlihat mengerikan. Apalagi sekarang matanya menatap ke arah Airin dengan pandangan yang lapar.
"Polisi akan segera datang. Jadi, cepat kalian pergi!" Gertakan Airin ternyata tidak menbuat para pria itu takut, tapi malah semakin terbahak menyaksikan pemandangan didepannya.
"Kau.... lumayan cantik," ucap salah satu pria itu sembari mendekatinya.
Airin beringsut mundur, mencari posisi aman untuk mengambil langkah selanjutnya.
'Aku harus lebih waspada jika tidak ingin kejadian waktu itu terulang lagi.'
Airin membatin. Mengingat kejadian beberapa waktu lalu. Saat dirinya hampir di rampok dan di lecehkan di dalam taksi.
"Bagaimana kalau kita bersenang-senang saja?" Pria tadi semakin mendekat dan mengikis jarak antara dirinya. Membuat wajah Airin terlihat memucat, mengingat kembali kejadian waktu itu. Kejadian yang hampir saja membuatnya menyesal seumur hidup.
Akhhh, pria itu benar. Harusnya aku tidak terlalu terburu-buru. Harusnya aku menunggu sampai polisi datang. Kalau sudah seperti ini, bagaimana?
Tidak! Jika ia menunggu lebih lama lagi, mungkin dua penjahat tadi sudah melukai ibu muda itu. Ia harus berani. Harus!
Airin mengepalkan kedua tangannya. Ia sudah bertekad, apapun yang terjadi nantinya, ia tetap akan mencoba menolong perempuan tadi.
Bugh....!
Akhhhh....!
Satu tendangan sudah mendarat tepat mengenai perut pria itu, seketika membuatnya meringis dan menggeretak gigi-giginya.
"Kurang ajar! Gadis tak tahu diri!" Memaki penuh kesal. Pria bertubuh besar itu kembali melangkah ke arah Airin, dan....
Bughhhh....!
Airin kembali menghujaninya dengan pukulan bertubi-tubi, hingga tubuh pria itu tersungkur ke tanah dengan luka di beberapa bagian tubuhnya.
"Ayo maju, kau mau ku hajar lagi!" Gadis itu masih siaga dalam posisinya, waspada jika pria itu nantinya bangkit lagi dan menyerang.
"Hei, bangun. Sialan! Dasar pengecut!" teriak Airin sekali lagi. Namun pria itu masih terkapar kepayahan di atas tanah.
"Baru beberapa pukulan saja sudah kalah. Dasar ban***!" Kali ini Airin merasa sudah menang dan di awang-awang. Ternyata ilmu bela dirinya dapat di gunakan saat keadaan terdesak seperti ini.
Gadis itu tidak sadar jika masih ada satu pria lagi yang belum ia lumpuhkan. Pria yang sejak tadi hanya menonton keduanya berkelahi sembari memperhatikan keaadan sekitar.
Dan benar saja, saat Airin lengah tiba-tiba saja dari arah belakang satu pukulan mendarat di tengkuk gadis itu.
Akhhhh....!
Gadis itu meringis, merasakan nyeri yang amat sangat di bagian belakang kepala.
"Kurang ajar!"
Bukan hanya sekali, pria itu kembali memberi tendangan ke arah kaki dan perut gadis itu, hingga membuatnya benar-benar tak berdaya.
"Jangan sentuh aku, sia****!" Airin menepis tangan pria itu yang hendak menyentuh wajahnya. Sebisa mungkin ia ingin kabur dan menyelamatkan diri, namun...
Ahkkkk! Gadis itu menatap ke arah taksi yang tadi ia tumpangi. Berharap Pak Supir turun dan mau membantunya.
kemana lelaki itu!
"Hahaha... mau kemana kau!"
Sementara seorang lelaki muda tengah memacu sedang mobilnya membelah jalanan kota yang terbilang cukup padat. Alex baru saja selesai mewakili bosnya dalam pertemuan penting dengan salah satu rekan bisnis di salah satu restoran. Lelaki berusia 28 tahun itu belum juga mengambil cuti, padahal dua hari lagi ia akan melangsungkan pernikahan.Ya, pernikahan. Bagi sebagian orang memang akan menjadi salah satu moment bersejarah sepanjang hidup. Tapi tidak dengan Alex, lelaki ini seakan menganggap pernikahan yang akan di jalaninya adalah sebuah kesialan yang tidak di sengaja."Dasar gadis ceroboh. Sok jagoan, sok pemberani, tapi menyusahkan!" umpat Alex dengan masih membopong tubuh Airin dalam dekapannya. Lelaki itu tidak habis pikir, kenapa ada gadis yang nekad seperti dirinya. Padahal dia bisa saja meminta bantuan pada orang lain lebih dulu, atau setidaknya tidak jangan bertindak gegabah. Untung saja ia segera datang dan menolongnya, kalau tidak, entah seperti a
"Aku tau, kamu juga senang, kan?" Airin melirik lelaki yang ada di sampingnya. Tadi, setelah di putuskannya penundaan pernikahan, Bunda serya Ayah memilih masuk, dan meninggalkan kedua calon pengantin itu di ruang tamu."Senang? Tentu saja. Bahkan aku berharap bukan hanya di tunda, tapi di batalkan!" ucap lelaki itu dengan entengnya. Seakan Alex benar-benar tidak menginginkan adanya pernikahan itu."Hei, kamu jangan keterlaluan! Kamu pikir, aku juga sudi menikah denganmu? Dasar, lelaki aneh!" Airin tak mau kalah. Gadis melempar tatapan tidak bersahabat pada lelaki di depannya ini."Memangnya ada yang salah dengan ucapanku? Aku yakin, kau juga berharap seperti itu, bukan?" Bahkan tebakan Alex sukses membuat wajah gadis itu memerah.'Kenapa ia tahu sekali dengan isi pikirannya?'"Tentu saja. Aku juga sangat senang jika pernikahan ini tidak di lanjutkan, agar aku bisa mencari lelaki yang lebih baik darimu."Alex hanya tersenyum sinis. Jika mema
Airin berjalan mengendap-endap menuruni anak tangga satu-persatu. Gadis itu memeriksa sekeliling, lantas langkahnya kembali ia ayunkan agar sampai pintu utama rumah itu tanpa kepergok oleh siapa pun."Mau ke mana kamu!" Baru saja ia bisa bernapas lega karena tidak ada satupun orang yang memergokinya, tapi sekarang gadis itu hanya bisa diam dan membeku di tempat."A– aku...?" Gadis itu hanya tergagap mencari alasan yang masuk akal. Tapi otaknya mendadak tidak bisa di ajak bekerja sama."Bunda bilang, mau ke mana kamu?" ucap perempuan paruh baya itu lagi. Bunda sudah berdiri di belakangnya dengan tatapan yang tajam."Airin hanya ingin jalan-jalan, Bund." Gadis itu mengatakannya dengan ragu. Melirik sekilas ke arah sang Bunda, lantas ia berbalik dan saat melihat tidak adanya reaksi dari perempuan itu, "Iya-iya, Airin kembali ke kamar lagi aja," sungut gadis itu dengan perasaan kesal.Sebenarnya Airin sudah sangat bosan. Semenjak kejadian hari it
"Kau yakin, data ini benar-benar valid?" Arya menatap Dirga dengan serius, pria berusia 25 tahun yang sudah lama mengabdi pada keluarganya itu mengangguk yakin, "Benar, Tuan.""Itu yang saya dapatkan dari penyelidikan selama satu bulan, Tuan. Satu perusahaan besar itulah yang paling banyak menjalin kerjasama dengan WA Group, dan saya yakin para antek mereka sengaja membantunya dari belakang."Arya hanya manggut-manggut, meneliti sekali lagi informasi yang di dapat dari pria itu, lantas meraih gagang telepon untuk menghubungi seseorang, [Ya. Selamat malam....?]*****"Aku sudah menghubungi pemimpin perusahaan itu, dan aku menyerahkan tanggung jawab ini padamu." Arya menepuk pundak lelaki itu pelan, menyadarkan lamunannya kembali dari barisan huruf yang sejak tadi menahannya."Tapi, Tuan, saya–....?""Aku percaya padamu, Lex. Kau pasti bisa menjalankan semuanya. Di sini sudah ada in
Dion melangkah memasuki kantor dengan wajah masam. Melewati para karyawan yang menatapnya dengan rasa bingung. Tumben saja, biasanya jarang sekali lelaki itu terlihat, kalau tidak karena urusan uang, pasti Dion tidak akan mau menginjakkan kakinya di sini.Tuan Sigit Prasetia 'pun hari ini terlihat berbeda, penampilannya lebih rapi dan terlihat berwibawa. Apalagi saat asisten pribadinya berteriak, dan memanggil para karyawan untuk segera berkumpul, hal itu semakin menimbulkan banyak sekali pertanyaan dalam benak para karyawan."Selamat pagi semuanya." Tuan Sigit berdiri di tengah-tengah para karyawan yang sudah berbaris rapi. Di sebelahnya juga terlihat Dion, sang putra tunggal yang nantinya akan mengemban tugas untuk meneruskan perusahaan itu."Maaf. Jika kalian di kumpulkan tiba-tiba." Pria paruh baya kembali bersuara, namun banyak dari mereka menangkap gelagat yang tidak nyaman pada lelaki yang berada di sebelahnya."Hari ini saya sebagai pemimpin perus
Seorang wanita tengah berjalan hati-hati memasuki sebuah perusahaan besar yang menghubunginya beberapa hari lalu. Rencananya hari ini ia akan menjalani wawancara, sekaligus kontrak kerja dengan perusahaan yang menawarinya pekerjaan sebagai seorang sekretaris.Wanita cantik itu bernama Nabila, dengan usianya yang baru menginjak 23 tahun, ia terbilang orang yang cukup pandai dan cekatan dalam menyelesaikan tugas-tugasnya."Silahkan masuk, Nona." Dari ruangan HRD, wanita itu langsung di antar ke rungan asisten Seno, yang nantinya akan menjelaskan apa saja tugasnya."Kamu bisa pelajari ini." Sang asisten memberitahu apa-paa yang harus ia kerjakan selama menjadi sekretaris di sini, yang langsung di angguki mantap oleh Nabila."Satu jam lagi saya akan mengajakmu ke ruangan bos, jadi bersiap-siaplah." Seno melangkah meninggalkan wanita itu di dalam ruangan kerja barunya.Selanjutnya yang Nabila lakukan adalah mempelajari apa saja mengenai perusahaan itu,
Alex berulang kali mondar-mandir memikirkan cara untuk menggagalkan kerja sama itu. Bagaimana–pun, ia tidak bisa membiarkan calon mertuanya berurusan dengan orang licik seperti mereka. Apalagi kini ia mengetahui jika calon istrinya yang akan menjadi wakil dalam pertemuan itu langsung.'Calon istri?'Mungkin terdengar lucu. Sejak kapan ia menganggapnya, dan sejak kapan pula ia peduli dengan gadis super menyebalkan itu."Bagaimana, Tuan? Apa yang harus saya lakukan?" Lelaki itu mendesah frustasi. Andai pernikahannya tidak gagal, pasti ia bisa sedikit punya kuasa untuk urusan ini. Sayangnya saat ini ia bukan siapa-siapa. Ia hanya calon suami dari putri semata wayang dari keluarga itu."Tenang, Lex. Mereka hanya akan menjalin kerja sama, kenapa kau sepanik ini?" Arya menelisik wajah lelaki itu, mencari jawaban atas kekhawatirannya yang berlebihan. "Apa kau mulai peduli dengannya?"Tentu saja. Tuan Bagas adalah sahabat Papa Wahyu, apalagi ia seben
"Untuk apa aku harus bersiap serapi ini, Pa? Memang siapa yang akan aku temui?" Dion merasa papanya sangat berlebihan. Bagaimana tidak, sejak tadi ia muncul dari kamar, pria paruh baya itu sudah mengomentari penampilannya berkali-kali. Seakan semua yang ia pakai tidaklah cocok menurut pandangan papanya."Pokoknya kamu harus tampil sempurana, Dion. Kamu jangan buat malu Papa?""Buat malu bagaimana maksud Papa? Memangnya siapa sih yang akan aku temui? Merepotkan saja!" Lelaki itu sampai mengumapat berkali-kali hanya karena sang papa yang terus saja menyuruhnya menukar pakaian."Apa-apaan ini? Kau mau buat putri Tuan Bagas ilfeel melihat penampilanmu yang seperti ini?" tanya pria paruh baya itu dengan wajah kesal, "Ganti!"Dion hanya menatapnya dengan bingung. 'Memang, penampilanku kenapa?' lelaki itu menatap penampilannya sendiri yang ia rasa sudah sempurna."Papa bilang ganti! Gunakan pakaian yang sudah Papa persiapkan."'Huhhhjjfff!'
Setelah pertemuannya Riska dengan Erick di depan kampus beberapa hari yang lalu. Riska memutuskan untuk menceritakan siapa sebenarnya pria itu pada putrinya. Dan sejak itu pula Erick berusaha mendekati Nisya dengan perlahan. "Jadi, Om itu papaku, Ma?" tanya Nisya sekali lagi. Yang langsung di jawab anggukan kepala oleh sang mama. "Ya. Dia papamu, Nak." Dan hari-hari mereka mulai berwarna. Apalagi saat Erick terang-terangan melamar Riska di depan semua temannya. Meski terkesan buru-buru, Riska akhirya pun menerima lamaran itu demi putri tercintanya. "Menikahlah denganku, Riska. Aku janji akan membahagiakanmu dan juga Nisya." Seluruh mahasiswa yang menyaksikan acara lamaran itu langsung bersorak, meminta pada Riska untuk segera memberikan jawaban. Tidak butuh waktu lama, acara pernikahan Riska dan Erick segera di laksanakan. Pernikahan sederhana itu di gelar di rumah kediaman Riska dan hanya di hadiri oleh kerabat serta teman dekatnya saja. Mereka melanjutkan hidup dengan bahagia.
"Airinnn ...!!" teriak Elisa kegirangan. Ia mundur beberapa langkah untuk mengambil ancang-ancang, lalu ... Bughhh!! Satu pukulan mendarat lagi di perut pria asing yang tadi mencekal sebelah tangannya. Kini Elisa tidak merasa takut lagi, karena ada Airin yang siap membantunya. "Kamu tidak apa-apa 'kan, El?" Meski khawatir, Airin tetap waspada. Tidak ingin ceroboh sampai memberi kesempatan pada penjahat itu lagi. "Aku baik-baik saja, Rin." Elisa berlari ke arah ketiga bocah tadi. Memeriksa satu-persatu dari mereka. Elisa lega karena semuanya dalam keadaan baik-baik saja. "Kalian tunggu Mama di sini. Jangan ke mana-mana!" Lalu Elisa berdiri tepat di depan ketiga bocah itu untuk melindungi dari pria jahat yang masih meringis kesakitan. "Sialan!!" Pria itu mengumpat lagi. Bahkan terdengar juga sumpah serapahnya, memaki pada dua ibu muda yang sudah berhasil mengalahkannya. Tidak ingin memberikan kesempatan lagi, Airin dan Elisa segera memberikan pukulan secara bersamaan. Bughhh, bug
Drama panjang mengenai hilangnya Haidar dan Rey yang terjadi di rumah milik Alex berlalu sudah. Kini dua minggu setelah kejadian itu Airin dan Elisa mengajak anak-anaknya bermain di sebuah taman permainan khusus anak. Dan tentu saja di temani oleh kedua suami dari mereka.Anak-anak mulai bermain, saling berkejaran dan menikmati suasana sore yang semakin ramai. Di sana-sini juga terlihat anak-anak lain tengah bermain dengan di awasi oleh para orang tuanya masing-masing.Suasana taman terasa ramai sekali, apalagi saat ini tengah libur akhir pekan. Sementara para ibu tengah mengawasi para anak main, Alex dan Roy memilih menyingkir mencari tempat untuk berbincang. "Kak Rey, ayo main!" ajak Azki. Gadis kecil itu mulai menyeret tangan Rey untuk mengikutinya. Padahal sejak tadi Lexa juga sudah ada di sebelahnya memainkan boneka yang sengaja mereka bawa dari rumah."Kakak di sini aja ya? Kakak nggak suka main boneka." Rey ogah-ogahan mengikuti tangan gadis itu yanga terus saja menggandengnya
"Kalian ...?" Kay menatap bingung pada dua pria kecil di depannya. Haidar dan Rey kini tengah duduk bersebelahan di dalam gudang yang terletak di samping taman. "Kalian ngapain di sini?"Dua pria kecil tadi menoleh serempak. Melihat gadis kecil berkuncir kuda dengan tatapannya yang berbeda."Kak Kay ...!" Haidar langsung bangkit dan berusaha menyembunyikan tubuh sang kakak di belakangnya. "Kenapa Kakak ke sini?" ucapnya lagi."Kalian ngapain ada di sini?" Kay mengulang pertanyaan itu lagi.Sedangkan di depan sana Rey menatap gadis itu dengan kedua mata yang berbinar."Berhenti menatap Kak Kay seperti itu!" Haidar memasang badan tepat di depan Kay. Menghalangi pandangan pria di depan sana agar tidak terus menerus menatap ke arah sang kakak."Kamu ngapain sih, Dek?" Kay bingung sendiri melihat aksi konyol adiknya. "Ayo, Mama sama Ayah khawatir." Menarik tubuh Haidar agar mengikutinya."Awas kalau kamu berani menatap Kak Kay seperti itu lagi!" ancamnya sebelum melangkah keluar dari dalam
Beberapa tahun kemudian."Kakak, gendong ..." rengek Azki manja pada pria kecil berusia sepuluh tahun. Pria kecil itu hanya menurut, berjongkok dan memasang punggungnya di depan gadis kecil tadi."Yeyyy, asikkk!" Azki tersenyum senang mendapati pria itu tidak menolaknya lagi. Padahal ia tidak tahu saja sebenarnya pria itu tengah memakinya dengan kesal.Azkia Putri Aditama.Nama yang di berikan Airin dan Alex untuk putri pertama mereka. Gadis kecil berkulit putih, serta berambut lurus itu saat ini sudah berusia lima tahun. Azki tumbuh menjadi sosok yang ceria dan juga pintar.Saat ini mereka tengah kedatangan tamu dari Keluarga Roy dan juga Arya. Semua berkumpul di taman belakang menyaksikan anak-anak mereka bermain. Saling berkejaran, ada juga yang terlihat saling berbincang."Lihat ekspresi wajah putramu, El, dia lucu sekali, 'kan?" Airin menunjuk ke arah Rey yang saat ini tengah menggendong Azkia. Gadis kecil itu tampak tertawa senang, sedangkan Rey terus saja menekuk wajahnya masam
"Pa, bagaimana dengan nasibku?" Saat ini perempuan itu tengah menemui papanya di sel tahanan. Tuan Bara harus menjalani hukuman dua tahun lebih lama di banding dengan Sigit Prasetya karena kesalahannya dia anggap lebih fatal. Sedangkan Riska dengan keadaan perutnya yang semakin hari kian membuncit kebingungan harus menyembunyikan kehamilannya dari orang-orang di tempat tinggal barunya nanti."Dari awal Papa sudah bertanya padamu, kan? Siapa Ayah dari bayi yang kau kandungan? Tapi kau malah diam dan seolah melindunginya. " Papa Bara kesal dengan Riska yang sangat keras kepala. Coba saja dulu ia mau jujur, pasti keadaannya tidak akan seperti ini."Maaf, Pa. Maafkan Riska." Bulir bening jatuh begitu saja melewati kedu pipi perempuan itu. Mama Nathali hanya mampu menenangkan dan mengusap lembut punggung putri satu-satunya itu."Sudahlah, Ris. Sebaiknya kita segera pulang." Ibu dan anak itu melangkah gontai meninggalkan sel tahanan suaminya menuju tempat tinggal baru yang mereka sewa denga
Setelah di buat bingung dengan tingkah Airin yang tiba-tiba meminta berhenti secara mendadak, saat ini Alex juga di buat terkesiap dengan kedua bola mata yang membulat serta mulut yang terbuka lebar tatkala melihat tingkah istrinya yang tak masuk akal.Bagaimana mungkin orang yang tadinya terlihat kesakitan sekali sekarang tengah santai dan menyantap semangkuk bakso dengan sangat lahap? Di tambah lagi setelah adegan itu selesai, Alex nyaris jatuh, bangun, serta guling-guling sendiri ketika mendengar si tukang bakso yang bersuara dan meminta bayaran untuk harga bakso yang baru saja istrinya makan."Satu juta lima ratus ribu?! Jangan gila, Pak! Istri saya hanya memesan semangkuk bakso. Kenapa mahal sekali?" Rasanya Alex ingin menghancurkan gerobak sekaligus pemiliknya. Tapi melihat tatapan heran orang-orang di sekitar, Alex terpaksa duduk kembali di bangku plastik yang di sediakan pedagang itu."Memang yang di makan istri Anda hanya semangkuk, Tuan. Tapi, dia tadi bilang akan memborong
Beberapa Bulan Kemudian ...Kehamilan Airin sudah memasuki trimester terakhir. Wanita itu sudah terlihat sekali kesulitan untuk melakukan aktivitasnya seperti biasa. Beruntung Alex selalu menyempatkan waktunya untuk menemani istrinya kemana pun pergi.Seperti pagi ini, mendadak Airin ingin di temani jalan-jalan. Padahal Alex sudah rapi dengan setelan jas dan bersiap untuk berangkat ke kantor. Terpaksa Alex harus menghubungi sekretarisnya dan meminta jadwal ulang untuk rapat yang akan di adakan dua jam lagi.[Tapi, Tuan ....?] Terdengar kasak-kusuk dari seberang sana. Alex paham jika sang sekretaris pasti kebingungan mencari alasan di batalkannya rapat itu.[Katakan saja pada mereka jika istriku sedang ingin di temani di rumah] Alasan yang logis memang. Tapi, apa mungkin mereka akan percaya? Atau malah akan di jadikan bahan lelucon nanti? Entahlah.[Kau mendengarku?] Alex terpaksa bersuara lagi tatkala tidak mendapatkan sahutan dari seberang sana.[I–iya, Tuan. Saya akan coba menjelask
Beberapa bulan setelah semua beres, keadaan akhirya kembali normal seperti biasa. Alex telah menyeret satu persatu orang yang sudah terlibat dalam hancurnya perusahaan papanya. Sigit Prasetya dan Bara adalah dua orang utama yang menerima hukuman dari Alex. Tentu dengan masa hukuman yang berbeda tergantung seberapa besar keterlibatan mereka dalam permasalahan itu.Pengalihan perusahaan milik Papa Wahyu ke tangannya kembali juga sudah di laksanakan dengan mengundang perwakilan dari beberapa perusahaan saja, termasuk dari Keluarga Pratama dan Andreas yang menjadi pendukung utama.Alex sengaja mengadakan acara itu di rumah karena tidak terlalu banyak yang mereka undang. Hanya orang-orang terdekat serta beberapa kolega dari Papa Wahyu dulu yang masih menjalin pertemanan baik dengan mereka.Jika dulu Papa Wahyu yang memimpin perusahaan itu sendiri, tapi sekarang ia sudah menyerahkan tanggung jawab penuh perusahaan pada Alex. Pria paruh baya itu merasa jika Alex lebih mampu di bandingkan dir