Share

112

Author: Setia_AM
last update Last Updated: 2025-01-18 23:42:45

Ekor apa dulu, Ma?" Zayyan yang menyahut.

"Ekor ikan, tentu saja calon bayi lah!"

"Doakan saja menantu Mama ini bersedia tanpa kebanyakan alasan buat bikin ..."

"Aku tidak banyak alasan, tapi memang ada alasan logis." Sindy membantah dengan segera.

"Ya itu kan tetap saja namanya alasan, Sin."

Keke geleng-geleng kepala menyaksikan perdebatan anak dan menantunya.

"Terserah kalian berdua prosesnya mau gimana, pokoknya mama terima beres saja." Dia menengahi.

Saat hari keberangkatan, Keke melepas kepergian Zayyan dan istrinya di pagi buta.

"Nanti mama bilang Sisil kalau kalian ada urusan, sana berangkat."

"Terima kasih ya Ma, sudah mau jaga Sisil ..."

"Sama-sama, ada om kembarnya juga, sudah sana."

Sindy tersenyum saat Keke mendorongnya masuk mobil. Perjalanan menuju lokasi berlangsung mulus karena hari masih pagi, sehingga belum banyak kendaraan yang beradu di jalanan.

Zayyan ternyata sudah menyewa penginapan khusus untuknya dan Sindy dalam rangka suasana pengantin baru.

Di sana, mereka
Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App

Related chapters

  • Istri yang Tak Dinafkahi    113

    Mita mengangguk-angguk mengerti dengan ucapan kakaknya itu."Kalau begitu bagi duit dong, Kak!""Buat apa lagi sih?""Aku kan harus sering-sering ke restoran buat mantau!"Ardi garuk-garuk rambutnya yang tidak gatal."Nanti dulu lah, sibuk ini ...""Jangan pelit-pelit begitu, Kak.""Diam dulu, Mit!" Kali ini Ratna yang menegur. "Itu kakakmu lagi fokus hitung gajinya, jangan dulu kamu ganggu.""Kayak biasa ini buat ibu, Sani sama Mita ..." Ardi yang sudah membagi-bagi uang itu menjadi tiga kelompok menyerahkannya kepada Ratna. "Sisanya aku yang pegang buat kebutuhan pribadi."Ratna manggut-manggut dan meraih uang bagiannya dan juga Sani. Dalam hati dia berpikir jika nantinya harus berbagi lagi dengan istri baru Ardi, itupun kalau anak lelakinya ingin kembali meniti rumah tangga dengan orang baru."Kamu nggak usah buru-buru nikah deh, Di.""Lho, memangnya kenapa, Bu? Masa iya aku jadi duda selamanya sementara Sindy sudah menikah lagi?"Mita ikut memandang ibunya dengan kening berkerut.

    Last Updated : 2025-01-19
  • Istri yang Tak Dinafkahi    114

    "Betul, Kak. Uangnya buat masa depan sendiri saja," imbuh Mita supaya Ardi tak lagi ragu. "Sini uang yang jatah aku, mau aku pakai buat perawatan ...""Kamu kerja dong, Mit! Kayak Sani kek, biarpun seringnya rebahan, tapi dia sambil jualan online. Jadi dia nggak melulu mengharapkan uang dari aku," ujar Ardi.Nasehatnya sebagai kakak sebetulnya baik, hanya saja baik Ratna ataupun Mita tidak sebaik itu mampu menerima."Kamu apaan sih, Kak? Biasanya juga ngasih aku tanpa syarat, kenapa ini tiba-tiba nyuruh aku kerja?" sewot Mita dengan bibir maju."Iya nih, Di. Mita ini kan anak anak perempuan pertama, jadi dia duluan yang akan dipinang jodohnya. Lebih baik dia fokus merawat diri biar calon suaminya nanti nggak kecewa," imbuh Ratna membela."Ya iya deh, aku doakan semoga kamu dapat jodoh sultan yang cuma peduli sama kecantikan semata." Ardi mencibir. Padahal di matanya, istri itu setidaknya harus pandai merawat diri, membersihkan rumah, memasak, mengurus anak, dan mencari uang tambahan.

    Last Updated : 2025-01-20
  • Istri yang Tak Dinafkahi    115

    Pasti karena sudah punya pacar, jadi cuma ada kamu sama si dia. Yang lainnya numpang lewat saja."Tanpa sadar Sindy malah melamun, mengingat kembali hal-hal apa saja yang membuatnya tidak terlalu terkenang dengan masa putih abu-abu.Sadar dengan perubahan ekspresi di wajah istrinya, Zayyan meletakkan foto itu di atas meja dan mendatanginya."Kok jadi sedih begitu?"Sindy terperanjat, lalu menggeleng perlahan."Cuma lagi mengingat-ingat sesuatu ...""Ada yang kamu ingat tentang aku?" tanya Zayyan dengan mata berbinar."Tidak ada," sahut Sindy sambil nyengir minta maaf. "Masa-masa SMA itu benar-benar menguras tenaga dan pikiran, jadi aku tidak terlalu ingat siapa saja teman aku."Zayyan menatap Sindy, seolah tidak percaya dengan kata-katanya.Namun, sebelum dia sempat berkomentar, tiba-tiba ponsel yang tergeletak di atas meja samping tempat tidur berdering nyaring."Halo?" "Pak, saya sudah mulai dapatkan titik terang mengenai kecelakaan mobil yang Anda alami!" Sahut boby dengan nada be

    Last Updated : 2025-01-21
  • Istri yang Tak Dinafkahi    116

    "Saya ikut Anda saja, Pak. Kalau memang mau diteruskan ke pihak berwajib, saya akan berusaha keras untuk mencari bukti-bukti lainnya agar kalau dia mengelak, kita bisa langsung tutup celah itu." "Lakukan, bergerak lah dalam diam. Untuk sementara aku juga akan bersikap sudah melupakan kecelakaan itu, ada untungnya juga pihak berwajib bertele-tele dalam mengusutnya." Boby tiba-tiba menjentikkan jarinya. "Kalau saya berpikiran begini, Pak. Siapa tahu dia tidak bergerak sendirian, tapi ada orang dalam yang membuatnya aman-aman saja sampai detik ini?" Zayyan terdiam mendengar penuturan Boby. "Aku rasa kamu ada benarnya juga, dia bahkan masih berani menampakkan batang hidungnya seolah tidak terjadi apa-apa ..." "Wah, hebat sekali dia!" "Hebat atau memang tidak ada otak, di antara dua kemungkinan itu." Boby mengangguk karena sependapat, lalu meraih cangkir kopinya. "Saran saya, Anda tetap harus berhati-hati. Dia sudah terbukti nekat, takutnya dia akan mengulanginya lagi karena yang

    Last Updated : 2025-01-22
  • Istri yang Tak Dinafkahi    117

    "Itu Affan atau Aftar, ya?" gumam Sindy yang mendapati Mita sedang berbincang dengan salah satu dari adik iparnya. "Kok bisa mereka saling kenal?" Meskipun merasa curiga, tetapi Sindy enggan untuk menegur karena Mita sama sekali tidak membuat keributan seperti yang biasa dia lakukan. "Lagi ngapain, Kak?" Tegur seseorang yang langsung membuat sindy refleks menoleh. "Oh ini ... buang sampah dapur! Kamu ... Af—fan atau ..." "Affan, Kak. Itu setiap hari sampah harus dibuang?" "Kalau yang di dapur iya, Fan. Yang di depan sini sih nanti ada yang ambil beberapa hari sekali, kamu nggak makan siang? Jangan lupa ajak Aftar juga." "Nanti saja deh, Kak. Suka lihat para pelanggan datang dan pergi kayak orang hajatan, Kak Zayyan benar-benar top." "Iya, kakak kamu hebat karena bisa membalikkan keadaan resto ini." "Kakak juga terlibat, kan?" "Oh, aku cuma kebetulan bisa masak dan butuh kerjaan. Beruntung, para pelanggan cocok sama resep buatan aku." "Itu artinya Kakak punya bakat ..." "Bisa

    Last Updated : 2025-01-23
  • Istri yang Tak Dinafkahi    118

    "Jangan kebanyakan ngopi kamu," bisik Nesi karena Roni duduk tidak jauh dari mereka. "Memangnya kenapa sih?""Kamu kan sudah nikah lagi, sin ...""Ya terus?""Kebanyakan kopi bisa memengaruhi kesuburan, bukankah normalnya kamu sama Pak Zayyan mau punya momongan?" Celetuk Nesi, membuat mata Sindy melotot lebar."Memangnya ngaruh ya, lagian kan aku cuma minum satu cangkir. Bukan satu ember, Nes!""Iya sih, aku kan cuma mengingatkan saja. Kalau bisa sih jangan kebanyakan kafein ...""Siap, Bu Kasir!"Nesi cekikikan, setelah itu dia menoleh ke arah Roni."Sudah makan siang, Mas?""Sudah tadi, Nes."Masih sambil nyengir, Nesi kembali menatap sindy dan berbisik."Semoga cepat tekdung!"Hampir saja kopi yang ada di mulut Sindy tersembur keluar gara-gara bisikan Nesi, untung tidak sampai tersedak.**"Adik-adik kamu tidak pulang sama kita, Mas?" Sindy masuk mobil setelah jam kerja berakhir, dia celingukan ke tempat duduk belakang yang kosong melompong."Mereka bawa motor sendiri kok, sin."

    Last Updated : 2025-01-24
  • Istri yang Tak Dinafkahi    118

    “Kalau iya, bagaimana? Mama jadi khawatir, Zay.”“Masa ketemuan sama satu cewek saja sampai berjam-jam, palingan nongkrong sama teman-teman kampus yang kebetulan ada di sekitar sini.” Zayyan berpendapat.“Justru itu, bagaimana kalau cuma sama satu cewek? Ngeri mama membayangkannya.” Lebih ngeri lagi kalau cewek itu Mita, batin Sindy dalam hati. Dia tidak berani berpendapat, takut salah bicara.“Nanti jangan lupa Aftar suruh makan, Fan.”“Oke, Ma. Nggak usah dipikirin, Aftar kan sudah dewasa.”“Tapi pergaulan zaman sekarang ngeri-ngeri, Fan. Mama sering tuh lihat di berita, ngeri pokoknya.”“Urusan Aftar biar aku sama Affan yang pantau, Ma.” Zayyan yang khawatir, langsung menengahi. “Ya sudah, mama mau ngelonin Sisil dulu di kamar.”Zayyan dan Affan saling pandang usai ibu mereka pergi meninggalkan dapur.“Aku akan coba telepon Aftar,” kata Affan tanpa diminta, dia mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi saudara kembarnya.“Tar, cepat pulang! Bucin banget ... iya-iya, k

    Last Updated : 2025-01-25
  • Istri yang Tak Dinafkahi    119

    “Ma, biar aku saja yang suapi Sisil. Mama kan juga harus sarapan,” ujar sindy menawarkan diri.“Tidak apa-apa, kamu urus Zayyan saja. Mama akan sarapan setelah Sisil kenyang,” sahut Keke.Sindy menoleh ke arah Zayyan yang menganggukkan kepalanya.“Aku jadi nggak enak sama Mama, Mas.” Sindy berangkat ke resto bersama Zayyan, sementara si kembar naik motor seperti biasa.“Ini kan pengalaman pertama mama urus cucu, sin. Jadi kamu tidak usah merasa tidak enakan begitu,” sahut Zayyan tenang sembari menyalakan mesin mobilnya.“Aku ... tetap saja merasa tidak enak, Mas. Seperti egois karena membiarkan mama yang urus anak aku.”“Lho, Sisil juga anak aku sekarang. Cucu mama,” ralat Zayyan tidak sependapat. “Lagian kamu kan ngurusin aku, bukan orang lain.”“Iya, deh ...”Sindy akhirnya tidak memperpanjang pembicaraan mereka karena dia harus fokus untuk bekerja.Setibanya di restoran, terlihat Aftar sedang ngobrol bersama seseorang yang familiar di mata Sindy.“Itu anak bukannya lang

    Last Updated : 2025-01-26

Latest chapter

  • Istri yang Tak Dinafkahi    125

    Waktu berlalu, sindy bersyukur karena tidak ada telepon dari Ardi lagi yang menanyakan kabar Sisil. Bukan apa-apa, dia malas saja jika harus ribut dengan mantan suaminya itu perkara adu pendapat yang berbeda."Pak, ada Ardi di depan." Nesi memberi tahu tepat ketika Zayyan muncul dari balik pintu ruangannya."Kapan dia datang?""Baru beberapa menit yang lalu, Pak. Dia datang sama adiknya yang dulu itu ...""Oke," angguk Zayyan yang sudah bisa menebak siapa adik Ardi yang ikut serta. "Tolong panggilkan sindy sekalian, biar tidak ada kesalahpahaman.""Baik, Pak."Usai Zayyan berlalu untuk menemui Ardi lebih dulu, Nesi segera melesat ke dapur untuk memanggil Sindy."Kerjaan kamu sudah selesai belum, Sin?" Tanya Nesi buru-buru. "Ada pesanan tadi, sudah selesai kok tapi ... Ada apa, Nes?""Kamu dipanggil Pak Zayyan, Ardi datang lagi tuh!" "Oh ya? Mau ngapain kira-kira ..."Nesi mengangkat bahu. "Ada mantan adik ipar kamu juga."Sindy membulatkan matanya ketika Nesi menyebut mantan adik ip

  • Istri yang Tak Dinafkahi    124

    "Terus apa yang harus aku lakukan kalau Ardi memaksa, Mas? Kejadian yang dulu itu fatal sekali, aku tidak mau terjadi lagi!"Suasana hati Sindy berubah gusar, dia tidak sanggup membayangkan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi akibat perbuatan ceroboh Ardi.Entah disengaja atau tidak."Nanti kita hadapi berdua, tapi ada baiknya juga kamu tanya Sisil dulu.""Sisil masih kecil, Mas. Dia pasti mau-mau saja kalau diajak pergi, apalagi sama ayahnya."Zayyan terdiam sebentar. Sebagai ayah sambung, tentu dia sependapat dengan sindy karena mengizinkan Sisil menginap di rumah Ardi memiliki risiko yang sangat luar biasa mengerikan.Namun, sekali lagi dia kalah secara status jika dibandingkan dengan ayah kandung Sisil.Bahkan orang tua Sindy sendiri juga menolak keras saat putri mereka menelepon untuk meminta pendapat."Aduh Sin, nanti cucu ibu hilang lagi kayak dulu! Ardi itu kan ceroboh ... beruntung Sisil nggak ketemu sama orang jahat ..."Rita langsung menyatakan ketidaksetujuannya saat Sind

  • Istri yang Tak Dinafkahi    123

    "Aku mau ajak Sisil menginap di rumahku selama beberapa hari," kata Ardi tanpa basa-basi. "Aku ini ayah kandungnya, jadi aku merasa punya hak untuk itu."Zayyan mengangguk. "Aku tidak akan menghalangi, tapi apa kamu sudah izin Sindy?""Kenapa aku harus izin sindy? Kan kamu kepala rumah tangganya, jangan bilang kalau kamu termasuk suami takut istri?"Zayyan tersenyum saja meski ucapan Ardi yang terakhir seolah mengejeknya."Aku menghargai sindy sebagai ibu kandung Sisil, karena itu tidak salah kalau aku harus minta izin dia kalau Sisil mau mengubah di rumahmu.""Alasan saja kamu ...""Terserah, pendapat Sindy juga penting bagiku."Ardi berdecih tidak suka. "aku tidak peduli. Dengan atau tanpa seizin sindy, aku tetap punya hak untuk membawa Sisil menginap.""Kalau sikap kamu arogan seperti ini, aku tidak yakin kalau Sindy akan kasih kamu izin.""Aku kan sudah bilang kalau aku tidak butuh izin dari kalian berdua, secara hukum aku punya hak penuh atas Sisil karena aku adalah ayah kandungn

  • Istri yang Tak Dinafkahi    122

    "Sindy sekarang sombong banget, Bu.""Sombong gimana, Di?"Sore itu Ardi tengah menikmati tenggelamnya matahari di halaman belakang rumah, ditemani sang ibu sekaligus secangkir kopi susu panas dan pisang goreng yang masih hangat."Dia bilang kalau Sisil jauh lebih berbahagia sama ayah tirinya sekarang ...""Serius sindy bilang begitu, Di?""Serius lah, makanya aku benci banget. Niat aku kan baik nanyain kabar Sisil, eh malah dia menyombongkan diri."Ratna geleng-geleng kepala, rasa tidak sukanya terhadap Sindy jadi semakin besar."Benar-benar sombong, apa dia nggak takut kualat sama kamu?""Tahu tuh ...""Lagian ayah tiri baik juga nggak selamanya, apalagi kalau nantinya si dia sudah bosan ... Bisa-bisa nangis darah itu sindy."Ardi manggut-manggut. "Nah, dia nggak mikir ke arah sana, malah sibuk menyombongkan diri.""Lagian tumben kamu telepon sindy segala?" Cibir Ratna tidak suka."Niat aku kan baik, Bu. Mau tahu kabar anak kami, makanya aku telepon sindy. Kan nggak mungkin aku nany

  • Istri yang Tak Dinafkahi    121

    "Nggak sopan gimana maksud kamu?""Kenapa kamu cuma sebut nama aku?""Lho, salahnya di mana?"Ardi tentu saja geram bukan kepalang."Mentang-mentang sudah cerai, kamu nggak ada rasa hormat sedikitpun sama aku lagi ... Kenapa kamu cuma panggil aku Ardi?""Lho, nama kamu kan memang Ardi? Apa sudah ganti jadi Michael?"Ardi mengepalkan tangannya erat-erat."Biar begini-begini juga aku tuh mantan suami kamu, tunjukkan dong rasa hormat kamu!""Aku nggak punya kewajiban untuk hormat sama kamu lagi, kecuali buat suamiku seorang.""Hah, sudahlah! Intinya aku mau memastikan kalau suami baru kamu itu benar-benar menyayangi Sisil dan nggak semena-mena kayak bapak tiri kejam. Awas saja kalau dia melakukannya ..."Dapat Ardi dengar jika Sindy menarik napas panjang di ujung sana."Sudah deh ya, intinya Sisil baik-baik saja. Mas Zayyan nggak jahat kayak apa yang kamu pikirkan, dia justru sayang banget sama Sisil melebihi kamu.""Apa?""Memang itu kenyataannya kok."Mendengar sindy memuji-muji lelaki

  • Istri yang Tak Dinafkahi    120

    "Apa sih, biasa saja kali ...""Aku kira kamu sudah move on.""Memang sudah, kamu saja yang telat info. Sibuk bisnis sih," ujar Mita tanpa menatap adiknya."Ya iyalah, mumpung ada kesempatan nih. Lagian tinggal posting-posting doang, barang nggak usah nyetok. Kalau laku, tinggal ambil di toko."Mita mencibir, meski dengan mata terarah lurus ke layar ponsel."Serius amat, sudah ada gebetan baru?" Tanya Sani penasaran."Kamu bikinkan aku kopi dulu, nanti aku kasih tahu cerita lengkapnya.""Dih, ogah banget!""Nggak ada salahnya berbakti sama kakak, San.""Kakak macam apa dulu?""Sudah deh, cepetan!"Dengan bibir maju, Sani pergi ke dapur dan menyeduh kopi untuk Mita."Jadi tuh aku lagi dekat sama seseorang, kali ini usianya nggak terlalu jauh. Memang lebih tuaan dia, tapi nggak sebanyak kakak bos." Mita mulai bercerita, saat Sani menyajikan secangkir kopi panas untuknya."Oh, terus?""Orangnya asyik, ramah, dan menyambut baik pertemanan kita." Mita melanjutkan. "Kalau nggak salah, dia k

  • Istri yang Tak Dinafkahi    119

    “Ma, biar aku saja yang suapi Sisil. Mama kan juga harus sarapan,” ujar sindy menawarkan diri.“Tidak apa-apa, kamu urus Zayyan saja. Mama akan sarapan setelah Sisil kenyang,” sahut Keke.Sindy menoleh ke arah Zayyan yang menganggukkan kepalanya.“Aku jadi nggak enak sama Mama, Mas.” Sindy berangkat ke resto bersama Zayyan, sementara si kembar naik motor seperti biasa.“Ini kan pengalaman pertama mama urus cucu, sin. Jadi kamu tidak usah merasa tidak enakan begitu,” sahut Zayyan tenang sembari menyalakan mesin mobilnya.“Aku ... tetap saja merasa tidak enak, Mas. Seperti egois karena membiarkan mama yang urus anak aku.”“Lho, Sisil juga anak aku sekarang. Cucu mama,” ralat Zayyan tidak sependapat. “Lagian kamu kan ngurusin aku, bukan orang lain.”“Iya, deh ...”Sindy akhirnya tidak memperpanjang pembicaraan mereka karena dia harus fokus untuk bekerja.Setibanya di restoran, terlihat Aftar sedang ngobrol bersama seseorang yang familiar di mata Sindy.“Itu anak bukannya lang

  • Istri yang Tak Dinafkahi    118

    “Kalau iya, bagaimana? Mama jadi khawatir, Zay.”“Masa ketemuan sama satu cewek saja sampai berjam-jam, palingan nongkrong sama teman-teman kampus yang kebetulan ada di sekitar sini.” Zayyan berpendapat.“Justru itu, bagaimana kalau cuma sama satu cewek? Ngeri mama membayangkannya.” Lebih ngeri lagi kalau cewek itu Mita, batin Sindy dalam hati. Dia tidak berani berpendapat, takut salah bicara.“Nanti jangan lupa Aftar suruh makan, Fan.”“Oke, Ma. Nggak usah dipikirin, Aftar kan sudah dewasa.”“Tapi pergaulan zaman sekarang ngeri-ngeri, Fan. Mama sering tuh lihat di berita, ngeri pokoknya.”“Urusan Aftar biar aku sama Affan yang pantau, Ma.” Zayyan yang khawatir, langsung menengahi. “Ya sudah, mama mau ngelonin Sisil dulu di kamar.”Zayyan dan Affan saling pandang usai ibu mereka pergi meninggalkan dapur.“Aku akan coba telepon Aftar,” kata Affan tanpa diminta, dia mengeluarkan ponsel dan segera menghubungi saudara kembarnya.“Tar, cepat pulang! Bucin banget ... iya-iya, k

  • Istri yang Tak Dinafkahi    118

    "Jangan kebanyakan ngopi kamu," bisik Nesi karena Roni duduk tidak jauh dari mereka. "Memangnya kenapa sih?""Kamu kan sudah nikah lagi, sin ...""Ya terus?""Kebanyakan kopi bisa memengaruhi kesuburan, bukankah normalnya kamu sama Pak Zayyan mau punya momongan?" Celetuk Nesi, membuat mata Sindy melotot lebar."Memangnya ngaruh ya, lagian kan aku cuma minum satu cangkir. Bukan satu ember, Nes!""Iya sih, aku kan cuma mengingatkan saja. Kalau bisa sih jangan kebanyakan kafein ...""Siap, Bu Kasir!"Nesi cekikikan, setelah itu dia menoleh ke arah Roni."Sudah makan siang, Mas?""Sudah tadi, Nes."Masih sambil nyengir, Nesi kembali menatap sindy dan berbisik."Semoga cepat tekdung!"Hampir saja kopi yang ada di mulut Sindy tersembur keluar gara-gara bisikan Nesi, untung tidak sampai tersedak.**"Adik-adik kamu tidak pulang sama kita, Mas?" Sindy masuk mobil setelah jam kerja berakhir, dia celingukan ke tempat duduk belakang yang kosong melompong."Mereka bawa motor sendiri kok, sin."

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status