“Kok aku takut, malah memang dia, ya?”“Ih ... apaan, sih? Kok aku jadi parno gini?”“Nilam baru meninggal. Enggak selayaknya aku langsung mikirin wanita lain.”“Meski sebelum aku menikahi Nilam, ... aku memang sudah diam-diam menyukai wanita itu. Wanita itu sangat cantik. Dari paras dan matanya yang teduh, sepertinya dia juga dipenuhi kelembutan,” batin Ravael yang jadi kepikiran sendiri.Ravael melepas kepergian Melati yang dituntun dengan sangat hati-hati oleh pak Dimas. “Papa baru tahu kalau ternyata, Melati kerja di tempatnya Dimas teman kamu.” Ucapan pak Bagyo tersebut membuyarkan renungan Ravael. Ravael ketar ketir karena lagi-lagi takut, bahwa apa yang ia duga, yaitu Melati dan wanita yang ia suka masih orang yang sama, benar adanya.“Jadi, restoran happy cooking punya Dimas? Papa baru tahu ternyata itu punya Dimas, dan Melati malah kerja di sana. Kok kelihatannya si Dimas suka Melati, ya?” lirih pak Bagyo sengaja mengetes perasaan Ravael kepada Melati.Dari ekspresi Ravael
“Kamu pantas bahagia. Yang semangat, ya! Sudah, jangan pernah memikirkan ... mantan suamimu lagi.” Pak Dimas merasa canggung sekaligus gugup hanya karena mengatakannya kepada Melati. Mungkin karena belum terbiasa, ditambah lagi, Melati juga justru terlihat takut pada perhatiannya yang memang sudah melewati batas.“P—Pak, ... ini?” lirih Melati. Yang ia permasalahkan, tentu genggaman tangan pak Dimas. Namun, alih-alih mengakhiri, pak Dimas justru dengan sadar sekaligus sengaja membuat jemari mereka mengisi satu sama lain.“Mulai sekarang ... izinkan saya membahagiakan kamu.” Sampai detik ini, pak Dimas tetap belum bisa menghilangkan rasa canggungnya. Sampai-sampai, berbicara saja ia jadi tidak lancar. Padahal yang ia hadapi karyawannya sendiri. Namun karena Melati merupakan wanita yang ia cintai, selalu ingin tampil sempurna.“Izinkan saya menghapus setiap lukamu, kemudian menggantinya dengan kebahagiaan yang akan membuatmu merasakan kedamaian.” Pak Dimas memelas, ia mengangguk—menunt
Ravael sedang duduk di sebelah pak Dimas. Pria yang sudah menjadi temannya sejak duduk di bangku SMA itu tengah senyum-senyum sendiri memandangi layar ponsel. Malam ini, pak Dimas yang juga sebaya dengan Ravael memang menepati janjinya untuk turut serta tahlilan sekaligus yasinan kematian Nilam. Biasanya, yang membuat Dimas senyum-senyum sendiri ialah foto maupun video Chika sang putri. Namun kini, Ravael memergoki pemandangan berbeda. Di layar ponsel Dimas, bukan dihiasi foto maupun video Chiki. Melainkan foto sosok yang menutupi wajah menggunakan buket mawar merah berukuran sedang dan sampai dihiasi tiga cokelat batang berukuran sedang. Dari yang Ravael awasi, harusnya sosok tersebut merupakan wanita berkulit putih bersih. Namun yang mencuri perhatian Ravael, selain punggung tangan kiri sosok di foto masih dihiasi bekas perban, punggung tangan kanannya pun juga dihiasi bekas lupa mirip luka karena melepuh atau tersiram cairan panas.“Rasanya, aku enggak asing sama tangan itu,” pik
Pak Dimas : Tolong jangan dijadikan beban. Jalani saja, pelan-pelan sambil tunggu kamu beres masa idah. Pak Dimas : Aku sayang banget ke kamu. Makasih banyak juga karena sudah jadi mama pilihan Chiki.Pak Dimas : Janji ya, jangan jadikan hubungan kita beban. Soalnya kamu punya tipes, dan sekadar kepikiran saja bisa jadi alasan tipes kamu kambuh. Aku enggak mau kamu sakit lagi. Aku juga enggak mau kamu sedih-sedih lagi. Yang aku mau, kamu bahagia ❤️Tiga kali sudah Melati membaca pesan dari sang bos yang tampaknya memang sudah alih profesi menjadi kekasihnya. Manis, menenangkan, atau karena Melati tak pernah mendapatkan sebelumnya. Hingga lagi-lagi, Melati merasa dihargai. Sikap manis nan hangat pak Dimas menegaskan, bahwa bagi pria itu, Melati memang berharga.Pak Dimas : Dari tadi cuma di—read. Sudah ngantuk belum? Aku baru pulang dari rumah Ravael. Habis tahlilan sekaligus yasinan kematian istrinya. Kamu sudah makan belum? Aku mau nyetir, kalau kamu belum ngantuk, boleh banget teme
Pagi-pagi sekali, baru juga bergabung dengan rekan kerjanya, Melati sudah dipandang aneh. Tidak ada yang tidak menatap aneh Melati, termasuk itu Anggi. Seolah, Melati merupakan makhluk asing yang tersesat di sana.Usut punya usut, ternyata alasan tersebut terjadi karena Anggi sudah menyebar luaskan hubungan Melati dan bos mereka. Kini, rekan kerja mereka tersebut telah resmi menjadi kekasih bos mereka.“Anggi!” lirih Melati. Entah ia harus bahagia, atau malah sebaliknya. Namun, ia sungguh tidak mau hubungannya dan sang bos yang merangkap jadi kekasihnya, mengganggu pekerjaannya. Melati ingin, urusan pekerjaan dan asmaranya tidak pernah disangkut pautkan. Walau mereka memang atasan dan bos.“Memangnya masih mau kerja, Mel?”“Iya, Mbak. Masa iya masih mau kerja? Sudah jadi pacar bos, juga! Nanti Mbak dibilang maruk bahkan rakus loh!”“Padahal tinggal duduk manis, sambil momong Chiki!”“Cieee ...!”“Ah kalian, ... ada-ada saja. Kerja ya kerja. Selebihnya ya ... dijalani saja.” Malu-malu
“Saya ingin mengenal Mbak lebih dekat.” Ravael berpikir, harusnya ucapannya masih terbilang santun. Namun, kenapa wanita yang tak ia kenali sebagai mantan istrinya itu, malah meninggalkannya dengan ekspresi takut?“Apa baginya, aku kurang ajar hanya karena minta nomor WA-nya? Atau jangan-jangan, dia sudah punya suami? Apa malah, dia telanjur sakit hati pada sikap Nilam yang sampai bikin tangan sama kakinya tersiram sup?” Ravael terus menerka-nerka, tetapi baginya ketakutan Melati kepadanya, tak selayaknya Melati lakukan. “Ah aku tahu ... dia pasti takut ke Nilam. Makanya dia sengaja menghindari aku. Ya sudah, nanti aku minta nomornya saja ke Dimas. Yang penting sekarang aku dapat balasan dari Melati dulu.”“Maksudnya, mas Ravael ternyata sempat menghubungi aku, apa bagaimana? Jadi penasaran ... apa aku buka saja blokirannya?” pikir Melati.Setelah menaruh perlengkapan pel di gudang, Melati sengaja mengeluarkan ponsel dari saku sisi celana panjang sebelah kanannya. Melati membuka bloki
“Setiap hari, kalau dibablasin jalan, aktivitas di sini sepertinya bisa bikin aku pulang kampung. Restoran selalu rame, alhamdullilah sih. Rezeki pak Dimas bagus. Karyawan sini juga ikut kecipratan!” Melati melepas sepatu berikut kaus kaki pendek warna kuningnya. Ia meletakan sepatunya di rak khusus untuknya.“Walau badan selalu terasa remuk, kaki panas dan seolah mau lepas. Gaji sekaligus timbal balik yang restoran kasih juga sepadan.”Ruang untuk karyawan dan itu di depan mess, tetap diwajibkan rapi sebagai bagian dari kualitas restoran. Alasan tersebut pula yang membuat suasana di sana nyaman. Para karyawan kerap melepas penat di sana, tanpa terkecuali Melati. Fasilitas wifi gratis mereka dapatkan dan membuat mereka betah berlama-lama dalam bersantai. Kadang, mereka sampai lupa mandi maupun makan, saking asyiknya melepas penat dan bikin mereka mager.Beres mencuci wajah, kedua tangan, dan juga kedua kakinya, Melati sengaja duduk di salah satu bangku yang ada di sana. Ia tak langsun
“Enggak bisa gitu, dong Mas. Di sini aku kerja, posisiku terikat dengan peraturan di sini. Sementara sekarang sudah malam. Mas jangan seenaknya, dong! Tetap harus ada step by step yang harus dilakukan, agar aku bisa keluar dari sini dengan baik-baik.”“Walau mama Mas sakit parah, aku tetap enggak bisa langsung ikutin semua arahan bahkan tuntutan Mas. Kecuali kalau Mas memang bos di sini. Jadi, biarkan aku obrolin ini dengan bos aku dulu.”“Tanpa Mas jemput paksa pun, aku pasti datang ke mama Mas, asal Mas ngabarinnya dengan baik-baik, Mas.”Setelah sampai nekat menghubungi Ravael, Melati juga jadi berlinang air mata. Sakit sekali rasanya pada perlakuan Ravael yang terus saja semena-mena jika itu kepadanya.“Aku kenal baik dengan bos sekaligus pemilik restoran kamu kerja. Bahkan bikin kamu dipecat dari sana, aku bisa. Lagian ngapain juga sih kamu kerja-kerja di sana? Kalau bosmu tahu bagaimana? Bikin malu saja!” sergah Ravael di sambungan telepon.“Pernyataan terakhir Mas barusan, sama
“Aku lupa nama buahnya—” Melati menatap putus asa wajah suaminya. Bibirnya mengerucut manja atas kesedihan yang tengah ia rasa. Kepada Dimas, Melati memang sangat bebas. Marah, manja, cemburu, bersedih, Melati tuangkan tanpa ada yang ditutup-tutupi. Di hadapannya, Dimas yang berlutut jadi tertawa pasrah.“Aduh Sayang, ... suamimu enggak bisa baca pikiran kamu. Buah apa, ya? Sayang pengin buah apa? Coba dikatakan ciri-cirinya, nanti aku usahakan. Mana tahu, setelah makan buah itu, si Adik lahir,” lembut Dimas masih menyikapi istrinya penuh senyuman.Dimas sama sekali tidak marah pada serangkaian drama mengidam dari Melati. Di pangkuan Melati, kedua tangan mereka masih saling genggam. Sementara tatapan Dimas kepada Melati, amat sengat perhatian. Tatapan sekaligus perlakuan yang amat sangat membuat Melati nyaman. Hingga bersama Dimas, Melati juga merasa sangat bebas dalam berekspresi.Kebersamaan Dimas dan Melati berlangsung di halaman rumah Dimas. Keduanya sedang berjemur, memanfaatkan
“Coba Sayang dekati Ravael, bilangin dia jangan begitu. A—aku ... aku beneran bingung, Sayang!” ucap Dimas kepada Melati yang ia harapkan bisa memberi Ravael arahan.Bagi Dimas, sudah selayaknya dirinya yang diberi kemudahan dalam segala hal, merangkul sesama bahkan itu sahabatnya, untuk menjadi sosok yang lebih baik. Dimas percaya, hal semacam itu mampu membuat hidupnya jauh lebih berguna. Yang mana setiap hal yang ia lakukan, juga akan berdampak pada orang-orang di sekitarnya, tanpa terkecuali, orang-orang yang ia sayangi.“Dim, ... si Ravael cinta banget ke Melati. Mama bahkan yakin, alasan Ravael terpuruk begitu karena penyesalan yang amat sangat dalam, setelah dia menyia-nyiakan dan berakhir kehilangan Melati. Lah kok, ... kamu justru minta istrimu menemui Ravael? Berasa sengaja nyerahin istri ke kandang buaya. Ya ... ya pokoknya itu, lah. Kamu sudah menciptakan kesempatan buat Ravael mendekati Melati!” nyonya Filma berucap lirih dan merasa sangat geregetan kepada putranya. Bisa-
Dimas tidak bisa untuk tidak terkejut. Di malam pertamanya dan Melati, ia mendapatkan fakta yang amat sangat mencengangkan. Ia jadi tak hentinya merinding. Selain, Dimas yang jadi sangat bingung. Otak Dimas mendadak tidak bisa bekerja. Bagaimana mungkin, Melati yang sebelumnya pernah menikah dengan Ravael, dan statusnya merupakan janda dari sahabatnya. Yang mana, pernikahan Melati dan Ravael berlangsung lebih dari tiga tahun, justru masih suci?Sungguh, Dimas menjadi orang pertama ‘yang melakukannya’ kepada Melati. Di bawahnya, Melati masih sesenggukan tanpa keluhan berarti. Tadi, saat awal-awal Dimas nyaris menerobos ‘kesucian' Melati, Melati memang sempat merintih kesakitan. Namun setelahnya, Melati buru-buru menggunakan kedua tangannya untuk membekap wajahnya erat. Selain isak tangis lirih Melati tak lagi terdengar, Dimas juga tak lagi bisa melihat wajah kesakitan Melati dan sempat Dimas pergoki berlinang air mata.“Jika kondisinya begini ... harusnya aku bahagia, tetapi aku just
Melati dan Dimas akhirnya resmi menikah secara agama. Sementara untuk urusan pernikahan secara hukum, juga langsung diurus. Iya, Dimas tak hanya menikahi Melati secara agama, layaknya pernikahan yang sebelumnya Melati dapatkan dari Ravael.Beres ijab kabul, Dimas langsung meminta bantuan pak RT untuk mengurusnya. Karena pernikahan beda wilayah bahkan sekadar beda kecamatan, tetap harus diurus khususnya perihal domisili KK hasil pernikahan akan dibuat. Terlebih nantinya, baik Melati maupun pak Sulaiman akan diboyong ke Jakarta.Berbeda dari pernikahan lain, pernikahan Melati dan Dimas justru terus diwarnai gunjingan. Padahal, keduanya bukan pasangan selingkuh, atau pasangan yang terpaksa dinikahkan. Hanya karena usia Melati yang masih muda, tetapi sudah menikah dua kali padahal belum lama menjadi janda. Juga, kenyataan Dimas yang tak lebih tampan dari Ravael. Tetangga terus saja menggunjing sekaligus menertawakan keduanya.“Ya Allah ... jalan ke dapur, tahu-tahu tetangga yang masih di
Dimas terus saja dibanding-bandingkan dengan Ravael, mantan Melati dan bagi semuanya, jauh lebih good looking ketimbang Dimas. Setelah tetangga tak segan mengatakan, bahwa Melati yang masih muda sekaligus sangat cantik, bisa mendapatkan yang lebih dari Dimas. Pak Sulaiman juga terang-terangan meminta Dimas untuk segera menceraikan Melati, setelah keduanya resmi menikah. Hal tersebut harus Dimas lakukan agar Ravael bisa kembali menikahi Melati.Niat baik Dimas dan nyonya Filma, berikut bawaan keduanya yang sangat banyak, tak mampu menyentuh hati pak Sulaiman. Sebagai anak, Melati jadi malu sendiri.“Aku benar-benar minta maaf, Mas. Ma.” Melati bahkan terlalu bingung harus memulai dari mana.Melati berdiri di samping meja kayu berbentuk persegi panjang yang menghiasi ruang tamu. Di ruangan yang juga merangkap menjadi ruang keluarga tersebut, obrolan berlangsung. Bawaan dari Dimas dan jumlahnya banyak, memenuhi lantai keramik putih di sana.“Aku ... aku bahkan terlalu bingung harus mula
“Aku benar-benar minta maaf, Mel! Selama ini aku enggak tahu wujud kamu—”“Bagaimana mungkin Mas bisa tahu, kalau melihatku saja, Mas jijik?” Melati berucap tegas. Ia melongok dari balik punggung calon suaminya hanya untuk menatap mantan suaminya. Di hadapannya dan masih memohon kepadanya, Ravael juga tetap berlutut. “Iya, ... aku tak memungkirinya. Bahwa aku sudah berulang kali menegaskan kepadamu, bahwa aku jijik kepadamu,” ucap Ravael.“Aku jijik kepadamu yang mau-mau saja dijodohkan denganku. Padahal selain kamu baru lulus SMA, kita sama sekali tidak saling mengenal. Kita bahkan belum pernah bertemu.”“Hingga karena itu juga, aku yakin, hanya wanita murahan, dan juga menjijikan yang mau-maunya dijodohkan dengan orang asing. Tentu karena kamu mau, ... kamu juga masuk ke dalam golongan yang aku maksud!”Ravael masih menatap saksama kedua mata mantan istrinya. Di balik punggung Dimas, Melati balas menatapnya.“Namun perlu kamu tahu, ... aku sudah langsung jatuh cinta kepadamu, sejak
Dunia orang tua Ravael seolah menjadi berputar lebih lambat dan bahkan nyaris berhenti berputar. Kedua mata mereka langsung mengenali Melati. Alasan tersebut pula yang membuat keduanya refleks berdiri, meninggalkan kursi yang awalnya mereka duduki.Hati pak Bagyo maupun sang istri seketika teriris pedih. Terlebih, perubahan Melati justru dibarengi dengan mantan menantunya itu yang mau-mau saja digandeng mesra oleh Dimas. Iya, Dimas, sahabat Ravael—anak mereka. Padahal, baik ibu Irma maupun pak Bagyo pikir, Melati akan memperbaiki pernikahan dengan Ravael. Namun kini, wanita yang tengah mereka nantikan kabarnya itu justru menjadi bagian dari Dimas. Padahal, mereka berpikir bahwa wanita yang Dimas gandeng, merupakan wanita paling beruntung. Mereka sungguh baru memuji-muji, dan sampai memanjatkan doa terbaik.Kedua orang tua Ravael merasa sangat kecewa kepada Melati. Fitnah perselingkuhan yang sebelumnya sempat Ravael sampaikan kepada keduanya, seketika menjadi keyakinan di pikiran mere
“Melati memang kerja, apa kamu larang-larang ke sini sih, Rav?” Ibu Irma menatap curiga sang putra. Seperti tiga hari terakhir setelah kedatangan Melati, putranya itu masih saja gelisah. Selain itu, ibu Irma juga merasa bahwa Ravael jadi makin kurus. Pipinya sangat tirus.Di sebelah sang istri, Pak Bagyo yang selalu sigap menjaga, juga tak kalah curiga. Terlebih sejak kedatangan terakhir tiga hari lalu, jangankan datang, mengabari lewat WA saja, Melati tak melakukannya. Termasuk juga pesan dan telepon mereka, sudah tidak ada yang direspons. Karena sepertinya, Melati sampai ganti nomor ponsel. Nomor ponsel Melati sudah tidak aktif.“Ya sudah, nanti kita langsung mampir ke restoran Dimas saja,” ucap pak Bagyo yang tak menerima pembelaan dari Ravael. Ia tetap akan membawa sang istri mampir ke restoran Dimas selaku tempat kerja Melati, meski Ravael melarangnya.“Aku pun enggak tahu kabar Melati lagi. Namun Dimas bilang, mereka akan langsung menikah. Dan, ... alasan nomor hape Melati tak
“Kamu enggak tidur?” Dimas membawa nampan berisi roti lapis dan dua susu yang mengepulkan asap tipis.Melati menatap kedatangan Dimas dengan tatapan sebal. Pria itu datang dengan kepala yang masih agak basah. Aroma segar dari shampo maupun sabun, berbaur menjadi satu dengan aroma parfumnya. Jika melihat dari pakaiannya, yaitu kemeja lengan panjang slim fit warna merah dipadukan dengan celana panjang warna hitam, tampaknya Dimas sudah akan berangkat kerja.“Aku kan sudah bilang, ... jangan terlalu dipikirkan. Kalau begitu kamu mandi, terus kita sarapan, habis itu baru, aku bawa kamu ketemu mamaku. Mamaku pasti setuju, Mel. Mamaku sudah ingin lihat aku nikah lagi.”“Mamaku belum sepuh-sepuh banget. Beliau masih aktif dan masih bisa bantu urus Chiki. Aku punya adik, tapi adikku juga sudah nikah. Sekarang adikku tinggal di Ausi bareng suami dan anaknya. Jadi, aku berharap kamu sama Mama bisa jadi teman.”“Mamaku bukan yang rese, bukan. Malahan mama bilang, nanti dia yang urus Chiki biar k