Share

Almira Pingsan

Author: Ina R
last update Last Updated: 2023-03-05 19:58:05

"Ya ampun aku gak nyangka bisa ketemu Mas Hans di sini," ucapnya senang.

Aku tersenyum, antara senang juga kaget melihatnya kembali.

"Mas Hans suka olahraga di sini juga?" tanyanya lagi dengan mata berbinar.

"Eum ... Iya kalau lagi sempet, Mas juga gak nyangka bisa ketemu kamu di sini," jawabku sambil tertawa kecil dengan ekspresi senang.

Dinda tersenyum, senyumnya terlihat begitu manis. Semanis gula Jawa, membuat jantungku bertalu-talu lebih cepat dari biasanya.

Kenapa aku merasa grogi kayak gini ya? Ada suatu perasaan yang tidak biasa.

"Aku pikir setelah acara kemarin kita gak bakalan ketemu lagi," ucapnya dengan ekspresi terlihat merajuk, menggemaskan.

Aku tersenyum, ah ternyata Dinda berpikir sama sepertiku. "Mungkin kita jodoh," kalimat itu meluncur begitu saja dari mulutku.

"Ah, Mas Hans bisa aja." Kedua pipi putih Dinda langsung terlihat bersemu merah, mungkin malu atau karena cuaca yang panas.

"Oh iya kemarin aku lupa minta nomor HP kamu," ucapku langsung karena tak ingin men
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Istri yang Kuabaikan   Gara-gara ucapan Fii Amanillah

    Fokusku pun langsung teralihakan pada ponsel. "Eum ... Maaf, Bu," ucapku sembari meraih ponsel dari saku celana."Iya silahkan!"Aku pun langsung melihat ke layar ponsel ada sebuah pesan masuk, ternyata Dinda yang mengabarkan kalau dirinya sudah sampai 20 menit yang lalu, dan minta maaf baru bisa kasih kabar. Aku sengaja belum membalasnya, nanti saja kalau sudah sampai di rumah.Usai membaca pesan dari Dinda aku pun kembali melanjutkan obrolan dengan Bidan Desi."Jadi ada apa dengan istri saya, Bu? Kenapa bisa sampai pingsan?" tanyaku penasaran."Istri Bapak tidak apa-apa, hanya saja tadi istri Bapak pingsan karena kelaparan. Sepertinya istri Bapak sedang melakukan diet, apa Bapak tahu?" tanya Bidan Desi."Eum ... Saya kurang tahu, Bu," jawabku. Ah, Almira bikin malu saja pingsan gara-gara kelaparan, apa kata orang? Dikira aku tidak perhatian sama istri."Sebaiknya jika ingin diet, lakukan dengan benar, jangan sampai tidak makan sama sekali," ucap Bidan Desi."Ah, iya baiklah, Bu nan

    Last Updated : 2023-03-05
  • Istri yang Kuabaikan   Kedatangan Seseorang Tiba-tiba

    Aku langsung berbalik, seraya berkata. "Bisa kamu ulang kalimat terakhir yang tadi kamu ucapkan?"Dahi Dimas langsung terlihat berkerut, dan menatapku dengan heran. "Eum ... Maksudku kenapa kamu mengucapkan itu padaku? Bukannya itu untuk orang tersayang?" tanyaku penasaran.Ekpresi wajah Dimas semakin terlihat bingung mendengar ucapanku. Tapi, bukankah yang kukatakan benar? Karena, hanya Almira yang selama ini sering mengucapkannya padaku."Karena yang sering mengucapkan kalimat itu hanya istriku, bukankah itu artinya cuma untuk pasangan?" tanyaku lagi melihat Dimas yang terlihat masih bingung.Dimas langsung tertawa kecil. "Kamu ini ada-ada aja Hans, Fii Amanillah itu bisa kita ucapkan pada saudara semuslim kita saat akan pergi, karena artinya semoga engkau dalam perlindungan Allah SWT," jawab Dimas.Di luar jam kantor biasanya kami saling panggil nama, karena bagi kami itu membuat pertemanan terasa lebih akrab."Atau berdasarkan yang pernah saya baca Fii Amanillah juga bisa kita u

    Last Updated : 2023-03-06
  • Istri yang Kuabaikan   Dinda Datang ke Rumah

    "Bukannya itu suara Mira, Ma?" tanyaku ke Mama dengan perasaan tak karu-karuan."Sepertinya begitu," jawab Mama malah terlihat santai. "Kenapa kamu terlihat tegang begitu?" tanya Mama."Gimana kalau Mira dengar, Ma?""Udah gak usah panik gitu biasa aja," ucap Mama menenangkanku.Iya juga ya kenapa aku jadi tegang dan panik begini? Udah kayak maling yang ketangkap basah. "Waalaikumsalam." Mama langsung menjawab salam Almira. Tidak lama kemudian, Almira menyingkap tirai yang menyekat antara ruang keluarga dan dapur.Almira nampak tersenyum ramah ke Mama. Lalu, berjalan ke arah kami. "Sejak kapan kamu datang?" tanyaku penasaran."Aku baru sampai kok, Mas. Ada apa?" tanyanya balik.Aku menggeleng. "Ti-tidak, tidak apa-apa," jawabku merasa lega."Oh iya ini Mira bawain pindang ikan patin kesukaan Bapak sama Mama. Tadi, sekalian Mau bareng Mas Hans eh dia malah duluan," ucap Almira sembari membuka rantangnya satu persatu.Pindang ikan patin merupakan kuliner khas penggugah selera yang ber

    Last Updated : 2023-03-06
  • Istri yang Kuabaikan   Terkejut

    Aku kembali melajukan kendaraan, sementara Almira dari balik kaca spion kulihat ia tengah berdiri menunggu taksi. Mungkin aku sudah keterlaluan. Tetapi, mau bagaimana lagi aku sudah janji pada Dinda yang separuh hatiku sudah terlanjur dimilikinya. Separuhnya lagi, entah masih ada untuk Almira atau sudah tidak bersisa, yang jelas saat ini aku belum bisa melepaskannya begitu saja, aku masih butuh dirinya.Sekitar 20 menit akhirnya aku tiba di tempat Dinda bekerja. Aku pun segera turun dan menelponnya. Tidak lama kemudian, Dinda keluar sembari tersenyum manis ke arahku."Ayo, Mas!" ajak Dinda.Aku pun mengikuti langkahnya, entah mengapa aku merasa lebih nyaman saat bersamanya berbeda saat bersama Almira. "Tunggu sebentar ya, Mas aku ganti baju dulu," ucap Dinda saat kami sudah sampai di ruang tempat latihan yoga. Aku mengangguk, Dinda pun segera pergi ke ruang ganti.Selang beberapa menit, Dinda pun keluar. "Maaf, Mas lama nunggunya," ucapnya sembari tersenyum."Enggak kok," jawabku iku

    Last Updated : 2023-03-07
  • Istri yang Kuabaikan   Tidak Mau Disebut Godain

    Sekilas aku menatap ke Dinda yang terlihat heran melihat penampilan Almira. Ia mengamati Almira dari ujung kaki hingga ujung kepala. Aku pun heran kenapa Almira benar-benar berubah.Baju daster motif batik warna coklat tua yang sudah mulai lusuh menjadi pilihan Almira. Tak lupa dengan kerudung salem menutupi kepalanya."Apa kabar Mbak?" sapa Dinda kemudian dengan ramah sembari tersenyum."Baik, kamu sendiri apa kabar?" tanya Almira balik."Saya juga baik, oh iya saya ada sesuatu buat Mbak," ucap Dinda sembari meraih paper bag di atas meja. Lalu, memberikannya pada Almira."Terima kasih, tidak usah repot-repot," jawab Almira, terlihat begitu tenang dengan senyum tipis menghiasi bibirnya. Meski ia tahu siapa Dinda, tapi aku tidak melihat aura kemarahan di wajahnya entah dulu waktu mengandung ingadam apa Emaknya sampai bisa melahirkan anak setenang Almira. Aku pikir mereka akan adu jotos, jambak-jambakan, atau saling melempar kata yang menyakitkan kayak di tivi yang sering aku lihat, ta

    Last Updated : 2023-03-07
  • Istri yang Kuabaikan   Almira ditelpon Seseorang

    Setelah beberapa menit di perjalanan akhirnya aku tiba di rumah. Memasukkan mobil ke garasi. Lalu, langsung masuk ke rumah."Mas, bisa kita bicara sebentar?" Pertanyaan Almira yang tiba-tiba langsung membuatku terperanjat."Mira ... Ngagetin aja, kalau Mas jantungan gimana?" tanyaku kesal gara-gara detak jantung memompa lebih cepat, seperti akan melompat ke luar."Mau bicara apa sih? Besok ajalah, ini udah malam. Mas capek mau istirahat," ucapku ketus sembari melepas kancing lengan baju, lalu kugulung batas siku."Jadi bener, Mas mau menikah dengan perempuan itu? Maksudku Dinda," tanya Almira tanpa basa-basi lagi.Aku menghela nafas dan membuangnya dengan masygul, menurutku pertanyaan Almira sebenarnya tidak perlu dijawab karena dia sudah tahu jawabannya."Memangnya kalau benar kenapa?" tanyaku balik."Apa alasan kamu ingin menikah lagi, Mas? Apa selama ini aku tidak cukup baik dalam melayanimu?" Almira bertanya dengan suara tertahan, ada kekecewaan dari nada bicaranyaSejenak aku ter

    Last Updated : 2023-03-08
  • Istri yang Kuabaikan   Almira dan Dinda di Rumah Mama

    Sudah satu Minggu lebih semenjak Almira memilih bekerja. Seperti ucapnnya ia selalu melakukan tugas sebagai mana biasanya. Menyiapkan sarapan dan beres-beres rumah. Almira selalu melakukan itu sebelum berangkat kerja.Hari ini, aku sengaja menyempatkan diri ke rumah Mama setelah pulang kerja."Apa Mama bilang perempuan itu pasti akan nurut," ucap Mama semringah saat tahu Almira setuju kalau aku akan menikah lagi."Tapi, Bapak yang keberatan!" Tiba-tiba Bapak muncul dari arah ruang keluarga saat aku dan Mama tengah asyik bercakap.Aku dan Mama sontak menoleh, perlahan Bapak mendekat ke arah kami yang tengah duduk di meja makan. Wajah Bapak terlihat tak suka."Bapak ini ngomong apa toh, wong anak kita yang ngejalani kehidupannya," protes Mama keberatan dengan ucapan Bapak. Aku yang tadinya sempat ciut, seolah mendapat angin segar mendengar Mama yang terang-terangan membelaku.Bapak langsung menatap ke arahku seperti ingin mendengar langsung jawabanku."Sudahlah tidak perlu diributkan o

    Last Updated : 2023-03-08
  • Istri yang Kuabaikan   Pertanyaan Mama Dinda

    "Tapi, kamu beneran setuju, 'kan Mir kalau Dinda sama Hans menikah?" tanya Mama melihat Almira yang sejak tadi hanya diam."Eum ... A-aku ...." Almira nampak ragu wajahnya menunduk, sementara tangannya memilin ujung kerudung. Melihat Almira begitu dengan cepat Mama memotong ucapannya."Mama harap kamu tidak keberatan, tidak menjadi penghalang untuk mereka segera menikah. Kamu tahu sendiri, 'kan kalau Mama sudah lama sangat ingin mempunyai cucu lagi?" tekan Mama.Sebagai anak, aku mengerti keinginan Mama, sebab Kak Fiona dan keluarganya jarang pulang, karena jaraknya yang memang jauh. Setelah menikah Kak Fiona tinggal di Kalimantan ikut Mas Fahmi. Sementara kami tinggal di Bandung."Udah, Tan jangan desak Mbak Mira kasian dia. Aku ngerti kok gimana perasaan Mbak Mira, berikan dia waktu untuk berpikir," timpal Dinda."Duh kamu ini, calon menantu idaman Mama. Sudah cantik pengertian lagi. Tante jadi gak sabar mau jadiin kamu mantu," Mama terlihat begitu tersentuh dan senang mendengar uca

    Last Updated : 2023-03-09

Latest chapter

  • Istri yang Kuabaikan   Istri yang Kuabaiakan

    Akhirnya urusan dengan Dirga selesai juga. Putusan sidang yang menyatakan, kalau ia harus tinggal di hotel prodeo dalam beberapa kurun waktu akibat perbuatannya membuat lega. Setidaknya aku tidak perlu terlalu mengkhawatirkan Almira lagi.Namun di sisi lain, hati gelisah. Sebab, hari yang ingin kuperlambat waktunya datang juga. Apalagi kalau bukan hari pernikahan dengan, Dinda. Terkadang dalam keputusan yang kita ambil dengan secara sadar menyisahkan penyesalan.Aku menyesal karena harus membagi cinta Almira dengan wanita lain. Meski ia bilang tidak keberatan dan melarang membatalkannya. Tapi, tetap saja aku merasa bersalah.Tanganku bergetar saat menjabat tangan seorang laki-laki yang menjadi walinya Dinda, seketika ingatanku berputar, pada waktu mengucapkan janji suci untuk Almira, dan bersedia mengambil alih tanggung jawab ayahnya. Perasaan sedih seketika menelusup ke relung hati, aku tidak bisa membohongi perasaan bersalah atas kebohongan untuk tidak menyakiti dan menduakannya.Na

  • Istri yang Kuabaikan   Almira dan Dinda di Kantor Polisi

    Begitu sambungan telpon terputus, aku bergegas mengambil jas yg tadi kutaruh di kepala kursi. Lalu, melangkah tergesa arah luar."Hans mau kemana kamu?" tanya Pak Bambang tiba-tiba saat aku tengah menutup pintu."Eum ... Sa-saya mau izin keluar sebentar, Pak!"Pak Bambang langsung melihat jam yang melingkar di tangannya. Lalu, beralih ke wajahku dengan raut penuh tanda tanya."Sepertinya belum waktunya makan siang," ucap Pak Bambang."Eum ... Teman saya sedang ada masalah di kantor polisi, Pak." "Ada apa? Memangnya kamu pengecara?""Bu-bukan, Pak. Saya juga belum tahu ada masalah apa. Apa boleh saya izin keluar sebentar, Pak?"Pak Bambang sejenak terdiam, terlihat tengah memikirkan sesuatu. "Ya sudah kamu boleh pergi! Tapi, besok pagi berkas untuk meeting lusa harus sudah ada di meja saya!""Ba-baik, Pak. Terima kasih," ucapku, dan langsung menyambut tangan Pak Bambang. Lalu, bergegas pergi ke arah parkiran.Selama di perjalan pikiranku dipenuhi pertanyaan juga kecemasan. Apa kiranya

  • Istri yang Kuabaikan   Perempuan bukan halte

    Dengan langkah cepat aku kembali ke kamar. Namun, begitu sampai di kamar aku langsung kembali dibuat terkejut. Karena, tak melihat keberadaan Almira, kemana dia? Cemas itulah yang kurasakan."Mira?" teriakku sembari melangkah masuk mencarinya di kamar mandi. Tapi, tidak ada, bahkan di balkon juga tidak ada. Pikiran negatif mulai merasuki, bagaiman kalau Almira diculik Dirga?Aku terduduk di sisi ranjang dengan perasaan lemas juga cemas. Tiba-tiba aku dikejutkan oleh deringan ponsel di saku celana.Aku pun segera mengeluarkan benda pipih tersebut, berharap Almira. Namun, ternyata Dinda."Mas, kamu sebenarnya dimana sih? Dari tadi aku nungguin. Tapi, Mas malah gak dateng-dateng?" Dinda langsung bertanya begitu sambungan telpon terhubung."Eum ... M-mas lagi nyariin Almira.""Nyariin Mbak Almira? Nyariin gimana sih Mas Maksudnya?" tanya Dinda terdengar penasaran."Almira hilang.""Ha, Hilang? kok bisa? Ya udah sekarang Mas dimana, biar aku susul kesana!""Sebentar! Nanti Mas share lok!"

  • Istri yang Kuabaikan   Sebuah Kenyataan

    Akhirnya kamar dimana Dirga dan Almira berada ketemu. Hatiku bimbang, apa harus didobrak saja pintunya atau diketuk secara baik-baik? Ditengah kebimbangan, kemudian samar-samar telingaku mendengar suara yang membuat penasaran.Entah apa yang mereka bicarakan, suaranya terdengar tidak begitu jelas. Karena penasaran, aku langsung menempelkan telinga ke daun pintu, berharap bisa mendengar suara mereka dengan jelas, dan tahu apa yang sebenarnya terjadi. Tapi, sayang. Setelahnya aku tidak mendengar apa-apa lagi. Entah apa yang terjadi, keadaan seketika senyap membuat perasaan semakin cemas.Apa sebenarnya yang terjadi? Apa benar Almira sudah berbuat curang dengan orang yang sudah memusuhiku untuk membalas dendam atas rasa sakit hatinya padaku? Tapi, jika iya mengapa justru hatiku berkata lain. Ya Tuhan tunjukan kebenaran-Mu!Tanpa bukti aku hanya bisa menduga. Apapun caranya aku harus bisa mencari kebenarannya. "Apa yang sedang Bapak lakukan?" Tiba-tiba sapaan seorang laki-laki, yang tern

  • Istri yang Kuabaikan   Dirga dan Almira ke Hotel

    "Kenapa baru diangkat sekarang, kemana aja kamu, Mas? Dari kemarin ditelponin gak diangkat, WA gak dibales. Aku udah nungguin berjam-jam. Tapi, kamu tidak juga datang. Memberi kabar pun tidak. Aku kecewa sama kamu, Mas!" Letupan kemarahan diujung ponsel, seperti akan memecahkan gendang telinga. Aku tidak heran, mengerti jika Dinda akan semarah itu padaku."Maaf! Kemarin Mas ....""Apa? Mas mau bilang kalau, Mas sibuk? Terus gak ada waktu buat hubungi aku? Oh aku tahu, kalau aku memang gak penting buat kamu!" Dinda benar-benar terdengar sangat marah."Bu-bukan be-" ucapanku langsung terjeda saat sambungan telpon tiba-tiba langsung dimatikan Dinda. Aku memijit pelipis yang mulai terasa pening. Bagaimana aku harus menjelaskannya pada, Dinda? Sepertinya aku harus menemuinya dan menjelaskan semuanya. Semoga saja dia mau mengerti. Sementara Almira, sudah siap berangkat kerja. "Mir kamu sudah mau berangkat?" aku bertanya basa-basi. "Maaf hari ini Mas tidak bisa mengantarmu!" sesalku. "Mas

  • Istri yang Kuabaikan   Almira Marah

    Akhirnya dengan pertimbangan, aku lebih memilih untuk menjemput Almira. Dinda biar nanti, aku akan menemaninya setelah menjemput Almira.Aku pun segera mengambil kunci mobil, dan melangkah lebar-lebar menuju parkiran. Entah apa yang ada dipikiran Almira, bisa-bisanya dia menerima tawaran untuk diajak makan berdua dengan Dirga. Apa dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku?Perjalanan menuju tempat Almira bekerja terasa begitu sangat jauh. Kesal dan marah seketika bercampur menjadi satu, bagaimana tidak? Disaat terburu-buru dan khawatir seperti ini jalanan macet. Akhirnya setelah setengah jam lebih aku tiba, tak mau membuang waktu, dan segera turun. Namun, gerakanku terhenti mendengar ponsel berdering. Astaga Dinda, bagaimana ini? Aku harus bilang apa? Ah, lebih baik abaikan saja dulu. Bukan waktunya untuk menjelaskan. Bisa-bisa malah jadi salah paham.Dengan langkah tergesa aku menuju tempat Almira bekerja. Namun, aku tak mendapatinya. Kemana mereka? Ah bodohnya, kenapa tadi tidak

  • Istri yang Kuabaikan   Dinda atau Almira?

    Almira tengah bercakap-cakap dengan, Dirga. Entah apa yang mereka bicarakan. Tapi, kelihatannya mereka sangat akrab. Tak ingin membuang waktu aku pun langsung turun."Nah itu dia orangnya," ucap Almira tersenyum begitu melihatku datang."Oh iya, mungkin lain kali," ucap Dirga. Entah apa yang mereka bicarakan sebelumnya sampai dia bisa berkata begitu."Kenapa, Yang?" tanyaku sengaja memanggil Almira dengan sebutan Sayang agar Dirga sadar dengan tujuannya yang sama sekali tidak seharusnya. Lalu, tanganku melingkar di pinggang Almira.Mendengar itu, Dirga malah terlihat tertawa kecil. "Kamu sudah tidak ada lagi yang perlu dikerjakan, 'kan?""Enggak kok.""Kalau begitu ayo kita, pulang!""Eum ... Kalau begitu kita duluan ya!" ucap Almira pada Dirga."Oh iya hati-hati!" balasnya. "Semoga lain kali kita bisa bertemu lagi, saya sangat tertarik bekerja sama dengan Mbak Almira di salah satu restoran saya!" ucap Dirga seolah memberi penawaran yang menarik. Namun, disisi lain aku jelas tahu apa

  • Istri yang Kuabaikan   Sesuatu yang Mencemaskan

    "Siapa Mas?" tanya Almira."Mira kamu gak tidur?" tanyaku panik, takut kalau dia hanya pura-pura tidur, dan tahu kalau sejak tadi aku memandanginya."Suara ponsel Mas Hans berisik, membuatku terbangun, memangnya siapa yang telpon, kenapa gak Mas angkat?" tanyanya panjang kali lebar."I-ini juga baru mau Mas angkat," jawabku sembari melihat ke layar ponsel. Ternyata Dinda.Perlahan aku menggeser tombol hijaunya, hingga sambungan telpon terhubung."Hallo Assalamualaikum, Mas. Tadi aku dengar Mas Hans berantem lagi ya sama, Dirga? Terus keadaan Mas Hans gimana, Dinda khawatir?""Waalaikumsalam, Mas gak apa-apa kamu jangan khawatir."Terdengar Dinda menghela napas. "Syukurlah kalau Mas Hans gak apa-apa.""BTW kamu tahu dari mana?" tanyaku penasaran."Tadi, Dirga sendiri yang nge-WA in aku, dia juga bilang tidak akan menghalangi kita lagi, aku senang dengarnya, Mas juga senang,' kan?" ucap Dinda terdengar begitu senang.Ucapan Dinda membuatku sejenak terdiam, mungkin Dinda senang. Tapi, ti

  • Istri yang Kuabaikan   Meminta Almira Berhenti Kerja

    Farahpun langsung keluar. 45 menit kemudian Farah kembali dengan wajah panik."Farah, kenapa kamu tidak ketuk pintu dulu?" tanyaku kaget mendengar pintu yang tiba-tiba terbuka, dan melihat wajah paniknya."Eum ... Maaf, Pak!""kamu kenapa?""Anu ... Pak, Bapak dipanggil Pak Bambang ke ruangannya," ucap Farah terlihat takut-takut."Ada apa?""Saya kurang tahu, Pak. Tapi, tadi Pak Bambang marah-marah usai menerima laporannya.""Kamu tidak tanya kenapa?"Farah menggeleng. "Saya gak berani, Pak."Mendengar itu aku langsung, melangkah lebar-lebar menuju ruangan, Pak Bambang. Dalam hati bertanya-tanya ada masalah apa dengan laporan yang tadi kuberikan? Rasa penasaran ini tidak akan terjawab sebelum bertemu. Begitu sampai di depan ruangannya aku langsung mengetuk pintu dengan perasaan tak karu-karuan. Cemas dan takut, kesalahan apa kiranya sampai Pak Bambang memanggilku."Permisi, Pak ini saya Hans," ucapku setenang mungkin."Masuk!" Suara Pak Bambang terdengar keras tak seperti biasanya. M

DMCA.com Protection Status