Luna menatap kesal pada Adrian yang hanya menyunggingkan senyum mengejek untuk Luna.Seharusnya Luna tidak langsung percaya begitu saja 'kan pada Adrian? Hanya karena Adrian memperlihatkan data dirinya yang masih lajang, dan tidak memiliki anak. Bisa saja Adrian memiliki anak diluar nikah yang berusaha ia sembunyikan.Lagi pula, tidak mungkin Dokter Rio mengatakan demikian jika tidak ada isu yang sampai di telinganya. Tapi, Luna juga tidak bisa membuktikan kalau Adrian memang sudah memiliki anak."Selamat malam, sayang."Ah, seharusnya bukan itu yang dipikirkan Luna sekarang. Karena masalah terbesarnya, adalah orang yang sekarang tengah berdiri di hadapannya. "Malam," balas Luna dengan malas-malasan.Sejak permintaan Luna untuk berpisah dari Brian, membuat Luna menjadi peliharaan Brian sepenuhnya. Seolah permintaan Luna saat itu, menjadi kutukan tersendiri untuk Luna. Karena, Brian jadi membatasi pergerakan Luna, sehingga Luna tidak bisa lagi pergi keluar rumah tanpa seizin Brian. Hi
Luna tidak tahu lagi, harus dengan kata-kata seperti apa yang ia gunakan untuk membuat Brian mengerti. Apa yang dikatakan oleh Dokter Rio, benar adanya. Brian, dia itu licik. Tentu saja dia tidak akan masalah baik dengan ada atau tidak adanya Luna. Sekali pun Luna tetap ada sebagai istrinya, Brian masih bisa tetap menikah dengan Sely. Dan, yang akan menjadi korban adalah Luna dan Sely."Si*lan! Sebenarnya apa yang dia inginkan!" geram Luna, menatap punggung Brian yang sudah menjauh darinya."Aku akan dibunuh oleh Bibi Megan kalau masih ada di sini," racau Luna, memijat kepalanya yang terasa berdenyut nyeri.Luna berjalan kedepan, mencoba melihat keadaan di luar sana. Luna bahkan belum pernah keluar rumah sejak pembicaraan terakhir mereka di kantor Brian. Luna merasa seperti terkurung."Sebanyak itu?" gumam Luna, melihat jumlah pengawal yang menjadi lebih banyak dari sebelumnya.Luna berbalik, menghela napas berat. Luna sudah memikirkan banyak jalan untuk keluar dari sini, tapi Luna ti
Luna menatap wajah Bintang yang tengah terlelap. Ingin membangunkannya, akan tetapi Bintang tampak begitu nyenyak dalam tidurnya, membuat Luna mengurungkan niatnya.Berlama-lama memandangi wajah Bintang, membuat Luna mengingat kejadian semalam. Saat Bintang menolak untuk tidur dengannya, dan lebih memilih untuk bersama dengan Sely.Itu seakan menjadi pukulan telak untuk Luna, bahwa Luna tidak bisa lagi untuk bersama dengan Brian. Bahkan, Bintang saja sudah memilih Sely dibandingkan Luna."Sehat-sehat terus ya, sayang," bisik Luna sembari mengecup puncak kepala Bintang."Mungkin waktu yang kita habiskan bersama sudah cukup sampai di sini, berbahagialah selalu dengan Bibi Sely yang akan menjadi mama Bintang." "Jika Bintang tidak keberatan, tolong jangan lupakan Mama Luna. Jika Bintang tidak ingin mengingat Mama Luna sebagai mama, maka cukup ingat saja sebagai seorang perawat yang pernah merawat Bintang."Luna berdiri, menadahkan pandangannya ke atas, berusaha menahan air matanya yang he
"Brian, kita hanya terus berputar-putar di sini. Sebenarnya apa yang ingin kamu beli!" seru Luna yang sudah lelah mengikuti langkah kaki Brian.Setelah perdebatan pagi tadi, Brian mengajak Luna untuk berjalan-jalan di mal setelah ia selesai bekerja. Brian hanya mencoba menghibur Luna, karena bagaimanapun juga Brian tidak bisa mengusir Sely yang membuat Luna merasa tak nyaman."Menurut kamu, apa yang harus kita beli?" tanya balik Brian, yang membuat Luna menghembuskan napas untuk yang kesekian kalinya."Lebih baik kita pulang saja," ajak Luna sembari menarik tangan Brian."Tapi, kita belum membeli barang apa pun," protes Brian yang masih tidak ingin pulang.Bayangkan saja, mereka sudah berada di mal sejak pukul empat sore. Dan sekarang jarum jam sudah menunjuk pada angka delapan, yang artinya mereka telah menghabiskan waktu sekitar empat jam di mal. Dan belum ada barang apapun yang mereka beli.Hal benar yang mereka lakukan, hanyalah menonton dan makan malam berdua. Sedangkan yang lainn
"Sely, apa-apaan ini!" marah Brian, menarik Sely untuk menjauh dari keluarga mereka yang sedang berkumpul di ruang tamu.Brian masih tidak menyangka, bahwa hari ini rumahnya akan kedatangan tamu, yaitu orang tua Sely beserta Bibi Megan yang mewakili keluarga Brian."Bukankah kita akan menikah? Jadi wajar saja jika harus ada pertemuan dua keluarga, lagian itu bukanlah masalah yang harus kau besar-besarkan, Brian," sanggah Sely.Brian mengusap wajahnya, gusar. Merasa geram dengan sikap Sely yang berubah. "Sel, aku tahu kalau bukan ini yang kamu inginkan," bantah Brian."Mengapa kamu tiba-tiba seperti ini, atau kamu memang ingin membuat aku dan Luna benar-benar berpisah?" geram Brian, berusaha sekuat mungkin menahan amarahnya.Sely tidak langsung menanggapi, ia hanya membuang muka, melihat ke arah lain. Sely tidak dapat menyangkal apa yang dikatakan oleh Brian. Pada kenyataannya, memang bukan ini yang diinginkan Sely. Namun, Sely tidak punya pilihan lain."Semua orang yang mengenal kita
"Apa maksudnya, Brian. Mengapa kau ingin bertanggung jawab atas kesalahan orang tuamu?"Brian menoleh, mendapati Luna yang sekarang menatapnya dengan tatapan kosong. Sedangkan Bibi Megan, ia sudah pergi setelah puas mengamuk dan melampiaskan semua amarahnya pada Brian."Jadi, apa yang dikatakan petugas kepolisian yang menangani kecelakaan orang tuaku saat itu, adalah kebohongan? Alasan mengapa tidak ada saksi mata, karena semua sudah diatur sebaik mungkin? Seperti itu?" Luna menghampiri Brian, menatap Brian dalam. Mencari kebenaran."Luna, tidak seperti itu," sela Brian cepat."Lalu, seperti apa! Seperti apa, Brian! Jelaskan padaku yang begitu bo*oh sampai tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi!" teriak Luna, tidak dapat lagi menahan air matanya.Luna merasa hidupnya hancur setelah kepergian kedua orang tuanya, berpikir kalau orang tuanya sengaja menabrakkan mobilnya sesuai dengan informasi yang ia dapatkan. Namun, ternyata semua itu salah.Dan, itu membuat Luna semakin merasa se
Tidak banyak yang tahu, mengenai sosok Adrian yang merupakan kakak ipar Brian, suami sah Bella. Kebanyakan orang mengenal Adrian hanya sebatas sekretaris pribadi Brian.Padahal, lebih dari itu. Meski sekarang, Adrian tidak lagi tinggal bersama Brian setelah sang istri meninggal, Adrian lebih memilih untuk kembali tinggal di apartemennya.Melanjutkan kehidupannya seperti biasa, menjadi sekretaris pribadi Brian. Tanpa pernah mengungkit mengenai dirinya yang merupakan kakak ipar bagi Brian.Karena itulah, Adrian akan selalu memberi perhatian lebih pada Bintang. Selalu menyempatkan waktu disela-sela kesibukannya, hanya untuk menjemput Bintang dari sekolahnya. Menemaninya bermain, meski Adrian merasa tubuhnya sudah meraung-raung minta istirahat."Aku harap, kali ini kau akan mendengarkan nasehatku sebagai kakak ipar, teman, dan juga sekretarismu," ujar Adrian."Aku akan memutuskan yang terbaik untuk semuanya. Tapi, mengenai Luna. Aku akan memikirkannya dengan lebih cermat lagi," jawab Brian
"Bibi Sely, Bintang rindu dengan Bibi."Sely yang masih berbincang dengan Brian di teras rumah, serentak menoleh. Melihat kedatangan Bintang yang baru pulang sekolah bersama dengan Adrian."Apalagi yang kau lakukan di sini?" tegur Adrian pada Sely yang langsung mengubah cara duduknya menjadi lebih anggun."Tentu saja Bibi Sely ingin menemui Bintang," sewot Bintang, menjawab pertanyaan Adrian."Ah, iya. Aku ingin bertemu dengan Bintang, juga ada sesuatu yang perlu aku bicarakan dengan Brian," jawab Sely dengan senyum tulusnya.Brian yang melihat perubahan sikap Sely dalam sekejap setelah kedatangan Adrian, membuat Brian membuang muka dan memutar bola matanya."Cinta memang bisa membuat orang berada dalam kepura-puraan," gumam Brian begitu pelan, hingga hanya bisa didengar oleh dirinya sendiri.Untuk Brian yang sudah mengenal Sely dengan sangat baik, terkadang masih merasa terkejut dengan perubahan sikapnya setiap kali ada Adrian di dekatnya.Sely bahkan berusaha mendekati Bintang, bukan