"Ada urusan apa kalian dengan perempuan ini?"Berbeda dengan dua pria berpakaian hitam yang tidak tampak terkejut tersebut, Verena merasa cukup heran saat Eric langsung pasang badan di depannya.Apa yang sedang pria ini lakukan?"Eric--""Selamat malam, Tuan." Salah seorang pria dari dua orang itu berkata. "Kami ada perlu dengan Nona Miller. Mohon menyingkir.""Iya. Katakan di sini." Eric kembali berkata tegas. Hening. Tidak ada yang bicara di antara mereka selama beberapa detik.Kemudian, pria berpakaian serba hitam itu kembali berkata. Pandangannya lurus menatap ke arah Verena."Kami diutus oleh ayah Anda untuk mengecek kondisi Anda dan Tuan Muda Ashton, Nona," kata pria itu. "Tuan Besar sudah menghubungi Anda berkali-kali, tapi tidak mendapatkan jawaban."Ah. Panggilan itu.Ponsel Verena tiba-tiba kembali bergetar, menampilkan nama Aster Miller pada layar ponsel.Namun, ponsel Verena mati sebelum ia mengangkat panggilan tersebut.Wanita itu menghela napas. "Kamu," ucapnya pada sal
Verena berakhir tidak mengunjungi mansion keluarga Miller seperti yang diperintahkan oleh sang ayah.Wanita itu bergidik, merasa asing dengan cara bicara serta ucapan Aster Miller yang tidak seperti biasa. Respons tubuhnya yang pertama adalah jauh-jauh dari ayahnya itu.Karenanya, Verena memberikan instruksi kepada dua pria yang menemuinya di rumah sakit. Terkait Ashton, kemudian penyelidikan kecelakaan lebih lanjut, lalu tentang Verena yang memutuskan untuk pulang.Verena melakukannya dengan cepat dan tanpa bantahan, sampai-sampai Eric Gray yang di sana tidak punya kesempatan untuk memanfaatkan momen."Nona, Tuan Besar Miller meminta Nona untuk melapor langsung hari ini."Verena melirik asisten sementaranya dengan malas."Ya. Nanti aku ke sana."Sudah beberapa hari setelah kecelakaan itu terjadi dan Verena baru bersedia memenuhi perintah sang ayah itu.Aster Miller memang memberikan perintah-perintah lain terkait masalah perusahaan dan Verena tidak keberatan menjalankannya. Hanya saj
"Balas pesanku." Setelah terdiam beberapa saat, Verena lebih memilih untuk bereaksi biasa."Selamat malam, Tuan Gray. Saya tidak menyangka akan bertemu Anda di sini," ucap Verena sembari tersenyum sopan.Ia sama sekali tidak menyinggung perihal pesan teks ataupun rumah sakit ataupun malan malam bersama tempo hari.Sementara itu, Eric menatapnya dalam diam. Manik birunya bergerak memindai wajah Verena dengan saksama.Masih ada plester luka kecil di sudut pelipisnya. Namun, selain itu, wanita keras kepala di hadapannya tampak baik-baik saja."Aku sendiri terkejut kamu ada di sini," balas Eric kemudian. Perhatiannya tertuju lurus pada Verena tanpa menggubris keberadaan bibi dan keluarga tiri Verena. "Tapi, ini merupakan kejutan yang menyenangkan."Verena menanggapinya dengan sopan sebelum undur diri."Mohon maaf, Tuan Miller sudah menunggu. Permisi."Wanita itu melirik pada pandangan penuh permusuhan dari Olivia dan Kimberly, tapi tidak terlalu memusingkan ataupun membalasnya. Verena ha
"Makan malamlah denganku sebelum kamu pulang."Kalimat dari sang ayah itu lebih terdengar seperti titah bagi Verena, alih-alih ajakan atau ungkapan keinginan.Meski begitu, Verena tidak ragu untuk menolak."Saya lebih nyaman makan di rumah.""Ini rumahmu juga."Verena diam sejenak, mengatur kata-kata yang ingin langsung keluar dari bibirnya agar terdengar lebih sopan.Tapi gagal.Pada akhirnya, wanita itu tetap berkata, "Saya tidak merasa demikian."Untungnya, Aster Miller tidak lagi melarang ataupun meminta aneh-aneh pada Verena selain makan malam. Pria itu hanya menyampaikan bahwa kondisi Ashton sudah membaik, jika Verena belum tahu. Dan pria itu sudah bisa kembali bekerja minggu depan.Setelah itu, sang ayah melanjutkan jika mereka harus makan bertiga saat Ashton sudah kembali bertugas. Kali ini, Aster dengan jelas menggunakan alasan pekerjaan.Sepertinya keinginan Aster Miller untuk membuat Verena makan dengannya sangat kuat.Jika saja Verena tahu, mungkin Verena akan menyanggupin
"Apakah itu mengubah kenyataan bahwa wanita itu adalah putri Tuan Aster Miller?"Semuanya terdiam dengan ucapan Eric Gray."Eric." Beatrice Gray menghela napas. Hatinya merasa dongkol karena ini jauh dari rencananya. Ia tidak ingin keponakan tampannya yang menjanjikan ini harus terjebak dengan putri tiri sahabatnya yang tidak ia sukai. "Jangan mengada-ada. Kita di sini--""Untuk mempererat hubungan dua keluarga, bukan, Bibi? Aku paham." Eric mengangguk. itu kemudian menoleh pada Verena."Duduklah. Ini ada kaitannya denganmu," ucap Eric setelahnya. Menyadarkan Verena.Wanita itu baru saja mencatat dalam kepalanya kalau kegilaan Eric Gray sudah naik satu tingkat."Aku ada urusan lain." Kali ini, ucapan Verena tidak terdengar formal seperti tadi. "Silakan lanjutkan makan malamnya. Aku permisi.""Kamu yakin?" Eric kembali berkata. "Apa pun keputusan yang kuambil, kamu setuju?"Verena tertawa kecil. "Eric," balasnya. "Buka matamu. Di sini, aku sependapat dengan semua orang kecuali kamu."
"Mau ke mana kamu!? Kembali ke sini, Verena! Hadapi aku!"Verena berpikir bahwa itu adalah ocehan biasa atau sekadar gertakan kosong dari adik tirinya. Menganggap bahwa Kimberly akhirnya gila karena dibakar cemburu buta.Ia sama sekali tidak menyangka kalau setelahnya, Eric Gray akan bergerak cepat menarik tubuh Verena dan membawanya beberapa jengkal lebih jauh sebelum kemudian terdengar suara pecahan kaca beradu dengan lantai, tak jauh darinya."Astaga, Kimberly!""Eric! Kamu baik-baik saja!?"Teriakan dari dua wanita paruh baya di sana terdengar hampir bersamaaan.Sementara itu, pandangan Verena terjatuh pada pecahan kaca tak jauh darinya. Ada beberapa yang kemudian terlempar dan menggores sisi kakinya yang tidak tertutup sepatu.Jika saja Eric tidak menolongnya, lemparan gelas itu pasti mengenai kepala Verena.Ah, iya, Eric--"Perempuan gila," bisik Eric, yang bisa didengar Verena dengan jelas.Nyaris saja ia berpikir kalau sebutan itu tertuju padanya. Apalagi karena kedua tangan E
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
Eric Gray membawanya cukup jauh dari kantor Miller Group, nyaris ke pinggiran kota. Mobil yang mereka kendarai tiba-tiba berbelok ke sebuah gang kecil, sebelum kemudian mengikuti jalan yang ada dan berhenti di sebuah bangunan yang cukup besar. Dalam ingatannya, Verena tidak ingat kalau keluarga Miller mempunyai aset di area sini. Pun, setelah Verena berusaha menggali daftar aset keluarga yang pernah ia baca. Apakah ini punya keluarga Gray? Tapi jika seperti itu, ayahnya tidak mungkin di sini, kan? "Ayo." Eric berucap setelah membuka pintu di sisi Verena. Wanita itu kemudian keluar. "Ini vila keluargamu?" tanya Verena. "Bukan." "Lalu?" Eric tidak menjawab dan hanya menutup mobil, membuat Verena menghela napas pelan. Wanita itu mencatat dalam hati kalau saat Verena membutuhkan jawaban, Eric tidak memberikannya padahal setiap kali Eric selalu mengoceh untuk memancing reaksi atau sekadar menggodanya. Verena mengikuti langkah Eric. Pria itu membawa Verena ke dalam bangunan di san
"... Apa yang sedang kamu pikirkan?"Suara Eric yang rendah menyusup masuk ke dalam indra pendengaran Verena, sekalipun lift ini diisi oleh bisik-bisik manusia yang saling tumpang tindih.Karena tidak menjawab hanya akan membuat Eric mengejar jawaban lebih lanjut, maka Verena menjawab, "Bahwa kamu terlalu dekat.""Tidak sedekat itu," balas Eric. "Masih ada jarak."Verena mendengus. "Bukan jarak yang pantas untuk dua perwakilan relasi bisnis.""Bagaimana kalau sebagai calon suami istri?""Berhentilah main-main," tegur Verena. Ia mendorong Eric agar sedikit menjauh sementara volume suaranya naik tanpa sadar, hingga wanita itu kemudian berdeham dan mengecilkan suara seperti sebelumnya. "Kalau kamu tidak mau menikahi Kimberly, ya sudah. Tidak perlu menyeretku dalam skenariomu.""Bukankah pernikahan adalah salah satu cara yang baik? Kita sudah pernah membahasnya.""Aku masih bisa mengusahakan kerja sama itu tanpa campur tangan pernikahan bisnis." Verena berkata tegas. Sepasang matanya mena
Verena menghela napas panjang, lalu mengalihkan pandangan.Ia tidak pernah sedekat ini dengan lawan jenisnya. Yah, mungkin dengan Ashton--mengingat bagaimana sepupu sekaligus cinta pertamanya itu memeluk Verena saat ia nyaris tertabrak mobil.Atau ... yah. Eric Gray.Saat malam itu.Duk!Pandangan Verena kembali teralih pada Eric di hadapannya saat pria itu menumpukan tangannya di dinding lift di sisi Verena, menahan badannya agar tidak terlalu mengimpit wanita itu."Eric--""Hei! Liftnya sudah penuh. Pakai yang selanjutnya saja!"Ucapan Verena disela salah seorang penghuni lift yang lain, diikuti bisik-bisik yang menyatakan bahwa mereka setuju oleh ide tersebut.Verena tidak bersuara lagi, sekalipun ia sepakat.Karena tubuhnya tidak bisa sama sekali di antara impitan dinding lift di belakang dan Eric Gray! Bahkan, wanita itu tidak bisa sekadar balik badan tidak peduli betapa ia tidak nyaman ditatap oleh Eric seperti itu."Liftnya eror, tiba-tiba saja begitu." "Kenapa harus eror di s
Beberapa waktu belakangan, Verena tidak melihat Eric Gray di mana pun.Dampaknya cukup besar. Pikiran Verena jadi lebih tenang dan jernih. Tidak sedikit-sedikit memikirkan 1001 cara untuk menolak pria bermata biru itu. Ia jadi lebih fokus pada masalah pekerjaan dan perusahaan, serta pengembangan relasi bisnis Miller Group dengan rekan lain.Makin menyenangkan lagi karena sang ayah tidak lagi memerintahkan untuk datang ke mansion sering-sering. Mungkin pria itu menyadari bagaimana was-wasnya suasana mansion jika Verena datang, akibat konflik terakhir dengan Kimberly.Pemikiran bahwa sang ayah memihak adik tirinya membuat Verena memblokir kemungkinan-kemungkinan yang ada. Dia di sini bukan untuk mencari cinta.Jadi ia berusaha tidak peduli.Lalu pada misinya.Verena sejauh ini mampu membuktikan bahwa dirinya, sekalipun diprotes habis-habisan saat diperkenalkan sebagai perpanjangan tangan Aster Miller, memang pantas berada di sana sebagai bagian dari Miller Group.Wanita itu tidak membia
"Kecelakaan itu. Jangan bilang ... kalau ada hubungannya dengan adikmu?"Poin pertama. Lalu Verena menggali lagi ingatannya yang tidak terlalu jauh, tentang ucapan Keith sebelum ini.Adik tirinya itu kesal karena Verena tidak bisa dihubungi. Namun, kalimatnya menunjukkan bahwa pertengkaran dengan Kimberly karena provokasi Verena adalah sebuah kelanjutan dari kecelakaan beberapa waktu yang lalu.Ya. Verena tidak salah.Keith yang tidak menjawab pun sudah merupakan jawaban yang jelas untuk Verena."Begitu." Verena mengangguk. Sampai pada sebuah kesimpulan.Pantas saja. Mencari tersangka kasus tabrak lari seharusnya tidak sulit, apalagi untuk keluarga berkuasa seperti Miller. Namun, itu jika memang pelakunya orang biasa yang kedudukannya di bawah keluarga Miller.Apabila kedudukan pelaku setara dengan keluarga Miller atau lebih tinggi, hasilnya hanya akan ada dua; pihak Verena akan kesulitan mencari tersangka atau ia bisa menemukannya, tapi tidak bisa melakukan apa pun.Apakah itu berart
Ketika Verena sampai di rumah yang ia huni hanya dengan seorang asisten rumah tangga, rupanya Keith tengah menunggu di ruang tamu."Dari mana saja?" Pria itu bertanya. Keith kemudian berdiri dan menghampiri Verena.Ekspresi pria itu tampak kesal dan terusik, yang Verena duga karena Keith sudah menunggu lama di sana."Rumah Ashton. Kenapa?" tanya Verena kembali. "Kamu kapan datang?"Keith berdecak kesal. Bibirnya cemberut dengan sangat kentara, sama sekali tidak menyembunyikan perasaannya. "Ponselmu mati?" Adik tiri Verena itu kembali bertanya.Mendengar itu, Verena mengeluarkan ponselnya yang memang sudah tidak bisa dinyalakan."Ah, iya. Kamu menghubungiku?" Verena melangkah ke tengah ruang tamu. "Ada apa? Soal pekerjaan?"Tidak ada jawaban dari Keith sampai-sampai Verena harus kembali fokus pada sang adik itu."Kalau mau merajuk, jangan sekarang, Keith," ucap Verena.Selain dengan Ashton, hubungan Verena dan Keith bisa dibilang tidak buruk. Apalagi memang kadang mereka bertemu dan s
"Verena. Jawab aku. Apakah kamu tertarik pada pria itu?"Verena tertegun. Selain karena pertanyaan Ashton, ekspresi kakak sepupunya yang tampak serius itu membuatnya bertanya-tanya.Kenapa pria itu bertanya demikian?"Jangan mengada-ada, Ash." Verena akhirnya merespons, tanpa menjawab pertanyaan Ashton."Siapa yang mengada-ada?" sahut Ashton. "Aku hanya bertanya.""Kenapa bertanya seperti itu? Aku dan dia tidak ada apa-apa.""Bukan itu yang kutanyakan, Ve. Tapi apakah kamu tertarik pada Eric Gray itu."Verena cemberut. Kepalanya mendadak sakit sebelah.Ia baru saja lolos dari Eric yang suka mendebat dan membuatnya sakit kepala. Verena tidak mau interaksinya dengan Ashton juga menyusahkan dirinya seperti ini.Tapi merajuk hanya akan membuatnya seperti anak kecil. Sekalipun hubungan Verena dan Ashton sekarang sudah membaik, ia tidak mau dianggap remeh oleh kakak sepupunya itu.Apalagi dimanjakan.Karenanya, Verena akhirnya berkata, "Dibandingkan tertarik, aku lebih ke menjaga hubungan b
"Alamat ini...." Eric mengernyit membaca alamat itu. Selama beberapa saat ia terdiam, sebelum kemudian bertanya, "Rumahmu?" Pria itu mengenali alamat itu sebagai kawasan perumahan elit tidak jauh dari rumahnya. "Apakah itu penting?" Verena justru balik bertanya. Eric berdecak pelan. "Kenapa kamu sulit sekali langsung menjawab pertanyaanku, hm?" katanya. "Apakah kamu suka sekali berdebat denganku?" Verena memutar bola matanya. "Itu kediaman asistenku." Wanita itu akhirnya menjawab. "Oh. Pria itu?" "Hm." "Ada urusan apa?" "Lebih baik kamu mulai menjalankan mobilnya sebelum kutendang keluar, Eric Gray." Nada suara Verena sudah mulai terdengar kesal, tidak lagi datar. Dan itu membuat Eric terkekeh. Memancing reaksi wanita ini selalu menyenangkan. Dengan sigap, ia menjalankan mobilnya sesuai rute yang disarankan oleh GPS. Obrolan di dalam mobil tidak sepenuhnya berlangsung dua arah karena Verena selalu menjawab dengan singkat, seperti memang sengaja memutus pemb
"Kenapa kamu selalu memaksa?""Karena kamu selalu kabur, Verena.""Itu berarti aku tidak nyaman, Eric Gray. Apakah untuk hal yang seperti ini saja, aku harus mengatakannya keras-keras?"Pada akhirnya, Verena mengatakan itu karena tidak punya alasan lain untuk menolak.Eric terdiam menatapnya. Sorot mata biru itu entah kenapa mengingatkan Verena pada pagi ketika pria itu melamarnya mendadak.Verena jadi merasa seperti ia telah melukai seekor anak anjing lucu yang tidak bersalah."Maksudku--"Akan tetapi, sebelum Verena meralat atau melembutkan maksud ucapannya, sorot mata terluka itu kembali berubah tajam."Bukankah seharusnya kamu tahu, bahwa satu kali penolakan itu membuatku berusaha lebih keras untuk mendapatkan apa yang kumau?" Eric berkata. "Masa aku harus mengatakan ini keras-keras, Nona Miller?"Verena mendengus. "Ya sudah, usaha saja besok. Hari ini cukup, biarkan aku sendiri.""Oh?" Eric tertawa kecil, lalu mengangkat tangannya. Seperti akan menyerah."Lalu bagaimana dengan pe