“Kita hampir sampai.”Mendengar kalimat Ashton, Verena mengangkat pandangan dan melihat ke luar jendela. Deretan rumah-rumah mewah memenuhi pandangannya.Setelah menyelesaikan percakapannya dengan Verena tadi, Aster memerintahkan Ashton untuk mengantar Verena ke kediaman lama yang dulu wanita itu tempati.Untunglah. Karena dengan demikian, Verena tidak perlu bertemu dengan keluarga tirinya dan menghadapi celotehan tidak penting mereka sehari-hari.Di saat dirinya memandangi deretan rumah itu, percakapan terakhir dengan sang ayah melayang ke dalam pikirannya.“Ada seorang pengkhianat di keluarga, dan jika kamu berhasil menyingkirkannya, aku akan mengesahkan posisimu sebagai pewaris utama perusahaan Miller.&rd
"Dasar berengsek. Berhati dingin. Apa gunanya digandrungi para wanita jika sifatmu jelek begitu.”Eric Grey diam saja mendengar sahabatnya mengomel, pun saat si sahabat mengekorinya masuk ke dalam rumah pada akhirnya. Pandangan pria itu fokus mengitari sekeliling, mendapati bahwa rumahnya dalam keadaan baik dan terurus.Para asisten rumah tangganya memang tidak mengecewakan selama ini. "Hei. Tangkap."Eric menoleh ke arah sahabatnya saat pria itu melempar sebotol minuman dingin padanya. Tubuh Eric bergerak sigap untuk menangkap benda itu, sementara si sahabat langsung meneguk air dalam kemasan tersebut dengan rakus."Aman, kulkasmu sudah penuh dengan air dan bahan makanan, Tuan Grey.""Kamu tidak pergi?" Eric akhirnya bertanya. Ia membuka botol di tangannya dan minum perlahan."Setelah ini." Samuel, sahabatnya, memberikan jawaban sembari mengintip dari balik jendela, menatap ke arah rumah di sampingnya. "Ada yang mau aku pastikan.""Kalau kamu berniat menjadi biang gosip atau papara
Ashton tahu pikiran Verena mulai liar. Dia pun menghela napas pelan dan berkata, “Ayolah, Verena. Jangan bersikap seperti itu. Kau tahu aku–”“Kamu di sini sebagai tangan kanan Tuan Miller atau sebagai teman lamaku?” potong Verena, membuat Ashton kembali terdiam. Rupanya, sekalipun kemarahannya kemarin sudah mereda, wanita ini tetap menyimpan dendam.Verena tetap akan mengingat sandiwara yang dimainkan Ashton dengan baik dalam kepalanya. “Aku sudah menyanggupi akan menjadi mata dan telinga untuknya, jadi dia tidak perlu seketat itu dalam menjagaku,” ucap Verena sembali membuka-buka fail yang ada di dalam tab. Wanita itu duduk dalam posisi nyaman di atas sofa, dengan kaki bersilang. “Aku bukannya sedang mengawasimu,” balas Ashton. “Tapi, jika kamu perlu bantuan atau pertanyaan, kamu bisa mengatakannya padaku.”“Hm.”“Toh, kamu baru saja kembali ke sini. Pasti belum sempat bersosialisasi,” imbuh Ashton lagi. Pria tegap itu menghela napas dan bersandar pada lengan sofa Verena. “Ayolah,
"Kamu–""Selamat sore." Pria yang menjadi tamu Verena tersebut tersenyum lebar. Di tangannya, sosok itu menjinjing kotak kue dengan merek yang Verena kenali milik seorang artisan bakery terkenal di Utopia."Aku dengar, rumah ini sudah tidak lagi kosong. Jadi aku datang untuk menyapa. Namaku Samuel. Boleh panggil saja Sam."Walau belum sepenuhnya sembuh dari keterkejutan, Verena mengangguk. "Selamat sore, Samuel." Wanita itu membalas selagi menjulurkan tangan untuk memperkenalkan diri, "Namaku Verena."Sejujurnya, Verena bukan hanya terkejut dengan kedatangan sosok Samuel, tapi … dia sama sekali tidak menyangka keturunan dari keluarga Collins akan hadir di depan pintunya!Ya, pria di hadapan Verena saat ini
Tidak. Siapa bilang hanya ada satu keluarga yang menguasai bisnis pertambangan Utopia?Walau memang keluarga Gray memegang bagian paling besar di industri tersebut, tapi tentu masih ada perusahaan-perusahaan lainnya!Selagi Verena tampak melamun, Samuel mengambil kesempatan ini untuk angkat bicara, "Oh ya, Verena. Apakah aku bisa minta nomor ponsel–"Baru saja Samuel ingin meminta nomor ponsel Verena agar dia bisa melakukan pendekatan lebih lanjut, ponselnya berdering nyaring.Pria itu langsung cemberut, apalagi saat melihat nama si pemanggil."Sebentar ya, Verena," pamit Samuel sebelum beranjak dari sofa dan sedikit menjauh untuk mengangkat telepon. "Hal–""Bajingan! Berani
Beberapa saat sebelumnya ....“Aku yakin kamu sudah menyelesaikan tugasmu kemarin.”Verena menoleh ke Ashton yang dititahkan oleh sang ayah untuk menjemputnya malam ini. Keduanya sedang berada dalam mobil.Sebelum berangkat tadi, pria itu sempat memuji penampilannya yang berbeda dengan balutan gaun warna hitam lengan panjang, tampak menawan sekaligus elegan, dan pastinya akan menyita perhatian para tamu.Namun, Verena tidak bereaksi banyak terhadap komentar tersebut, memaksa Ashton untuk kembali memosisikan diri sebagai tangan kanan sang ayah alih-alih teman lama Verena.“Ya,” sahut Verena. Wanita itu mengangguk. “Kamu mau mengeceknya? Silakan bertanya.”
Tanggapan Verena membuat wajah Kimberly memerah, apalagi memang Verena memandang Kim dengan tatapan penuh penilaian, dari atas sampai bawah.Berani-beraninya wanita rendahan itu merendahkannya!"Kamu–!""Kim," tegur seorang pria yang baru saja datang. Sosoknya yang tinggi dan tegap langsung menyita perhatian, apalagi dengan rambut pirang terangnya tersebut. "Jangan berbuat onar."Tatapan pria itu kemudian beralih pada Verena dan mengangguk."Lama tidak bertemu," ucapnya setelah itu. Sepasang mata abu-abunya menyorot dingin, sama seperti yang ada dalam ingatan Verena."Keith." Verena balas menyapa pria yang merupakan saudara kembar Kim sekaligus adik tirinya yang kedua terseb
Verena mengerjap, sedikit terkejut dengan respons Keith. Apa pemuda ini tersinggung?Perlahan, Verena tersenyum, tetap tenang lantaran mengerti kalau memang pertanyaannya sudah menyentuh ranah privasi, jadi adik tirinya itu tersinggung.Bagaimanapun, mereka tidak sedekat itu ….Pada akhirnya, Vena hanya bisa berkata sembari menepuk lengan Keith, "Maaf," ucapnya dengan nada bersungguh-sungguh. “Bukan maksudku membuatmu tidak nyaman dengan pertanyaanku. Aku lupa kalau kita memang tidak sedekat itu. Tidak perlu dijawab."Balasan Verena membuat ekspresi Keith berubah terkejut, sedikit terluka selagi berkata, “Bukan, Verena. Maksudku adalah kenapa kau menanyakan itu ketika kau harusnya tahu aku–”"Selamat malam, Keith." Sebuah sapaan memotong ucapan Keith, membuat dirinya dan Verena menoleh untuk melihat siapa yang datang.Tampak seorang gadis cantik sekarang berdiri di hadapan Verena dan Keith. Dari perawakannya, kentara sekali dia berasal dari keluarga terpandang. Mungkin dia adalah sal
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
[Atau kamu mau kujemput di tempat sepupumu itu?]"Oh, sial," gumam Verena, akhirnya bangkit dari kursi yang sudah beberapa jam ia duduki. Tak jauh dari sana, Ashton menoleh."Kenapa?" tanya pria itu."Tidak," balas Verena. Ia kembali duduk dan memikirkan balasan apa yang bisa dia berikan pada Eric.[Kamu sudah baca pesanku. Kenapa tidak balas?]Sebuah pesan dari Eric kembali muncul, membuat Verena berdecak."Dasar tidak sabaran." Verena membalas pesan tersebut demikian. "Apa tidak bisa dibicarakan lewat telepon saja?"Baru beberapa detik usai Verena mengirim pesan itu, balasan Eric langsung datang.[Tidak.][Harus bertemu.]Lalu satu lagi.[Tunggu aku di sana.]"Aku tidak sedang di rumah Ashton," balas Verena. "Nanti saja."[Di mana, kalau begitu?]Verena memutar otaknya dengan cepat. Jika ia menjawab ada di kantor, Eric akan dengan mudah menemukan kebenarannya."Di rumah."Eric belum tahu di mana tempat tinggalnya. Dan tidak mungkin pria itu dengan bodohnya mengecek mansion Miller un
"Dan aku bilang kamu beruntung karena tinggal di sebelah rumahnya?"Usai mengatakan itu, Samuel kembali memandang Eric dengan tatapan asing. Ekspresi sepupunya itu tampak senang, sekaligus puas. Seakan-akan ia baru mendapatkan momen yang ia harapkan."Tunggu, Ric. Kamu tidak tahu?" tanya Samuel. "Manusia ini. Kamu tidak mendengarkan ceritaku ya!?"Eric mengibaskan tangannya. "Tidak penting."Hal itu membuat Samuel menggerutu. Mengatakan hal-hal seperti ia yang telah membantu Eric dan selalu siap sedia, tapi begini balasan Eric padanya. Eric bahkan tidak memperkenalkan Verena lebih awal padanya, dan sebagainya.Namun, Eric tidak mendengarkan. Ia sibuk menyusun rencana.Karena Verena kembali tidak membalas pesan Eric, entah kenapa. Pria itu jadi tidak bisa mengurusi persoalan mereka yang belum selesai.Kalau Verena ada di sebelah rumah, akan lebih mudah bagi Eric untuk mengurusnya.***Namun, wanita yang Eric cari sedang tidak berada di rumah."Kamu tidak mau pulang?"Pertanyaan Ashton
"Selamat pagi, Nona Lee."Eric Gray memandang Leon, asisten kepercayaannya selama ini, yang tengah melakukan pertemuan dengan Patricia Lee, reporter yang pertama kali memuat berita tentang dirinya dan Verena. Ia ingin menyelidiki apakah Patricia terlibat pihak-pihak lain yang ingin menjatuhkannya, ataukah dia bergerak sendiri.Karena penyelidikan pun menyatakan kalau malam itu Patricia sedang berada di rumah sakit, bukan hotel tempat pesta Eric dilaksanakan.Ditambah lagi, Eric memang sudah dengan mudah menyingkirkan berita-berita yang merugikannya dan Verena. Tapi akan sulit kalau ternyata ada musuh lain yang tidak mereka ketahui.Sejauh ini, dugaannya dan Verena sama; keluarga Miller sendiri. Lebih tepatnya pihak Olivia. Meski ada ketidakcocokan mengenai asumsi tersebut di beberapa tempat."Sekarang kamu tertarik pada ibu tunggal?" Sepupunya, Samuel, menghempaskan dirinya untuk duduk di sebelah Eric dan mengamati pertemuan Leon dengan Patricia. Eric dan Samuel tidak bergabung, mela
Keith baru saja berjalan melewati pintu masuk ketika salah seorang pelayan menghampirinya dan mengatakan bahwa Verena datang berkunjung.Dan sekarang kakaknya itu ada di kamar Kimberly."Untuk apa dia ada di sana?" gumam Keith. Dia bergegas naik ke lantai 2 ketika ja mendengar suara pecahan kaca dari kamar Kimberly.Panik, Keith langsung berlari dan coba membuka pintu kamar.Terkunci. Kimberly nekat membayar orang untuk mencelakai Verena beberapa waktu yang lalu. Meskipun Keith sudah mengancam adik kembarnya itu agar ia tidak melakukannya lagi, Keith tidak yakin Kimberly akan diam saja saat melihat Verena ada di tempat yang sama dengannya.Dengan panik, Keith menggedor pintu kamar adik kembarnya.Tak berapa lama, Verena muncul di balik pintu tersebut dan langsung ditarik keluar oleh Keith."Ve!?" Tidak ada luka. Aman--tunggu. Keith mengernyit melihat tanda merah keunguan di area sekitaran tengkuk Verena. Namun, saat ia berniat memastikan tanda itu, Verena sudah menarik diri.Keith m
"Apakah benar demikian?" Senyum Verena tidak sampai matanya, seolah sedang mengolok lawan bicaranya. "Anak kandung Aster Miller?"Tidak ada perubahan ekspresi yang berarti di wajah Kimberly, saat Verena mengamati. Bisa jadi gadis itu benar-benar meyakini identitasnya sebagai putri bungsu keluarga Miller."Omong kosong apa yang kamu katakan?" balas Kimberly. Gadis itu akhirnya berjalan menghampiri Verena dan menarik lengan baju Verena. "Keluar dari kamarku, sekarang!"Namun, Verena menepisnya dengan mudah. "Jangan begitu. Kita baru sampai di obrolan yang kusukai." balas Verena. Ia menyelipkan kunci kamar tersebut di tas miliknya. "Kimberly. Apakah kamu pernah berpikir dari mana kamu mendapat mata abu-abu dan rambut pirang itu? Padahal di saat yang sama, keluarga kita seluruhnya berambut gelap?""Berhenti menyebutnya keluarga kita, sialan. Menjijikkan sekali!""Tapi suka tidak suka, ini memang keluargaku juga." Verena berdiri, lalu berjalan ke tepi ranjang Kimberly. "Meski aku sempat te
"Tuan Gray, ini profil identitas reporter yang menulis berita mengenai Anda dan Nona Miller pertama kali."Eric hanya melirik laporan si asisten yang ada di atas meja sekilas sebelum kembali menekuni layar laptop di hadapan.Meski begitu, pikirannya sebenarnya tidak sedang berada di sana.Pria itu masih ada pada malam yang ia habiskan dengan Verena. Dan itu membuatnya gila karena Verena tampil seakan itu tidak berdampak apa-apa padanya.Padahal kalau ia memang benar, Eric adalah kali pertama dan kali selanjutnya wanita itu. Kenapa Verena bersikap biasa saja?"Tuan Gray?" Suara sang asisten kembali mengusik Eric."Ya, aku dengar." Eric menghela napas dan akhirnya menyandarkan dirinya ke sandaran kursi, lalu mengambil laporan yang ada."Sudah kamu cek?" tanya Eric."Ya, Tuan.""Ada yang aneh?""Saya sarankan Anda mengecek bagian keluarga, Tuan."Eric menggumam pelan. Ia hanya membaca sekilas mengenai identitas si reporter. Patricia Lee. Pendatang di negara ini, usianya ada di akhir 20-a
Verena merasakan atmosfer di mansion keluarga Miller sedikit berbeda dan cukup mencekam dibandingkan biasanya. Mungkin karena tidak ada suara para pekerja membersihkan perabotan atau mereka yang beraktivitas di dapur, mengobrol ringan sembari mempersiapkan makan. Atau mungkin juga karena suara barang pecah belah yang dihancurkan di lantai 2.Verena bisa menduga itu berasal dari kamar adik tirinya, Kimberly. Tidak sulit."Selamat pagi, Nona." Salah seorang pelayan menyapanya, bersamaan dengan suara teriakan dari lantai 2. "Tuan Miller ada di kamarnya seperti biasa, Nona. Mari saya antar "Verena menggeleng. "Aku ke sini bukan untuk bertemu dengannya." Ia mengangkat kepalanya, memandang ke arah pintu ruangan yang merupakan kamar Kimberly. "Keith di mana?""Tuan Keith belum pulang sejak semalam, Nona."Hal tersebut menimbulkan kernyitan di kening Verena.Apakah terjadi sesuatu pada pria itu setelah ia bertemu dengan Verena semalam? Atau ada hal lain?Pikiran Verena teralihkan saat kemba
"Kalau begitu, apakah kamu masih akan berpikir kalau hubungan kita hanya sekadar bisnis untukku?"Verena memilih untuk tidak menjawab terlebih dahulu dan melanjutkan sarapannya. Ia perlu beberapa saat untuk berpikir, bukan menuruti keinginan emosionalnya seperti beberapa saat terakhir.Sepertinya obat itu sudah merusak sistem kerjanya. Sangat disayangkan.Tanpa diduga, Eric Gray tidak mengejar jawabannya. Meski begitu, bukan berarti Eric berhenti menatap Verena dengan pandangannya yang tidak bisa ia artikan itu.Oke, fokus. Pertama, soal si pria misterius. Belum selesai, tapi sedang dalam penyelidikan. Verena hanya bisa menunggu.Kedua, soal adik tirinya yang tersayang. Verena sudah mengatur rencana untuk gadis licik itu. Akan ia laksanakan di waktu yang tepat untuk hasil maksimal.Lalu, Eric Gray. Pria ini--Pikiran Verena terputus saat ponselnya kembali berdering. Mengira bahwa itu Ashton, Verena langsung mengangkatnya."Ash, sudah kubilang--""Balas pesanku."Panggilan diakhiri beg