Ayudisha adalah seorang putri yang berasal dari keluarga sastrawan. Kakeknya adalah saudara dari mantan Raja terdahulu. Jadi dapat dikatakan Ayudisha adalah seorang bangsawan langsung dan keturunan Raja. Hanya saja keluarganya memang terkenal bersahaja dan sederhana. Jadi mereka terbiasa bersikap biasa saja, itulah yang membuat orang-orang merasa hormat dan menganggap keluarga mereka adalah keluarga bangsawan terbaik yang dimiliki kerajaan Malaka.
Ibu Ayudisha adalah seorang penyanyi dan penyair terkenal diusia muda. Keluarganya berasal dari seniman wayang diluar pulau. Hanya saja darah seni yang dimiliki oleh sang Ibu tak menurun pada diri Ayudisha.
Ayudisha adalah Putri satu-satunya yang mereka miliki. Walaupun ada seorang kakak, tapi kakaknya adalah pedagang yang berlayar keluar pulau dan mereka jarang bertemu dengan kakaknya. Jadi hanya Ayudisha anak mereka yang ada di rumah. Hal itu membuat Ayudisha dimanjakan ketitik yang ekstrim.
Tempramen Ayudisha sangat angkuh dan manja. Ia terbiasa diperlakukan baik dan lembut, itulah kenapa ia sangat nyaman saat bersama Tanjung. Tanjung adalah sastrawan yang pandai membuat syair dan puisi yang melelehkan hati. Kemampuan itu hampir mirip dengan kemampuan yang dimiliki ibunya.
Dalam waktu singkat Ayudisha menjadi terlena dan jatuh cinta. Akan tetapi perjanjian pernikahan telah dilakukan sejak ia masih kecil. Ia akan dinikahkan dengan seorang laki-laki bernama Bayan. Laki-laki itu terkenal bengis, kasar dan tak punya tata Krama. Itu membuat Ayudisha merasa dia tak pantas mendampingi nya dimasa depan. Itulah alasan ia menolak dengan keras perjodohan itu, dan memilih Tanjung sebagai pendampingnya di masa depan.
Tapi siapa yang menyangka bahwa itu adalah pilihan yang salah. Ia menderita begitu banyak dan orang tuanya harus menanggung malu karena hal itu. Ayudisha terus melafalkan kata maaf didalam hatinya untuk orang tua yang telah ia sakiti hatinya.
Sekarang ia akan menikah dengan laki-laki pilihan orang tuanya. Ia berharap keputusan ini adalah keputusan terbaik yang bisa ia lakukan dalam hidup ini, sambil berharap orang tuanya akan bahagia dengan keputusan yang mereka ambil untuk anak mereka.
Ayudisha duduk ditempat tidur miliknya. Tempat itu begitu hangat dengan batubata yang solid dan kokoh. Apalagi ditambah dengan kain hangat serta penerangan yang cukup.
Air mata Ayudisha perlahan jatuh, tempat ini begitu nyaman dan hangat. Tapi ia meninggalkan semua ini hanya untuk laki-laki yang akan meninggalkan nya disebuah tanah dingin dengan beralaskan bambu. Itu membuat Ayudisha merasa ia sangat bodoh. Ia harusnya sadar bahwa terkadang cinta bukan segalanya. Kenyamanan adalah hal yang utama.
Keluarganya telah memanjakannya dengan semua hal yang mereka punya. Tapi ia terlalu keras kepala dan memilih untuk membuat dirinya berakhir dengan buruk.
Ayudisha tidur dengan pakaian bersih dan diselimuti dengan kain hangat. Ia juga beralaskan tempat tidur kapuk yang sangat nyaman. Perlahan Ayudisha mulai tertidur dengan rasa lelah yang menumpuk. Ia berharap hari ini adalah sebuah kenyataan bukan sebuah mimpi.
Saat Ayudisha tertidur lelap, ia tak tau bahwa takdir telah berubah sepenuhnya. Ia sudah mengambil jalan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya dan akan menjalani kehidupan baru yang penuh dengan ketidakpastian.
Takdir yang berjalan selalu ada ditangan Tuhan tapi manusia selalu memiliki kuasa untuk memilih jalan mana yang akan mereka ambil.
Saat kabut menyelimuti malam, Ayudisha bergelut dengan mimpi buruk yang merasuk dalam jiwanya. Ia mengingat semua rasa sakit dan penghinaan yang ia rasakan di masa lalu. Betapa buruk pandangan orang untuknya dan betapa menyedihkannya hubungan keluarga antara Ayudisha dengan oran tuanya.
Perlahan rasa sakit mengambil alis kesadarannya dan tanpa sadar Ayudisha menangis dalam tidurnya. Keputusasaan itu terasa begitu nyata dan menusuk. Hal itu terasa begitu lama dan tak ada habisnya.
Setelah ia membuka mata, Ayudisha langsung melotot takut dan perlahan menangis lagi. Tapi ruangan rapi dengan kehangatan yang cukup membuat ia tersadar bahwa semuanya hanyalah mimpi. Ia telah kembali dari mimpi buruk yang itu dan berhasil memulai hidup yang baru dengan cara yang lebih baik.
Sebentar lagi ia akan menikah dengan orang yang disebut sebagai panglima perang paling kuat di Malaka.
Ayudisha bangun dan mencari air untuk diminum. Ia keluar dan berjalan menuju dapur. Sekarang sudah tengah malam dan rumah besar itu menjadi begitu sepi. Hanya beberapa penjaga yang berjalan di luar dan melakukan patroli.
Saat Ayudisha mengambil teko yang terbuat dari tanah liat dan mengambil gelas, ada suara di.belakangnya.
"Kenapa kamu belum tidur?"
Suara itu terdengar lembut dan halus, hingga membuat Ayudisha langsung mengenali siapa itu. Ya, itu adalah suara sang Ibu. Wanita yang paling Ayudisha rindukan. Wanita yang memanjakannya dengan segala hal yang ia punya.
"Bu?"
Wanita itu langsung mendekat dan membelai rambut Ayudisha dengan sayang.
"Apa yang kamu lakukan di luar, kenapa belum tidur? Ini sudah tengah malam."
Ayudisha menunduk karena malu. "Aku baru saja mimpi buruk." Ucapnya jujur.
Mendengar hal itu, sang Ibu langsung kaget. Ia tak pernah menyangka putrinya yang manja akan berani keluar kamar dan pergi ke dapur setelah mimpi buruk. Ia ingat, Ayudisha akan selalu berlari ke kamar orang tuanya dan menceritakan tentang mimpi buruknya sambil menangis. Lalu mereka bertiga akan tidur bersama sambil menenangkan Ayudisha bahwa itu hanyalah mimpi.
Minah langsung tersenyum. "Kamu sudah dewasa."
"...?"
"Dulu kamu sangat penakut dan tak segan berlari ke kamar jika bermimpi buruk. Tapi sekarang kamu justru pergi ke dapur dan mencari air untuk minum dan menenangkan diri. Ibu dan Ayah merasa cemas sepanjang hari karena takut kamu tak terbiasa menikah dengan seorang prajurit. Tapi hari ini kami merasa bahwa keputusan untuk menikahkan mu dengan Bayan adalah keputusan yang benar. Ibu yakin kamu akan menjadi istri yang baik di masa depan."
Ayudisha langsung terdiam, ia tak menyangka Ibu dan Ayahnya begitu optimis dengan semua keputusan yang ada. Mereka sangat percaya dengan sikap dan masa depan Ayudisha. Tapi siapa yang menyangka bahwa di kehidupan sebelumnya ia justru mengecewakan dua orang itu.
Minah memegang tangan putrinya dan menuntun menuju kamar mereka.
"Tidurlah bersama ibu dan Ayah malam ini. Mungkin ini menjadi malam terakhir kamu bisa bermanja-manja dengan kami sebagai seorang gadis."
Mendengar hal itu, Ayudisha menjadi kaget. Bukankah ia akan menikah beberapa Minggu lagi. Kenapa ini menjadi malam terakhir?
"Bu, kita bisa menghabiskan waktu untuk beberapa malam lagi."
"Tidak, baru saja surat dari Raja turun untuk memberikan titahnya. Hari pernikahan akan di majukan dan besok malam keluarga Bayan akan datang untuk melamar mu."
"Kenapa begitu terburu-buru?" Ucap Ayudisha heran.
"Bayan akan melaksanakan pemilihan Patih muda. Jadi setelah pernikahan dia mungkin akan mengikuti misi mengancam nyawa, karena itu Raja akan memberikan hadiah pernikahan akbar sebagai bentuk penghargaan dan dukungan."
Ayudisha merasa heran dan kaget, ia tidak tau bahwa Bayan akan tiba-tiba melakukan pemilihan Patih muda begitu cepat. Di kehidupan sebelumnya Bayan akan melakukan pemilihan satu tahun berikutnya. Ini terasa begitu aneh dan tak wajar. Kenapa kehidupan ini berubah begitu cepat, padahal ia baru terlahir kembali belum satu hari. Jika ia bisa merubah masa depan, kenapa perubahan itu terlalu mencolok dan bergerak dalam waktu yang sangat cepat. Apalagi ditambah dengan surat langsung dari Raja. Tidak mungkin kelahiran kembali Ayudisha mampu mengubah keputusan Raja yang agung.
Setelah kejadian sebelumnya, semua orang sibuk mempersiapkan pernikahan. Pernikahan ini akan menjadi sebuah pernikahan yang digelar dengan pasar dan akan berlangsung selama beberapa hari. Tentu saja ini dikarenakan kedua mempelai saya berasal dari bangsawan terkenal dan kaya. Mempelai wanita berasal dari keluarga sastrawan dan seorang keturunan Raja. Sedangkan mempelai laki-laki adalah seorang tentara yang berbakat, dan berasal dari keluarga militer yang berpengaruh. Semua orang bergotong-royong saling bahu-membahu untuk merayakan pernikahan Akbar ini. Berbagai macam jenis perhiasan telah dipesan untuk menghiasi mempelai wanita agar terlihat cantik layaknya seorang ratu di hari pernikahannya. Begitu pula dengan mempelai laki-laki, yang akan disematkan keris pusaka keluarga serta kereta emas yang telah disimpan di dalam kerajaan selama bertahun-tahun. Pernikahan ini begitu istimewa, karena Mahapatih dan yang mulia Raja Malaka akan hadir dalam pernikahan tersebut. Jadi
Malam sudah mulai menjelang, tapi tak ada satupun dari Bayan maupun Ayudisha yang bergerak. Keduanya masih duduk dengan kaki yang rapat dan tubuh yang kaku. Namun dapat dilihat bahwa telinga mereka memerah, menandakan bahwa sebenarnya mereka merasakan malu. Ayudisha sadar bahwa ini bukan pernikahan pertamanya selama kedua kehidupan. Tapi tetap saja ini berhasil membuatnya gugup, orang yang ada di sampingnya bukan lagi Tanjung yang lembut dan pandai merayu. Tapi Bayan yang tegas dan galak. Saat Bayan bergeser ke samping Ayudisha, gadis itu pun segera bergeser untuk menjauh. Hal itu membuat Bayan menaikkan alisnya dengan heran. "Apa aku menakutkan?" Ucap Bayan terus terang. Mendengar hal itu Ayudisha langsung menggeleng dengan keras. Ia takut Bayan akan marah, karena bagaimanapun Bayan adalah sosok yang paling di takuti. Jika ia main-main dan membuat perasaan Bayan tersinggung, maka itu akan membuat hidupnya akan berakhir dengan cara yang buruk.
Ayudisha bangun dengan perasaan yang segar, ia meregangkan tubuhnya dan menatap ke area kamar. Sekarang ia sudah menikah dan menjadi istri dari Bayan dan sekarang mereka tinggal di kamar pengantin. Saat Ayudisha bangun, ia mundur dengan wajah kaget saat melihat ekspresi Bayan yang datar dan terkesan dingin. Laki-laki itu sedang duduk dengan pose bertapa, hal itu membuat Ayudisha berdiri dengan ketakutan. "Apa yang kamu lakukan?" "Aku sedang bersemedi, karena kamu sudah bangun maka mandilah lebih dulu. Aku akan membawamu ke suatu tempat." Mendengar hal itu, Ayudisha langsung mengangguk. Menikah dengan seorang prajurit bukanlah hal yang mudah, mereka harus melewati banyak prosedur yang begitu ribet. Apalagi ditambah orang yang dinikahi oleh Bayan adalah Ayudisha. Cucu langsung dari mendiang Raja terdahulu. Ayudisha pun masuk ke dalam kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Air pagi begitu dingin dan menyegarkan, Ayudisha pun membersihkan ra
Ayudisha dan Bayan pergi ke makan dan melihat ada bayangan yang mengikuti mereka. Bayan sadar akan hal itu namun masih tetap diam.Ayudisa dan Bayan berjalan menuju makam leluhur. Makam itu itu di huni oleh para prajurit yang telah gugur selama berabad-abad. Keluarga Bayan adalah keluarga militer yang telah mengabdi pada kerajaan sejak kerajaan Malaka pertama kali didirikan. Namun ada satu makam yang paling mencolok di antara semuanya. Makam itu adalah makam panglima perang yang berjuang dan ikut andil dalam berdirinya Kerajaan baru bernama Malaka."Ini adalah makam kakek dan nenek buyut ku. Beri penghormatan pada mereka."Ayudisha segera mengangguk dan duduk bersama Bayan. Mereka menyatukan tangan sambil berdoa, setelah itu Bayan menatap batu nisan sambil memperkenalkan Ayudisha."Hari ini begitu cerah, jadi aku menyempatkan diri untuk datang. Seseorang yang ada di sampingku se
Hari ini Bayan dan Ayudisha duduk bersama dan berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Pada dasarnya keluarga Bayan adalah keluarga militer dan terlihat sedikit garang. Masing-masing dari mereka memiliki bekas luka di wajah. mereka juga memiliki bentuk tubuh yang kokoh dan berotot.Beruntung saat ini di ruang makan hanya berisi Ayah mertua, bibi dan Paman. Para sepupu telah pergi entah kemana, mungkin mereka takut pada Bayan karena telah ketahuan mengintip ruang pengantin semalam.Bibi Bayan adalah seorang tabib militer, ia terbiasa ikut bersama suaminya ke Medan perang. Sedangkan Ibu Bayan telah lama meninggal, jadi Bayan selalu ikut bersama Bibinya dan telah terbiasa di dunia militer sejak ia masih kanak-kanak.Ayudisha hanya diam dan menatap sesekali. Jujur saja dikelilingi oleh prajurit yang berpengalaman adalah sesuatu yang menakutkan. Jadi ia hanya akan sesekali tersenyum untuk membuatnya tak terlihat canggung.Tak lama nampan berisi gul
Bayan menatap Ayudisha yang makan dengan lahap semua masakan yang dimasak Bibinya. Bayan merasa wajah Ayudisha yang cantik sangat sesuai dengan citra yang ia idamkan.Ruang makan menjadi begitu harmonis dan semua orang makan dengan lahap. Mungkin ini adalah momen paling tenang yang dimiliki keluarga ini. Hal itu membuat Bibi Bayan merasa bahwa Ayudisha adalah berkah untuk keluarganya.Hampir semua orang adalah anggota militer yang kaku dan keras. Kedatangan Ayudisha sebagai bangsawan telah membawa sisi lembut dan toleran dalam keluarga. Bibi Bayan tersenyum dan menambah lauk di atas piring Ayudisha."Makanlah yang banyak.""Terimakasih Bibi."Mereka makan dengan begitu harmonis, walaupun mereka sesekali melihat wajah Ayudisha yang terlihat manis dan lucu. Keluarga ini hanya terdiri dari orang-orang kasar yang terbiasa hidup dengan senjata. Sangat jarang melihat wajah lembut dan perilaku bangsawan yang memiliki tata krama tinggi. Jadi jauh di dalam hati mereka, mereka sebenarnya mengu
Bayan mengatur barang-barang yang akan ia bawa ke rumah dinas. Ia juga membawa beberapa pelayan untuk membantunya. Saat sampai di kamar, ia melihat Ayudisha melipat pakaian. Tangannya yang lembut dan putih itu terlihat begitu rapuh, hingga membuat Bayan tak tega melihatnya bekerja sedikitpun.Sebenarnya Bayan sedikit marah saat makan sebelumnya. Ia kesal kenapa Ayudisha harus ikut membantu untuk mencuci piring. Baginya tangan cantik itu hanya pantas menyulam kain dan menulis puisi di teras rumah. Bukan membersihkan peralatan.Bayan pun mendekat dan mengambil pakaian Ayudisha dan memasukkannya ke dalam keranjang. Wajahnya yang dingin membuat Ayudisha kaget dan menatap Bayan dengan tatapan heran."Kenapa kamu mengambilnya? Biarkan aku melipatnya dulu."Saat tangan Ayudisha akan mengambil pakaian di keranjang, Bayan segera menjauh. Ia tidak ingin Ayudisha melipat pakaian."Tidak usah. Kamu hanya perlu duduk berleha-leha tanpa mengerjakan apapun. Kenapa kamu menyusahkan dirimu sendiri han
Ayudisha masih terdiam, mereka naik kereta sambil membawa barang-barang menuju rumah dinas. Kali ini rumah dinas berada di ibukota mengingat sebentar lagi akan ada pemilihan Patih muda di istana. Dalam perjalanan, Ayudisha terus menatap ke arah Bayan. Hal itu dikarenakan ia takut laki-laki itu akan marah seperti sebelumnya. Namun sebagai seorang prajurit dengan pengalaman bertempur yang memadai, tentu saja Bayan menyadari tatapan sang istri."Ada apa?""Apakah kamu masih marah?"Mendengar pertanyaan itu, Bayan entah kenapa merasa lebih bahagia. Ia berpikir mungkin apa yang dikatakan para sepupunya adalah sebuah kebenaran. Apalagi saat ini Ayudisha begitu perhatian padanya.Karena suasana hati yang begitu baik, Bayan pun melembutkan sedikit suaranya agar tak membuat sang istri salah paham."Aku marah pada mereka, bukan padamu."Ayudisha pun kaget, ia ingat betapa sangar dan mengerikannya ekspresi Bayan saat itu. Ia berpikir tayan akan melampiaskan amarahnya segera setelah memasuki ker
Ayudisha menggendong putrinya sambil melihat Lo Gading yang sedang duduk dan menatap tanah. Hal tersebut membuat Ayudisha merasa heran melihat putranya itu. Apalagi Lo Gading masih tidak bergerak bahkan setelah beberapa jam."Lo Gading, apa yang sedang kamu amati? Hari sudah mulai terik, kemarilah."Akan tetapi Lo Gading masih tetap berjongkok dan terus menatap ke tanah. Setelah beberapa saat ia pun melihat ibunya dan bertanya."Bu, kenapa semut berjalan seperti bebek?""Hah?"Ayudisha pun langsung heran, sejak kapan semut berjalan seperti bebek?Lo Gading selalu bertanya pada sesuatu yang sulit ia mengerti. Akan tetapi rasa ingin tau anak itu begitu besar, sehingga ia selalu menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah ditanyakan oleh orang lain."Bebek tidak berjalan seperti semut anakku. Mereka berbeda, bebek memiliki dua kali sedangkan semut memiliki lebih.""Tapi aku melihat cara mereka berjalan sama."Untuk beberapa saat Ayudisha terdiam, dan akhirnya mengingat kembali kenangan k
3 tahun kemudianBayan menatap putranya dengan tatapan tak percaya. Ia panik saat ini karena Ayudisha akan melahirkan seorang anak, tapi lihat putra nya yang berbakti itu. Dia bahkan sempat menguap saat mendengar jeritan ibunya yang kesakitan."Apakah kamu tidak khawatir ibumu kenapa-napa?"Mendengar pertanyaan Ayahnya, Lo Gading pun mengangguk."Aku khawatir." ucap Lo Gading dengan suara kecilnya.Akan tetapi raut wajahnya masih terlihat santai dan malas. Hal tersebut membuat Bayan menjadi semakin kesal."Lalu kenapa kamu terlihat seperti itu? Tidak ada raut khawatir di wajah mu, biasanya anak-anak akan menangis jika mendengar jeritan ibunya.""Apakah menangis itu berguna saat ini? Apakah tangisan ku dapat mengurangi rasa sakit yang ibu rasakan? Kalau memang begitu, aku akan menangis sekarang."Bayan pun terdiam, ia merasa putranya tidak normal. Terlalu malas dan tidak ada jejak kekanakan yang tersisa. Padahal jika diingat saat ia masih bayi, Lo Gading cenderung imut bahkan ketika di
Hari begitu cerah dan kehidupan di Malaka menjadi begitu membahagiakan. Tak ada lagi perselisihan dan keributan yang berarti dan kehidupan masyarakat jauh lebih sejahtera dari sebelumnya. Sejak kelahiran Pangeran mahkota keberuntungan selalu menghampiri Malaka tidak ada akhirnya. Seolah bayi lucu itu memang ditakdirkan untuk membawa banyak keberuntungan untuk semua orang.Ayudisha menggendong putranya sambil menatap ke arah pohon mangga tempat ia biasa duduk bersama dengan Bayan. Tempat yang biasa ia gunakan untuk mengelus perutnya yang sekarang nyeri dan tak nyaman. Akan tetapi kali ini ia sudah tak merasakan sakitnya lagi dan menikmati kebahagiaan tanpa beban yang berarti."Kamu adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan padaku di kehidupan ini." ucap Ayudisha pada anaknya.Entah anak itu mengerti apa yang diucapkan oleh ibunya, atau dia terlalu senang dalam gendongannya, tapi dapat Ayudisha melihat dengan jelas bahwa anak itu tersenyum. Sangat tampan dan manis. Hal tersebut memb
Suara tangisan seorang bayi yang terdengar nyaring telah berhasil membuat semua orang di istana merasa bersyukur. Mereka pun langsung tersenyum dan mengucapkan selamat pada masing-masing anggota keluarga. Tak lupa mereka mengucapkan syukur yang mendalam pada Tuhan yang telah menitipkan sebuah kehidupan baru untuk keluarga mereka.Setelah itu pintu ruang persalinan pun terbuka dan Bibi Bayan menatap semua anggota keluarganya dengan senyum merekah. "Seorang bayi laki-laki telah lahir dengan selamat.""Bayi laki-laki?!!"Setelah itu ibu Ayudisha pun keluar dan membawa bayi di pelukannya yang telah bersih oleh air hangat. Hal tersebut membuat semua orang langsung bersorak bahagia. Bayi itu berkulit putih dengan hidung yang mancung. Mengingatkan Putri Minah dengan Amor ketika dilahirkan pertama kalinya.Sian, Daka dan Jiru pun tak kalah girang. Mereka melihat keponakan mereka untuk pertama kalinya dan itu membuat mereka bersyukur dengan suara yang keras."Syukurlah dia tidak mirip Kakak B
Semua orang khawatir akan keadaan Ayudisha, mereka takut karena merasa Ayudisha lemah dan tak tahan dengan rasa sakit. Akan tetapi hanya Ayudisha yang tau bagaimana ia menikmati rasa sakitnya dengan perasaan bahagia. Rasa sakit itu membuatnya sadar bahwa bayi di dalam perutnya benar-benar hidup. Bayi itu benar-benar ada dan itu terjadi dalam hidupnya di kehidupan ini.Hampir setiap detik dalam hidup Ayudisha di kehidupan sebelumnya, ia merasa kesepian dan cemburu melihat anak orang lain. Ia mengalami banyak kesedihan dan rasa sakit hanya karena ia tidak bisa memiliki anaknya sendiri. Terkadang wanita menjadi begitu tidak berharga ketika mereka tidak bisa memiliki seorang anak untuk suaminya. Seolah mereka adalah sebuah benda yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seolah ia adalah benda yang cacat dan mereka sangat menyesal setelah membelinya.Akan tetapi sekarang ia memiliki seorang laki-laki yang menerimanya bahkan jika ia tidak akan memiliki anak seumur hidupnya. Ia memiliki lak
Bayan memeluk Ayudisha dan membuat tubuh Ayudisha lebih nyaman saat berbaring. Setiap malam Bayan akan mengatur cara Ayudisha tidur karena Ayudisha sudah tidak nyaman dengan perut besarnya. Terkadang Ayudisha akan memiliki nafas yang sedikit pendek karena kesulitan saat bernafas."Lebih nyaman?" tanya Bayan lembut.Ayudisha pun mengangguk dan tersenyum. Ia benar-benar dilayani oleh suaminya dengan sangat baik. Setiap ketidaknyaman yang ia alami selalu Bayan perhatikan. "Kalau begitu selamat tidur istriku yang cantik." ucap Bayan sambil mencium kening istrinya."Selamat tidur juga suamiku yang tampan."Keduanya saling merayu tanpa ada rasa malu terlihat di wajah mereka. Sangat berbeda ketika mereka masih pengantin baru. Sekarang mereka lebih leluasa dalam mengungkapkan rasa cinta hingga tidak ada kecanggungan.Setelah itu keduanya tertidur sambil berpelukan. Malam ini sangat ramai mengingat hampir setiap anggota keluarga berada di tempat yang sama. Ayudisha sebenarnya tidak terlalu ny
Para anggota keluarga kini telah berkumpul. Walaupun tidak semuanya tapi itu cukup ramai mengingat sebentar lagi mereka akan menyambut kedatangan anggota keluarga yang baru. Apalagi anak Ayudisha dan Bayan akan menjadi cucu pertama di keluarga masing-masing.Umur kandungan Ayudisha sudah sembilan bulan dan tinggal menghitung hari untuk melihat bayi itu dilahirkan ke dunia. Hal tersebut membuat anggota keluarga sangat antusias untuk mempersiapkan banyak hal untuk kelahiran nanti. "Apakah persiapannya sudah cukup?"Mendengar pertanyaan ibunya, Amor pun menggelengkan kepala dengan pasrah."Ibu telah menanyakan itu sebanyak tiga kali dan jawabannya masih tetap sama. Persiapan sudah cukup dan kita hanya tinggal menunggu Ayudisha melahirkan."Putri Minah yang melihat Amor dengan tatapan tidak suka. Ia sering bertanya-tanya terus menerus karena ia sebenarnya sangat gugup. Maklum saja ini pertama kalinya ia akan menjadi nenek, walaupun ia sangat berharap bahwa cucu pertamanya akan berasal da
Di Senggrala hampir semua tabib dikumpulkan untuk menyembuhkan penyakit Raja. Akan tetapi hingga kini masih belum ada solusinya. Menurut keterangan tabib, hal tersebut dikarenakan ada ulat bulu langka yang menyerang burung Yang Mulia. Hal tersebut membuat Sang Raja pun tak terima dengan tuduhan itu. Ia sangat yakin bahwa wanita itu menaruh racun di tubuhnya hingga membuat tubuhnya menjadi seperti ini."Maaf Yang Mulia, tapi hasil dari pemeriksaan saya hampir sama dengan tabib yang lainnya."Mendengar hal tersebut, Raja Senggrala langsung berteriak marah. Ia memarahi semua orang, akan tetapi ia masih terbaring lemah dan tak bisa bangun untuk melampiaskan nya secara fisik.Tak lama Raja merintih lagi, ia kesakitan dan hal tersebut membuat para tabib menjadi panik dan khawatir. Ulat bulu memang dapat membuat gatal-gatal, akan tetapi entah kenapa sangat sulit disembuhkan hingga membuat bengkak dan panas. Jadi para tabib semakin bingung bagaimana cara menyembuhkannya. Mereka pun berusaha u
Matahari telah terbit dibalik bukit perbatasan Malaka. Akan tetapi mereka masih berdiri sambil menunduk dan berdoa pada orang-orang yang telah meninggal di bukit ini.Ratusan prajurit telah gugur di medan pertempuran tanpa ada kemenangan yang mereka bawa. Keduanya meninggal tangis dan luka pada orang-orang yang telah mereka tinggalkan.Keempatnya menangis dalam diam sambil mengingat kakak mereka yang telah meninggal dengan cara yang begitu menyakitkan. Setelah itu, Yuda pun menatap ketiga adik Bayan sambil mengucapkan perpisahan."Senang berkenalan dengan kalian.""Kami juga senang berkenalan denganmu.""Ya, aku harap kita akan bertemu lagi tapi tidak di medan perang."Jiru, Daka, Sian dan Yuda. Mereka adalah calon prajurit tangguh yang akan memimpin pasukan di kerajaan mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka telah berkenalan dan sudah saling mengenal. Akan tetapi mereka selalu tau bahwa persahabatan mereka ditakdirkan untuk berlalu dalam waktu yang sangat singkat.Keempatnya a