Hari ini Bayan dan Ayudisha duduk bersama dan berkumpul dengan anggota keluarga yang lain. Pada dasarnya keluarga Bayan adalah keluarga militer dan terlihat sedikit garang. Masing-masing dari mereka memiliki bekas luka di wajah. mereka juga memiliki bentuk tubuh yang kokoh dan berotot.
Beruntung saat ini di ruang makan hanya berisi Ayah mertua, bibi dan Paman. Para sepupu telah pergi entah kemana, mungkin mereka takut pada Bayan karena telah ketahuan mengintip ruang pengantin semalam.Bibi Bayan adalah seorang tabib militer, ia terbiasa ikut bersama suaminya ke Medan perang. Sedangkan Ibu Bayan telah lama meninggal, jadi Bayan selalu ikut bersama Bibinya dan telah terbiasa di dunia militer sejak ia masih kanak-kanak.Ayudisha hanya diam dan menatap sesekali. Jujur saja dikelilingi oleh prajurit yang berpengalaman adalah sesuatu yang menakutkan. Jadi ia hanya akan sesekali tersenyum untuk membuatnya tak terlihat canggung.Tak lama nampan berisi gulBayan menatap Ayudisha yang makan dengan lahap semua masakan yang dimasak Bibinya. Bayan merasa wajah Ayudisha yang cantik sangat sesuai dengan citra yang ia idamkan.Ruang makan menjadi begitu harmonis dan semua orang makan dengan lahap. Mungkin ini adalah momen paling tenang yang dimiliki keluarga ini. Hal itu membuat Bibi Bayan merasa bahwa Ayudisha adalah berkah untuk keluarganya.Hampir semua orang adalah anggota militer yang kaku dan keras. Kedatangan Ayudisha sebagai bangsawan telah membawa sisi lembut dan toleran dalam keluarga. Bibi Bayan tersenyum dan menambah lauk di atas piring Ayudisha."Makanlah yang banyak.""Terimakasih Bibi."Mereka makan dengan begitu harmonis, walaupun mereka sesekali melihat wajah Ayudisha yang terlihat manis dan lucu. Keluarga ini hanya terdiri dari orang-orang kasar yang terbiasa hidup dengan senjata. Sangat jarang melihat wajah lembut dan perilaku bangsawan yang memiliki tata krama tinggi. Jadi jauh di dalam hati mereka, mereka sebenarnya mengu
Bayan mengatur barang-barang yang akan ia bawa ke rumah dinas. Ia juga membawa beberapa pelayan untuk membantunya. Saat sampai di kamar, ia melihat Ayudisha melipat pakaian. Tangannya yang lembut dan putih itu terlihat begitu rapuh, hingga membuat Bayan tak tega melihatnya bekerja sedikitpun.Sebenarnya Bayan sedikit marah saat makan sebelumnya. Ia kesal kenapa Ayudisha harus ikut membantu untuk mencuci piring. Baginya tangan cantik itu hanya pantas menyulam kain dan menulis puisi di teras rumah. Bukan membersihkan peralatan.Bayan pun mendekat dan mengambil pakaian Ayudisha dan memasukkannya ke dalam keranjang. Wajahnya yang dingin membuat Ayudisha kaget dan menatap Bayan dengan tatapan heran."Kenapa kamu mengambilnya? Biarkan aku melipatnya dulu."Saat tangan Ayudisha akan mengambil pakaian di keranjang, Bayan segera menjauh. Ia tidak ingin Ayudisha melipat pakaian."Tidak usah. Kamu hanya perlu duduk berleha-leha tanpa mengerjakan apapun. Kenapa kamu menyusahkan dirimu sendiri han
Ayudisha masih terdiam, mereka naik kereta sambil membawa barang-barang menuju rumah dinas. Kali ini rumah dinas berada di ibukota mengingat sebentar lagi akan ada pemilihan Patih muda di istana. Dalam perjalanan, Ayudisha terus menatap ke arah Bayan. Hal itu dikarenakan ia takut laki-laki itu akan marah seperti sebelumnya. Namun sebagai seorang prajurit dengan pengalaman bertempur yang memadai, tentu saja Bayan menyadari tatapan sang istri."Ada apa?""Apakah kamu masih marah?"Mendengar pertanyaan itu, Bayan entah kenapa merasa lebih bahagia. Ia berpikir mungkin apa yang dikatakan para sepupunya adalah sebuah kebenaran. Apalagi saat ini Ayudisha begitu perhatian padanya.Karena suasana hati yang begitu baik, Bayan pun melembutkan sedikit suaranya agar tak membuat sang istri salah paham."Aku marah pada mereka, bukan padamu."Ayudisha pun kaget, ia ingat betapa sangar dan mengerikannya ekspresi Bayan saat itu. Ia berpikir tayan akan melampiaskan amarahnya segera setelah memasuki ker
Para ksatria makan-makan dengan hasil buruan untuk menyambut kedatangan istri jendralRumah dinas milik Bayan berada di paling ujung dengan fasilitas yang memadai. Walaupun rumah itu tak bisa dibandingkan dengan kemewahan rumah yang dimiliki keluarga Ayudisha. Hal itulah yang membuat Bayan takut kalau ayu bisa tak nyaman tinggal di tempat ini. Namun saat Bayan menoleh pada istrinya, ternyata wanita itu sedang tersenyum dan menatap ke arah rumah mereka dengan tatapan bahagia."Rumahnya tak terlalu bagus," ucap Bayan khawatir."Apa yang kamu katakan, ini adalah rumah kita. Jadi kita harus mensyukurinya."Mendengar kata 'rumah kita', Bayan langsung merasa lega. Hingga saat ini Ayudisha menjadi begitu toleran dan sederhana. Padahal menurut informasi yang ia dapatkan sebelumnya, gadis itu adalah gadis remaja yang terbiasa dengan kelembutan dan kasih sayang. Sangat tidak cocok untuk keluarga militer seperti dirinya.Mereka pun turun dari kereta Dan disambut oleh beberapa wanita yang mana me
Bayan hanya melihat sekeliling dengan wajah masam sambil meminum tuaq di tangannya. Ia kesal melihat rumah yang akan ia jadikan sarang untuk bersama Ayudisha menjadi begitu ramai dan berantakan. Apalagi ditambah dengan orang-orang berantakan di depannya ini.Semua orang bersulang dan mulai meminum tuaq dengan bahagia sambil sesekali melihat ke arah Ayudisha. Mereka begitu terpesona dengan kecantikan yang dimiliki istri Bayan itu.Saat mereka menikmati wajah cantik itu, suara renyah langsung datang ke arah wajah mereka.Plakkkk!!!Bayan menampar mereka satu persatu. "Sekali lagi kalian menatap istriku, aku akan mencolok mata kalian."Mereka pun menelan ludah dengan takut, karena mereka selalu tau apa yang diucapkan oleh Bayan adalah sebuah ancaman yang nyata. Mereka pun menghadap ke arah lain sambil meminum tuaq dan membelai pipi mereka yang perih.Bayan bangun dan menuju ke arah istrinya. Ia melihat Ayudisha terlihat begitu nyaman dan ramah pada semua orang. Awalnya ia takut bahwa san
Ayudisha masih bergelut dengan mimpi indahnya di malam hari. Sedangkan Bayan masih waspada dengan parang di tangannya. Setelah waktu menjelang pagi, perasaan Bayan akhirnya mereda. Satu persatu orang-orang mulai pulang dari rumahnya dan halaman itu terdengar kembali sepi. Ia pun merasa lega dan menatap wajah istrinya yang cantik.Sebagai seorang prajurit khusus dengan segudang prestasi, Bayan telah banyak mengalami pasang surut dengan misi yang berbahaya. Terutama misi pada malam hari, hal itulah yang membuatnya menjadi terbiasa dan mampu menatap dengan jelas walaupun dalam keadaan gelap gulita.Bayan melihat bibir mungil itu sambil membayangkan betapa lembutnya jika ia menyentuhnya. Lagipula mereka adalah sepasang suami istri, tak masalah jika ia menyentuhnya sesekali. Walau ia harus mengendap-endap layaknya seorang pencuri. Bayan pun membelai pipi istrinya sambil bergumam pelan."Seperti yang aku duga, ini sangat lembut."Bayan mencium kening istrinya lalu kembali berjaga. Saat cah
Bayan menatap istrinya yang telah dipeluk oleh wanita itu dengan tatapan gelisah. Ia ingin menariknya dan menyeretnya untuk menjauh. Menjauh dari jangkauan sang istri. Tapi apa boleh buat, ia adalah seorang prajurit kerajaan yang agung. Ia adalah pelayan rakyat dan bertugas untuk melindungi mereka. Jadi ia tak akan melakukan tindakan kekerasan pada rakyat biasa apalagi seorang wanita.Hanya saja wanita itu begitu berisik dan menangis dengan suara yang sangat keras. Hal itu membuat orang-orang keluar dari rumah mereka masing-masing untuk menonton pertunjukkan. Bayan begitu kesal dijadikan sebagai tontonan apalagi tontonan dari kejadian bodoh semacam ini.Wanita itu menepuk bahu Ayudisha beberapa kali sambil menangis dan meraung. Seolah dunia telah hancur dan ia mengalami kemalangan yang luar biasa. Ayudisha pun hanya diam dan berbicara apa-apa. Ia tidak tau kenapa mantan ibu mertuanya datang kemari dan membuat keributan."Ayudisha..." ucapnya tersedu-sedu.Ayudisha pun mencoba menenang
Keluarga Bayan adalah keluarga militer yang terkenal. Hampir semua anggota keluarganya tergabung sebagai seorang prajurit berprestasi. Hal itulah yang membuat gaya hidup keluarga ini begitu keras dan disiplin. Apalagi ditambah dengan kelahiran bayi laki-laki selama tiga generasi.Hanya saja Bayan adalah cucu tertua sekaligus prajurit yang paling cemerlang. Diusia muda ia telah mendapat banyak gelar dan tergabung dalam anggota khusus dengan banyak misi berbahaya. Hal itulah yang membuatnya naik jabatan dengan sangat mulus, apalagi sebentar lagi akan ada pemilihan Patih muda di istana.Semua orang membanggakan prestasi Bayan. Termasuk para sepupunya, hal itulah yang membuat mereka begitu antusias saat mendengar Bayan akan menikah. Apalagi pernikahan Bayan ini bukanlah pernikahan yang biasa-biasa saja. Bayan menikah dengan gadis bangsawan paling cantik di Malaka. Tentu saja mereka puas dengan pernikahan Bayan, akan tetapi pemandangan mengenaskan terlihat di siang hari yang cerah ini. Bay
Ayudisha menggendong putrinya sambil melihat Lo Gading yang sedang duduk dan menatap tanah. Hal tersebut membuat Ayudisha merasa heran melihat putranya itu. Apalagi Lo Gading masih tidak bergerak bahkan setelah beberapa jam."Lo Gading, apa yang sedang kamu amati? Hari sudah mulai terik, kemarilah."Akan tetapi Lo Gading masih tetap berjongkok dan terus menatap ke tanah. Setelah beberapa saat ia pun melihat ibunya dan bertanya."Bu, kenapa semut berjalan seperti bebek?""Hah?"Ayudisha pun langsung heran, sejak kapan semut berjalan seperti bebek?Lo Gading selalu bertanya pada sesuatu yang sulit ia mengerti. Akan tetapi rasa ingin tau anak itu begitu besar, sehingga ia selalu menanyakan sesuatu yang bahkan tidak pernah ditanyakan oleh orang lain."Bebek tidak berjalan seperti semut anakku. Mereka berbeda, bebek memiliki dua kali sedangkan semut memiliki lebih.""Tapi aku melihat cara mereka berjalan sama."Untuk beberapa saat Ayudisha terdiam, dan akhirnya mengingat kembali kenangan k
3 tahun kemudianBayan menatap putranya dengan tatapan tak percaya. Ia panik saat ini karena Ayudisha akan melahirkan seorang anak, tapi lihat putra nya yang berbakti itu. Dia bahkan sempat menguap saat mendengar jeritan ibunya yang kesakitan."Apakah kamu tidak khawatir ibumu kenapa-napa?"Mendengar pertanyaan Ayahnya, Lo Gading pun mengangguk."Aku khawatir." ucap Lo Gading dengan suara kecilnya.Akan tetapi raut wajahnya masih terlihat santai dan malas. Hal tersebut membuat Bayan menjadi semakin kesal."Lalu kenapa kamu terlihat seperti itu? Tidak ada raut khawatir di wajah mu, biasanya anak-anak akan menangis jika mendengar jeritan ibunya.""Apakah menangis itu berguna saat ini? Apakah tangisan ku dapat mengurangi rasa sakit yang ibu rasakan? Kalau memang begitu, aku akan menangis sekarang."Bayan pun terdiam, ia merasa putranya tidak normal. Terlalu malas dan tidak ada jejak kekanakan yang tersisa. Padahal jika diingat saat ia masih bayi, Lo Gading cenderung imut bahkan ketika di
Hari begitu cerah dan kehidupan di Malaka menjadi begitu membahagiakan. Tak ada lagi perselisihan dan keributan yang berarti dan kehidupan masyarakat jauh lebih sejahtera dari sebelumnya. Sejak kelahiran Pangeran mahkota keberuntungan selalu menghampiri Malaka tidak ada akhirnya. Seolah bayi lucu itu memang ditakdirkan untuk membawa banyak keberuntungan untuk semua orang.Ayudisha menggendong putranya sambil menatap ke arah pohon mangga tempat ia biasa duduk bersama dengan Bayan. Tempat yang biasa ia gunakan untuk mengelus perutnya yang sekarang nyeri dan tak nyaman. Akan tetapi kali ini ia sudah tak merasakan sakitnya lagi dan menikmati kebahagiaan tanpa beban yang berarti."Kamu adalah anugerah terindah yang diberikan tuhan padaku di kehidupan ini." ucap Ayudisha pada anaknya.Entah anak itu mengerti apa yang diucapkan oleh ibunya, atau dia terlalu senang dalam gendongannya, tapi dapat Ayudisha melihat dengan jelas bahwa anak itu tersenyum. Sangat tampan dan manis. Hal tersebut memb
Suara tangisan seorang bayi yang terdengar nyaring telah berhasil membuat semua orang di istana merasa bersyukur. Mereka pun langsung tersenyum dan mengucapkan selamat pada masing-masing anggota keluarga. Tak lupa mereka mengucapkan syukur yang mendalam pada Tuhan yang telah menitipkan sebuah kehidupan baru untuk keluarga mereka.Setelah itu pintu ruang persalinan pun terbuka dan Bibi Bayan menatap semua anggota keluarganya dengan senyum merekah. "Seorang bayi laki-laki telah lahir dengan selamat.""Bayi laki-laki?!!"Setelah itu ibu Ayudisha pun keluar dan membawa bayi di pelukannya yang telah bersih oleh air hangat. Hal tersebut membuat semua orang langsung bersorak bahagia. Bayi itu berkulit putih dengan hidung yang mancung. Mengingatkan Putri Minah dengan Amor ketika dilahirkan pertama kalinya.Sian, Daka dan Jiru pun tak kalah girang. Mereka melihat keponakan mereka untuk pertama kalinya dan itu membuat mereka bersyukur dengan suara yang keras."Syukurlah dia tidak mirip Kakak B
Semua orang khawatir akan keadaan Ayudisha, mereka takut karena merasa Ayudisha lemah dan tak tahan dengan rasa sakit. Akan tetapi hanya Ayudisha yang tau bagaimana ia menikmati rasa sakitnya dengan perasaan bahagia. Rasa sakit itu membuatnya sadar bahwa bayi di dalam perutnya benar-benar hidup. Bayi itu benar-benar ada dan itu terjadi dalam hidupnya di kehidupan ini.Hampir setiap detik dalam hidup Ayudisha di kehidupan sebelumnya, ia merasa kesepian dan cemburu melihat anak orang lain. Ia mengalami banyak kesedihan dan rasa sakit hanya karena ia tidak bisa memiliki anaknya sendiri. Terkadang wanita menjadi begitu tidak berharga ketika mereka tidak bisa memiliki seorang anak untuk suaminya. Seolah mereka adalah sebuah benda yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Seolah ia adalah benda yang cacat dan mereka sangat menyesal setelah membelinya.Akan tetapi sekarang ia memiliki seorang laki-laki yang menerimanya bahkan jika ia tidak akan memiliki anak seumur hidupnya. Ia memiliki lak
Bayan memeluk Ayudisha dan membuat tubuh Ayudisha lebih nyaman saat berbaring. Setiap malam Bayan akan mengatur cara Ayudisha tidur karena Ayudisha sudah tidak nyaman dengan perut besarnya. Terkadang Ayudisha akan memiliki nafas yang sedikit pendek karena kesulitan saat bernafas."Lebih nyaman?" tanya Bayan lembut.Ayudisha pun mengangguk dan tersenyum. Ia benar-benar dilayani oleh suaminya dengan sangat baik. Setiap ketidaknyaman yang ia alami selalu Bayan perhatikan. "Kalau begitu selamat tidur istriku yang cantik." ucap Bayan sambil mencium kening istrinya."Selamat tidur juga suamiku yang tampan."Keduanya saling merayu tanpa ada rasa malu terlihat di wajah mereka. Sangat berbeda ketika mereka masih pengantin baru. Sekarang mereka lebih leluasa dalam mengungkapkan rasa cinta hingga tidak ada kecanggungan.Setelah itu keduanya tertidur sambil berpelukan. Malam ini sangat ramai mengingat hampir setiap anggota keluarga berada di tempat yang sama. Ayudisha sebenarnya tidak terlalu ny
Para anggota keluarga kini telah berkumpul. Walaupun tidak semuanya tapi itu cukup ramai mengingat sebentar lagi mereka akan menyambut kedatangan anggota keluarga yang baru. Apalagi anak Ayudisha dan Bayan akan menjadi cucu pertama di keluarga masing-masing.Umur kandungan Ayudisha sudah sembilan bulan dan tinggal menghitung hari untuk melihat bayi itu dilahirkan ke dunia. Hal tersebut membuat anggota keluarga sangat antusias untuk mempersiapkan banyak hal untuk kelahiran nanti. "Apakah persiapannya sudah cukup?"Mendengar pertanyaan ibunya, Amor pun menggelengkan kepala dengan pasrah."Ibu telah menanyakan itu sebanyak tiga kali dan jawabannya masih tetap sama. Persiapan sudah cukup dan kita hanya tinggal menunggu Ayudisha melahirkan."Putri Minah yang melihat Amor dengan tatapan tidak suka. Ia sering bertanya-tanya terus menerus karena ia sebenarnya sangat gugup. Maklum saja ini pertama kalinya ia akan menjadi nenek, walaupun ia sangat berharap bahwa cucu pertamanya akan berasal da
Di Senggrala hampir semua tabib dikumpulkan untuk menyembuhkan penyakit Raja. Akan tetapi hingga kini masih belum ada solusinya. Menurut keterangan tabib, hal tersebut dikarenakan ada ulat bulu langka yang menyerang burung Yang Mulia. Hal tersebut membuat Sang Raja pun tak terima dengan tuduhan itu. Ia sangat yakin bahwa wanita itu menaruh racun di tubuhnya hingga membuat tubuhnya menjadi seperti ini."Maaf Yang Mulia, tapi hasil dari pemeriksaan saya hampir sama dengan tabib yang lainnya."Mendengar hal tersebut, Raja Senggrala langsung berteriak marah. Ia memarahi semua orang, akan tetapi ia masih terbaring lemah dan tak bisa bangun untuk melampiaskan nya secara fisik.Tak lama Raja merintih lagi, ia kesakitan dan hal tersebut membuat para tabib menjadi panik dan khawatir. Ulat bulu memang dapat membuat gatal-gatal, akan tetapi entah kenapa sangat sulit disembuhkan hingga membuat bengkak dan panas. Jadi para tabib semakin bingung bagaimana cara menyembuhkannya. Mereka pun berusaha u
Matahari telah terbit dibalik bukit perbatasan Malaka. Akan tetapi mereka masih berdiri sambil menunduk dan berdoa pada orang-orang yang telah meninggal di bukit ini.Ratusan prajurit telah gugur di medan pertempuran tanpa ada kemenangan yang mereka bawa. Keduanya meninggal tangis dan luka pada orang-orang yang telah mereka tinggalkan.Keempatnya menangis dalam diam sambil mengingat kakak mereka yang telah meninggal dengan cara yang begitu menyakitkan. Setelah itu, Yuda pun menatap ketiga adik Bayan sambil mengucapkan perpisahan."Senang berkenalan dengan kalian.""Kami juga senang berkenalan denganmu.""Ya, aku harap kita akan bertemu lagi tapi tidak di medan perang."Jiru, Daka, Sian dan Yuda. Mereka adalah calon prajurit tangguh yang akan memimpin pasukan di kerajaan mereka masing-masing. Selama perjalanan mereka telah berkenalan dan sudah saling mengenal. Akan tetapi mereka selalu tau bahwa persahabatan mereka ditakdirkan untuk berlalu dalam waktu yang sangat singkat.Keempatnya a