Share

Bab 3

Penulis: Gabby_Rsyn
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-25 13:36:17

Pernikahan antara Shania dan Steven terjadi sekelip mata. Kini mereka telah pulang dari pemberkatan oleh pendeta di gereja.

Shania tidak bisa berkata apa-apa, entah kenapa dia hanya diam dan mengikuti saja ucapan kedua beradik tersebut. Sementara, Stella pula terlihat begitu puas.

"Oh ya, Kak Shania. Sekarangkan, Kakak sudah menjadi seorang istri. Jadi aku harap, Kakak bisa memutuskan hubungan Kakak dengan pacar Kakak karena status Kakak bukan lagi lajang," saran Stella yang penuh dengan maksud tersirat.

"Maaf, tetapi aku tidak punya pacar," jawab Shania.

"Le-- err maksud aku, benarkah?" tanya Stella lagi.

Shania hanya mengangguk saja untuk membenarkan kata-katanya, sedangkan Steven hanya diam menatap ke arah jalan raya yang penuh dengan kenderaan.

Tiba-tiba Shania teringat dengan kejadian 2 minggu yang lalu dan ternyata ini bukanlah kali pertama dia bertemu dengan Steven dan Stella.

'Ck, ternyata waktu itu ya! Pantas saja dia tahu tentang ibu,' batin Shania sambil dalam diam mencuri pandang ke arah Steven.

Kini mereka telah sampai di apartemen milik Steven, sedangkan Stella pamit untuk pergi ke kantor dan memberikan waktu untuk Shania dan Steven bersama.

"Uang 1 miliar yang kau janjikan?" tanya Shania.

Steven menoleh ke arah Shania lalu tersenyum miring. Dia pun berjalan ke arah Shania dan ketika mereka telah berhadapan, Steven mencengkaram dagu Shania dengan kuat.

"Wanita matre! Ternyata kau sengaja menjebakku," ucap Steven. "Aku akan memberimu uang, tetapi aku harus tahu dulu. Uang itu untuk apa?" lanjut Steven.

"Kau sudah sepakat denganku dan jangan masuk campur urusanku!" jawab Shania ketus.

Steven berdecih, dia melepaskan cengkeram tangannya pada dagu Shania dengan kasar. Dia membalikkan tubuhnya lalu mengeluarkan kartu atm dan dilemparkan ke atas lantai.

"Di dalam itu ada uang 1 miliar dan pinnya 000000. Silakan ambil," ucap Steven.

Steven dengan jalan santainya meninggalkan Shania di ruang tamu sendiri. Sebenarnya dia sendiri merasa pusing dengan keputusan yang dia ambil.

Shania langsung saja mengambil kartu atm itu lalu keluar dari apartemen Steven. Dia tidak peduli dengan dirinya yang direndahkan karena yang penting dia mendapatkan uang biaya pengobatan sang ibu.

Setelah tiba di rumah sakit, Shania langsung melunasi biaya pengobatan sang ibu dan biaya untuk operasi pengangkatan kanker.

Mahen mengatakan pada Shania bahwa operasi akan dijalankan besok malam dan meminta Shania berdoa untuk kelancaran dan keselamatan sang ibu.

Saat ini, Shania sedang duduk di sisi ranjang brankar ibunya. Dia tersenyum sembari mengusap tangan milik ibunya.

"Ibu, Nia sudah mendapatkan uang. Ibu akan sembuh dan Nia berjanji akan terus berusaha dan mengambil kembali apa yang seharusnya menjadi milik kita," ucap Shania.

Tiba-tiba pintu ruang inap ibu Shania terbuka dan muncullah Leonard.

"Shania ...," panggil Leonard.

"Ibu, Nia keluar sebentar ya. Nanti Nia akan kembali menemani Ibu," pamit Shania pada ibunya.

Shania keluar dari ruang inap sang ibu dan disusuli oleh Leonard.

"Shania, apa maksud pesanmu? Aku tidak mengerti," ucap Leonard.

"Kita bicara di kafe depan saja, Leo," jawab Shania.

Leonard dengan wajah yang khawatir pun mengikuti saja ucapan Shania karena dirinya memang butuh penjelasan dari Shania tentang pesan yang dikirim oleh Shania tadi pagi.

Di kafe depan rumah sakit.

"Apa maksudmu kau sudah menikah? Menikah dengan pria mana? Apa jangan-jangan kau menjual diri kau ke om-om biar bisa dapat uang?" tanya Leonard dengan beruntun.

"Bisa tidak tanya tu cukup satu soalan saja," jawab Shania.

"Tidak-tidak! Aku sudah diberi tanggungjawab untuk menjaga kau, Shania dan kau tiba-tiba memberiku kabar yang aku sendiri tidak mengerti maksudnya," protes Leonard.

"Apa yang kau tidak mengerti, semuanya sudah aku katakan dalam pesan tadi pagi. Aku sudah menikah dan mendapatkan uang untuk pengobatan ibu," jelas Shania.

"Tapi alasannya apa? Kenapa kau tiba-tiba menikah?" tanya Leonard masih tidak puas.

Shania menatap Leonard dengan tatapan sendu, dia menghela napas panjang lalu menceritakan semua yang terjadi dan kenapa begitu cepat.

"Tapi kau menikah dengan orang yang kau tidak kenal dan sama sekali tidak mencintainya. Apa kau bisa? Pernikahan bukan hal main-main Shania," ucap Leonard setelah mendengar semua penjelasan Shania.

"Aku tahu, Leo. Aku tidak jamin pernikahan ini akan bertahan atau tidak tapi yang penting ibu sudah terselamatkan," jawab Shania.

"Maafkan aku, aku telah gagal menjaga kau ... Nia," sahut Leonard dengan lirih dan mulai menunduk karena merasa bersalah.

"Bukan salah aku, Leo. Anggap saja ini adalah takdir. Kau juga belum gagal, Leo. Kau sedang berusaha membantu aku mendapatkan apa yang seharusnya menjadi milik aku dan ibu," kata Shania.

***

"Apa! Natalia akan dioperasi? Tapi dari mana mereka mendapatkan uang?" tanya Johnsen pada anak buah yang selalu memberi laporan tentang Shania dan ibunya.

"Maaf Tuan, saya belum bisa pastikan karena sudah 3 hari ini Shania tidak bisa ditemukan, tetapi ketika dia datang ke rumah sakit dia langsung melunaskan biaya pengobatan dan biaya operasi ibunya," jelas anak buah itu.

"Ck, jangan sampai mereka punya rencana kalau Natalia kembali sembuh, apalagi Shania sudah hampir genap berumur 19 tahun," ujar Johnsen yang terlihat khawatir.

Johnsen mulai mencari ide untuk menggagalkan rencana operasi Natalia berjalan lancar karena bisa saja setelah Natalia sembuh mereka menuntut hak milik mereka. Apalagi, dalam beberapa bulan lagi Shania akan genap berumur 19 tahun seperti di dalam surat wasiat yang pernah ditulis oleh mendiang ayah Shania.

Entah apa yang akan dilakukan oleh Johnsen, karena dia tidak akan membiarkan hal ini terjadi.

"Pah, kenapa tidak kita bunuh saja keduanya," ucap Calista yang merupakan istri Johnsen.

"Jika kita hendak melakukan itu, kita harus ada rencana yang mantap Sayang, jangan sampai bertindak gegabah," sahut Johnsen.

"Kita bisa lakukannya seperti 5 tahun yang lalu," ujar Calista memberi ide.

Johnsen melihat sang istri lalu tersenyum. Ada benarnya juga, kenapa tidak melakukan rencana seperti 5 tahun yang lalu. Johnsen memuji Calista karena sarannya sungguh masuk akal.

Untuk saat ini mereka akan berdiam saja karena Johnsen ingin melenyapkan sekaligus dua orang yang bisa menggugat posisinya di perusahaan yang dikendali oleh Johnsen saat ini.

'Cristo, maaf! Tapi perusahaan kau harus menjadi milikku,' batin Johnsen.

**

Steven membaca dokumen yang telah dia minta untuk ditandatangani oleh Shania. Sudut bibirnya terangkat.

"Bagus Sean! Semua ini akan memudahkan aku untuk membalas dendam 5 tahun lalu," ujar Steven.

'Shania, Shania ... aku akan membuat kau hidup menderita dan berakhir dengan tragis seperti yang dirasakan oleh Melinda,' ucap Steven dalam hati.

Steven meletakkan dokumen itu di atas meja lalu memasang wajah yang menakutkan. Rasa marah masih saja membuncah di dalam hatinya karena kematian mendiang tunangan yang sangat dia cintai.

"Kau tunggu giliranmu!"

Bersambung...

Bab terkait

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 4

    Operasi pengangkatan kanker pankreas pada sang ibu sedang berjalan. Shania di temani oleh Leonard di ruang luar ruang operasi."Shania, ibu pasti baik-baik saja. Percayalah," ucap Leonard mencoba menengkan Shania.Shania hanya mengangguk dan mulai bersandar pada dada bidang Leonard. Sembari Leonard mengusap kepala Shania, jika dilihat mereka persis seperti sepasang kekasih.Tanpa keduanya sadar, Steven telah berdiri tidak jauh dari mereka. Dia melihat posisi romantis itu dengan matanya sendiri. Steven pun mengepalkan tangannya lalu meninggalkan rumah sakit itu dalam keadaan marah.Sementara Shania masih bersandar, tiba-tiba ponselnya kentangnya itu berbunyi. Nama Steven tertera pada layar ponsel.Shania menjawab tanpa mau bergerak seinci pun dari dada bidang Leonard."Aku masih menunggu ibu ku operasi," ucap Shania lebih dulu."Iya, sambil bermesraan bersama kekasihmu!" sahut Steven dari seberang sana."Aku tidak ada kekasih, jangan membual sembarangan," jawab Shania polos."Terus yan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 5

    Shania mengirim pesan pada Leonard agar tidak mendatangi rumah sakit untuk seminggu terakhir ini karena dia takut Steven nekad mengganggu Leonard.Apalagi, yang paling Shania takuti adalah rencananya bersama Leonard terbongkar dan Steven yang mengacaukannya. Oleh itu, Shania memilih untuk lebih baik berhati-hati.Sementara, di tempat Leonard. Dia mulai merasa pusing, bagaimana harus menjalani tanggungjawabnya terhadap Shania jika dia tidak menemui Shania."Tuan Cristo, maaf kali ini mungkin aku sedikit gagal tapi ke depannya aku akan menjaga dan melindungi Shania sesuai dengan janji dan sumpah yang pernah aku katakan," ucap Leonard.Seminggu tidak menemui Shania adalah waktu yang sangat lama. Dia masih ingat ketika dirinya dikirim ke luar negara untuk melanjutkan kuliahnya. Setelah Leonard berhasil, dia dikagetkan dengan berita bahwa mendiang ayah Shania sedang sekarat di rumah sakit. Setelah itu, Leonard benar-benar seperti orang yang hilang arah tuju apalagi mendiang ayah Shania la

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-25
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 6

    Leonard masih terdiam karena terkejutannya. Baginya, Shania benar-benar dalam masalah besar kali ini. Istri Steven? Yang benar saja. "Ternyata kau yang menikah dengan seseorang yang sangat aku cintai," ucap Leonard.Masih saja Leonard teringat permainan aktingnya bersama Shania. Walaupun, terdapat gurat khawatir pada wajahnya, Leonard coba senatural mungkin menghadapi Steven."Segera lupakan Shania! Dia telah menjadi milikku dan kau tidak wajar untuk mencintainya lagi," tegas Steven.Leonard tersenyum lalu berkata, "Milikmu? Apa kau yakin, Shania benar-benar milikmu?"Raut wajah Steven mendadak memerah, dia tahu apa yang dimaksudkan oleh Leonard. Namun, Steven juga tidak bisa mengakui bahwa Shania benar-benar miliknya."Ck, untuk sekarang mungkin dia masih mencintai kau, tetapi ke depannya, aku adalah rumahnya dan satu-satunya pria yang telah menempati hatinya," ucap Steven dengan begitu yakin."Stev, aku tahu kau hanya memanfaatkan Shania. Kau menikahinya karena uang dan beberapa pe

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-08
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 7

    "Sssh." Shania membuka matanya yang terasa begitu berat dan kepala masih terasa pusing."Kau sudah bangun? Kepala kau masih sakit?" tanya Leonard yang sedari tadi berada di sisi Shania."Leo, aku kenapa?" Bukan menjawab, Shania malah kembali bertanya."Kau pingsan karena terlalu banyak menangis, mungkin juga tertekan," jawab Leonard.Shania langsung mengangkat pandangannya menatap Leonard. Wajah Leonard terlihat lesu dan khawatir. Matanya juga terlihat merah.Deg!Ibu! Shania teringat akan Natalia sang ibu kandungnya. Dia lantas menoleh ke arah sekitarnya. Di mana Natalia? Dia tidak melihatnya."Leo, Leo, ibu di mana? Aku tadi bermimpi ibu ..., meninggalkan kita." Shania menggoyangkan lengan Leonard dengan tangisan yang kembali pecah.Leonard hanya diam dan tidak menjawab, hanya saja matanya jelas terlihat berkaca-kaca. Sungguh miris, gadis yang berjuang hingga mengorbankan diri demi sang ibu yang sekarat berakhir begini.Leonard lantas menarik Shania dan membawa masuk ke dalam peluka

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-08
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 8

    Proses pemakaman telah selesai. Shania dan Leonard masih duduk di sebelah kuburan Natalia. Air mata terlihat mengalir di pipi Shania, namun tidak terdengar isak tangisan."Ibu, selamat beristirahat. Nia, bakal merindui ibu, Nia sayang ibu," ucap Shania lirih.Leonard pula hanya menatap papan nama Natalia dengan sendu, namun terlihat gurat amarah pada wajahnya."Nia, kita pulang ya. Sudah hampir sore, tidak baik untuk berada di sini," ujar Leonard.Shania mengangguk lalu berpamitan dengan sang ibu. Mereka pun keluar dari tanah perkuburan itu. Setelah tiba di luar kawasan perkuburan, Shania menangkap sosok pria yang sangat dia benci. Ingin sekali dia meneriaki dan memukul pria itu, tetapi dia masih belum memiliki kekuatan."Shania," panggil Leonard.Shania menoleh ke arah Leonard dengan raut wajah sendu. Tangan Shania yang digenggam Leonard pun segera Leonard lepaskan perlahan."Kau tahu batasmu dan kau, Shania! Cepat masuk ke mobil," perintah Steven dingin.Shania menatap Leonard, dia

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-08
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 9

    "Aku cuma bertanya," jawab Steven dingin.Shania memasang wajah datar. Lalu berkata, "Ok, oh ya, aku ingin keluar sedikit, ada yang aku harus beli."Steven diam, dia menatap Shania dengan intens seperti ingin membaca pikiran Shania. Namun, apa yang dia cari tidak terlihat."Terserah, yang penting kau harus pulang sebelum jam 12 malam," sahut Steven."Aku hanya pergi ke toko 24 jam di seberang jalan, tidak butuh sampai berjam-jam," ujar Shania.Steven menjeling lalu lanjut memasuki kamar miliknya, dia tidak ingin peduli tentang Shania. Selama, Shania tidak berhubungan dengan pria lain.Setelah melihat Steven menutup pintu kamar dengan rapat, Shania kembali membalas pesan Leonard. Dia memberitahu Leonard untuk menemuinya, di toko 24 jam seberang jalan yang berdekatan dengan apartemen Steven.Shania pun bersiap-siap untuk keluar. Dia menggunakan baju yang agak tebal karena masih merasa kedinginan.Ketika telah tiba di toko seberang jalan, Shania menunggu Leonard di dalam toko dan berdiri

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-09
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 10

    Leonard menatap wajah Shania penuh kasih. Dia tersenyum lalu mengusap puncak kepala Shania."Kau mau aku menganggap kau seperti apa?" bukan menjawab, Leonard malah kembali bertanya.Shania hanya diam, dia juga tidak tahu ingin menjawab seperti apa. Apalagi, dirinya sudah berstatus istri. Andai saja Leonard mau mengerti mungkin Shania bisa lebih yakin dalam memberi jawaban."Terserah kau, Leo," jawab Shania. "Kalau begitu, apa kau mau menganggapku sebagai satu-satunya keluarga yang ada di dunia ini?" ujar Leonard sembari bertanya.Sudut bibir Shania terangkat ke atas, dia lantas memeluk Leonard. Sangat berharap urusannya bersama Steven cepat selesai."Leo, aku harus pergi. Nanti, kita bertemu lagi ya. Kau tetap jaga diri dan selalu berhati-hati," ucap Shania setelah melepaskan pelukkannya."Kau juga, jangan terlalu khawatir. Aku bisa menjaga diriku sendiri dan yang harus dikhawatirkan itu kau, jangan mudah termakan jebak

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14
  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 11

    "Shania? Bukankah kau ...?" Leonard terlihat kaget."Aku sebenarnya, kebutulan ingin mampir loh," jelas Shania.Leonard mendekati Shania yang mengenakan masker putih dan kaca mata biasa, agar bisa menutupi dirinya. Namun, penampilannya mudah ditebak oleh Leonard."Kita makan siang yuk," ajak Leonard.Shania mengangguk lalu memasuki taksi yang telah menunggu Leonard sedari tadi. Sepanjang perjalanan, Shania terlihat diam."Shania, kita sudah hampir mencapainya," ucap Leonard memecah keheningan di antara mereka."Leo, kalau suatu hari aku jadi jahat. Aku minta padamu teruskan rencana kita," ujar Shania."Jahat? Apa maksud kau?" Leonard bingung.Shania pun mengeluarkan botol kecil dari dalam tas selempangnya, lalu ditunjukkan pada Leonard.Mata Leonard membulat, dia menatap Shania tidak percaya lalu kembali menatap botol kecil itu. Leonard mulai menunjukkan raut wajah khawatir."Paman, berhenti di taman depan," ucap Leonard tiba-tiba.Singkatnya, kini Leonard dan Shania sudah duduk di ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-14

Bab terbaru

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 52

    "Memangnya aku sakit apa?" tanya Shania setelah meminum obat yang diberikan oleh Mikael. Mikael menatap Shania dengan raut intens. Dia menghela napas panjang. "Kau tidak tahu?" Mikael kembali bertanya. Shania mengerutkan dahinya, sejak kapan dia sakit. Kemarin dan beberapa hari yang lalu, dia masih merasa sehat-sehat saja. "Sudahlah, kau hanya perlu makan dan minum obat secara rutin," imbuh Mikael lagi. Pria itu membantu Shania kembali ke kamar yang sempat dia tempati tadi. Dia terlihat begitu misterius sebenarnya, tetapi perlakuannya terkesan tulus. "Mikael, kenapa tidak kau memberitahuku saja? Aku sakit apa sebenarnya?" tanya Shania yang masih saja penasaran dan merasa sedikit bingung. Mikael diam, dia terus saja mengandeng tangan Shania hingga mereka tiba di dalam kamar. Setelah memastikan Shania bisa duduk dengan tenang. Barulah, Mikael menunjukkan raut wajah tersenyum tipis. "Kamu keguguran dan rahimmu bermasalah," jelas Mikael. "Keguguran?" ulang Shania tampak begitu kag

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 51

    Cristo pulang ke rumah dengan terburu-buru, ketika dia sampai di rumah dia langsung mencari sang istri."Natalia?" Suara Cristo menggema ketika memanggil nama sang istri."Ada apa?" sahut Natalia yang datang dari ruang baca.Cristo menatap Natalia, dia segera mendekati sang istri. Lalu, perlahan menarik tangan sang istri dan membawanya masuk kembali ke ruangan membaca."Ada apa sebenarnya? Kenapa wajahmu terlihat khawatir?" tanya Natalia ketika telah duduk di sofa dalam ruang baca itu.Cristo diam, dia hanya mengeluarkan beberapa dokumen dan kotak kecil. Lalu, diserahkannya pada Natalia."Sayang, aku mempercayaimu untuk menyimpan kedua barang-barang ini. Jangan sampai ada orang merampasnya darimu," ungkap Cristo."Tapi ini apa?" tanya Natalia lagi."Ini adalah dokumen kepemilikan perusahaan dan kotak kecil ini adalah kunci brankas," jelas Cristo.Natalia memasang raut bingung, terus ada apa dengan dokumen dan kunci ini. Kenapa harus diserahkan padanya?"Aku belum mengerti, jika ini pe

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 50

    Gadis ini aneh menurut Mikael, namun sudut bibirnya terangkat. Merasa Shania sedikit menarik, selama ini banyak gadis berusaha mendekatinya dan sanggup melemparkan diri kepadanya.Akan tetapi, berbeda dengan Shania yang menolak dirinya mentah-mentah tanpa ingin berkenalan terlebih dalam."Apa yang aku dapat jika aku bekerjasama dengan kau?" tanya Mikael.Shania tampak berpikir, sebuah ide terlintas dan langsung saja Shania katakan tanpa ada rasa ragu."Hubungan pertemanan, tapi tergantung sih bagaimana sikap kau terhadapku," jelas Jessi.Mikael tersenyum sungging, dia pun mengangguk mengerti. Sebenarnya, bukan berarti bersetuju, tetapi dia ingin melihat sampai mana Shania bisa menolak dirinya."Terus sekarang kau mau ke mana? Mau kabur?" tanya Mikael lagi dengan raut penasaran."Sangat tepat!" jawab Shania penuh bersemangat."Hm, bagaimana kalau kita kabur bersama saja?" Mikael menawarkan untuk melarikan diri bersama Shania.Shania terkejut, dia kembali berpikir. Sungguh, tidak mungki

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 49

    "Shania, bangunlah. Kau harus pergi, dengarkan ibu. Jangan percaya mereka yang berada di sekitarmu kecuali ....""Ibu!" pekik Shania, dia terbangun dengan napas yang memburu. Keringat telah membasahi kulit wajah Shania. Dia belum sadar sepenuhnya, hingga masih terdengar helaan napas yang coba diatur perlahan. Air mata, Shania juga terlihat mengalir tanpa ada isak tangisan."Kau sudah bangun?" Suara seorang pria memberi Shania kesadaran penuh. Shania langsung mengambil posisi duduk, dia mencari asal suara tadi. Sehingga, netra mata Shania menangkap satu sosok yang sedang duduk bersilangkan kaki.Ingatan tentang 6 tahun sebelum sang ayah meninggalkan, kembali berputar pada benak Shania. Wajah yang dia lihat kembali membuka masa lalu yang seharusnya dia lupakan.***"Nia malam ini kita ada tamu, ayah harap kau tidak memasang wajah cemberut," ucap Cristo, sang ayah yang berpesan pada putri semata wayangnya."Kalau begitu, Nia tidak perlu turun dari kamar sekalian saja," jawab Shania."H

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 48

    Shania terkejut ketika pria asing itu menggerakkan tangannya yang memengang pisau. Lengan Steven tergores oleh senjata tajam itu."Stev!" pekik Shania.Steven lantas menendang pria tadi dengan tendangan berputarnya, darahnya terlihat semakin banyak mengalir. Pria asing tadi, sempat tersungkur ke atas jalan raya itu. "Steven! Masuk mobil!" pekik Shania yang telah berada di luar mobil.Steven menoleh, raut wajahnya berubah mendadak, dia tahu pria di hadapannya ini cuma untuk memancing Steven dan Shania keluar. Apalagi, sedari tadi Steven menunggu musuh yang lain keluar, namun hingga saat ini belum ada satu pun yang terlihat dan hanya ada satu pria asing itu saja."Shania, masuk! Ini je--"Dor..dor..Bunyi tembkan membuat Steven berhenti memekik, dua kali tembakan dari arah belakang lalu mengenai Shania, mata Shania terlihat melebar dan akhirnya terjatuh di atas aspal jalan itu."Sha-- Shania!" pekik Steven.Steven coba berlari ke arah Shania yang telah tergeletak di atas jalan di sampi

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 47

    Steven pulang ke rumah utama dengan raut lesu, dia sedikit merasa kesal dengan Bernard dan Gerald yang sedikitpun tidak menaruh curiga pada Carry.Namun, jika dipikirkan, itu juga bukan salah keduanya yang memilih tidak percaya. Hanya saja, Carry yang terlalu licik dalam menutupi sisi jahatnya.Semakin hari, dia semakin yakin ada yang disembunyikan oleh Carry dan Carry juga berkaitan dengan teror beberapa hari yang lalu."Stev," tegur Nikel.Steven menoleh, dia lantas mengukir senyuman tipis untuk diperlihatkan."Kau melamun, apa ada masalah?" tanya Nikel kemudian."Tidak, hanya saja masih terpikir tentang teror hari itu," jawab Steven dengan jujur."Tenang saja, Oma dan paman sudah mengerahkan orang-orang untuk mengawasi sekitar kalian," jelas Nikel sembari menepuk pundak Steven.Steven mengangguk, dia hanya tersenyum tipis. Berharap, suatu saat nanti akan ada hasil dari pencarian mereka. "Oh iya. Malam ini jamuan makan, keluarga besar Smith semuanya akan datang," beritahu Nikel."M

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 46

    "Aku mencari Stella tadi, kebetulan Shania berada di sini jadi, apa salahnya aku bawa dia berbicara," jelas Immanuel sedikit jujur.Shania menatap Steven dengan raut tersenyum dan mengangguk kecil membenarkan ucapan Immanuel. Entah, kenapa Steven selalu saja mencurigai dirinya.Setelah itu, Immanuel pamit dan meninggalkan Shania sedang duduk bersama Steven di ruang tamu itu."Shania, apa tidak ada penjelasan yang jujur dari kau?" tanya Steven tiba-tiba.Ternyata, Steven masih tidak puas mendengar penjelasan Immanuel tadi. Apalagi, Steven merasa Shania semakin hari, semakin jauh darinya.Ada apa dengan Shania sebenarnya?"Steven ...," ucap Shania. "Kau benar-benar menyukaiku?" lanjut Shania lagi.Bukan menjawab pertanyaan, Shania malah bertanya tentang perasaan Steven terhadapnya. Dia tidak mau, Steven semakin larut ke dalam perasaan bertepuk sebelah tangan ini."Kau masih meragukanku, apa dengan menyentuh kau setiap hari itu tidak cukup?" jawab Steven tak kalah serius."Menyentuhku? B

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 45

    Steven menatap Shania dengan tatapan yang sulit diartikan. Hal itu, membuat Shania bingung sendiri, apa yang dipikirkan oleh Steven sebenarnya.Tiba-tiba, terdengar bunyi pintu diketuk. Shania lantas melarikan pandangannya ke arah pintu kamar. Sedangkan, Steven pula hanya menundukkan pandangan, seperti tidak ingin sibuk.Shania berjalan ke arah pintu, untuk melihat siapa di luar sana. Ketika dia membuka pintu, dia mulai mengukirkan senyuman tipis."Stella," ucap Shania lembut."Kak, apa Stella mengganggu?" tanya Stella.Shania menggelengkan kepala dan mengizinkan Stella masuk ke kamar. Stella mengandengan lengan Shania dengan akrab, namun tidak dia bisa hindari memasang raut khawatir."Kak Stev," tegur Stella.Steven menoleh, dia tersenyum tipis namun tidak berbicara apa pun. Hanya saja, raut wajah Steven sedikit terlihat aneh."Kak, apa aku mengganggu waktu kalian?" tanya Stella lagi.Stella, berpikir jika dia datang di waktu yang tidak tepat. Apalagi, wajah Steven sepertinya sedang

  • Istri di Atas Kertas sang CEO   Bab 44

    "Apa yang kau bahas dengan paman?" tanya Steven kepada Shania, setelah mereka telah berada di dalam kamar."Cuma hal biasa," sahut Shania singkat.Shania malas melayani pertanyaan Steven, dia pun segera memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri sebelum tidur."Shania, aku masih mau bicara," protes Steven yang menyusuli Shania hingga ke kamar mandi.Shania menghentikan langkah dan membalikkan tubuh. Dia menatap Steven dengan memicingkan mata."Bicara apa?" tanya Shania sembari menyandarkan punggung pada daun pintu."Kalian cerita tetang apa?" tanya Steven lagi.Steven masih tidak puas dengan jawaban Shania tadi. Dia harus mendengar tahu yang sebenarnya. Apalagi, saingan kecilnya adalah anak sulung sang paman."Kami hanya cerita tentang masalah yang kau hadapi, aku katakan pada paman bahwa aku mengkhawatirkan kau," jelas Shania sedikit berkelit.Steven tidak langsung menjawab, dia malah menatap Shania dengan begitu dalam. Coba mencari gurat kebohongan pada kilatan mata Shania."Huh,

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status