"Humairah, kamu sebaiknya ikut Bunda saja. Sekarang kita adalah keluarga. Jangan sungkan memanggilku dengan sebutan Bunda."
"Baik, Bun." Humairah menjawab dengan anggukan.
Kemudian dia mempersiapkan semua baju-bajunya untuk dibawa. Gadis berkerudung satin itu hanya tinggal sendiri di rumah tua ini. Sejak Mas Anan meninggal, dia tak punya saudara lagi selain kami. Entah di mana ibu yang sudah melahirkannya. Kabar yang terakhir kudengar Sarah sudah menikah dengan lelaki lain.
Humairah juga tak lagi mendengar kabar tentang ibu kandungnya. Sarah bak ditelan bumi menghilang begitu saja. Kasihan Humairah, meski dia anak dari hasil perselingkuhan Mas Aman, tetapi gadis itu tetap tak berdosa. Bagaimanapun juga aku harus melindunginya. Sampai ada seseorang yang akan datang untuk melamarnya sebagai istri.
"Sudah siap?" Tanya Habib menghampiri kami.
&nb
Pernikahan tanpa cinta tidak akan pernah merasakan rindu walau ia jauh. Kebahagian rumah tangga yang harmonis bagaikan bayangan semu, yang tak akan pernah terwujud. Aku pikir hidup berumah tangga dengan Ustaz Rahman akan terbina keharmonisan, nyatanya salah. Ustaz Rahman malah membawa wanita lain ke rumah.Bagaimana mungkin hatiku bisa bertahan, jika ada orang ketiga yang datang. Kaca yang sudah retak makin hancur. Aku melihat pernikahan ini tidak bisa dipertahankan lagi.Bagiku, Ustaz Rahman adalah orang terpenting setelah anak-anak. Meski sikap lelaki itu kadang acuh, aku pikir bisa membuat rumah tangga bertahan lama."Ayi, ini Nurul. Kalian akan tinggal satu rumah sekarang. Aku minta harus akur jangan bertengkar," tutur Ustaz Rahman ketika memperkenalkan Nurul yang datang membawa koper besar.Hari yang ditakutkan tiba dan tak pernah terlintas sedikit
Pesta sudah selesai, para tamu juga sudah pulang. Pengantin masih duduk bersanding di pelaminan. Senyum bahagia jelas terpancar di wajah Humairah dan Syawal. Mereka bak pasangan sejoli yang serasi.Malam semakin larut. Rintik hujan mulai turun membasahi bumi. Langit gelap gulita tanpa bintang dan bulan yang menyinari. Dari balik jendela bisa kusaksikan malam yang mencekam. Di kamar ini, duduk seorang diri. Tugasku sudah hampir selesai dalam membesarkan anak-anak. Nara sudah menikah begitu juga dengan Habib. Mereka masing-masing sudah mempunyai anak. Tinggal Hafiz yang masih belum menikah.Tidak terasa waktu begitu cepat berlalu, usia pun sudah bertambah tua. Mas Anan juga sudah tiada sebelum sempat melihat cucu-cucunya tumbuh dewasa. Masih ada satu yang menjadi beban pikiranku. Habib harus sudah menikah sebelum maut menjemput ajalku.Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di lu
"Mas, kamu sudah bangun?" Tanyaku kepada Ustaz Rahman.Mata Ustaz Rahman mengerjap. Memperhatikan sekeliling ruangan. Dia menatapku seakan aku ini asing baginya."Di mana aku, Ay?""Kamu ada di rumah sakit, Mas.""Apa yang sudah terjadi denganku?""Kamu terkena demam berdarah.""Benarkah?""Istirahatlah! Sebentar lagi dokter akan datang memeriksa."Aku beranjak dari tempat duduk ingin keluar dari kamar inap Ustaz Rahman. Namun, tangannya mencekal pergelangan tanganku."Tunggu, Ay!" Sergahnya."Ada apa, Mas?" Aku berbalik menatap wajahnya sambil melepas cekalan tangannya."Maaf, Mas. Aku tidak halal bagimu.""Maafkan aku, Ay. Semua ini salahku. Seharusnya aku tidak pernah menjatuhkan talak tiga kepadamu.""Semua sudah terjadi, Mas. Untuk apa disesali.""Andai aku bisa menahan emosiku saat itu. Saat ini kita masih menjadi suami istri yang sah."
Hujan deras mengiringi langkahku. Ketika akan pulang selesai mengajar. Di tengah perjalanan terpaksa aku harus berhenti. Berteduh di bawah pohon beringin yang rindang. Jarak antara rumah dengan pondok pesantren hanya sekitar lima ratus meter. Namun rintik air yang deras bisa membasahi tubuhku, jika diteruskan menuju ke rumah. Dinginnya udara yang sejuk terasa menusuk tulang. Angin berhembus sangat kencang. Pohon yang beringin ikut bergoyang terhempas angin. Hijab yang kukenakan juga melambai-lambai, tertiup hembusan ranting pohon beringin. "Pakai payung ini! Kamu tidak akan kebasahan sampai pulang ke rumah."Aku menoleh ke samping. Tiba-tiba Ustaz Rahman sudah berdiri di belakangku. Sepertinya dia juga baru pulang mengajar. "Gak usah, Mas. Terima kasih. Aku tidak membutuhkannya." Aku sedikit bergeser ke samping. Menjaga jarak hingga satu meter. "Kenapa? Apa begitu bencinya kamu denganku? Hingga menolak niat baikku.""Bukan begitu.""Lalu?""Berhentilah menemuiku!""Maksudnya?""Ma
Banyak orang di dunia ini mendapatkan kekayaan dengan jalan pintas. Termasuk salah satunya merusak rumah tangga orang lain. Bahkan, pelacur sekali pun akan menjauh bila sudah dibayar. Tapi pelakor tidak akan pernah mau pergi. Selamanya akan menjadi benalu dalam rumah tangga.Begitu juga dengan kehidupan yang terjadi denganku. Antara aku, Ustaz Rahman dan juga Nurul. Dia ibarat duri yang sudah mendarah daging. Selamanya akan tetap begitu. Prahara datang melanda kehidupan kami. Setelah dia masuk menjadi orang ketiga.Kini, aku harus menyaksikan sendiri. Seorang wanita terluka karena ulahnya. Sama halnya yang kemarin dulu kurasakan. Hanya bedanya, Nurul tidak mempunyai anak saat menikah dengan Ustaz Rahman. "Berhenti menjadi pelakor, Nurul. Berapa banyak lagi rumah tangga yang akan kau rusak.""Jangan ikut campur urusanku, Mbak. Lebih baik kamu urus diri sendiri saja.""Belum cukupkah kamu merusak rumah tanggaku? Kamu datang sebagai orang ketiga. Kemudian merusak kebahagian kami sekelua
Dua pria di hadapanku saling memandang. Ustaz Rahman dan Ustaz Faruq berdiri berhadapan. Keduanya menatap tajam satu sama lain. Entah mengapa aku bisa berdiri di antara kedua laki-laki ini."Maaf, Ustaz Faruq, Ustaz Rahman, saya duluan mau ada urusan mendadak.""Tunggu, Ay! Aku akan mengantarmu pulang," ujar Ustaz Faruq. Ustaz Rahman menatap saudara sepupunya jengah. Seperti tidak suka karena menawarkan jasanya. Selesai jam pelajaran aku tidak ada lagi mengajar anak-anak. Kuputuskan saja untuk beristirahat di rumah. Ada Humairah yang sedang sakit. Belakangan dia jarang keluar rumah karena kondisi sedang hamil. Humairah mengalami masa ngidam hingga usia kandungan tujuh bulan. Dia juga sudah mengajukan cuti selama enam bulan ke depan. Syawal melarangnya untuk mengajar. Takut kondisi kesehatan Humaira terganggu."Maaf, Ustaz. Saya bisa jalan sendiri. Kebetulan bawa motor."Ustaz Faruq dan Ustaz Rahman hanya saling pandang. Keduanya mengernyitkan kening. "Baiklah, kalau begitu. Aku pa
Apa yang lebih sakit dirasakan, ketika seseorang yang dicintai telah berselingkuh. Cintanya ternyata hanya untuk orang lain. Ya, membina suatu hubungan itu mudah. Namun, mempertahankan sangat sulit. Hari ini, aku bertemu dengan Ustaz Rahman. Aku melihat dia sedang bersama Azmi. Lelaki selalu tak berubah. Meski dia seorang ahli agama sekalipun. Tetap saja butuh sentuhan dan belaian seorang wanita. Mustahil di usia yang masih muda tak membutuhkan kehadiran perempuan. Sumpah hanyalah untuk menutupi hati yang gundah gulana. Bahkan, tak tanggung-tanggung, seseorang dengan mudah mengucapkan kalimat sumpah bukan lagi atas nama dirinya. Melainkan dengan menyebut nama Allah seperti demi Allah. Bagaimana sebenarnya menggunakan kalimat sumpah atas nama Allah? Dalam Alquran terdapat beberapa ayat yang menekankan sakralnya sumpah. Salah satunya yakni terdapat pada surat Al Maidah ayat 89.لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللَّهُ بِاللَّغْوِ فِي أَيْمَانِكُمْ وَلَٰكِنْ يُؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُمُ الْأَيْم
"Astagfirullah!" Aku menjerit ketika sebuah mobil sedan menyerempet dari samping. Motorku langsung jatuh dan menabrak trotoar. Darah segar langsung mengalir dari kaki. Seorang pria dan wanita langsung turun menghampiri. Tapi yang membuatku terkejut adalah perempuan yang ada di sampingnya. Tak lain adalah Nurul. Dia dengan sombongnya melangkah mendekat, dan mencecar dengan kata-kata kasar."Hei kalau jalan pakai mata! Sudah tahu ini tempat umum, masih jalan pakai melamun." Cibirnya dengan nada tinggi."Maaf, ya? Aku sudah jalan di pinggir. Tapi mobil yang kalian kemudikan telah menyalip jalanku.""Tuh kalau orang miskin pasti cari-cari alasan untuk memeras orang kaya.""Ma, sudahlah. Jangan bertengkar di jalan. Ini tempat umum. Malu dilihat orang.""Perempuan miskin seperti dia memang harus diberi pelajaran, Pa. Biar gak kurang ajar minta biaya pengobatan dan biaya kecelakaan.""Aku rasa di sini aku yang jadi korbannya. Tapi kamu bukannya meminta maaf malah mencela.""Ha!" Nurul menc