Share

Bab 154

Penulis: Lee Sizunii
last update Terakhir Diperbarui: 2025-02-12 13:24:40

Di malam berikutnya, angin berhembus dingin di sepanjang jalan kota. Langit dipenuhi bintang, tetapi bagi Valeria, malam ini terasa kosong dan gelap.

Dia menutup pintu mobil dengan tenang, matanya menatap restoran mewah di hadapannya—tempat di mana dia dan Salvatore biasa makan bersama. Setiap sudut restoran itu menyimpan kenangan yang kini terasa seperti belati yang menusuk hatinya. Valeria memang berniat pergi ke restoran ini sendirian karena sangat merindukan Salvatore.

Dia menghela napas, mencoba menenangkan diri. Namun, baru saja dia melangkahkan kaki ke depan, sesuatu menarik bajunya dengan kasar dari belakang.

"Dasar perempuan jalang! Apa kau pikir hidupmu akan terus bahagia setelah menghancurkan keluargaku?!" Suara nyaring dan penuh kebencian itu memenuhi telinganya.

Valeria tidak perlu menoleh untuk mengetahui siapa yang berbicara. Isabella Ricci.

Perempuan itu tampak begitu berantakan—rambutnya acak-acakan, wajahnya kuyu, dan pakaian yang ia kenakan lusuh. Jelas sekali hidup
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 155

    Suara monitor detak jantung semakin cepat, memantul di seluruh ruangan dengan irama yang tidak biasa. Amara, yang baru saja membuka pintu kamar, langsung membelalak melihat pemandangan di hadapannya.Salvatore mengejang. Tubuhnya bergetar hebat, kedua tangannya mengepal di atas ranjang, napasnya tersengal, dan wajahnya menunjukkan ekspresi kesakitan yang luar biasa."Salvatore?!" Suara Amara bergetar saat dia berlari mendekat.Ini buruk. Sangat buruk.Keringat dingin membasahi pelipis pria itu, dadanya naik turun dengan tidak normal. Dia masih belum sadar, namun tubuhnya seolah sedang berjuang melawan sesuatu yang tak kasat mata.Amara meraih tangannya, berusaha menggenggamnya erat, tapi tubuh Salvatore begitu panas—seolah dia sedang terbakar dari dalam."T-Tidak ...! Bertahanlah!"Amara hampir menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa. Ini pertama kalinya dia melihat Salvatore dalam kondisi seperti ini.Dari mana asal reaksi ini?! Apakah karena obatnya?!Pikiran Amara kalut. Dia seg

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-12
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 156

    Amara lebih bersemangat dari biasanya. Langkahnya ringan, hampir seperti melayang, saat dia berjalan menyusuri koridor vila yang megah. Matanya berbinar penuh kegembiraan, dadanya berdegup kencang, bukan karena cemas, tetapi karena antusiasme yang membuncah.Akhirnya... Setelah berbulan-bulan menunggu, Salvatore akhirnya siuman. Namun, ada satu hal yang harus dia lakukan—merahasiakan semuanya.Alessio sudah memerintahkan dengan tegas. Salvatore tidak boleh tahu apa pun. Tidak tentang kecelakaan yang membuatnya kehilangan ingatan. Tidak tentang Valeria. Tidak tentang masa lalunya.Ini adalah kesempatan emas. Kesempatan untuk menjauhkan Salvatore dari Valeria... selamanya.Amara tersenyum kecil, senyum penuh kemenangan. Bagi orang lain, ini mungkin terlihat kejam. Tapi bagi Amara, ini adalah kesempatan terbaik dalam hidupnya.Sekarang, Salvatore hanya akan mengenalnya. Hanya akan melihatnya. Hanya akan bergantung padanya.Tanpa Valeria, tanpa gangguan, tanpa ada orang yang bisa mengambi

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 157

    Pagi itu, langit di atas Morreti Club tampak cerah, tetapi suasana di dalam ruangan rapat terasa mencekam. Para petinggi keluarga Morreti sudah duduk di kursi mereka, menunggu seseorang yang telah lama absen dari dunia mereka—Valeria.Ketika pintu ruang rapat terbuka, semua mata langsung tertuju padanya. Valeria melangkah masuk dengan anggun, mengenakan setelan jas merah yang membalut tubuhnya dengan sempurna.Kecantikannya begitu mencolok. Wajahnya tetap dingin tanpa ekspresi, matanya tajam, dan aura yang dia bawa terasa lebih berat dari sebelumnya.Tiga bulan yang dia habiskan untuk mencari Salvatore telah mengubahnya. Bukan hanya waktu yang membuatnya semakin kuat, tetapi juga rasa sakit dan kehilangan yang terus menggerogoti hatinya.Pamannya, Roberto, mengamati Valeria dari seberang meja.Dia tahu betul bahwa keponakannya ini bukan lagi Valeria yang sama seperti dulu. Sementara itu, Lorenzo, sang ayah, hanya menghela napas panjang."Akhirnya kau datang," kata Lorenzo dengan suara

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 158

    Valeria duduk di tepi kolam renang kediaman Morreti, kaki jenjangnya terendam di air dingin yang beriak pelan. Malam sudah larut, tetapi pikirannya masih terus mengembara, membuatnya sulit beristirahat.Di tangannya, jeruk keprok yang sudah hampir habis dia kupas. Tumpukan kulit jeruk berserakan di sampingnya, menyebarkan aroma segar yang menusuk hidung.Dia mengambil satu potong, memasukkannya ke mulut, lalu mengunyah perlahan. Namun, rasa asam dan manis yang biasanya menyegarkan kini terasa hambar. Rasanya tetap tidak melegakan tenggorokannya.Dengan kesal, Valeria melempar sisa jeruk ke dalam mangkuk kaca di sebelahnya. Sudah beberapa hari ini dia terus-menerus uring-uringan tanpa sebab.Emosinya meledak-ledak, setiap hal kecil membuatnya marah, bahkan Morgan dan Elena sampai kesulitan menenangkannya. Sejak beberapa hari lalu, Valeria ingin makan es serut ala Hawaii.Morgan bahkan sampai meminta Elena menyewa koki dari Hawaii, membawa bahan-bahan asli, membuat es serut dengan metod

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 159

    Salvatore duduk di kursi rodanya, menatap hamparan laut biru yang luas dari jendela kamar. Ombak bergulung perlahan, seolah menari dalam irama yang damai. Namun, hati Salvatore tidaklah setenang pemandangan di depannya.Dia mencoba menikmati angin laut yang menerobos masuk melalui jendela yang sedikit terbuka. Ada ketenangan dalam suasana ini, tapi ada juga sesuatu yang terasa hampa. Sesuatu yang tidak bisa dia pahami.Kehidupannya sekarang begitu tenang. Alessio selalu ada untuknya, memperlakukannya dengan sangat baik—mungkin terlalu baik. Amara, wanita yang memperkenalkan diri sebagai calon istrinya, selalu tersenyum dengan penuh cinta dan perhatian, seolah mereka memang ditakdirkan bersama.Tapi kenapa? Kenapa setiap kali dia menatap pantai itu, ada perasaan aneh yang menggeliat di dadanya?Seperti ada sesuatu yang hilang. Seperti ada sesuatu yang penting yang seharusnya dia ingat, tapi tidak bisa dia jangkau.Salvatore mengusap pelipisnya, mencoba mengais serpihan ingatan yang ter

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 160

    Di dalam ruang makan yang mewah dan remang, Salvatore didorong oleh seorang pelayan, mendekati meja panjang berhiaskan lilin dan hidangan mewah. Salvatore belum bisa berjalan meskipun dokter bilang dia sudah sembuh total.Di ujung meja, Alessio duduk dengan anggun, seperti raja yang mengawasi segalanya. Amara sudah menunggu dengan tidak sabaran. Begitu Salvatore tiba, dia langsung berdiri dan berlari kecil menghampirinya."Salvatore~!" serunya dengan nada manja yang terdengar terlalu dibuat-buat.Tanpa ragu, Amara menggandeng tangan Salvatore dan menempelkan tubuhnya erat-erat. Dia bahkan menyenderkan kepalanya di bahu pria itu, menghela napas dramatis seolah sedang menikmati momen romantis."Akhirnya kita bisa makan malam bersama. Aku sangat merindukan saat-saat seperti ini," bisiknya, suaranya menggoda, jari-jarinya menggambar pola tak jelas di lengan Salvatore.Salvatore menegang. Dia mencoba bergerak menjauh, tetapi posisi duduknya di kursi roda membuatnya sulit untuk menghindar.

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-13
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 161

    Alessio melangkah santai menuju ruang kerjanya, dengan Jackson berjalan setia di belakangnya. Pria itu bahkan bersiul-siul ria, mungkin karena suasana hatinya sedang sangat baik.Saat melewati salah satu lorong di vila, seorang pelayan datang dari arah berlawanan, membawa nampan kecil berisi obat untuk Salvatore. Pelayan itu berhenti sejenak, menundukkan kepala memberi salam, lalu segera berlalu.Awalnya, Alessio tidak terlalu memperhatikannya hanya meliriknya sekilas. Dia hanya melanjutkan langkahnya seperti biasa, tetapi beberapa detik kemudian, alisnya sedikit berkerut.Ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Langkahnya terhenti sejenak. Matanya sedikit menyipit, seperti mencoba mengingat sesuatu. Dia seperti tidak asing untuk Alessio, tapi dimana dia pernah melihatnya?"Siapa pelayan itu?" tanyanya tiba-tiba, tanpa menoleh ke belakang.Jackson, yang sejak tadi mengikuti, segera menjawab dengan nada tenang. "Namanya Suan Smith. Dia baru saja kembali dari Amerika. Kabarnya, dia sempat

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14
  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 162

    Pagi itu, sinar matahari keemasan menyapu permukaan laut yang tenang. Deburan ombak terdengar berirama, menabrak tebing karang di kejauhan. Udara pagi terasa segar, sedikit asin, menyatu dengan aroma khas lautan.Salvatore duduk di kursi rodanya, mengenakan kemeja longgar dengan lengan tergulung hingga siku. Dia memejamkan mata sejenak, membiarkan angin laut menerpa wajahnya.Namun, bukan sinar matahari yang menghangatkannya hari ini. Pikirannya mengelana jauh. Ucapan Suan semalam masih terus mengusik benaknya."Anda hanya perlu menjaga diri saja selama di sini. Setelah saya selesai, maka saya siap membawa anda pergi dari sini. Tidak peduli bagaimana keadaan anda."Apa maksudnya? Kenapa orang itu terdengar seolah dia tahu sesuatu yang Salvatore tidak tahu? Apa yang sebenarnya terjadi?Sejak awal, ada yang tidak beres. Setiap kali dia bertanya pada Alessio atau Amara tentang masa lalunya, jawaban mereka selalu berbelit-belit.Dan jika dia ingin pergi dari sini, mereka selalu punya alas

    Terakhir Diperbarui : 2025-02-14

Bab terbaru

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 195

    Matahari siang di Milan menyinari jendela kamar rumah sakit, menciptakan bayangan lembut di lantai keramik putih. Sofia duduk di tepi ranjangnya, jemarinya gemetar saat merapikan pakaian ke dalam koper kecil. Tubuhnya sudah membaik, dan sesuai keputusan pengadilan, hari ini dia harus kembali ke penjara.Isabella, ibunya, dengan sabar membantu melipat baju dan memasukkannya ke dalam koper. Namun, keheningan di antara mereka terasa berat.Tak ada lagi percakapan ringan atau tawa seperti dulu. Hanya suara gesekan kain dan resleting koper yang mengisi ruangan.Pintu kamar terbuka perlahan. Julian, muncul di ambang pintu dengan ekspresi datar. "Mom, dokter memanggilmu," katanya singkat.Isabella menoleh, sejenak ragu. "Julian, tolong bantu adikmu berkemas, ya? Mommy akan segera kembali."Tanpa menunggu jawaban, Isabella melangkah keluar, meninggalkan Julian dan Sofia berdua.Julian mengambil alih koper, tangannya dengan terampil memasukkan barang-barang Sofia tanpa suara. Gerakannya efisie

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 194

    Musim semi di Jepang selalu memancarkan pesona tersendiri. Bunga sakura yang bermekaran, angin sepoi-sepoi yang membawa harum bunga, dan sinar matahari yang hangat menyelimuti halaman rumah sakit.Valeria duduk di kursi roda, menikmati pemandangan itu dengan senyum tipis di wajahnya. Firgo mendorong kursi rodanya perlahan, memastikan Valeria merasa nyaman."Indah, ya?" gumam Valeria, matanya tak lepas dari kelopak bunga sakura yang beterbangan tertiup angin."Memang," jawab Firgo. "Seindah keberanianmu malam itu. Kau tahu, aku masih tidak habis pikir kenapa kau begitu nekat."Valeria menoleh, keningnya sedikit berkerut. "Kau marah padaku?""Bukan marah." Firgo menghela napas. "Lebih ke jengkel. Kau tidak memikirkan keselamatanmu sendiri dan itu membuat panik seluruh pasukan saat melihatmu berlari ke arah Tuan Salvatore dan menodong pria yang menyerangnya dengan pistol. Tapi ..., aku salut. Kau benar-benar berbeda dari kebanyakan wanita."Valeria tersenyum. "Aku hanya melakukan apa yan

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 193

    Antonio berdiri di samping brankar tidurnya, tubuhnya yang masih dipenuhi perban bergerak perlahan saat dia mengganti pakaian rumah sakit dengan setelan kasual. Luka-luka di tubuhnya masih terlihat jelas, namun dia sepertinya tidak terganggu dengan itu. Pintu kamar rawat terbuka perlahan, dan Salvatore masuk dengan langkah hati-hati."Kau sudah mau pergi?" tanya Salvatore dengan nada khawatir.Antonio tersenyum tipis. "Aku sudah terlalu lama di sini. Ada banyak hal yang harus kuurus."Salvatore berjalan mendekat, meski kakinya masih gemetar, ia mencoba menunjukkan bahwa ia baik-baik saja. "Biar aku yang bantu. Apa yang bisa kulakukan?""Tidak perlu." Antonio menggeleng pelan, memasukkan kemejanya ke dalam celana. "Kau percayalah padaku. Aku akan mengurus semuanya. Saat ini, yang perlu kau lakukan adalah fokus pada kesembuhanmu."Salvatore menghela napas. "Tapi—""Jangan khawatir." Antonio menepuk bahu Salvatore, "kita sudah sejauh ini. Kau hanya perlu pulih dulu. Biar aku yang jaga se

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 192

    Sinar matahari sore menembus jendela rumah sakit, memberikan kilau hangat di ruangan putih yang biasanya terasa dingin. Salvatore mendorong pintu perlahan, mencoba tidak membuat suara yang mengganggu. Matanya langsung tertuju pada Valeria, yang masih terbaring di ranjangnya dengan wajah pucat namun tersenyum manis begitu melihatnya."Hei," sapa Salvatore dengan lembut.Valeria langsung menoleh ke arahnya dan tersenyum ceria. Senyuman itu—senyuman yang sejak dulu selalu membuatnya merasa tenang, Salvatore mengingat rasa itu. Namun senyuman itu kini justru membuat dadanya berdegup lebih kencang.Valeria membalas sapaan itu dengan suara pelan. "Kau kembali.""Ya, bagaimana keadaanmu? Merasa lebih baik?"Valeria mengangguk pelan. "Hm, lebih baik daripada kemarin."Salvatore mengangkat kantong belanja di tangannya. "Aku membawakanmu makanan dan buah-buahan. Juga susu vanilla, seperti yang kau inginkan."Tatapan Valeria berbinar. "Susu vanilla? Kau ingat?"Salvatore tersipu, meletakkan bara

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 191

    Firgo mengetuk pintu kamar rawat inap Valeria sebelum masuk. Wajahnya tenang, tetapi matanya menyiratkan kekhawatiran. Dia menyerahkan telepon genggamnya kepada Valeria. "Morgan ingin bicara."Valeria mengangkat alis, "Oh, sepertinya akan ada sesi ceramah gratis."Begitu telepon menempel di telinganya, suara Morgan langsung terdengar—keras dan penuh emosi."Valeria! Apa yang kau pikirkan?! Pergi tanpa bilang apa-apa, ikut operasi berbahaya dalam keadaan hamil pula! Kau tahu betapa gilanya aku mencari-cari kabar tentangmu?!"Valeria menarik napas panjang, memegang telepon dengan satu tangan, sementara tangan lainnya dengan lembut mengelus perutnya yang masih terasa perih. "Aku baik-baik saja, Morgan. Kau tidak perlu berteriak begitu.""Jangan bilang aku tidak perlu berteriak! Kau pikir ini lelucon? Bagaimana jika terjadi sesuatu padamu?! Dan bayi itu?!" Di ujung sana Morgan sedang mondar-mandir di lobi markas Il Leone d'Ombra.Senyum kecil menghiasi wajah Valeria. "Bayi ini baik-baik s

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 190

    Valeria membuka matanya perlahan. Cahaya lampu kamar rawat terasa menyilaukan, tetapi bukan itu yang membuatnya tercekat. Di sampingnya, Salvatore duduk dengan ekspresi penuh kekhawatiran. Tatapan pria itu tajam, tetapi terselip kegelisahan yang sulit disembunyikan."Salvatore ...." Suara Valeria serak, hampir berbisik. "Bagaimana dengan bayiku?"Begitu mendengar suaranya, Salvatore langsung menggenggam tangannya erat. "Kau sudah sadar? Dia ..., baik-baik saja."Valeria menatapnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Rasa sakit di perutnya masih terasa, tetapi lebih dari itu, ada perasaan lain yang membuat dadanya sesak—haru, rindu, dan kelegaan yang begitu mendalam.Salvatore ada di sini.Tangannya gemetar saat dia mengangkatnya, menyentuh pipi pria itu dengan lembut. "Aku ..., aku pikir aku tak akan pernah melihatmu lagi." Suaranya pecah dalam isakan kecil.Salvatore mengeraskan rahangnya, menahan emosinya sendiri. "Aku di sini. Aku ..., tidak akan ke mana-mana."Air mata Valeria ak

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 189

    Malam di Milan terasa dingin. Julian berjalan keluar dari rumah sakit dengan langkah tenang, tetapi pikirannya kacau. Ibunya masih di dalam, menjaga Sofia—adiknya yang telah menghancurkan hidupnya. Sang ayah, Giovani, bahkan tak peduli lagi dengan keluarga mereka sejak nama besar Ricci runtuh.Saat Julian hendak berjalan ke mobilnya, suara familiar menghentikan langkahnya."Julian?"Dia mendesah pelan, lalu menoleh. Margareta berdiri tak jauh darinya, mengenakan mantel mahal yang dulu mungkin ia beli dari uang Julian sendiri. Wajah wanita itu masih sama—cantik, angkuh, penuh percaya diri. Tapi Julian tak lagi melihatnya seperti dulu."Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya datar.Margareta tersenyum, mendekatinya dengan langkah gemulai. "Aku kebetulan lewat. Lalu aku melihatmu ..., jadi aku ingin menyapa."Julian mengangkat alis. "Kebetulan lewat di rumah sakit, malam-malam begini?" Nada suaranya terdengar sarkastik.Margareta tertawa kecil. "Aku ingin tahu ..., bagaimana keadaanmu s

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 188

    Begitu roda pesawat menyentuh landasan Jepang, Salvatore segera bangkit dari kursinya. Dia tak peduli pada tubuhnya yang masih lemah, langkahnya langsung mengikuti para anak buah yang membawa Valeria ke luar pesawat dengan tandu.Udara malam Jepang yang dingin menusuk kulit, tetapi keringat dingin tetap mengalir di pelipisnya. Mereka semua bergerak cepat menuju kendaraan yang sudah disiapkan. Firgo sudah lebih dulu mengatur segalanya—termasuk mencari rumah sakit yang aman, tempat dokter-dokternya bisa dibayar untuk menutup mulut.Di perjalanan menuju rumah sakit, Salvatore duduk diam di samping Valeria. Matanya terus mengamati wajah wanita itu. Wajah yang seharusnya asing, tetapi justru terasa familiar. Wajah yang entah mengapa, menjadi yang pertama muncul dalam pikirannya saat dia mulai sadar dari kegelapan ingatannya yang hilang.Jika dia istriku… berarti aku sangat mencintainya, bukan?Tapi kenapa? Kenapa dia tidak bisa mengingatnya?Salvatore menggigit bibir bawahnya, frustrasi de

  • Istri Yang Kau Hina, Incaran Mafia   Bab 187

    Di dalam pesawat pribadi yang terbang di atas Samudra Pasifik, suasana terasa tegang. Lampu-lampu kabin berpendar samar, menciptakan bayangan-bayangan panjang di wajah-wajah yang kelelahan dan terluka.Di salah satu kursi, Valeria terbaring lemah dengan napas tersengal. Wajahnya pucat, keringat dingin membasahi dahinya, dan matanya sesekali terpejam menahan rasa sakit. Wanita itu sudah setengah kehilangan kesadarannya. Darah masih merembes dari perban darurat yang melilit perutnya, bukti dari luka yang Alessio tinggalkan.Salvatore duduk di sampingnya, menggenggam erat tangannya yang juga berlumuran darah. Jari-jarinya sedikit gemetar, bukan karena rasa takut, melainkan karena sesuatu yang mengusik pikirannya.Dia masih belum sepenuhnya memahami kenapa melihat Valeria seperti ini membuat hatinya terasa seakan diremas. Sebuah perasaan yang familiar, namun asing pada saat yang bersamaan.Antonio, yang duduk tak jauh dari mereka, tampak lelah dengan luka di lengannya yang terus mengalirk

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status