Ketegangan terjadi karena Dara yang tak membiarkan Leonardo pergi, pun Alice yang tak dibiarkan melangkah. Leonardo menghela napas pelan, setelah itu, langsung menarik tangan sang istri dan masuk ke dalam mobil bersama.Melihat apa yang Leonardo lakukan, jelas Dara terkejut. Mereka sudah memiliki janji bersama tadi, bagaimana bisa Leonardo meninggalkan dirinya begitu saja.“Menyingkirlah Nona. Anda menghalangi jalan kami.” Pria besar berwajah tampan menggeser Dara agar tidak menghalangi jalannya. Dia adalah Burhan orang yang ditugaskan menjaga Alice sejak kedatangannya.“Kamu!” pekik Dara tak terima digeser seperti itu.Burhan menoleh dan menatap Dara dengan tatapan tajam. Seketika sekretaris Leonardo itu terdiam dan menunduk. Burhan memang tampan, tetapi tatapan matanya bisa membungkam musuh.“Nona, jangan berani menyakiti nona kami, jika saya melihat Anda berani, maka jangan salahkan saya mengantar Anda ke tempat yang tidak pernah Anda bayangkan sebelumnya.”Dara mengangkat wajah te
Leonardo berdecak, ia berjalan melewati Dara dan duduk dengan tenang. Ia meraih gelas kopi miliknya dan menyesapnya sedikit. Melihat itu, Bram pun menyimpan buku bacaannya dan menyusul Leonardo duduk.“Jangan salah paham. Yang tertinggal hanya berkas rapat kita,” kata Leonardo memecah kecurigaan Bram.Asistennya baru bernapas lega, khawatir jika apa yang dirumorkan selama ini benar-benar terjadi. Bukan hanya Leonardo yang akan hancur tetapi semua yang bekerja di bawah Leonardo. Oscar hanya melakukan jentikan jari dan semua habis.Dara ikut bergabung bersama mereka, tetapi duduk tidak jauh dari Leonardo. Wanita itu seolah ingin menunjukkan pada Bram jika dia dan Leonardo benar memiliki hubungan khusus.“Pak, saya hanya tidak ingin Anda sibuk mencarinya, sementara berkas itu kan penting,” jaga Dara mencoba menjelaskan, tetapi Bram berdecak karena sudah hafal dengan model seperti Dara.“Kamu bisa mengantar ke rumah Bram. Aku dan dia sama saja,” jawab Leonardo yang diangguki oleh Bram jug
“Paman pulang saja. Aku akan beritahu ayah setelah ini,” kata Alice pada supir keluarganya. Dia berdiri di luar mobil dengan memeluk diri. Udara malam ini, lebih dingin dibandingkan malam sebelumnya.Si supir mendongak, melihat langit malam yang begitu gelap. Sebentar lagi, ia yakin akan turun hujan. “Nona, Anda yakin tidak akan kembali ke rumah?”Alice tertawa kecil, menyembunyikan kegetiran hatinya yang semakin rapuh. Tadi, sebelum dia meninggalkan ruangan Arsen, lagi-lagi suaminya dan sekretaris berpelukan. Alice tahu, apa yang akan terjadi setelah itu bagi sepasang kekasih.Tertawa kecil kembali, Alice menatap supirnya yang sudah tidak lagi muda, “Paman, di dalam ada ibu Desi, aku akan baik-baik saja dengannya.”Akhirnya karena tidak bisa lagi membujuk, si supir berpamitan setelah memastikan Alice masuk ke dalam gedung. Di mana ibu angkatnya berada di sana. Alice menoleh ke belakang, memastikan supir keluarganya pergi. Setelah itu, ia menelpon seseorang dan untuk menjemput diriny
Luna menangkap gelagat berbeda dari putranya, ada sesuatu yang Leonardo sembunyikan dan sepertinya ia tahu. Luna menghela napas pelan, “Katakan padanya, Ibu berangkat lebih awal. Ingat, jangan sampai dia tidak hadir, karena itu bisa membuat ibu malu.”Luna berjalan lebih awal, menyembunyikan kecurigaan yang mungkin saja benar terjadi. Di dalam hati ia berdoa semoga Alice benar-benar hadir dan harga dirinya bisa terselamatkan.Sementara itu, Leonardo terus menghubungi Alice secara diam-diam, hingga tak sudah sampai di depan mobil dengan tatapan Luna yang semakin menusuk dirinya.“Leo, apa kamu benar-benar sibuk? Kalau begitu, biar Ibu pergi dengan supir saja,” kata Luna akhirnya. Tidak menolak Leonardo bahkan menantu ibunya masuk ke dalam mobil, meminta supir untuk mengemudi dengan hati-hati.“Tolong kabari aku jika ada yang tidak beres, Ibu,” kata Leonardo pada ibunya. Luna menutup pintu mobil dan mengangguk. “Ibu akan baik-baik saja. Lagi pula, Ibu bukan anak kecil yang akan terses
Luna melangkah dengan anggun, bibirnya terus membentuk senyuman indah. Senyuman yang tak pernah terlihat sejak beberapa tahun terakhir. Hari ini, suasana hati ibu Leonardo itu begitu sangat baik seperti bunga yang baru mekar.Di depan sana, wanita dengan penampilan glamor sudah berdiri dengan sangat anggun, pakaian, perhiasan serta jepitan rambut yang sangat mahal menempel pada tubuhnya.Luna berdecak kagum, besannya bukankah orang sembarangan. Wanita nomor satu yang menjadi bintang paling terang. Sementara menantunya ada di atas di wanita yang kali ini dikaguminya.“Selamat pagi, Nyonya Delima,” sapa Luna dengan ramah, ia sudah berdiri di sebelah Luna yang tersenyum hangat padanya.Senyum tipis Delima berikan pada mertua putrinya, saling peluk pun terjadi untuk membuktikan pada tamu yang hadir jika mereka memang memiliki hubungan yang baik.“Selamat datang, Nyonya. Saya senang karena Anda bisa menghadiri acara sederhana saya,” kata Delima ramah pada besannya.Tertawa kecil, Luna sang
Langkah kaki terdengar menggema di lantai marmer mahal. Sorot kamera terpancar begitu rapi tatkala wanita cantik dengan gaun hitam melangkah memasuki ruangan yang sudah dihias dengan begitu indahnya.Delima menoleh dengan senyum kaku, begitu pun dengan Luna yang langsung menampilkan senyum cerah tatkala wanita yang ia tunggu akhirnya berjalan ke arahnya.“Selamat siang, Ibu.” Alice memeluk ibu dan ibu mertuanya bergantian. Menatap beberapa orang yang kebetulan mendekat ke arah mereka dengan sapaan yang begitu sopan.“Kenapa telat? Di mana Leonardo, kamu bersamanya?” tanya Delima melihat ke arah luar, tetapi tak melihat siapa pun yang mengekor putrinya.Alice menggeleng kecil dengan senyum yang masih terpatri indah. “Aku datang sendiri, Bu.”Senyum Luna yang tadi sempat terbit kini tertahan, mendengar jawaban Alice—menantunya. Bukan karena ia ingin menyalahkan putranya, tetapi lebih karena tempat ini—begitu ramai, begitu terbuka. Alice yang peka terhadap perubahan ekspresi di wajah me
Dari jarak jauh, Delima melihat interaksi Alice dan wanita yang ia tahu putri dari seseorang yang dikenalnya. Namun, bukan itu yang menjadi gelisah Delima kali ini. Jelas ia tahu wanita itu sangat menginginkan Arsen seperti Silvia yang juga begitu menginginkan pria itu.“Nyonya, silakan Anda nikmati yang Ada. Aku ingin ke belakang dulu,” kata Delima pada Luna dan para tamu wanita lainnya. Mereka duduk disatukan pada meja panjang yang besar dengan hidangan yang mewah.Luna mengangguk dan melanjutkan obrolan dengan wanita kalangan atas. Ia pun tak ketinggalan mengabadikan beberapa momen penting untuk diabadikan di sosial media miliknya..“Nyonya, Anda sangat beruntung karena berbesan dengan nyonya Delima,” celetuk salah seorang wanita di antara mereka.Senyum bangga Luna terlihat sangat jelas, ia pun sangat bangga dengan pencapaian yang Leonardo berikan kali ini. Berbesan dengan Oscar adalah impian semua orang, apalagi yang putranya nikahi adalah ahli waris yang sah.“Anda sangat baik h
Luna bernapas lega tatkala Alice kembali duduk di sebelahnya. Karena begitu penasaran ia menoleh dan berbisik, “Yang tadi siapa?”Tersenyum kecil dan ramah, Alice menyapa beberapa orang yang tersenyum ke arahnya, setelah itu barulah fokus pada Luna. “Dia temanku, Bu.”Alice bahkan belum mengingat betul kapan terakhir kali dia dan Vita bertemu, sungguh dia tidak pernah tahu tentang Vita selama ini. Namun, ketika ia ingat kesibukannya di masa lalu, wajar saja jika dia tak ingat siapa yang berada di sekelilingnya.“Teman,” kata Luna mengulang dengan nada ragu. Selama ini, ia tidak tahu bahwa Alice memiliki teman selain para pelayan di rumahnya. Ada keheningan singkat, dan Luna merasakan dadanya berdesir tak nyaman, “maafkan Ibu karena tidak tahu banyak hal darimu,” katanya dengan nada suara yang dikecilkan.Alice mengangguk pelan dan mengusap lengan Caterine dengan lembut, mencoba menenangkan ibu mertuanya yang tiba-tiba bersikap lebih hangat dari biasanya. Sentuhan itu terasa asing, te